Anda di halaman 1dari 8

Dalam membahas tentang perusahaan multinasional timbul pertanyaan mengapa peraturan dianggap sebagai sesuatu

yang penting, hal pertama yang harus kita perhatikan adalah dengan melihat asal dari perusahaan multinasional
setelah berakhirnya perang. Yang kedua, hal tersebut harus ditempatkan lebih modern sebagai subyek permasalahan
dalam hal ini. Yang ketiga adalah seiring dengan maksud atau arti yang diberikan kepada ungkapan Perusahaan
Multinasiaonal (Multinational Enterprises) harus dapat di mengerti secara umum, dimana memiliki konsep fleksibilitas
dan keterbukaan yang membuatnya mampu untuk mencakup banyak format asosiasi bisnis internasional yang
berbeda.

Penyalahgunaan Perusahan Multinasional

Setelah perang, perhatian politis berkaitan dengan perusahaan multinasional, dimana


terdapat suatu kasus penyalahgunaan perusahaan multinasional sehingga perlu suatu
kebijakan internasional untuk mengaturnya.

Sikap Negara-negara

Wujud secara fisik berkaitan dengan modern mengenai Masalah Perusahaan


Multinasional dapat dilihat dengan tersebarnya secara cepat perusahaan-perusahaan
Amerika Serikat di seluruh dunia sejak perang dunia kedua. Pada tahun 1960an di Eropa,
sangat terasa sekali pengaruh ekonomi Amerika Serikat yang begitu kuat sehingga
dianggap sebagai suatu ancaman. Kemudian pada tahun 1967 dalam bukunya Jean
Servan-Schreiber menulis Tantangan Amerika. Pengarang menyatakan bahwa industri
Eropa dalam bahaya dengan adanya kehadiran perusahaan Amerika Serikat yang
menguasai pasar Eropa terutama dalam bidang teknologi industri. Solusinya perlu
mengadopsi suatu kebijakan penggabungan Negara-negara Eropa untuk mempertemukan
kekuatan pasar agar mampu bersaing dengan Amerika Serikat. Perusahaan Multinasional
Amerika Serikat, dianggap sebagai alat untuk melakukan kompetisi dengan
menggunakan peraturan yang melampuai batas-batas Negara dengan cara yang baik ke
perusahaan Eropa.

Sebagai pembanding Jepang khawatir mengenai perusahaan asing yang masuk


kenegaranya dapat memperburuk ekonomi negaranya. Dimana setelah perang
perekonomian Jepang hidup kembali dengan jalan Jepang mengambil kebijakan untuk
membatasi investasi asing. Robert Gilpin menjelaskan hal ini seperti menjual basis
militer untuk Amerika Serikat (AS) pada lahan Jepang. Dengan demikian tidak ada
perusahaan AS yang menonjol di negara Jepang, walaupun investasi AS pantas
dipertimbangkan sehingga perusahaan Jepang kembali bangkit yang sebagian besar
dalam wujud kontrak pinjaman dan perijinan. Kemudian Organisasi for Economic
Cooperation and Development (OECD) dan AS mulai menusuk Jepang karena
kebijakannya dalam membatasi investasi asing yang masuk kenegaranya. Pada waktu
yang sama Jepang dengan relax mengendalikan investasi asing kemudian memastikan
akses selanjutnya teknologi dan mengekspor pasar dengan tetap memperhatikan
persaingan pasar untuk menguntungkan konsumen. Pembatasan perusahaan asing
kemudian mengedepankan teknologi dan mengembangkan perusahaan nasional, dan
karena kedaulatan Negara Jepang atas perencanaan ekonomi di negaranya.

Pada pertengahan tahun 1960an, menurut Yoshino, liberalisasi mengenai kebijakan


masuknya investasi asing menimbulkan debat keras antara birokrasi dalam pemerintah
dengan masyarakat pelaku bisnis. Dan hal tersebut menjadi masalah nasional yang utama.
Kejadian di dalam Negara AS sendiri ada ketakutan mengenai investasi perusahaan AS ke
luar negeri kemudian timbul gejolak dalam AS untuk mengendalikan investasi AS yang
keluar negeri, hingga puncaknya Burke-Hartke dalam bill of 1972 dalam peraturan itu
mencakup ketentuan tarif dan pajak, walaupun tidak pernah menjadi hukum, tujuannya
untuk membatasi investasi perusahaan AS ke luar negeri.

Di belahan bumi selatan berkaitan dengan perusahaan multinasional mengambil karakter


politis dan ekonomi yang berbeda, antara tahun 1945 dan 1975 kaum tua jajahan
menyangkut penguasa Eropa yang utama (termasuk Inggris, Spanyol, Perancis,
Netherlands, Belgia dan Portugal) diwarisi kemerdekaan. Hal ini mempunyai efek
terhadap ekonomi dan politik. Dahulu kaum ini mempunyai pengaruh secara politik
kemudian Negara yang baru merdeka memperoleh pengakuan dalam PBB, dan mereka
menjadi suatu kelompok yang berpengaruh penting disebut sebagai kelompok 77.
Kelompok tersebut mendukung blok timur yaitu Negara komunis, dan menempatkannya
dalam kedudukan sama dalam agenda sosial dan ekonominya. Hal ini mengakibatkan
pengembangan konsep suatu Pesanan Ekonomi Internasional Baru (NIEO), dan hak-hak
untuk menentukan nasib ekonominya sendiri. Kemudian mengenai masuknya perusahaan
asing dalam negaranya, hal ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan ekonomi
dinegaranya, kemudian juga diperlukan intervensi politik yang bersifat subversive dalam
Negara yang berstatus tuan rumah, dan juga kebijakan lain seperti pengenalan orang
asing yang rasnya berbeda, nilai-nilai budaya dan gaya hidup, semuanya membutuhkan
satu kebijakan yang dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Penyalahgunaan Perusahaan Multinasional yang mempunyai Pengaruh Besar

Dasar pengembangan ini menjadi perhatian yang dihasilkan dari adanya penyalahgunaan
kuasa oleh perusahaan AS terhadap Chili. Dalam penyelidikan tersebut menetapkan
ketakutan dari mereka yang percaya korporasi AS itu adalah suatu ancaman terhadap
kedaulatan tuan rumah Negara. Kemudian suatu iklim kecurigaan mulai timbul terhadap
perusahaan multinasional.

Gerak ke Arah suatu Teori Ekonomi mengenai Perusahaan Multinasional

Ahli ekonomi mulai merasakan bahwa perusahaan multinasional adalah organisasi bisnis
yang unik dengan hasil yang tradisional teori ekonomi mengenai gerakan modal
internasional dan keseimbangan pembayaran tidak lagi cukup untuk menjelaskan
kesatuan ini. Namun sepanjang tahun 1950an sejumlah ahli ekonomi dengan
keterampilan khusus managerial internal, kemampuan dari perusahaan multinasional
untuk melebihi pembatasan batasan-batasan nasional dan kendali dari pusat adalah faktor
yang membuatnya menonjol dari jenis kesatuan usaha yang lain. Kemudian menurut D.K
Fieldhouse secara teoritis menciptakan satu konsep yang seragam mengenai perusahaan
multinasional dimana siapa pelakunya diselaraskan dengan keseragaman dan pola
keteladanannya dapat diramalkan. Kemudian muncul mengenai bahaya perusahaan
multinasional dan bagaimana untuk mengendalikannya. Proyek Perusahaan Multinasional
Komparatif dari Harvard Universitas, yang dikoordinir oleh Raymond Vermon pada
tahun 1960an dan awal 1970an menghasilkan rincian studi empiris pertumbuhan
perusahaan multinasional modern, dan ia termasuk perusahaan dengan format kesatuan
usaha yang terbaru.

Dimensi yang Ideologis

Selama tahun 1960an sampai tahun 1970an pendapat kritis mangatakan bahwa jika suatu
perusahaan tidak secara terbuka bersaing maka akan mengarah pada perusahaan kapitalis,
penulisan ini berkisar antara Marxism-Leninism. Hal ini merupakan suatu jaman dimana
secara kebiasaan menerima keuntungan-keuntungan usaha bebas dengan keragu-raguan
dan dimana sosialisme menawarkan suatu alternative yang sehat, demikianlah iklim
ideologis mau menerima pengembangan suatu kritis terhadap perusahaan multinasional,
sebagai pembanding neo-clasical analisa ekonomi, sebagai suatu kesatuan diuntungkan.

Rangkuman

Pada periode tahun 1960an sampai tahun 1970-an merupakan periode kebangkitan
ekonomi di eropa dan Jepang dalam hal kompetisi ekonomi internasional yang lebih
besar dalam bidang bisnis antara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, kompetisi tersebut
perlu mendapat perhatian lebih di beberapa tempat, dalam hal ini Eropa terjadi dominasi
perusahaan Amerika Serikat yang begitu kuat, dalam hal ini perusahaan-perusahaan asing
dipandang sebagai satu ancaman terhadap keamanan ekonomi dan ancaman bagi
ekonomi dalam negeri.

Kemudian di periode tahun 1960-an sampai tahun 1970-an merupakan periode ketika
Negara-negara di bagian bumi selatan yang baru merdeka masuk kedalam satu organisasi
internasional Persatuan Bangsa-Bangsa dan menuntut pengakuan melalui tindakan
multilateral seperti melakukan transaksi ekonomi internasional sebagai alat bukti
kebebasan ekonomi Negara yang berdaulat, dalam hal ii perusahaan multinasional.
Kemudian PBB telah didukung untuk membuat suatu kebijakan peraturan yang berkaitan
dengan perusahaan multinasional untuk melindungi Negara tuan rumah karena adanya
penyalahgunaan pengaruh yang begitu besar dari suatu perusahaan multinasional.

Selama periode politik dan pembangunan ekonomi mempengaruhi teori baru mengenai
perkembangan perusahaan multinasional, nampak memberi penjelasan secara teoritis
pertama dari fenomena dan pandangan bahwa perusahaan multinasional merupakan suatu
seragaman, unik dan secara ekonomis kuat. Hal ini merangsang kebijakan yang
berorientasi pada dampak negatif dari perusahaan tersebut, yang dilihat dari sudut
pandang neo klasik yang sangat berpengaruh pada akhir 1980an namun saat ini
pengaruhnya terbatas.

Kedudukan Pada Masa Sekarang

Sejak tahun 1970-an banyak perubahan yang terjadi dalam nasional dan internasional
mengenai pengaturan tentang Perusahaan Multinasional yang mencerminkan adanya
penekanan perubahan dalam menguraikan perusahaan multinasional tersebut. Pertama,
pengertian terdahulu yang hanya dibatasi pada tujuan investasi langsung (direct
investment) telah ditinggalkan. Termasuk juga para sosialis terdahulu yang sekarang
disebut sebagai Blok Timur. Kedua, terdapat peningkatan dalam hukum yang telah
digunakan oleh negara-negara untuk menarik pembangunan internasional aktif. Tentu
saja, peraturan nasional tentang perusahaan multinasional yang ada sekarang ini
mengalami perubahan dari pembatasan yang ketat dan nasionalis menuju ke arah rezim
yang mudah memberikan izin. Pada saat yang sama, perubahan ini mendapatkan
pengetahuan dari pengalaman dan mengenal dengan baik sebagian besar persoalan yang
telah diperjanjikan. Permasalahan tentang kepemilikan dan pengawasan telah menyusul
dengan pemikiran baru yang berkenaan dengan peningkatan pajak dari investor asing,
pertambahan transfer teknologi, keadaan yang lebih baik bagi terlaksananya perundingan
selama berjalannya investasi, dan keistimewaan-keistimewaan di bidang industri yang
diberikan oleh negara ketempat-tempat dimana perusahaan multinasional itu ada.
Bagaimanapun, keadaan ini seharusnya tidak disalah artikan sebagai kebebasan intervensi
dan proteksi yang besar dalam menghadapi isu perusahaan multinasional. Perubahan ini
lebih pada peningkatan kualitas, dan ketidakberlakuan kebijakan selalu dimungkinkan
dalam perubahan ekonomi internasional.

Pada tingkat internasional terdapat kemunduran dari model pengawasan perusahaan


multinasional yang didasarkan pada organisasi multilateral internasional, sebagaimana
telah direkomendasikan oleh Group of Eminent Persons PBB. Hal ini lebih jelas lagi
ditunjukkan oleh kegagalan PBB untuk menyetujui kesepakatan tentang Peraturan Umum
tentang Perusahaan Transnasional. Seharusnya, lebih besar lagi, dari ketidakmampuan
pada bagian yang telah dan sedang dikembangkan kepada suatu kesepakatan yang
mengandung kontroversi dan lebih mendasar. Hal ini termasuk juga dalam artian
perlakuan nasional bagi perusahaan transnasional, prinsip kompensasi diterapkan
dalam proses nasionalisasi, daerah yuriskdiksi negara ketempatan perusahaan
transnasional, jangkauan larangan intervensi terhadap urusan politik internal oleh
perusahaan transnasional, pengikatan umum pedoman dan pengaturan hukum
internasional publik dalam mendefinisikan kewajiban negara ketempatan terhadap
perusahaan transnasional.

Pada tahap politik dan ideologi terdapat sejumlah perubahan yang signifikan sejak tahun
1970-an, membantu untuk menciptakan kesempatan yang lebih banyak ke arah investor
asing: Pertama, selama tahun 1980-an di beberapa negara, terutama di Amerika Serikat
dan Inggris, mengalami perubahan pada kebijakan pemerintah yang lebih condong pada
politik ekonomi neo-klasik dan liberal ke arah investasi asing langsung. Kedua, para
sosialis terdahulu di negara-negara blok timur telah meninggalkan struktur ekonomi yang
dimiliki dan bergerak ke arah ekonomi pasar bebas. Ketiga, di negara-negara
berkembang, kekuatan ekonomi eksternal telah menyebabkan pemikiran kembali awal
komitmen politik untuk kebangsaan dan kebijakan ekonomi negara. Keempat, di arena
internasional, kekhawatiran yang disebabkan oleh apa yang disebut sebagai tata tertib
ekonomi internasional yang baru tentang negara miskin telah menimbulkan reaksi
negara-negara berkembang. Terakhir, suatu kontribusi penting terhadap pemikiran
mengenai perusahaan multinasional sekarang ini telah meningkatkan pengetahuan antara
lain tentang firma.
Terdapat keraguan terhadap beberapa proses generalisasi tentang perusahaan
multinasional, yaitu: Pertama, adalah jelas bahwa perusahaan multinasional bukan
merupakan: bagian dari negara yang merupakan kesatuan kekuasaan. Kedua, walaupun
awalnya nama perusahaan multinasional dipusatkan kecenderungannya pada monopoli,
namun akhir-akhir ini telah timbul suatu kesadaran yang lebih tinggi terhadap dasar
persaingan ekonomi transnasional dalam penyelenggaraan perusahaan multinasional.
Ketiga, asumsi yang dapat dibuang adalah bahwa perusahaan multinasional merupakan
tipe yang sama dengan kesatuan bisnis yang kebiasaannya dapat diprediksikan melalui
penarikan kesimpulan yang logis dari karakteristiknya.

Permasalahan Definisi

Penggunaan pertama istilah multinasional yang berkaitan dengan perusahaan telah


dilengkapi oleh David E. Lilienthal yang pada April 1960, memberikan karangannya
kepada Institut dan Teknologi Carnegie dengan judul Management and Corporations
1985, yang selanjutnya dipublikasikan dengan judul The Multinational Corporations.
Lilienthal mendefinisikan perusahaan multinasional sebagai perusahaan yang bertempat
dalam satu negara namun beroperasi dan hidup dibawah hukum dan kebiasaan negara
lain. Definisi ini memandang perusahaan multinasional sebagai suatu perusahaan
uninasional dengan pengoperasian asing. Pemikiran ini disesuaikan berdasarkan
pengalaman perusahaan Amerika Serikat.

Keberadaan suatu perusahaan disamping uninasional perusahaan multinasional telah


mendorong perbedaan antara kedua kelompok asosiasi bisnis internasional ini. Namun
sayangnya, penggunaannya tidak selalu diterapkan seragam dan dihasilkan beberapa
peristilahan yang membingungkan. Perbedaan yang nyata sekali terlihat khususnya pada
apa yang digambarkan oleh para ekonom dibandingkan dengan apa yang digunakan oleh
PBB.

Para ekonom lebih suka formula yang sederhana, diartikan sebagai perusahaan
multinasional suatu perusahaan yang dimiliki (seluruhnya atau sebagian), pengawasan
dan pengaturan pendapatan dihasilkan oleh aset di lebih dari satu negara. Pengertian ini
membedakan antara perusahaan yang ikut serta dalam investasi langsung (direct
investment), yang memberikan perusahaan tidak hanya pertaruhan keuangan di dalam
usaha asing tapi juga pengelolaan pengawasan, dan yang ikut serta dalam investasi
portofolio (portofolio investment), yang memberikan kepada perusahaan investor hanya
pertaruhan keuangan dalam usaha asing tanpa pengelolaan pengawasan. Jadi perusahaan
multinasional adalah suatu perusahaan yang ikut serta dalam investasi langsung di luar
negera asalnya. Istilah enterprise lebih ditujukan pada badan hukum sebagaimana
badan hukum menghindari pembatasan objek studi terhadap penggabungan bisnis yang
sudah ada dan kelompok-kelompok perusahaan yang berbadan hukum berdasarkan
hubungan cabang perusahaan induk. Produksi internasional dapat membutuhkan banyak
bentuk hukum. Menurut pandangan seorang ekonom, bentuk hukum tidak penting untuk
penggolongan sebuah perusahaan sebagai multinasional.
Sebaliknya, PBB telah meninggalkan formula sederhana ini menuju sebuah pembedaan
antara perusahaan multinasional dan perusahaan transnasional. Dalam laporannya,
Group of Eminent Persons PBB memakai definisi para ekonom yang sederhana tentang
perusahaan multinasional sebagai perusahaan yang memiliki atau pengawasan produksi
atau fasilitas pelayanan di luar negara dimana mereka berasal seperti perusahaan-
perusahaan yang tidak selalu digabung atau privat; mereka dapat juga bekerjasama atau
milik pemerintah. Bagaimanapun, selama diskusi mengenai laporan pada Pertemuan ke-
57 ECOSOC tahun 1974, beberapa perwakilan berpendapat lebih suka istilah perusahaan
transnasional. Istilah ini, dapat dikatakan, lebih mencerminkan ciri utama operasi lintas
perbatasan negara dari pada istilah multinasional. Istilah itu seharusnya disediakan bagi
perusahaan-perusahaan yang kepemilikan dan pengawasannya gabungan dari beberapa
negara.

Untuk merespon opini seperti di atas, ECOSOC memakai istilah perusahaan


transnasional yang ditujukan untuk program-program PBB yang berkaitan dengan
perusahaan multinasional. Selanjutnya, apa yang disebut sebagai multinasional oleh para
ekonom akan dikenal sebagai transnasional dalam perbincangan PBB. Jadi PBB
mempraktekkan perbedaan antara perusahaan-perusahaan yang dimiliki dan diawasi oleh
kesatuan tersendiri atau orang-orang dari satu negara tetapi operasinya lintas antar
negara-internasional-dan yang dimiliki dan diawasi oleh kesatuan tersendiri atau orang-
orang yang berasal dari satu negara-multinasional.

Karakteristik yang paling penting bagi perusahaan multinasional adalah, berdasarkan


definisi ini, kemampuan suatu perusahaan untuk mengawasi aktivitas perusahaan lain
yang ditempatkan di negara lain. Faktor lainnya tidak menentukan. Jadi, pembagian
pengetahuan dan sumber daya diantara perusahaan atau kesatuan yagn lain tidak akan
cukup, dengan sendirinya, mengidentifikasikan bahwa perusahaan dan kesatuan-kesatuan
tersebut merupakan suatu perusahaan multinasional. Definisi ini cukup luas untuk
mencakup keadilan dan ketidakadilan berdasarkan investasi langsung, tanpa
memperhatikan bentuk hukum atau kepemilikan dominan dan usaha pembantuan.
Definisi ini secara substansial dipakai pada sebagai besar naskah yang diusulkan dalam
menyusun draf Pedoman Pengaturan Perusahaan Multinasional di PBB.

Definisi di atas dapat dilihat sebagai pedoman konseptual untuk mengetahui mana yang
perusahaan yang perusahaan multinasional dan mana yang bukan. Lebih tergantung pada
tujuan adanya definisi yang direncanakan dan pada bukti yang ada dari aktifitas bisnis
internasional. Akan tetapi keinginan untuk mendefinisikan perusahaan multinasional,
sesuatu yang tidak mungkin dapat secara tepat, dari sudut pandang pembuat peraturan
lebih mempertimbangkantipe asosiasi bisnis internasional tertentu,dikarenakan jenis
aktivitas mereka, sehingga jelas bahwa perusahaan uninasional membutuhkan peraturan
yang terpisah.

Dalam hal ini mungkin dapat membantu untuk menunjukkan bagaimana perusahaan
multinasional berbeda dengan perusahaan uninasional yang memberikan sebagian
keutamaan mereka: yang pertama adalah multilokasi perusahaan dalam negeri
(domestik). 1) mereka mempunyai pendapatan yang menghasilkan aset di lebih dari satu
lokasi dan menggabungkannya dengan sumber daya setempat untuk memproduksi barang
atau jasa. 2) kedua tipe perusahaan itu dapat menikmatikeuntungan dari adanya
persaingan unit ekonomi yang lebih luas ketika dibandingkan dengan perusahaan yang
berdiri sendiri. Bagaimanapun, perbedaan yang krusial antara perusahaan multinasional
dan multilokasi perusahaan domestik adalah dalam hal menjalankan asetnya dan
pengawasan penggunaannya melewati batas negara, meskipun yang terakhir tidak lebih
dari mereka.

Kedua, adalah perusahaan domestik yang mengekspor sebagian produk mereka. Hal ini
sama dengan perusahaan multinasional yang menjual sebagian produk mereka dengan
melintasi batasnegara. Bagaimanapun, perusahaan multinasional berbeda pada
perdagangan lintas perbatasan dalam hal faktor tenaga kerja sebagaimana produk jadi,
dan antara afiliasi pada kelompok yang tidak terikat dengan pihak ketiga. Hal ini
meningkatkan kemungkinan pengawasan perdagangan dalam suatu perusahaan
multinasional terhadap keuntungan kelompok secara keseluruhan, dan menunjukkan satu
dari banyaknya keuntungan yagn dimiliki oleh perusahaan multinasional terhadap
perusahaan domestik.

Ketiga, adalah perusahaan domestik yang mengekspor faktor ketenagakerjaannya;


contohnya, teknik pengenalan dan keterampilan pengelolaan. Hal ini berarti adanya
perijinan perusahaan asing untuk mengembangkan pemasarannya ke luar negeri.
Perusahaan multinasional juga dapat mengekspor pengetahuan, tetapi dengan perbedaan
bahwa mereka selalu mengawasi dengan ketat pengetahuan yang dijual tersebut hanya
melalui afiliasi.

Kesimpulan dari penggambaran perusahaan multinasional di atas dapat ditekankan pada:


meskipun dalam beberapa pendapat disamakan dengan berbagai macam tipe badan
hukum uninasional, perusahaan multinasional berbeda dalam kapasitas penempatan
fasilitas produksinya yang melintasi batas negara, mengeksploitasi faktor
ketenagakerjaan lokal, untuk perdagangan lintas batas dalam faktor ketenagakerjaan
antara afiliasi, untuk mengeksploitasi pengetahuan mereka dalam pasar luar negeri tanpa
kehilangan pengawasan terhadapnya, dan untuk mengatur struktur pengelolaan mereka
secara global tergantung pada bagian kekuasaan yang paling sesuai. Faktor-faktor ini
mengijinkan perusahaan multinasional untuk mempergunakan sumber daya produktif
yang disediakan internasional, dan dengan cara demikian menciptakan masalah yang
berbeda dalam pembangunan kebijakan ekonomi di negara dimana mereka beroperasi.
Konsekuensinya, perusahaan multinasional harus diperlakukan sebagai tipe yang berbeda
dalam perusahaan bisnis untuk tujuan peraturan ekonomi.

Penutup

Pada bagian selanjutnya akan dicoba untuk menunjukkan bagaimana peraturan tentang
perusahaan multinasional dikembangkan dan dirubah selama dari tiga puluh tahun atau
lebih, dan, dengan demikian, menjelaskan peningkatan berbagai macam dan canggihnya
pengaturan yang direncanakan akan muncul. Untuk mencapai tujuan ini adalah suatu
keharusan menghubungkan dasar dan pengelolaan perusahaan multinasional untuk
konsep hukum secara umum.

Anda mungkin juga menyukai