produksi tersebut.
Seiring dengan adanya saling ketergantungan ekonomi internasional dan berkembangnya
pasar dan perdagangan bebas telah memunculkan dilema tersendiri bagi negara. Komitmen
internasional untuk menciptakan perdagangan damai tidak turut menyusutkan tujuan setiap
negara untuk tetap mementingkan keamanan ekonomi dan kebebasan nasional mereka. Hal inilah
yang mendorong mereka mencari jalan untuk melindungi keamanan ekonomi dalam lingkup
ekonomi dan politik internasional yang telah semakin menghilangkan kebijakan klasikal
2
merkantilisme terutama tarif dan kuota yang kemudian munculah istilah neomerkantilisme.
Berkebalikan dengan penggunaan proteksi hambatan perdagangan yang terang-terangan seperi
pemberlakuan tarif impor, setelah perang dunia dua kebijakan neomerkantilisme terkesan kurang
proteksionis.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis sependapat dengan argumen Friedrich List yang
disebutkan dalam tulisan Balaam dan Viseth. Argument tersebut menyatakan bahwa selama
negara memiliki kedudukan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi maka negara diperbolehkan
menggunakan ekonominya untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan serta neomerkantilisme
merupakan bukti nyata bahwa perdagangan bebas tidak turut memberikan halangan bagi negara
untuk mementingkan keamanan nasionalnya. Dalam hal ini penulis setuju mengingat bahwa
setiap negara dalam menjalankan kerjasama maupun persaingan dalam perdagangan bebas tetap
menomor satukan keuntungan yang akan didapat oleh negara tersebut. Pada akhir tulisannya pun
Balaam dan Veseth turut menegaskan merkantilisme memiliki peran begitu kuat dalam
menjelaskan kondisi ekonomi politik internasional. Penulis juga setuju dengan pernyataan
tersebut, melihat bagaimana globalisasi telah memberikan dampak yang kuat bagi ekonomi
politik setiap negara yang mendorong negara-negara tersebut melakukan dan memberlakukan
berbagai kebijakan agar keamanan nasionalnya tetap terus terjaga dan terjamin dalam era
perdagangan bebas saat ini.