Anda di halaman 1dari 5

Nama : Apriyadi Tanjung

NPM : 23151006

SUMMARY PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK


PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEGIK – PRODUK
Dalam dunia dimana teknologi berkembang semakin cepat, maka umur hidup dari suatu
produk akan semakin pendek. Misalkan, suatu model telepon genggam biasanya hanya
memiliki umur satu tahun atau kurang dari satu tahun sebelum model yang lebih baru
dikeluarkan. Karena itu, perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan target biaya dari
produk tersebut, karena kesalahan penentuan target biaya, maka bisa saja perusahaan
mengalami kerugian. Penentuan target biaya yang baik adalah dalam tahapan pengembangan
bahkan sebelumproduk tersebut diproduksi. Konsep inilah yang disebut dengan target
costing.
1. Definisi Target Costing
Sakurai (1996) mengatakan bahwa target costing dapat didefinisikan sebagai suatu alat
manajemen biaya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi biaya dari suatu produk,
selama masa hidup produk tersebut, sedangkan Kato (1995), mengatakan bahwa dalam
kenyataannya target costing bukan merupakan suatu teknik untuk mengkuantifikasikan biaya,
namun merupakan suatu program pengurangan biaya yang menyeluruh, yang bahkan sudah
dimulai sebelum rancangan pertama dari produk tersebut disusun. Target costing merupakan
suatu pendekatan untuk mengurangi biaya dari suatu produk yang baru sepanjang masa hidup
dari produk tersebut.
2. Life Cycle Costing
Dari kedua definisi tersebut terlihat, bahwa peranan target costing adalah mengurangi biaya
produk selama masa hidup dari produk tersebut. Karena itu konsep target costing tidak dapat
dipisahkan dengan konsep life cycle costing.
Menurut Hansen danMowen (2011), definisi dari life cycle cost dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu
1. Product life cycle
2. Consumable life cycle
Dalam product life cycle, siklus hidup dari suatu produk dapat dibagi menjadi lima tahapan,
yaitu :
1. Tahap pengenalan (introduction stage), dalam tahap ini, perusahaan melakukan
kegiatan-kegiatan seperti pra produksi, start-up, dengan tujuan untuk
menempatkan produk tersebut dipasar.
2. Tahap pertumbuhan (growth stage), dalam tahap ini produk tersebut memiliki
pertumbuhan penjualan yang tinggi
3. Tahap maturitas (maturity stage), dalam tahap ini tingkat pertumbuhan penjualan
mulai melambat
dan mencapai titik stagnasi
4. Tahap penurunan (decline stage), dalam tahap ini produk tersebut mulai mengalami
penurunan penjualan, sampai akhirnya tidak dapat terjual lagi.
Life cycle cost management memberikan penekanan pada pengurangan biaya, dan bukan
pada pengendalian biaya. Target costing menjadi alat yang amat berguna untuk melakukan
pengurangan biaya pada tahap perancangan produk. Penentuan target biaya dalam tahap
perancangan menjadi amat penting, karena dalam tahap perancangan belum ada biaya yang
bersifat committed, semua biaya-biaya tersebut masih bersifat fleksibel, artinya masih dapat
diubah-ubah perusahaan.
Hansen dan Mowen (2009) juga mengatakan bahwa 90% dari biaya yang akan dikeluarkan
perusahaan ditentukan pada tahap pengembangan produk, dan hanya 10% sisanya yang
ditentukan pada tahap produksi. Karena itu, jika perusahaan mau menghemat biaya, maka
perusahaan harus melakukan perencanaan produk yang tepat pada masa pengembangan
produk, termasuk didalamnya menentukan target biaya selama masa hidup dari produk
tersebut.
Sedangkan consumable life-cycle melihat siklus hidup produk dari sudut pandang pemakaian
oleh pelanggan. Model ini membagi siklus hidup produk menjadi empat tahap, yaitu:

 Pembelian
 Pengoperasian
 Pemeliharaan
 Pembuangan (disposal)

Secara keseluruhan, yang ingin dilihat adalah berapa total biaya yang dikeluarkan oleh
seseorang saat mengkonsumsi produk tersebut. Misalkan, jika seseorang membeli printer
dengan harga murah, namun selama pemakaian printer harus membeli tinta dengan harga
yang mahal, maka secara keseluruhan biaya pemakaian produk selama siklus hidup produk
akan menjadi mahal. Sebaliknya, jika seseorang membeli sebuah mobil dengan harga mahal,
namun dalam tahap disposal dapat menjual mobil tersebut dengan harga tinggi, maka
keseluruhan biaya pemakaian produk akan menjadi relatif murah.

3. Tahapan Penerapan Target Costing


Menurut Kaplan dan Norton (1999) terdapat empat tahapan yang harus dilalui perusahaan
dalam Target Costing. Keempat tahapan tersebut adalah:
1. Market driven costing
2. Product level target costing
3. Component level target costing
4. Chained target costing

Market Driven Costing


Dalam market driven costing, perusahaan akan menentukan target harga jual dari produk baru
tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil harga jual dari produk
yang sudah ada, dan harga jual tersebut disesuaikan dengan fitur-fitur tambahan yang
terdapat dalam produk baru tersebut. Penyesuaian harga jual tersebut dilakukan dengan
menanyakan pada konsumen dalam riset pasar yang dilakukan perusahaan. Penentuan harga
jual akan disesuaikan dengan volume penjualan, semakin tinggi volume yang ingin dicapai,
maka harga jual harus diturunkan dan sebaliknya. Setelah harga jual ditentukan, perusahaan
akan menentukan target marjin laba untuk produk baru tersebut. Penentuan target marjin laba
didasarkan pada marjin laba yang biasanya didapatkan oleh perusahaan pada produk-produk
sebelumnya. Target laba juga dapat ditentukan bukan khusus untuk satu produk, tapi untuk
satu lini produk. Misalkan, penentuan target laba dapat ditentukan untuk lini produk televisi
secara keseluruhan.Dalam hal ini, untuk televisi dengan ukuran kecil akan mendapatkan
target laba yang rendah, namun dikompensasi dengan target laba yang tinggi pada televisi
ukuran besar. Yang terpenting target laba untuk lini produk secara keseluruhan dapat tercapai.
Misalkan, berdasarkan riset pasar, perusahaan mentargetkan harga jual televise terbaru adalah
Rp 5,000,000, sedangkan target laba adalah 20% dari harga jual, maka selisih antara target
harga jual dengan target laba sebesar Rp4.000.000 disebut dengan allowable cost. Penentuan
allowable cost belum melihat kemampua apakah perusahaan mampu memproduksi dengan
biaya tersebut.
Product Level Target Costing
Dalam tahapan ini, perusahaan akan menghitung current cost untuk membuat produk tersebut.
Current cost merupakan biaya-biaya yang akan dikeluarkan perusahaan untuk membuat
barang tersebut dalam kondisi perusahaan saat ini. Misalkan, current cost untuk membuat
produk tersebut adalah Rp4.500.000. Tugas perusahaan adalah untuk membuat current cost
tersebut mendekati allowable cost yang telah dihitung sebelumnya. Namun karena
perhitungan allowable cost tidak melihat kondisi perusahaan, ada kemungkinan allowable
cost tersebut tidak akan tercapai.
Pada dasarnya terdapat tiga cara pengurangan biaya yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu:

1) Reverse engineering, dalam metode ini perusahaan akan membongkar produk


sejenis yang dihasilkan oleh pesaing untuk menemukan rancangan produk yang
lebih effisien.
2) Value analysis, dalam metode ini perusahaan berusaha untuk memperbandingkan
antara biaya komponen untuk menghasilkan fitur-fitur yang dikehendaki oleh
konsumen. Jika biaya dari komponen tersebut melebihi kontribusi komponen
tersebut dalam menciptakan nilai bagi konsumen, maka perusahaan harus mencoba
untuk mengurangi biaya komponen tersebut.
3) Perbaikan proses (process improvement), dalam metode ini perusahaan berusaha
untuk mencarai. cara-cara atau metode produksi yang lebih effisien untuk membuat
produk tersebut.

Component-level Target Costing

Dalam proses ini, tim desai target cost untuk setiap komponen yang berada di dalam produk
yang akan datang, target cost pada tingkat komponen ini membangun harga jual supplier.
Oleh karena itu, component-level target cost ini menyebabkan tekanan kompetitif yang
dihadapi oleh perusahaan terutama oleh supplier. Fungsi utama tersebut mencerminkan
kemampuan kerja yang penting dimana produk harus memilikinya dalam memenuhi
permintaan fungsi utamanya. Chief engineer menyusun target costing sebagai fungsi utama.
Engineer memutuskan tema dari produk dan memutuskan bahwa ada fungsi tertentu yang
harus diutamakan. Setelah fungsi utama target cost disusun, kemudian tim desain harus dapat
menemukan cara untuk mendesain fungsi tersebut pada setiap fungsi utama agar bisa
diproduksi pada target cost nya. Kemudian tim membagi fungsi utama ke dalam komponen-
komponen dan membagi target cost berdasarkan tingkat fungsi utama ke dalam component
level cost. Adapun jumlah dari component level target cost harus sama dengan fungsi utama
yang mengisinya. Component level target cost membangun harga jual yang dapat diijinkan
oleh supplier. Perusahaan tidak ingin menekan laba dari komponen supplier mereka menjadi
nol. Mereka ingin meyakinkan bahwa jumlah supply chain tersebut merupakan pendapatan
laba yang cukup untuk bertahan hidup, sementara mengirim produk permintaan konsumen
dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu, mereka membawa supplier utama ke dalam
proses produk desain sedini mungkin. Supplier menyediakan dan menerima input ke dalam
proses desain untuk mengurangi biaya. Supplier juga menyediakan perkiraan biaya untuk
setiap komponen.

Chained Target Costing Di lingkungan persaingan yang saat ini semakin tinggi, ini tidak
begitu menguntungkan untuk kebanyakan produsen yang efisien, karena ini juga
membutuhkan supply chain yang efisien. Salah satu cara utama untuk mendapatkan supply
chain yang efisien adalah melalui penggunaan chained target costing system. Sistem chained
target costing adalah rantai dimana output dari sistem target cost pembeli menjadi input dari
sistem target cost supplier. Bersaing yang dihadapi oleh pembeli kepada perancang produk
supplier. Jika supplier-nya supplier juga menggunakan target costing, maka rangkaian ini
dlanjutkan pada supply chain. Dengan cara ini, rangkaian sistem target cost memindahkan
tekanan bersaing untuk mengurangi biaya dari pembeli kepada supply chain sehingga
membuat jumlah rantai menjadi lebih efisien.

Berdasarkan perhitungan dari component level target costing (akan diterangkan berikutnya),
maka perusahaan akan mendapatkan angka target cost sebesar Rp4.100.000. Penentuan angka
target cost ini sudah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan, sehingga angka target cost
ini sangat memungkinkan untuk dicapai. Angka inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai
target cost perusahaan. Selisih sebesar Rp100.000 antara target cost dengan allowable cost
akan dicoba untuk dicapai setelah produk tersebut diproduksi. Tahapan ini yang disebut
dengan strategic cost reduction challenge.

Anda mungkin juga menyukai