B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu kandung pasien
pada tanggal 19 Januari 2018 pukul 09.30 di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal.
Keluhan Utama: Bayi tampak sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G2P0A1 35 tahun, hamil 29 minggu 5 hari datang ke poli
kandungan RSUD Kardinah pada hari senin, tanggal 8 Januari 2018 jam 10.30
WIB atas rujukan dari puskesmas karena tekanan darah tinggi dan kedua kaki
bengkak. Dipoli, ibu dianjurkan untuk rawat inap karena harus dilakukan
1
pengawasan. Pada hari senin tanggal 8 Januari 2018 malam ibu merasa ada
rembesan air ketuban sedikit berwarna bening tetapi belum ada kontraksi
kemudian diberikan suntikan untuk pematangan paru oleh perawat dan
menurut keterangan ibu pada saat itu air ketuban masih cukup sehingga
kehamilan masih berusaha dipertahankan. Pada hari selasa tanggal 9 Januari
2018 ibu mengalami kontraksi yang semakin sering hingga diputuskan untuk
operasi sesar pada tanggal 10 Januari 2018.
2
Masa gestasi 30 minggu
Air ketuban keruh
Berat lahir: 1400 gram
Panjang lahir: 39 cm
Lingkar kepala: 27 cm
Lingkar Dada : 26 cm
Keadaan bayi
Langsung menangis
Merah
Nilai APGAR: 8-8-9
Kelainan bawaan: -
Riwayat Imunisasi
Pasien belum dilakukan imunisasi
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
Tahun 2012 usia 3 Kuretase di
1. - - + -
bulan RS Slawi
Riwayat pernikahan
3
Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. H
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 37 tahun 35 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
4
Ayah pasien berprofesi sebagai buruh lepas dengan penghasilan Rp.
1.500.000,-/bulan. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga yang tidak
berpenghasilan.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup baik
Silsilah Keluarga
= Perempuan
= Laki Laki
= Ibu pasien
= Ayah pasien
= Pasien
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2018 pukul
10.00 WIB, di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal.
I. Keadaan Umum
Menangis : (+) kurang kuat Kejang (-)
5
Gerak : (+) kurang aktif Pucat (-)
Retraksi : (+) Ikterik (-)
Sesak : (+) Sianosis (-)
6
Inspeksi: Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris,
retraksi (+) subcostal, minimal
• Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
• Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Jantung:
• Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
• Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
• Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-).
iv. Abdomen:
• Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
• Auskultasi: Bising usus (-)
• Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
• Perkusi: Timpani
v. Vertebrae: Spina bifida (-), meningokel (-)
vi. Genitalia: Jenis kelamin perempuan
vii. Anorektal : Anus (+)
viii. Kulit : warna kulit merah, ikterik(-)
ix. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
x. Refleks primitif:
7
Refleks Oral
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : Tidak dilakukan
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Maturitas Bayi
8
New Ballard Score
9
Lingkar kepala bayi : 29 cm
Kesan: Mikrosefali
10
Faktor Resiko Pemberian Antibiotik Bayi Baru Lahir Untuk Infeksi
Demam pada ibu > 38o C
Ketuban pecah > 18 jam
Nyeri tekan uterus
Air ketuban hijau kental
Berbau
Bila ada salah satu faktor risiko dan ibu mendapat antibiotik < 4 jam maka
beri ampicillin dan gentamicin sesuai protokol, pada pasien terdapat faktor resiko
Downe Score
0 1 2
11
Kurva Fenton
Berat badan lahir, panjang badan lahir dan lingkar kepala sesuai kurva Fenton
12
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium di RSU Kardinah
10/01/18 Nilai Rujukan
CBC
Hemoglobin 16,9 15.2 – 23.6 g/dl
Lekosit 7,9 L 13.0 – 28.0 103/µl
Hematokrit 46.4 44 – 72 %
13
Trombosit 270 229 – 553 103/µl
Eritrosit 4,5 4.3 – 6.3 106/µl
RDW 17,3 H 11,5 – 14,5%
MCV 104,3 98 – 122 U
MCH 38,0 33 – 41 Pcg
MCHC 36,4 H 31 – 35 g/dl
Sero Imunologi
CRP Negatif Negatif
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 73 H 40,0-60,0 mg/dL
F. RESUME
Ibu G2P0A1 35 tahun, hamil 29 minggu 5 hari datang ke poli
kandungan RSUD Kardinah pada hari senin, tanggal 8 Januari 2018 jam 10.30
WIB atas rujukan dari puskesmas karena tekanan darah tinggi dan kedua kaki
bengkak. Dipoli, ibu dianjurkan untuk rawat inap karena harus dilakukan
pengawasan. Pada hari rabu tanggal 10 januari 2018, ibu diputuskan untuk
sesar dengan indikasi pre eklamsi ringan dan KPD.
14
Operasi dilakukan oleh dokter spesialis kandungan pada tanggal 10
Januari 2018. Pukul 08.00 wib, lahir bayi laki laki secara section caesarea.
Saat lahir kondisi bayi menangis (+), merintih (-), sesak (+) , retraksi dada (-),
napas cuping hidung (-), kemerahan, tonus sedikit fleksi, APGAR skor 8-8-9,
BBL 1400 gram, PB 39 cm, LK 27, LD 26. Air ketuban keruh, anus (+),
meconium (-).
G. DAFTAR MASALAH
Neonatus preterm
BBLSR
Distres respirasi ringan
Neonatal infeksi
H. DIAGNOSIS BANDING
15
Faktor Ekstrapulmonal
Faktor Metabolik
Neonatal Infeksi Antenatal
Intranatal
Pascanatal
I. DIAGNOSIS KERJA
Distress respirasi ringan
Neonatal infeksi
BBLSR
Neonatus preterm
J. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat intensif, observasi KU, monitor TTV
Hangatkan bayi
Oksigenasi Low flow 0,25 l/m
O2 CPAP FiO2 40%, PEEP 7
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi
Tunda diet
b. Medikamentosa
IVFD D 10% 5cc/ jam
Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg
K. PEMERIKSAAN ANJURAN
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
16
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
17
M. PERJALANAN PENYAKIT
10 Januari 2018 pukul 08.30 11 Januari 2018 pkl. 06.30
Tgl
Hari Perawatan ke-1 (Dahlia) Hari Perawatan ke-2 (Dahlia)
S Usia 0 hari. Demam (-), kejang (-), Usia 1 hari. Demam (-), kejang (-),
sesak (+), BAB (-), BAK (-), R. hisap sesak (+), BAB (+), BAK (+), R. hisap (-),
(-), ASI (-), biru , kulit tampak ASI (-), biru (-), kulit tampak kemerahan
kemerahan (+), kuning(-) (+), kuning(-)
18
IVFD D 10% 5cc/ jam o Diet ASI/PASI sonde 8x2,5-5 ml
Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg
Program :
o Cek darah rutin, CRP, ulang
GDS
o Baby gram
o Tunda diet
19
BB : 1365 g 2”
BB : 1340 g
Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/m
A Distress respirasi Distress respirasi
Neonatal infeksi Neonatal infeksi
BBLSR BBLSR
Neonatus preterm Hiperbilirubinemia
Neonatus preterm
20
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor
kurang
Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor
kurang Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2”
Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2” BB : 1350 g
BB : 1345 g Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/m
Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/m
A Distress respirasi Distress respirasi
Neonatal infeksi Neonatal infeksi
BBLSR BBLSR
Neonatus preterm Neonatus preterm
P O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 6 O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 7
IVFD D 10% 5cc/ jam IVFD D 10% 5cc/ jam
Inj Aminophilin 2 x 3 mg Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg Injeksi Pycin 2x75 mg
Program : Program :
o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20 ml o Diet ASI/PASI sonde 8x10 ml
o Latihan minum o Latihan minum
21
kemerahan (+), kuning(-) kemerahan (+), kuning(-)
O KU : lemah (+) sesak (-) KU : lemah (+) sesak (-)
menangis (+) kuat, ikterik (-), sianosis menangis (+) lemah, ikterik (-), sianosis
(-), gerak aktif (+) kurang, retraksi (-), (-), gerak aktif (+) lemah, retraksi (-),
napas cuping hidung (-),bayi kecil (+), napas cuping hidung (-),bayi kecil (+),
premature (+) premature (+)
TTV : HR 132x/m, RR 52x/m, S 36,3 0C, TTV : HR 138x/m, RR 52x/m, S 37,5 0C,
SpO2 95 % SpO2 90 %
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : microcefal, CA (-), SI Kepala dan mata : microcefal, CA (-), SI
(-) (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor
kurang kurang
Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2” Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2”
BB : 1375 g BB : 1380 g
Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/m
A Distress respirasi Distress respirasi
Neonatal infeksi Neonatal infeksi
BBLSR BBLSR
Neonatus preterm Neonatus preterm
22
P O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 6 O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 6
IVFD D 10% 5cc/ jam IVFD D 10% 5cc/ jam
Inj Aminophilin 2 x 3 mg Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg Injeksi Pycin 2x75 mg
Program : Program :
o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20 ml o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20 ml
o Latihan minum o Latihan minum
o Periksa ulang bilirubin
TTV : HR 140x/m, RR 52x/m, S 37,2 0C, TTV : HR 142x/m, RR 52x/m, S 36,7 0C,
SpO2 95 % SpO2 95 %
St. generalis : St. generalis :
Kepala dan mata : microcefal, CA (-), SI Kepala dan mata : microcefal, CA (-), SI
(-) (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor
kurang kurang
23
Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2” Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2”
BB : 1425 g BB : 1425 g
Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/ Terpasang oksigen Low flow 0,25 l/m
A Distress respirasi Distress respirasi
Neonatal infeksi Neonatal infeksi
BBLSR BBLSR
Hiperbilirubinemia Neonatus preterm
Neonatus preterm
P O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 7 O2 CPAP FiO2 25%, PEEP 6
IVFD D 10% 5cc/ jam IVFD D 10% 5cc/ jam
Inj Aminophilin 2 x 3 mg Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg Injeksi Pycin 2x75 mg
Program : Program :
o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20 ml o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20 ml
o Latihan minum o Latihan minum
24
St. generalis :
Kepala dan mata : microcefal, CA (-), SI
(-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi ( - ), SNV (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Abd : supel, BU (-), distensi (-), turgor
kurang
Eks : Normotonus, AH +/+, CRT < 2”
BB : 1465 g
A Distress respirasi
Neonatal infeksi
BBLSR
Neonatus preterm
P O2 jika perlu
IVFD D 10% 5cc/ jam
Inj Aminophilin 2 x 3 mg
Injeksi Pycin 2x75 mg
Program :
o Diet ASI/PASI sonde 8x10-20
ml
o Latihan menete
25
ANALISA KASUS
Pasien Bayi laki laki usia 13 hari, dengan diagnosis berat bayi lahir
sangat rendah, diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan
berat badan lahir 1400 gr (<1500 gram), dari hasil pengukuran dengan kurva
Lubschenco didapatkan hasil neonates kurang bulan, sesuai masa kehamilan.
Perhitungan ballard score dimana hasil perhitungannya adalah 24 dimana usia
kehamilan 30 – 32 minggu, yaitu maturitas preterm, serta dilihat dari klinis pasien
sesuai dengan usia kehamilan (UK pasien 30-32 minggu).
Diagnosis distress respirasi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik
diapatkan pasien tampak sesak, napas cuping hidung +/+, retraksi dinding dada,
takipneu (RR >60x/menit), dan menetap bahkan memberat dalam 48-72 jam.
Selain itu, pada perhitungan Downe score didapatkan hasil 2 yaitu distress
respirasi ringan.
Diagnosis neonatal infeksi ditegakkan berdasarkan kriteria Bell Squash Score,
dimana didapatkan score positif 4 diantaranya terdapat Partus tindakan (SC),
ketuban tidak normal, BBLR, riwayat penyakit kehamilan yang dinterpretasikan
pada score ≥4 memenuhi kriteria neonatal infeksi.
Prognosis ad vitam pada pasien adalah dubia ad bonam karena pada pasien ini
gangguan napas yang dialami adalah gangguan napas ringan dan mengalami
perbaikan. Prognosis ad sanationam adalah dubia ad bonam karena jika distress ini
bisa teratasi tanpa adanya komplikasi maka kekambuhan juga tidak terjadi. Pada
prognosis ad fungsionam adalah dubia ad bonam.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir
dan akan bertambah berat.1,2
27
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
2.1.3 Patofisiologi
28
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).2
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditujukan.2 Manifestasi dari RDS disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya
menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap
dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria
Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : pertama, terdapat sedikit bercak
retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular
homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat
lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru. Ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white
lung) sehingga jantung tak dapat dilihat. 2
29
Frekuensi
< 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit
Napas
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak sianosis walaupun diberi
dengan O2
O2
Penurunan ringan Tidak ada udara
Air Entry Udara masuk
udara masuk masuk
Dapat didengar
Dapat didengar
Merintih Tidak merintih dengan
tanpa alat bantu
stethoscope
30
Low hemoglobin level shows anemia
High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :2
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
31
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum. 2
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
o Suhu aksiler > 39˚C
o Air ketuban bercampur mekonium
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>
18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau
gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar sepsis. Jika suhu normal, pantau bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,
nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila
bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O 2 secara bertahap .
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O 2 selama 3 hari, minumbaik
dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
32
segera dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap.
Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif
pemberian minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami
misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga
berbentuk surfaktan buatan ).
2.1.7 Pencegahan
33
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5
mg/ml)
8 Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
diturunkan atau obat dihentikan
9 Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,
10 Deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian
11 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran
12 rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)
2.2 BBLSR
2.2.1 Definisi
Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 1500 gram ( WHO, 1961 ). Berat badan pada kehamilan khusus apapun
sangat berfariasi dan harus digambarkan pada grafik presentil. Bayi yang berat
badannya diatas presentil 90 dinamakan besar untuk umur kehamilan dan yang di
bawa presentil 10 dinamakan ringan untuk umur krhamilan. Berdasarkan itu bahwa
10 % semua bayi ringan untuk umur kehamilan. Bayi yang berat badannya kurang
dari 2500 gr pada saat lahir di namakan berat badan lahir rendah
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat badan lahir
rendah di bedakan:
34
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur atau BBLR
adalah
1. Faktor Ibu
2. Faktor kehamilan
3. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital
2.2.2.2 Dismaturitas
1. Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit
diabetes militus yang berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah
pegunungan, hemoglobinopati, penyakit paru kronik) gizi buruk, Drug abbuse,
peminum alkohol
2. Faktor utery dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali
pusat yang tidak normal, uterus bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar
yang satu kekembar yang lain, sebagian plasenta lepas
35
3. Faktor janin : Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam
kandungan, (toxoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis)
2.2.3 Klasifikasi
Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan) mungkin juga cukup
bulan (dismatur ).
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
kepala kurang dari 33 cm lingkar dada kurang dari 30 cm
2. Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis
3. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Kepala lebih besar dari badan rambut tipis dan halus
5. Tulang tulang tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura besar
6. Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana
7. Jaringan payudara tidak ada dan puting susu kecil
8. Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnu
9. Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak terutama pada dahi dan
pelipis dahi dan lengan
10. Lemak subkutan kurang
11. Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora belum tertutup oleh
labia mayora
12. Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah
Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal
sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)
36
2.2.3.2 Dismatur
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa kehamilan dikarenakan mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan .
2.2.3.2.1 Asimetris
Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala
normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wasted
dengan tanda tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput
dan mudah diangkat bayi kelihatan kurus dan lebih panjang
2.2.3.2.2 Simetris
2.2.4 Diagnosis
37
6. Aktivitas
7. Penyakit yang diderita selama hamil
8. Obat-obatan yang diminum selama hamil
B. Pemeriksaan Fisik.
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR/BBLSR antara
lain:
1. Berat badan < 2500 gram / <1500 gram
2. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
3. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan).
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan Skor Ballard
38
39
2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
2.2.5 Komplikasi
Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72
jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL.
Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia
terjadi bila kadar gula darah 20 mg/dL.
Gemetar
Sianosis
Apatis
Kejang
Apnea Intermiten
Tangisan lemah atau melengking
Kelumpuhan atau letargi
Kesulitan minum
Terdapat gerakan putar mata
Keringat dingin
40
Hipotermia
Gagal jantung dan henti jantung
2. Hipotermi
3. Apneu of premature
Apneu of premature adalah apneu (penghentian napas selama >20 detik,
atau durasi yang lebih pendek bila terjadi sianosis atau bradikardia) pada
neonates premature akibat adanya ketidakmatangan sistem saraf pusat.
41
Defisiensi Surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.
Pernafasan cepat
Sianosis perioral
Merintih sewaktu ekspirasi
Retraksi substernal dan interkostal
B. Komplikasi kronis
1. Enterokolitis nekrotikans neonatal
Enterokolotis nekrotikan merupkan penyakit saluran cerna yang serius
pada bayi yang baru lahir dan ditandai dengan bercak nekrosis atau nekrosis
difus pada mukosa tau submukosa usus serta vaskularisasi usus. Insidensi
terjadinya dihubungkan denga umur kehamilan yang kurang, dan merupakan
komplikasi yang penting yang terjadi pada kelahiran premature. Terhitung 7,5
% kasus EKN sebagai penyebab kematian neonatal.
Ileum bagian distal dan kolon proksimal sangat sering terlibat. Beberapa
stress perinatal , terutam asfiksia dan hipotermia dianggap sebagai factor
predisposisi terjadinya EKN. Permulaan penyakit biasanya pada 2 minggu
42
pertama tetapi dapat terlam bat sampai umur 2 bulan. Dapat menimbulkan
gejala seperti apneu, bradikardi, dan distensi abdominal. Mekonium keluar
secara normal dan sebagai tanda pertama ialah distensi perut dengan retensi
lambung. Timbulnya penyakit ini nsering tidak jelas, dan dapat terjadi sepsis
sebelum dicurigai terjadi lesi pada usus. Sekali terkena kondisi anak biasanya
buruk, dengan cepat menjadi lemah dan asidosis serta dapat berkembang
kearah syok dan DIC.
2. Perdarahan Intrakranial
Pembuluh darah pada bayi prematur masih sangat rapuh dan mudah
pecah, sehingga perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir,
diseminated intravascular coagulopathy atau trombositopenia idiopatik. Matriks
germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat
rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan.
3. Hiperbilirubinemia
43
bilirubin direk belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam
transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang. Kadar bilirubin normal
pada bayi prematur 10 mg/dL. Jika terjadi hiperbilirubinemia pada bayi
prematur, bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan
menimbulkan gejala yang permanen.
Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluller
masih kurang, sehingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu pada kulit dan
selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti pada bayi cukup
bulan. Sensitivitas yang kurang akan memudahkan terjadinya kerusakan
integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang
lama.
44
Defisit in uteri mengakibatkan gawat janin, dan dalam arti luas gawat janin
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
2.2.6 Penatalaksanaan
Bayi berat bayi lahir rendah biasanya tampak haus dan harus diberikan
makanan dini (early feeding), hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia, kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi pernafasan
terutama dalam 24 jam pertama harus selalu diawasi untuk mengetahui adanya
sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan pernafasan idiopatik, sebaiknya
setiap jam dihitung frekuensi pernafasan lahir dan bila frekuensi lebih dari 60 x/menit
dibuat foto thoraks.
45
hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih
besar dan jaringan lemak subkutan kurang.
a. Pengaturan Suhu
Untuk mencegah hipotermi, diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk
bayi, bila dirawat dalam inkubator, maka suhunya unuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2000 gram adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2000-2500
gram adalah 34 C, agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C.
Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60%. Saat ini telah digunakan inkubator
yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor, yang ditempelkan pada kulit bayi.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dilakukan dengan membungkus bayi dan
meletakkan botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu pijar atau
petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh
bayi sekitar 36,5C-37,5C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang
diselimuti pada bayi di dalam inkubator, alat ini berguna untuk mengurangi
kehilangan panas karena radiasi.
b. Nutrisi Enteral
Pada bayi prematur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang,
disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar
berat badan bertambah baik.
Pemberian nutrisi enteral dimulai pada bayi dengan berat lebih dari 1500
gram, dan masa gestasi lebih dari 32 minggu serta tidak terdapat distres dimulai
46
saat berumur 2-4 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia. Pada bayi lebih kecil, walaupun tidak distress, jangan
diberikan nutrisi enteral selama 12-24 jam pertama, lebih baik diberikan infus
larutan glukosa 5-10 % sejak lahir dan diobservasi, bila keadaan bayi stabil maka
pemberian nutrisi enteral dapat dimulai. Syarat lain untuk memulai nutrisi enteral
adalah keluarnya mekonium, yang menunjukkan adanya kontinuitas dan motilitas
traktus gastrointestinal.
Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada anaknya, bila daya isap cukup
baik, maka pemberian air susu ibu diteruskan. Adakalanya daya isap bayi kecil ini
lebih baik dengan dot dibandingkan dengan puting susu ibu, pada keadaan ini air
susu ibu dipompa dan diberikan melalui botol, cara pemberian melalui susu botol
adalah dengan frekuansi pemberian yang lebih sering dalam jumlah susu yang
sedikit. Frekuensi pemberian minum makin berkurang dengan bertambahnya berat
bayi, jumlah cairan yang diberikan pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya
dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Penambahan susu tersebut
tergantung dari jumlah susu yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya,
untuk mencegah regurgitas (muntah) atau distensi abdomen. Banyaknya cairan
yang diberikan adalah 60 ml/kg/hari, dan setiap hari dinaikkan sampai 200
ml/kg/hari pada akhir minggu kedua.
Bila air susu ibu tidak ada, susunya dapat diganti dengan susu buatan yang
mengandung lemak yang mudah dicerna bayi (middle chain triglycerides) dan
mengandung 20 kalori per 30 ml air atu sekurang-kurangnya bayi mendapat 110
kal/kg berat badan perhari.
47
Kadang-kadang diperlukan pemberian makanan melalui kateter (polietilen)
yang dapat tinggal di lambung selama 4-5 hari tanpa iritasi, kateter no. 8 untuk
bayi kurang dari 1500 gram dan no.10 untuk bayi diatas 1500 gram. Kateter yang
telah dimasukkan ke dalam lambung dihubungkan dengan botol infus yang berisi
susu yang digantungkan setinggi 1 meter dari atas bayi, susu diberikan dengan
tetes yang teratur sebanyak 60 ml/kg berat badan sehari, dan tiap hari dinaikkan
sampai 200 ml/kg berat badan pada akhir minggu kedua. Bila daya isap dan
menelan mulai baik, kateter secara berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet,
sendok atau botol dengan dot.
c. Kebutuhan Cairan
Kehilangan air insensible secara tidak langsung terkait dengan umur
kehamilan, keadaan lingkungan, dan status penyakit, bayi preterm yang amat
imatur (<1000 gram) memerlukan sebanyak 2-3 mL/kg/jam. Bayi yang premature
akan kehilangan cairan insisible sebesar 0,6 – 0,7 ml/kgBB/jam, bila dirawat
dalam incubator. Jumlah cairan yang dianjurkan pada neonatus yang memerlukan
susu botol atau cairan intravena adalah 60-70 mL/kgBB pada hari pertama dan
dinaikkan sampai 100-120 mL/kgBB pada hari ke-2 dan ke-3, dan pada hari ke 4-
5 mencapai 150 ml/kgBB, selanjutnya dapat mencapai 160 - 180ml/kgBB/hari.
Bayi lebih prematur dan kecil dimulai dengan 70-100 mL/kgBB pada hari
pertama dan dilanjutkan sampai 150 mL/kgBB atau lebih pada hari ke-3 dan ke-
4. Penimbangan badan setiap hari, pengeluaran urin, pemeriksaan fisik harus
dipantau secara cermat untuk mendeteksi adanya kelainan status hidrasi.
48
Infus awal harian harus memasukkan 10-15 g/kgBB/24 jam glukosa dan
menambah sedikit demi sedikit sampai 25-30 g/kgBB/24 jam, bila hanya glukosa saja
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penuh nonprotein 100-120 kkal/kgBB/24
jam.
Komplikasi metabolic meliputi hiperglikemia yang berasal dari kadar glukosa infus
yang tinggi, yang dapat menyebabkan diuresis osmotic dan dehidrasi, azotemia,
hipoglikemia, hiperlipidemia, hipoksemia.
e. Infeksi
Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi, hal ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup membentuk
antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh
karena itu perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada masa perinatal,
yaitu dengan memperbaiki keadaan lingkungan, kebersihan makanan, mencegah
terjadinya infeksi silang para dokter, perawat, bidan dan petugas lain.
49
Pemberian nutrisi pada bayi BBLR yang sehat sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin dengan cara IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Sedangkan pada bayi BBLR
yang sakit, sebagian besar dapat mengatasi penyakitnya sendiri dengan cepat,
sehingga hanya memerlukan cairan, elektrolit, dan glukosa. Pemberian kolostrum
sebagai minum pertama sangat dianjurkan.
Jumlah cairan yang dibutuhkan
Bayi dapat mulai diberikan minum bila keadaannya sudah stabil, yaitu:
1. Kontrol suhu baik
2. Sesak nafas/ retraksi berkurang
3. Keperluan O2 berkurang
4. Frekuensi denyut jantung baik, ekstremitas hangat
5. Bising usus cukup
6. Menunjukkan tanda-tanda lapar
50
Masalah yang sering muncul dikarenakan reflex hisap dan menelan yang
belum kuat, sehingga rangsangan pada puting lemah. Hal ini berakibat pada
pengosongan payudara yang terhambat, produksi ASI menjadi menurun dan lama-
kelamaan menjadi habis.
Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian Penguat ASI (HMF: Human Milk
Fortifier). HMF berisi protein, elektrolit, dan mineral. HMF dapat ditambahkan pada
ASI peras pada bayi < 1500 g setelah bisa minum > 100 ml/kg. HMF diberikan
sampai dengan berat 1800-2000 g. Bila tidak terdapat HMR atau ASI peras ibu
kurang, dapat diberikan susu formula yang dimulai dengan pengenceran setengah.
Memulangkan Bayi
Sebelum pulang bayi harus sudah harus mampu minum sendiri, baik dengan
botol maupun dengan puting susu ibunya, selain itu kenaikan berat badan berkisar
antara 10-30 g/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruang biasa.bayi harus tidak
menderita apneu atau bradikardi, dan tidak memerlukan oksigen atau obat yang
diberikan melalui pembuluh darah Biasanya bayi prematur dipulangkan dengan berat
badan lebih dari 2000 gram dan semua masalah berat sudah diatasi.
Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangannya, serta menemukan kelainan yang mungkin baru timbul.
Perawatan di Rumah
Ibu bayi diajarkan cara merawat bayi baru lahir seperti cara memandikan,
merawat tali pusat, memberi ASI/PASI, mengganti popok, dan tidak lupa untuk
memberi tahukan agar tetap kontrol ke balai kesehatan terdekat.
2.2.7 Prognosis
51
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang
tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, post natal (pengaturan suhu
lingkungan, resusitasi, makanan). Hipoglikemia pada neonatus terjadi bila gula
darah < 47 mg/dl, Pada hipoglikemia berat didapatkan hasil gula darah < 25 mg/dl,
dan hipoglikemia ringan/sedang jika kadar gula darah >25 - <47 mg/dl.
2.3 Hiperbilirubinemia
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
2.3.2.1 Produksi
2.3.2.2 Transportasi
Penurunan albumin dalam darah (hipoalbumin).
2.3.2.3 Konjugasi
Imaturitas enzim UDGPT, hepatitis.
2.3.2.4 Ekskresi
Penurunan ekskresi, sumbatan empedu (batu empedu), sumbatan liver.
2.3.3 Klasifikasi
2.3.3.1 Fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan bentuk ikterus normal yang muncul pada hari ke
3setelah bayi lahir dan menghilang 14 hari setelahnya. Ikterus ini terdapat pada
bayi baru lahir yang sehat dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan
52
kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat
sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang
mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-
14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Peningkatan kadar billirubin
sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL
tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. (19)
Ikterus non fisiologis atau dahulu disebut icterus patologis merupakan ikterus
yang terjadi sebelum usia 24 jam dan tidak menghilang pada usia lebih dari 14
hari, peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam, kadar bilirubin total
>17 mg/dL, serta terdapat tanda-tanda penyakit yang mendasar pada bayi (pada
bayi yang sakit). (19)
53
ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat
membentuk ikatan hydrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung
kedalam empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sudah terapi sinar.
Setelah konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi
ekskresi segera ke sistem empedu kemudian ke usus. Didalam usus, bilirubin direk
tidak semuanya diabsorpsi melainkan terdapat sebagian yang di hidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorpsi, siklus ini disebut siklus enterohepatik. (20,21)
54
Golongan darah untuk mengevaluasi ABO, Rh atau ketidakcocokan
golongan darah lainnya. Peningkatan jumlah sel darah merah dengan
penyebab apapun berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai
contoh, bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya
2.3.6.4 Hepatitis
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.
Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.7.1 Fototerapi
Fototerapi terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-
green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang
30 uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan
menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan
lebih luas). Mekanisme kerja fototerapi yaitu menimbulkan proses isomerisasi
dimana merubah rumus bangun tanpa merubah rumus molekul bilirubin dengan
kata lain merubah bilirubin yang tidak larut dalam air (indirek) menjadi bilirubin
yang larut dalam air (direk) untuk diekskresikan.
55
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk
melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.
Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum
yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan
kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati
37 6/7 minggu.
Diperbolehkan melakukan fototerapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar
bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-bayi
yang memiliki faktor risiko fototerapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.
Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang
mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
Penatalaksanaan fototerapi dan transfusi tukar berdasarkan berat badan pada tabel
berikut:
56
dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang
diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.
Terjadi dalam 72 jam pertama setelah Terjadi lebih dari 72 jam setelah lahir
lahir
2.4.2 Epidemiologi
57
35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan penyebab kematian neonatal
kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia,
diare), dan masalah minum 14,3%.
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat
sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat
melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah
dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes simplex, HIV,
cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang ditularkan secara
transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk Streptokokus grup B Gram
negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus dan
klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang terinfeksi
secara langsung misalnya ibu yang mendrita tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan
intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas kesehatan lain, atau
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari
1%, penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri
nosokomial 2%-25% dari bayi yang dirawat di NICU.
Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada
umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi
awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca
persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial. Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar
5 juta kematian neonatus pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun
2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang berkembang.
2.4.3 Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir
diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta
terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman
yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam
3 golongan, yaitu :
2.4.3.1 Infeksi Antenatal
58
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat
menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2.4.4 Diagnosis
59
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan
dengan pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan
tingkah laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital
tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa
kelainan tersebut disebabkan infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama
pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan
angka kematian yang tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat
perhatian yaitu:
Bayi malas minum
Bayi tertidur
Tampak gelisah
Pernafasan cepat
Berat badan turun drastis
60
Terjadi muntah dan diare
Panas badan dengan pola bervariasi
Aktivitas bayi menurun
Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura, dan kejang-kejang
Terjadi edema
Sklerema
61
KPD 1
Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI
Identifikasi faktor resiko infeksi harus menjadi perhatian khusus sehingga dapat
diberikan tatalaksana efektif seawal mungkin dengan harapan menurunkan mortalitas
dan memperbaiki morbiditas akibat sepsis. Pengelompokan faktor-faktor resiko sepsis
menjadi faktor resiko mayor dan minor merupakan salah satu langkah awal
pendekatan diagnosis sepsis neonatorum. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak
selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila
terdapat satu faktor risiko mayor dan dua faktor risiko minor maka diagnosis sepsis
harus dilakukan secara proaktif dengan memperhatikan gejala klinis serta dilakukan
62
pemeriksaan penunjang sesegera mungkin. Adapun masing-masing kriteria adalah
sebagai berikut :
Kriteria mayor :
Ketuban pecah >24 jam
Denyut jantung janin yang menetap >160 kali per-menit
Ibu demam ; saat intrapartum suhu >38C
Korioamnionitis
Ketuban berbau
Kriteria minor :
Ketuban pecah antara 12-24 jam
Jumlah leukosit maternal >15.000 sel/mL
Ibu demam; saat intrapartum suhu > 37,5 C
Apgar score rendah (menit ke-1 <5, menit ke- 5 menit <7)
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram
Usia gestasi < 37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan pada ibu yang tidak diobati.
Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
3 Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
4 Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk
sepsis awitan lambat
5 Rasio I:T ( >0,18 )
6 Trombositopenia (<100,000/mm3)
7 C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
8 ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu
pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)
9 Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
63
10 Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB)
atau ditemukan bakteri
11 Pemeriksaan fibonektin
12 Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,
interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen
GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan
countercurrent immunoelectrophoresis.
13 Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
14 Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
15 Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda
infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.
Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan
penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak
Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai
indikator diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai
signifikansi Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini
pada bayi baru lahir. Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi
tidak ada sepsis apabila total skor 2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis
sepsis atau infeksi apabila skor 5. Jumlah PMN total mempunyai nilai sensitivitas
(89,47%) paling tinggi diantara parameter hematologi yang lain sedangkan rasio PMN
total dan jumlah trombosit mempunyai nilai spesifisitas yang sama sebesar 75%
dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini. Dengan mempertimbangkan nilai
sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya
dalam mendiagnosis sepsis.
64
dengan gejala-gejala sistemik.
Faktor resiko :
- Persalinan (partus) lama atau terlantar
- Persalinan dengan tindakan operasi vaginal
- Infeksi/febris pada ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD, lebih dari 24 jam
- Prematuritas & BBLR
- Gawat janin atau depresi neonatus
Tanda & gejala :
- Bayi tdk mau/tdk bisa menetek
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, & sangat lemah
- hipotermia/hipertermia, tetapi dpt normal
- Bayi gelisah& menangis
- Bayi kesulitan napas
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Metabolisme tbh dipertahankan kebutuhan nutrisi dipenuhi
- Pengobatan antibiotika scr IV
- Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x peberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x
pemberian
- Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah & uji resistensi
- Fungsi lumbal & biakan cairan serebrospinalis & uji resistensi
- Tindakan & pengobatan lain diberikan atas indikasi
65
3. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor
amnion yang septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR
karena reflex menelan dan batuk yang belum sempurna.
Gejala :
- Sering tidur atau letargia
- Berat badan turun drastic
- Kurang minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau
Pengobatan :
- Resusitasi pada bayi baru lahir
- Pertahankan suhu tbh
- Beri antibiotika spektrum luas_ampisilin+gentamisin
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan rontgen atau konsultasi dokter
ahli anak.
4. Diare
Diare merupakan penyakit yang ditakuti masyarakat karena
dengan cepat dapat menimbulkan keadaan gawat dan diikuti kematian yang
tinggi. Bayi yang baru lahir sudah disiapkan untuk dapat langsung minum
kolostrum yang banyak mengandung protein, kasein, kalsium sehingga dapat
beradaptasi dengan ASI. Jika bayi aterm dan pemberian ASI benar, sangat kecil
kemungkinan terjadi penyakit diare. Kuman yang sering menyebabkan diare
yaitu E. coli yang mempunyai sifat pathogen dalam tubuh manusia. Adapun
gejala klinis diare yaitu : tinja/feses yang jumlahnya banyak, cair, berwarna
hijau/kuning dan berbau khas.
Tubuh bayi terdiri dari sekitar 80% air sehingga penyakit diare
dengan cepat menyebabkan kehilangan air sehingga bayi akan jatuh dalam
keadaan dehidrasi, sianosis dan syok. Untuk dapat mengatasi dan menurunkan
angka kematian karena diare pada bayi dapat dilakukan tindakan sebagai berikut
:
66
- Minum bayi tidak perlu dikurangi
- Berikan larutan garam gula/oralit sebanyak mungkin
- Bila keadaan lebih membahayakan perlu dipasang infuse
- Konsultasi pada dokter
5. Tetanus neonatorum
Terjadi pada bayi baru lahir karena infeksi pada luka pemotongan tali pusat
Gejala :
- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang
otot rahang dan faring (tenggorok)
- Leher kaku diikuti spasma umum
- Dinding abdomen keras
- Mulut mencucu seperti mulut ikan
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
- Sering timbul komplikasi terutama bronco pneumonia, asfiksia, dan
sianosis akibat obstruksi jalan napas oleh lendir atau sekret dan sepsis.
Tindakan :
- Segera bawa ke RS Berikan obat penenang IM _ diazepam/luminal tiap
4jam
- Usahakan jalan napas terbuka, hindarkan dr cahaya, sentuhan atau
pemindahan
- Penuhi kebutuhan nutrisi&eliminasi sesuai kondisi pasien
Pencegahan : pastikan ibu hamil mendpt suntikan TT, gunakan alat steril saat
menolong persalinan.
67
Adapun penanganan tetanus neonatorum yaitu :
Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang
Menjaga jalan napas tetap bebas dengan membersihkan jalan napas.
Pemasangan spatel lidah yang dibungkus kain untuk mencegah lidah
tergigit
Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di
telinga
Mengobati penyebab tetanus dengan anti tetanus serum (ATS) dan
antibiotika
Perawatan yang adekuat : kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan
cairan dan elektrolit
Penderita atau bayi ditempatkan dikamar yang tenang dengan sedikit
sinar mengingat penderita/bayi peka akan suara dan cahaya yang dapat
merangsang kejang
Dalam hal ini pemerintah memiliki program untuk memperkecil kematian
akibat tetanus neonatorum dengan jalan 2 kali pemberian vaksinasi tetanus
toksoid (TT) selama hamil.
6. Septikemia
Merupakan infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah
(dapat menyebabkan kematian)
Gejala :
- Bayi sulit menetek
- Muntah
- Terlihat tidak sehat
- Suhu diatas/dibawah normal
- Tampak malas, mengantuk, gelisah, ada bercak-bercak perdarahan pd kulitnya
- Tali pusat bau & bernanah
- Batuk & pernapasan cuping hidung
Tindakan :
- Menjelaskan pada orang tua
- Berikan antibiotika IM ampisilin atau
- Prokain penisilin tiap 6 jam
68
- Antarkan bayi ke RS
- Jagalah bayi tetap hangat
- Terus berikan ASI
B. Infeksi Ringan
1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir
2. Infeksi Umbilikus (Omfalitis)
Merupakan infeksi pada pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcusb aureus.
3. Monialisis
- Disebabkan jamur Candida albicans
- Tidak menimbulkan gejala
- Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian.
4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan
mukosa mulut.
69
Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan
infeksi.
Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
Gunakan teknik aseptik.
Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto.
2007;h:146.
2. Kitterman J.Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph
Vol. 1. Ed 20.Jakarta:EGC.2006;h:297-300
3. Piazza AJ,Stoll BJ.Digestive System Disorder.D:Kliegman RM,et all.Nelson
Textbook of Pediatric.Ed 18.Philadelphia.Saunders Elsevier.2007;h:755-756
4. William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp.
Diunduh dari: http://www.merck.com tanggal 03 Juli 2010.
5. Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed
4.Australia:Blackwell Publishing.2008;h:254-257
6. Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et
all.PediatricGastrointestinalDisease.Massachuset:McGrawHill.2004;h:873-
877
7. Caplan M.Neonatal Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Martin RJ,Fanaroff
AA,Walsh MC.Fanarof and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of
the Fetus and Infant.Ed 8.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006 ;h1403-1410
8. Daneman A,Woodward S & de Silva M.The radiology of neonatal necrotizing
enterocolitis(NEC): A review of 47 cases and the literature.Pediarl.
Radiol.1978;h:70-77
9. SpringerSC.NecrotizingEnterocolitis.Diunduhdari
http://www.emedicine.medscape.com/artikel/977956. Diakses tanggal 12 Juli
2010
10. Gambar diunduh dari http://www.pediatrie.be/NECROT_
%20ENTEROCOL.htm. Diakses tanggal 12 Juli 2010
11. Kogurt MS.Early rontgen patterns as a guide to prompt
diagnosis.Radiology.1979;h:367-370
12. Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed
6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594
13. Sukadi A.Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru
Lahir.Bandung:Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.2002;h:23-
26
71
14. Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC.
Textbook of Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill
Livingstone.1999;h:747-755
15. Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby
Elsevier.2008;h:154-155
16. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice:
Bilirubin physiology and clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
17. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2010; p. 147-53.
18. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff
AA, Martin RJ, editors. Neonatal- perinatal Medicine. Disease of the Fetus
and Infant (Seventh Edition). St Louis: Mosby Inc, 2002; p.1309-50.
19. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. Hiperbilirubinemia pada neonates. Jurnal
Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10
20. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Klaus MH, Fanaroff AA,
editors. Care of the High-Risk Neonate (Fifth Edition). Philadelphia: WB
Saunders Co, 2001; p.324-62.
21. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics (17th Edition). Philadelphia PA: Saunders; 2004
22. American Academy of Pediatrics. Subcomitte on hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Clinical Practice Guidlines. Pediatrics 2004; 114: 297-316
23. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal Hyperbilirubinemia.
Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, editor. Avery’s disease of the
newborn. Edisi ke 8. Philadephia: WB Saunders CO. 2005; h.1226-53
72