EPG Perkembangan kajian Ekonomi Politik Internasional sejak tahun 1970an, banyak disumbang oleh tiga pendekatan besar, yakni nasionalisme/merkantilisme, liberalisme dan Marxisme Menurut Gilpin (1987), ketiga ideologi ini
secara fundamental berbeda dalam konsep
mengenai hubungan antara masyarakat, negara dan pasar. 1. Merkantilisme/nasionalisme
mengasumsikan bahwa aktivitas ekonomi
harus menjadi instrumen bagi pembangunan negara dan pencapaian kepentingan nasional (Gilpin 1987) serta menganggap perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan dan karenanya, bersifat zero- sum game Terdapat beberapa proposisi merkantilisme, yakni:
(1) kesejahteraan merupakan instrumen yang
penting bagi kekuatan; (2) kekuatan merupakan instrumen penting
bagi keamanan atau agresi;
(3) kesejahteraan dan kekuatan sama-sama
tujuan dari kebijakan nasional;
(4) ada harmonisasi antara kedua hal
tersebut dalam jangka panjang.
Merkantilisme umumnya menekankan pada industrialisasi karena dianggap memiliki efek spillover serta sebagai simbol bagi kekuatan ekonomi dan otonomi politik.
Disamping itu, industri juga merupakan
sebuah pijakan bagi kekuatan militer dan keamanan nasional di dunia modern Merkantilisme, menganggap bahwa ekonomi internasional merupakan sebuah ajang kompetisi antar kepentingan negara, dan bahwa ketergantungan ekonomi tidak pernah bersifat simetris sebab selalu ada konflik yang meliputinya. Merkantilisme lebih berusaha untuk
menekankan pada swadaya ketimbang
interdependensi ekonomi. Merkantilisme menganggap perekonomian tunduk pada komunitas politik dan khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Negara adalah organisasi yang bertanggung jawab dalam mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional, memerintah di atas kepentingan ekonomi swasta. Kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan.
Ketergantungan ekonomi pada negaranegara
lain seharusnya dihindari sejauh mungkin.
Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan
pecah, kepentingan keamanan mendapat prioritas ciri negara yang menganut merkantilisme:
1. Negara atau Pemerintah melakukan
pengawasan serta ikut campur dalam perkembangan serta perekonomian. Dalam hal ini disebut Etatisme.
2. Negara tersebut meningkatkan hasil
industrinya tetapi dengan orientasi barang tersebut untuk tujuan ekspor. 3.Menginginkan ekspor tinggi dengan impor yang minim, maka negara tersebut berusaha membendung adanya impor dengan cara proteksionisme, yakni barang impor dikenakan bea cukai yang tinggi.
4.Memonopoli perdagangan. Negara tersebut
hanya memberi izin impor bahan baku atau bahan mentah dari negara produsen yang dikuasai oleh negara tersebut secara tunggal 5. Negara tersebut meningkatkan pertumbuhan penduduk dengan tujuan agar tenaga kerja industri berlimpah
6. Mencari negara yang kaya akan hasil
alamnya untuk daerah jajahan Dampak-dampak praktek merkantilisme:
1. Adanya faham merkantilsime menjadi cikal
bakal adanya kapitalisme
2. Pada masa merkantilisme digunakan logam
mulia sebagai alat tukar, maka cikal bakal adanya uang sebagai alat tukar juga ada pada merkantilisme ini. 3. Muncul perdagangan surat berharga, lahirnya bursa efek atau pasar modal
4.Menjadi latar belakang berdirinya lembaga
keuangan Bank di kota besar
5. Lahir perusahaan-perusahaan asuransi
untuk melindungi keamanan harta benda 6. Penjajahan di negara-negara yang kaya akan sumberdaya alam. Cikal bakal mengapa Indonesia awalnya dijajah oleh bangsa Spanyol, Portugis, dan lain sebagainya adalah sebagai akibat dari munculnya faham Merkantilisme ini.
7.Berkembangnya teknologi baru seperti Act of
Navigation yang bagus untuk mempermudah perkapalan Inggris, penemuan mesin uap yang mana waktu itu agar produksi Inggris semakin efiesien. kebijakan merkantilis, yakni :
Pemupukan Logam Mulia
Pemupukan logam ini bertujuan untuk pembentukan negara nasional yang kuat dan peningkatan kemakmuran nasional demi mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara. Politik Perdagangan untuk mencapai surplus. Setiap politik perdagangan beserta segala kebijakan negara, dimaksudkan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor demi mencapai neraca perdagangan yang akti Para kaum merkantilis memiliki suatu target yang besar untuk dapat melakukan monopoli atas perdagangan. Dari target ini, kemudian lahirlah kebijakan-
kebijakan lain terkait yaitu dengan
memperoleh daerah-daerah jajahan seluas mungkin guna memasarkan hasil industri. Merkantilisme Era Modern
Sistem merkantilisme mungkin telah meredup
menjelang abad ke 17. Namun, bukan berarti nilai-nilai dari
kebijakan paham ekonomi merkantilisme ini
sama sekali ditinggakan. Bahkan merkantilisme justru mengalami
perkembangan lewat kritik-kritik dan saran
yang diberikan para sejarawan. nilai-nilai dari merkantilisme juga masih banyak dijalankan oleh sebagian negara, namun dalam bentuk “neo merkantilisme”.
Neo merkantilisme adalah suatu kebijakan
yang berisikan kebijakan proteksi atau perlindungan dengan tujuan melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional melalui kebijakan tarif. Kebijakan tarif atau tariff barrier sekarang ini dalam rangka proteksi banyak menerapkan bentuk countervailing duty, bea anti dumping dan surcharge. Tetapi di sisi lain, kebijakan proteksi yang
lebih banyak digunakan biasanya adalah
dalam bentuk Nontariff Barrier, misalnya kebijakan larangan, sistem kuota, ketentuan teknis, harga patokan, peraturan kesehatan, dan sebagainya. Untuk menghasilkan neraca perdagangan yang menguntungkan (surplus), maka merkantilsme menempuh kebijakan perdagangan yang protektif, di mana ekspor harus didorong berupa pemberian subsidi terhadap industri barang-barang ekspor, pelarangan ekspor bahan mentah agar harga bahan mentah domestik tetap rendah. Sebaliknya untuk barang-barang impor dibatasi sedemikian rupa dengan menetapkan tarif yang cukup tinggi ataupun larangan secara langsung masuknya barang- barang impor apabila dapat dihasilkan sendiri di dalam negeri. Ide kebijakan perdagangan yang dikembangkan oleh kaum merkantilisme terutama menyangkut penumpukan logam mulia dikritik oleh David Hume dengan mekanisme otomatis dari aliran logam mulia- harga ( price-specie flow mechanism). Logam mulia merupakan alat pembayaran yang digunakan dalam perdagangan. Apabila ekspor lebih besar dari pada impor, maka terjadi aliran uang masuk yang semakin banyak (jumlah uang beredar bertambah) Bertambahnya uang beredar di dalam negeri yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi barang dan jasa, maka akan terjadi inflasi atau kenaikan harga.
Kenaikan harga dalam negeri tentu
mengakibatkan naiknya harga barang ekspor, sehingga volume ekspor menurun. Di sisi lain, harga barang impor menjadi lebih rendah, sehingga volume impor meningkat. Kondisi demikian mengakibatkan neraca perdagangan menjadi defisit (ekspor lebih kecil dari pada impor) yang berdampak pada berkurangnya uang beredar (logam mulia Berkurangnya logam mulia atau uang beredar mengakibatkan kemakmuran negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah, karena logam mulia identik dengan kekayaan dan kemakmuran. Dengan demikian melalui mekanisme
penyesuaian neraca perdagangan otomatis
(price-specie flow mechanism), tidaklah mungkin untuk dapat mempertahankan neraca perdagangan yang surplus.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro