Global”
nabilaprameswati@gmail.com
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memfokuskan terhadap dua perspektif yang saling
bertolakbelakang dalam melihat China yang sekarang sedang menjadi pesaing Amerika di
Pasar Global. Dalam tulisan ini akan menjelaskan perspektif teori dari merkantilisme dan
juga liberalisme dalam melihat studi kasus pertumbuhan ekonomi China yang dinilai
berkembang sangat pesat serta juga diplomasinya yang aktif dapat mengubah Asia Timur,
serta bagaimana dampak terhadap dekade mendatang dalam melihat bagaimana peningkatan
yang lebih besar dalam kekuatan dan pengaruh China di pasar global dalam menjadi pesaing
Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan bahan
untuk penulisan ini di peroleh dari studi literatur dengan membaca dan menganalisa yang
bersumber dari jurnal dan artikel yang berasal dari harzing dan google scholar serta pada
tulisan dari Alexander Hamilton dan Adam Smith.
Setiap negara pasti memiliki arah kebijakan ekonomi politiknya masing-masing untuk
mensejahterakan rakyatnya. Menurut Wolin (2004) setidaknya terdapat tiga aliran pemikiran
ekonomi politik saat ini, yakni Merkantilisme, Liberalisme, dan Marxisme. Sebenarnya
ketiga aliran tersebut memiliki makna dan pengertiannya masing-masing, tetapi antara
merkantilisme dan liberalisme memiliki sudut pandang yang berbeda.1. Merkantilisme
menekankan peran kebijakan nasional dalam ekonomi operasi, sedangkan liberal justru
membedakan ekonomi dengan politik dan menganggap bahwa masing-masing domain
beroperasi sendiri karena peraturan dan logika tertentu.2
Pada intinya teori merkantilis menekankan bahwa semua kegiatan ekonomi itu perlu
ditentukan oleh negara. Menurut Thomas Oatley, merkantilisme pada dasarnya harus
memenuhi proporsi utama, seperti merkantilitas klasik yang berpendapat bahwa kekayaan
dan kekuasaan nasional memiliki hubungan yang erat, berarti bahwa dalam sistem
internasional, kekuatan utama nasional berasal dari kekayaan. Selain itu, kekayaan hanya bisa
diperoleh dari perdagangan dan satu-satunya cara untuk memiliki keseimbangan perdagangan
adalah dengan mendorong ekspor dan mencegah impor.
Salah satu negara yang sangat terkenal pernah menggunakan aliran ini adalah China.
China ialah sebuah negara yang suatu ketika dahulu memiliki tamadun yang sangat terkenal
dengan merkantilisme di mana modal perdagangan lebih tertumpu kepada sumber yang
terdapat dalam negara dengan meningkatkan ekspor berbanding impor. Untuk saat ini, para
era globalisasi China tetap mencoba untuk mempertahankan aliran ini dengan sedikit
menyesuaikan dengan menggunakan prinsip Neo-Merkantilisme.3
Pada awalnya gagasan liberalisme muncul di Inggris Raya, Amerika Serikat, dan
Eropa Barat selama abad Ke-18 untuk menentang dominasi merkantilisme di lingkaran
pemerintah. Teori liberalisme menantang kerangka merkantilisme dengan proposisi berikut,
Pertama teori ekonomi liberal berkomitmen pada pasar bebas atau perdagangan bebas.
1
Sheldon S. Wolin, Politics and Vision: Continuity and Innovation in Western Political Thought, Princeton
University Press, P. 23-25.
2
Erna S. Widodo, “Ideologi Utama dalam Ekonomi Politik Global Antara Merkantilisme dan Liberalisme”,
Majalan Manajemen dan Bisnis Ganesha, Vol. 1, No. 1, 2017.
3
The Patriots, “Impian Neo-Merkantilisme China di Era Globalisasi”, diakses melalui
https://www.thepatriots.asia/impian-neo-merkantilisme-china-di-era-globalisasi/, pada 18 Oktober 2022.
Kedua, kaum liberal berasumsi bahwa pasar meningkat secara tidak terduga untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, setelah beroperasi dia akan bekerja dengan baik dengan logika
internal untuk memfasilitasi pertukaran dan meningkatkan ekonomi sosial. Ketiga, kaum
liberal berpendapat bahwa dalam hubungan kepentingan yang harmonis ada persaingan pasar
produsen dan konsumen, yang kemudian berakibat pada pertumbuhan ekonomi dan
maksimalisasi efisiensi.4
Salah satu negara pelopor aliran politik ekonomi ini adalah Amerika Serikat. Amerika
Serikat sebagai salah satu negara adidaya dan merupakan negara dengan pasar modal yang
sangat kuat pada sebagian besar sektor perdagangan internasional mengutamakan
perekonomian sebagai salah satu sektor yang diperkuat untuk membantu mencapai tujuan
negara melalui sistem internasional.5 Posisi kuat Amerika Serikat pada sistem internasional
menjadikan AS sebagai salah satu negara yang paling berpengaruh pada kondisi
perekonomian dunia.
Sebelumnya antara China dan AS kerap kali terjadi konflik yang melibatkan
keduanya. Akhirnya dalam perjanjian normalisasi yang ditandatangani pada tanggal 1 Januari
1979 hubungan antara China dan AS mulai membaik. Didalamnya dikemukakan bahwa
China dan AS sepakat untuk saling mengakui satu sama lain dan membina hubungan
diplomatik. Kedua negara tersebut sepakat untuk mengurangi bahaya konflik internasional,
dengan AS mengakui bahwa China adalah wakil pemerintahan yang sah dan Taiwan adalah
bagiannya.6 Walaupun demikian, tetap tidak bisa memungkinkan hubungan antara keduanya
benar-benar tidak terjadi konflik sama sekali, hubungan kedua negara tersebut relatif naik
turun.
Saat ini, China menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia
dengan pertumbuhan PDB rata-rata 9,5% hingga 2017. Meskipun bukan merupakan negara
yang kuat sejak awal berdiri namun China dapat memperlihatkan kebangkitannya dengan
4
Erna S. Widodo, Loc. Cit.
5
Zachary K. Goldman dan Elizabeth Rosenberg, “American Economic Power & The New Face of Financial
Warfare”, Center for a New American Security, 2015. P. 1
6
Ivan Taniputera, History of China, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008, hlm. 594-595
berbagai macam strategi pada sektor perdagangan. Dalam perdagangan internasional kini
China menguasai berbagai sektor seperti mesin, industri pakaian, dan mebel.7
Kondisi perdagangan negara yang kuat salah satunya dapat dilihat melalui kondisi
neraca perdagangan negara tersebut. Neraca perdagangan suatu negara melibatkan komponen
ekspor dan impor suatu negara dengan negara lain dimana dalam neraca perdagangan kita
dapat mengetahui apakah jumlah ekspor suatu negara ke negara lain lebih besar dibanding
jumlah impor dan juga sebaliknya.8
Posisi AS dan China yang sama-sama kuat pada sistem ekonomi internasional diikuti
dengan hubungan perdagangan antara keduanya. China sendiri ternyata adalah negara dengan
jumlah hubungan perdagangan yang paling besar dengan AS dengan total US$635.4 miliar
pada tahun 2017.9 Selain itu, China juga merupakan negara ketiga tujuan ekspor terbesar bagi
AS pada tahun 2017. Ekspor barang dagang dari AS ke China di tahun 2017 sebesar
US$129.9 miliar yang meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$115.6
miliar. Pada posisi sebaliknya, ternyata China mengekspor lebih besar ke AS pada tahun yang
sama. Pada tahun 2017 China tercatat sebagai negara penyedia barang dagang melalui import
terbesar bagi AS. Pada tahun 2017 21.6% barang impor yang masuk ke AS berasal dari China
dengan total impor US$505.5 miliar di tahun 2017 yang sebelumnya US$462.6 miliar di
tahun 2016.
Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa transaksi ekspor China ke AS jauh
lebih besar dibanding transaksi ekspor AS ke China pada tahun 2017. Hal ini dapat diartikan
bahwa neraca perdagangan AS defisit terhadap China dilihat pada periode tahun 2016-2017
dengan angka US$347 miliar di tahun 2016 meningkat 8.2% menjadi US$375.6 miliar pada
tahun 2017. Sebenarnya pada tahun 2018, defisit neraca perdagangan AS ke China sempat
menurun namun malah meningkat hingga mencapai puncak tertinggi selama 10 tahun
terakhir.
7
Wayne M. Morrison, “China’s Economic Rise: History, Trends, Challenges, and Implications for the United
States”, Congressional Research Services. 2018.
8
James K. Jackson, “The US Trade Deficit: An Overview”, Congressional Research Service, 2018.
9
Ustr.gov, “The People’s Republic of China”, Office of the United States Trade Representative, diakses melalui
https://ustr.gov/countries-regions/china-mongolia-taiwan/peoples-republic-china, pada 18 Oktober 2022.
Neraca perdagangan yang defisit ini menandakan konsumsi negara yang berasal dari
produk impor lebih besar daripada produksi negara yang diekspor ke negara lain. Bagi AS
sebagai salah satu negara adidaya di dunia tentunya hal ini merupakan sebuah keadaan yang
tidak menguntungkan. Sementara itu, bagi China neraca perdagangan yang surplus terhadap
AS menandakan permintaan atas produk yang berasal dari China tinggi sehingga berarti
kekuatan China di perdagangan internasional juga meningkat. Diperkirakan jika neraca
perdagangan China terhadap AS akan surplus terus menerus, China dapat memberhentikan
sikap unilateralisme AS sebagai akibat dari ketiadaan kekuataan `baru yang mampu
menandingi AS pasca runtuhnya komunisme uni soviet pada akhir abad 20.
Pembahasan
Alih-alih berfokus pada situasi global, kaum liberal terus fokus pada ekonomi dan
berusaha memaksimalkan keuntungan. Dengan demikian, beberapa pihak berpendapat bahwa
analisis ekonomi liberal cenderung statis dalam dinamika ekonomi politik internasional
kontemporer. Yang benar adalah bahwa perubahan penting dalam ekonomi, teknologi, dan
politik begitu kuat sehingga mereka melampaui analisis ekonomi bulat dari kerangka liberal
(Widodo, 2017).
Merkantilisme percaya jika kekayaan negara adalah tujuan utama dalam bidang
nasionalisme ekonomi dengan bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, namun hal tersebut
tidak selaras dengan Adam Smith sebagai tokoh yang dipandang sebagai bapak ilmu ekonomi
karena menurutnya pelaku ekonomi itu mengejar keuntungan pribadi dan negara tidak perlu
campur tangan dalam masalah ekonomi (Smith,1904:593). Maka jika dilihat dari dua
perspektif tersebut yang artinya secara sederhana merkantilisme untuk kepentingan
masyarakat sedangkan liberalisme untuk kepentingan pribadi.
Masuk kedalam studi kasus, China telah muncul sebagai ekonomi dengan
pertumbuhan tercepat di dunia. Abad ke dua puluh satu ini, ekonomi merupakan salah satu
cara dalam mencapai puncak hegemoni tertinggi, salah satunya dengan mengandalkan
perdangan internasional. Perdagangan internasional menjadi tolak ukur penting untuk
mendorong perekonomian nasional baik negara maju maupun negara berkembang.
10
White (2002) shows that aggregate concentration in the United States fell from the 1970s to the early 1990s.
Furman and Orszag (2015) report an increase in the 50-firm concentration ratio in a number of US industries
since the mid-1990s
menempati 136 dari posisi teratas, dimana 70 persennya adalah milik negara. Kebangkitan
China dapat mengurangi konsentrasi global jika perusahaan besar baru bersaing
dengan perusahaan-perusahaan besar yang ada dari negara-negara industri. Tetapi jika
perusahaan baru entah bagaimana berbeda, juga karena ukuran pasar China atau pangsa
kepemilikan negara yang tinggi, mereka dapat meningkatkan konsentrasi.
Sejak adanya kebangkitan China atau dengan kata lain the rise of China yang sangat
pesat dalam dunia internasional nyatanya dapat memberikan ancaman atas hegemoni
Amerika Serikat. AS sebagai satu-satunya negara setelah perang dingin yang menjadi negara
dengan power yang kuat dalam bidang ekonomi, politik, militer nampaknya harus
memberikan pengawasan penuh terhadap China sebagai negara di wilayah Asia yang
memiliki perkembangan pesat. Sebagai hasil dari kinerja luar biasa dalam 20 tahun terakhir,
status China dalam ekonomi global telah berubah secara dramatis. Banyak kutub
pertumbuhan baru adalah ekonomi pasar yang sedang berkembang. China telah menjadi
kontributor utama pertumbuhan PDB global dalam dekade 2000-2009. Jika China mengatasi
tantangannya dengan tepat dan memperdalam reformasi strukturalnya, China memiliki
potensi untuk melanjutkan perannya sebagai kekuatan utama dalam mendukung arsitektur
ekonomi global multi-kutub yang menguntungkan baik negara berkembang maupun negara
berpenghasilan tinggi dalam berbagai cara.
China berhasil menjadi pendorong peningkatan tingkat produktivitas dengan cara
menegaskan kembali peran sentral pemerintah dalam perencanaan ekonomi. Sehingga China
sebagai kontrol negara telah berhasil naik ke puncak ekonomi global pada tahun 2021.
Negara-negara manufaktur utama pada dasarnya adalah Eksportir yang menjadikan daya
saing ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, Oleh karena itu, minat China untuk
meningkatkan nilai ekspor merupakan upaya China menjual barang dan jasa yang diproduksi
di dalam negeri di pasar global. China telah berhasil meningkatkan nilai ekspor dan pangsa
globalnya pada tahun 2021 Berhasil menjaga nilai ekspor tetap stabil selama pandemi
COVID-19.
China yang memiliki ambisi maupun berkepentingan dalam menjadi yang pertama
terhadap manufaktur global bisa dikatakan sukses sejauh ini. Hal tersebut karena China
sekarang ini bisa menunjukan sebagai negara dengan ekonomi global tertinggi. Sehingga
bukan tidak mungkin ambisi Cina untuk memimpin dan menjadi adidaya manufaktur
terkemuka di dunia bisa terwujud. Melalui perspektif neo-merkantilisme, sebuah negara harus
mencapai kemandirian atau “stateness” untuk menjadi negara yang kuat dan memiliki ciri
intervensionis terhadap kegiatan domestiknya, hal itu selaras dengan ambisi china dalam
menjadikan negaranya sebagai penguasa pasar global dan merupakan bentuk upaya Cina
dalam menghadapi tantangan persaingan industrialisasi global.