Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
Amerika Serikat dan China adalah dua negara yang sangat besar dan maju di dunia
dilihat kemajuannya di bidang politik, keamanan, hingga ekonomi. Keduanya bahkan
merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia dengan Amerika Serikat
menempati posisi pertama dan China pada posisi kedua, sehingga termasuk negara-negara
yang paling berpengaruh di dunia. Hubungan dagang AS dan China berlangsung sejak lama
dimulai pada tahun 1970 ketika Presiden Nixon selaku presiden yang menjabat kala itu,
mengunjungi China dengan maksud untuk membawa serta mengenalkan China kepada dunia
internasional.1 Pada saat itu, AS berencana akan menghilangkan hambatan dalam hubungan
dagang antara Amerika Serikat dengan China, mengingat potensi dalam perekonomian China
yang menunjukkan adanya perkembangan yang pesat dan membawa keuntungan bagi AS di
masa mendatang. Kerjasama antara AS dan China dimulai sejak bangkitnya China pada tahun
1990-2010 dimana ketika pertumbuhan ekonomi di China mencapai angka 2-4%.2
Pada tahun 2001, semenjak China resmi bergabung ke dalam World Trade
Organization (WTO) dan mendapat dukungan dari rekan kerjasamanya yaitu AS,
perekonomian China tumbuh semakin pesat sehingga hal tersebut akan menjadikan China
sebagai pemegang kepentingan yang bertanggung jawab, dimana China akan bekerja sama
dengan AS untuk mempertahankan sistem internasional yang telah memungkinkan
keberhasilannya. Namun, pandangan AS terhadap China berubah, yang dulunya melihat China
sebagai mitra kerjasama, tetapi kini AS melihat China sebagai saingannya ketika terpilihnya
Trump sebagai Presiden AS.
Sejak Trump menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan bilateral antara Amerika
Serikat dengan China menjadi memburuk, khususnya dalam bidang ekonomi. Kisaran pada
bulan Maret 2018, pemerintahan Trump mengeluarkan kebijakan terkait pemberlakuan tarif
1
“Power and Interdependence: World Politics in Transition.”Power and
Interdependence: World Politics in Transition, by Robert O. Keohane and Joseph S.
Nye, Harper Collins, 1989, pp. 24–25.
2
“Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, Dan Tatanan
Dunia.”Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, Dan
Tatanan Dunia, by Walter S. Jones and Budiono Kusumohamidjojo, 2nd ed., PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
impor bagi produk dari China. Trump dipandang melakukan hal yang tujuannya hanya untuk
merealisasikan keinginannya yaitu merubah perekonomian AS menjadi proteksionisme. Hal
tersebut semakin terlihat dengan memburuknya perekonomian AS-China yang mengarah pada
perang dagang. Tarif impor sebesar US$50-US$60 miliar diberlakukan oleh pemerintahan
Trump terhadap sejumlah produk China yang masuk ke Amerika sebagai upaya memperbaiki
perekonomian negaranya dan mengurangi defisit neraca perdagangan di kedua negara. Trump
mengumumkan kenaikan tarif impor atas baja sebesar 15% dan aluminium sebesar 10%. AS
juga berencana membatasi investasi dan bertindak terhadap China di WTO karena AS
menganggap China bersikap tidak adil dalam perdagangan bilateral.3 Atas kejadian perang
dagang antara AS dengan China dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump
tentunya memberikan dampak atau efek domino yang tidak hanya kepada dua negara yang
terlibat perang dagang, tetapi hal tersebut dapat memberikan dampak ke negara lain seperti
halnya negara kita Indonesia. Oleh sebab itu, penyusun tertarik untuk mengangkat isu yang
berjudul “Dampak Perang Dagang antara China dengan Amerika Serikat bagi Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dibuat yaitu:
1. Apa dampak yang ditimbulkan akibat perang dagang China dengan Amerika Serikat
terhadap Indonesia?
C. Tujuan
Dalam melakukan penelitian ini, tentunya penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai.
1. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan adanya perang dagang China dengan
Amerika Serikat terhadap Indonesia.
3
Adrini Pujayanti, “Perang Dagang Amerika Serikat–China Dan Implikasinya Bagi
Indonesia.”, https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-7-I-P3DI-
April-2018-179.pdf diakses pada 19 April 2021.
BAB II
PEMBAHASAN
Perang dagang antara AS-China memberikan dampak secara langsung maupun tidak
langsung terhadap Indonesia. Terdapat pengaruh perang dagang AS-China terhadap
perekonomian Indonesia dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pertama, ketegangan
perdagangan antara Amerika Serikat dan China menciptakan ketidakpastian yang meningkat.
Meningkatnya ketidakpastian masa depan perdagangan dunia dan perekonomian ini akan
meningkatkan “risiko investasi” di seluruh dunia. Peningkatan proteksionisme perdagangan
AS akan memperburuk pertumbuhan untuk semua negara, termasuk Amerika Serikat sendiri.
Diperkirakan jika Amerika Serikat menerapkan bea masuk, sebagaimana terancam, tingkat
tarif rata-rata impor Amerika akan naik 3,4 persen, dan perusahaan akan membebankan biaya
ini kepada pelanggan mereka. Pada akhirnya, produsen dan pelanggan AS lah yang akan
menanggung biayanya, seperti yang diperingatkan oleh banyak ekonom AS. Sebuah studi oleh
McKibbin dan Stoeckel (2017) menemukan bahwa jika Amerika Serikat mengenakan tarif 40
persen untuk semua impor, PDB AS akan turun 1,2 persen. Jika semua negara membalas,
PDB AS akan turun 5,2 persen, yang mengarah ke presesi yang dalam. Nicholas Lardy,
seorang ahli ekonomi Tiongkok di Peterson Institute for International Economics, telah
menyatakan bahwa setiap orang akan kalah dalam perang dagang.
Kedua, perang perdagangan AS-China saat ini akan menurunkan permintaan dunia,
dan dengan demikian dapat mempengaruhi ekspor Indonesia ke dunia. Melihat durasi
ketegangan perdagangan yang panjang dan terus berlanjut, ekonomi dunia diperkirakan akan
tumbuh pada tingkat yang sama hingga tahun 2024. Demikian pula, Bank Dunia
memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia pada 2,6 persen pada 2019, dan 2,7 dan
2,8 persen untuk tahun 2020 dan 2021 berturut-turut. Pertumbuhan China turun dari 6,8
persen pada 2017 menjadi 6,6 persen pada 2018 dan diperkirakan akan melambat lebih
jauh menjadi 6,2 persen pada 2019. Kontraksi ekonomi sejalan dengan permintaan yang
lebih rendah, dan seiring perlambatan negara-negara terbesar pertama dan kedua di dunia,
Amerika Serikat dan China, akan menurunkan permintaan dunia dan pada akhirnya akan
menurunkan ekspor Indonesia ke dunia.
Terakhir, potensi dampak langsung ke Indonesia adalah melalui hubungan rantai nilai
global, karena Indonesia merupakan bagian dari rantai nilai global China. Data input-output
OECD untuk tahun 2015 menunjukkan bahwa ekspor Indonesia sebagian besar berkontribusi
pada industri China. Produk ekspor utama Indonesia digunakan sebagai bahan mentah, input,
atau barang setengah jadi di China, termasuk arang, kayu, dan kertas, antara lain.
Perdagangan barang negara-negara ASEAN dengan Cina terus meningkat, terutama sejak
akses Cina ke WTO pada tahun 2001, dan ini lebih diperbesar oleh Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation antara ASEAN dan Cina, yang berlaku efektif pada
Januari 2010. Yu dan Cui (2017), berdasarkan analisis nilai tambah, menilai bahwa
peningkatan ekspor China ke seluruh dunia akan meningkatkan nilai tambah ekspor ASEAN.
Studi Ing, Yu, dan Zhang (2016) menunjukkan bahwa persaingan kualitas dari China
meningkatkan produktivitas perusahaan Indonesia di pasar domestik dan ekspor, yang
berdampak lebih besar pada pasar ekspor Indonesia. Dampak langsung maupun tidak langsung
dari perang dagang terhadap perusahaan China akan mempengaruhi produktivitas dan ekspor
perusahaan Indonesia.
Perang dagang AS-China membuka kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan
perubahan manajemen perdagangan, sehingga daya saing ekonomi tidak berkurang. Perubahan
ini dilakukan baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal, Indonesia harus
bisa melakukan harmonisasi regulasi yang terkait dengan ekonomi sektor perdagangan
sebagai upaya meningkatkan ekspor. Pemerintah juga harus bisa melibatkan sebanyak
mungkin pelaku ekonomi agar bisa merangsang ekspor. Keinginan pemerintah untuk
melibatkan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan langkah maju
untuk meningkatkan partisipasi pengusaha kecil di ekspor, sehingga keuntungan tidak hanya
dirasakan oleh pengusaha besar. Apalagi pemerintah harus menciptakan pasar ekspor yang
lebih beragam sehingga peluang bagi komoditas Indonesia untuk bersaing di pasar
internasional semakin terbuka. Diplomasi ekonomi sebagai arus utama kebijakan luar negeri
Presiden Joko Widodo dalam 5 tahun ke depan, memperjelas komitmen pemerintah dalam
meningkatkan ekspor. Peran diplomat sangat penting dalam diplomasi ekonomi ini yaitu agar
menjadi lebih aktif dan inovatif dalam mencari pasar dan investor.
Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Taye Shim yakin bahwa industri di sektor pakaian
rajut, pakaian tenunan, dan alas kaki bisa semakin melebarkan sayapnya di pasar Amerika
Serikat. Apalagi, ketiga komponen tersebut memegang hampir 32% total ekspor ke negeri
Paman Sam. Dari sisi pandang Shim, kecil kemungkinan untuk Amerika Serikat akan
mengenakan tarif super tinggi atas industri tersebut. Ada beberapa alasan yang mendasari hal
itu, seperti sejumlah merek alas kaki terkenal yang diproduksi akhir di dalam negeri.
Misalnya, merek-merek seperti Nike, GAP dan termasuk lainnya. Selama ini, Nike dipasok
oleh hampir 150 pabrik alas kaki di 14 negara, dimana pabrik merek tersebut yang berada di
Indonesia berhasil memproduksi 25% dari total alas kaki.
Selain itu adapun potensi keuntungan terbesar ada di 3 sektor yaitu IT, otomotif, dan
garmen. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China membuat kawasan Asia Tenggara,
khususnya Indonesia, berpeluang menjadi pihak yang diuntungkan, karena korporasi global
yang tadinya berpusat di China bisa saja mendiversifikasikan bisnisnya ke luar China. Sektor-
sektor berpotensi diantaranya adalah IT, otomotif, dan garmen. Dan Indonesia berpeluang
untuk mendapatkan keuntungan dari perang dagang ini sebab upah pekerja di RI terbilang
murah dibanding negara lain. Pasalnya, saat ini banyak perusahaan yang ingin keluar dari
negeri tirai bambu tersebut. Dikarenakan murahnya upah tersebut, diperkirakan bahwa hal ini
dapat menjadi daya tarik tersendiri dan akan membuat banyak pihak produsen mengalihkan
tempat produksinya ke Indonesia. Tetapi, dengan begitu bukan berarti hanya upah murah saja
yang harus menjadi daya tarik bagi Indonesia di mata para pengusaha tersebut. Sektor lain pun
harus tumbuh, berkembang dan meyakinkan agar dapat menambah daya pikat Republik
Indonesia di mata dunia.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Amerika Serikat adalah mitra penting bagi
Indonesia. Hubungan Perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat pun cukup
signifikan, karena kedua negara saling Mengisi pasar dengan produk unggulan masing-
masing. Dan terlebih Amerika Serikat adalah negara penyumbang surplus Indonesia. Dan juga
Amerika Serikat merupakan mitra dagang terbesar ketiga bagi Indonesia setelah China dan
Jepang. Tidak lupa, China juga merupakan salah satu mitra dagang terbesar di Indonesia.
Hubungan perdagangan kedua negara terbilang cukup besar meski Indonesia mengalami
defisit.
Terkait neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat menunjukkan nilai
yang positif. Ekspor nonmigas yaitu karet, tekstil dan pakaian jadi, alas kaki dan mesin listrik
mendominasi komoditas Indonesia yang dikirim ke Amerika Serikat (Kementerian
Perdagangan, 2012). Meskipun Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi pada akhir tahun
1990an, tidak lama kemudian berangsur membaik tepatnya setelah tahun 2001. Bahkan
Amerika Serikat turut memberi berbagai macam bentuk bantuan bagi Indonesia yang mana
disalurkan melalui United States Agency for International Development (USAID). Dan terkait
dengan bidang ekonomi, terdapat beberapa aspek yang menjadi fokus dari bantuan Amerika
Serikat ini, diantaranya adalah penguatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
pekerjaan, pengembangan iklim usaha dan perusahaan, stabilitas dan kewajaran sektor
keuangan, perbaikan kualitas jasa kebutuhan dasar, jasa lingkungan, jasa kesehatan, serta
sektor pangan dan gizi. Selain itu, Amerika Serikat juga memberikan pinjaman luar negeri.
Jika dilihat berdasarkan kondisi yang terkait dengan Indonesia dan Amerika Serikat,
terdapat beberapa bidang kerja sama yang berpeluang untuk dikembangkan kedua negara,
yaitu:
1. Kerjasama di bidang infrastruktur yang masih menjadi kelemahan utama di Indonesia akan
menjadi peluang utama kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat.
2. Meningkatkan perdagangan bilateral yang tidak hanya menyangkut tentang perdagangan
komoditas terutama pertanian, tekstil, perkayuan, dan industri Perfilman, tapi juga berbagai
kegiatan yang dapat mendorong perdagangan, seperti sertifikasi dan labeling, pemberian
General System of Preferences (GSP), perlindungan HKI oleh Pemerintah Indonesia bagi
produk dari Amerika Serikat, dan tindakan tegas terhadap praktek-praktek korupsi dan juga
birokrasi yang berbelit-belit.
3. Perbaikan pelaksanaan debt-swap.
4. Kedua negara dapat meningkatkan hubungan ekonomi dengan meningkatkan transparansi
akun wajib pajak Amerika Serikat di Indonesia.
Di sisi lain, implikasi dari Perang Dagang Amerika Serikat dan China terhadap
Indonesia yaitu dalam sektor perdagangan baja dan aluminium serta pengaruhnya terhadap
industri-industri baja dan aluminium dalam negeri. Secara keseluruhan implikasi perang
dagang tersebut akan berpengaruh terhadap keuntungan peluang bagi Indonesia untuk menjadi
pasar ekspor baru, dan berpengaruh terhadap kerugian bagi industri-industri dalam negeri,
karena baja dan aluminium dapat diimpor dengan biaya lebih murah dibanding harga lokal.
Perang dagang pastinya berpengaruh terhadap sektor keuangan suatu negara. Misalkan
yang terjadi pada kasus Trump, China sebagai mitra dagang terbesar Amerika Serikat yang
berpotensi mengurangi impor pada sektor yang terkena dampak kebijakan Trump, tidak
terkecuali dari Indonesia. Secara tidak langsung kebijakan tersebut sedikit berimbas pada
ekspor Indonesia yang nantinya dapat mengalami pelemahan. Dikarenakan ekspor Indonesia
yang lemah, efek penerimaan dari sektor tersebut juga akan tergerus. Selanjutnya sektor
tersebut akan goyah, akibatnya para pekerja diberhentikan dan merebaknya jumlah
pengangguran.
Sedangkan perekonomian Indonesia telah bergejolak sejak resmi diterapkannya perang
dagang, serta kenaikan nilai ekspor pada tahun 2018, yang mana tidak sesuai dengan harapan.
Belum lagi proteksi Amerika Serikat yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak
memiliki arah ekspor-impor serta ragu dalam menentukan kebijakan selanjutnya. Pemerintah
Indonesia terus berupaya meningkatkan perekonomian melalui perdagangan baja dan
aluminium. Namun dengan adanya perang dagang, baja, aluminium dan turunannya
mengalami berbagai implikasi serta berpengaruh terhadap industri dalam negeri. Disamping
itu, dampak perang dagang Amerika Serikat dan China ini terhadap Indonesia tidak signifikan
karena produk yang dikenakan tarif bukan produk utama dan Indonesia hanya memiliki
pangsa pasar kecil di Amerika Serikat maupun di Cina. Karena Indonesia merupakan negara
pemasok ke 16.
Indonesia berpeluang mengisi pasar Amerika Serikat di China dalam berbagai produk,
yang utamanya adalah produk-produk dari baja dan aluminium, dan juga sebaliknya Indonesia
berpeluang untuk mengisi pasar China di Amerika Serikat dalam produk-produk baja dan
aluminium. Namun di samping itu, perang dagang juga berpengaruh terhadap neraca dagang
Indonesia yang mana dikarenakan menurunnya permintaan bahan baku impor dari Amerika
Serikat dan Cina. Dampak perang dagang China Amerika Serikat tidak terlalu berdampak
signifikan terhadap hubungan dagang Indonesia dengan Amerika Serikat namun, banyak
dinamika yang terjadi selama perjalanan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Amerika
Serikat.
B. Solusi Rekomendasi
Dengan adanya berbagai dampak, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan
bagi Indonesia, seharusnya Indonesia harus lebih bersikap lebih tegas dalam menghadapinya.
Sebagai contoh dalam bidang investasi, Indonesia tidak boleh berpuas diri dan terus
meningkatkan tawaran dan potensi Indonesia yang dapat memikat investor asing. Di samping
meningkatkan tawaran dan potensi yang dapat memikat investor asing, Indonesia sebaiknya
memperbaiki segala kemudahan dalam berbisnis. Hal dikarenakan menurut EoDB Indonesia
berada pada tingkat 73 yang menyebabkan investor enggan memilih Indonesia. Selain itu,
biaya tenaga kerja yang tinggi dengan keahlian yang rendah, dan juga proses perizinan yang
sangat lambat harus diperbaiki dan terus ditingkatkan.
Selain itu, dalam bidang ekspor – impor, Indonesia seharusnya lebih selektif menerima
barang impor dari negara mitra yang terlibat perang tersebut. Hal tersebut karena barang impor
terkadang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Di samping adanya itu,
Indonesia juga harus lebih aktif dalam hal negosiasi terkait mencari mitra ekspor yang
terdampak akibat tidak terpenuhinya komoditas ekspor yang disebabkan perang dagang AS-
China.
dirasakan Indonesia akibat ketegangan yang terjadi karena perang dagang antara AS dan
China.
b. Penulis ingin mengetahui akar dari ketegangan yang menyebabkan terjadinya AS dan China
Adrini Pujayanti, “Perang Dagang Amerika Serikat–China Dan Implikasinya Bagi Indonesia.”,
https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-7-I-P3DI-April-2018-
179.pdf diakses pada 19 April 2021.
Bariyah, Inayatul dkk. 2020. Strategi Kebijakan Moneter Indonesia dalam Menghadapi
Dampak Perang Dagang AS-China. Jurnal Humaniora. Vol.4 No.2: 155-167.
Hindrayani, Aniek. 2013. Investasi Langsung Luar Negri Dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal
Ekonomi. 51-68.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/96777/VIDYA%20ANDINA%20AP
RI LIANTI%20-%20140910101047..pdf?sequence=1&isAllowed=y, diakses pada 19 April
2021.
Ing, Lili Yan dan Yessi Vadila. US-China Trade Tensions on Indonesia’s trade and
Investment. Asian Economic Papers, hlm 99-101
Kristiadi, Revo. 2021. “Pengaruh Perang Dagang China – Amerika Serikat Terhadap
Hubungan Dagang Indonesia Dengan Amerika Serikat”,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/politico/article/download/32460/30760, diakses pada 19
April 2021.
Wangke, Humphrey. 2019. ASEAN, Indonesia, dan Perang Dagang Amerika Serikat-China.
Info Singkat, Vol. XI, No. 11
Wangke, Humphrey. 2020. Implication of United States-China Trade War to Indonesia.
International Journal of Business and Economics Research, hlm 151-159
Wright, Logan and Daniel Rosen. “Credit and Credibility: Risks to China’s Economic
Resilience.” CSIS Freeman Chain in China Studies. October.