Anda di halaman 1dari 5

KEHIDUPAN ANAK STRICT PARENTS

Aku memiliki orang tua dengan sifat yang keras dan tempramental. Orang tuaku
merupakan tipe orang tua yang mengatur kehidupan anaknya tanpa memikirkan
perasaan anaknya dan tidak mempedulikan pendapat ataupun hak anaknya. Pengasuhan
yang dilakukan orang tuaku menggunakan cara yang termasuk sangat ketat. Dari
sepengelihatanku , aku mengerti bahwa orang tuaku menerapkan sejumlah aturan yang
sangat ketat yang harus diikuti dan wajib ditaati karena peraturan-peraturan tersebut jika
dilanggar maka orang tuaku akan memberikan hukuman tertentu seperti memberikanku
larangan untuk melakukan hal-hal yang aku ingin lakukan bersama teman-temanku.

Beberapa aturan yang diberikan dengan adanya hukuman larangan dapat dilihat
ketika ayahku yang selalu berkata “kamu tidak boleh pulang lewat dari jam maghrib,
jika kamu pulang melewati jam yang telah ditentukan, kami tidak akan mengizinkan
kamu untuk pergi bermain dengan temanmu ataupun pergi mengikuti kegiatan apapun
lagi.” Dulu sewaktu aku masih kecil, aku selalu menuruti perintah dan aturan tersebut
karena aku takut dengan hukuman yang akan diberikan orang tuaku. Aku selalu merasa
sedih dan kesal karena banyak kegiatan, masa-masa, dan kenangan yang aku lewatkan
karena tidak dapat ikut menghabiskan waktu bersama teman-teman yang lain dan tidak
dapat menikmati momen-momen bersama mereka. Aku bahkan pernah menangis karena
tidak dibolehkan untuk pergi menonton film bioskop bersama teman-temanku. Di saat
itu, aku telah membuat janji dengan mereka dan setelah aku meminta izin kepada orang
tuaku, mereka melarangku untuk pergi dan memarahiku bahkan sampai membentakku.
Aku merasa sangat terkekang dengan banyaknya aturan dan larangan yang diberikan,
hal itu membuatku merasa tertekan dan tidak betah dirumah, itulah yang membuatku
ingin menghabiskan lebih banyak waktu diluar dengan mengikuti banyak kegiatan agar
aku dapat punya banyak waktu untuk bermain dengan teman dan juga dapat mengenal
lebih banyak orang baru dari aktivitas-aktivitas yang aku lakukan diluar.

Sekarang, aku telah menginjak usia remaja, hal inilah yang membuatku memiliki
keinginan untuk sesekali melanggar aturan dan batasan waktu yang telah ditentukan
sebelumnya oleh orang tuaku. Aku juga sering kali merasa takut untuk memberikan
alasan yang jujur ketika hendak izin pergi keluar bersama dengan teman-teman.
Terkadang aku memberikan beberapa alasan karangan atau yang biasa disebut dengan
‘berbohong’ agar mendapatkan izin untuk pergi keluar. Adapun salah satu larangan
yang pernah diberikan orang tuaku adalah

“kamu tidak boleh pergi berangkat ataupun pulang bersama dengan teman laki-
lakimu, siapapun itu dan sedekat apapun itu.”

Aturan inilah yang sering kali aku langgar tanpa sepengetahuan orang tuaku. Hal
yang tidak diketahui orang tuaku adalah aku yang memiliki banyak teman laki-laki yang
biasa menjadi orang yang menghantar jemputkan aku saat ingin pergi ke suatu acara
atau kegiatan yang sama dengan mereka.

Sebenarnya, aku memahami dan mengerti maksud dari tujuan orang tuaku yang
memberikan aturan dan sanksi kepadaku. Aku paham bahwa tujuan mereka adalah
untuk melindungiku dari pergaulan bebas, pengaruh buruk dari lingkungan luar, dan
hal-hal yang tidak diinginkan lainnya seperti terjadinya musibah mendadak yang tidak
diketahui kapan akan terjadi. Mengingat aku merupakan anak perempuan pertama dan
cucu perempuan tertua dikeluarga besarku. Tidak heran bahwa orang tua dan keluarga
besarku menginginkan aku terjaga agar tidak terjerumus pada pengaruh buruk dari
lingkungan sosial di sekitarku. Ketidak hadiran kedua orang tuaku yang dikarenakan
banyaknya pekerjaan diluar membuat mereka ingin lebih berhati-hati dalam menjaga
sikap dan perlakuanku sehari-hari dirumah, sebab orang tuaku adalah orang yang
mementingkan sopan santun dan etika dalam berbicara maupun bertingkah laku
terhadap saudara maupun orang tua pada saat sedang dirumah.

“Kamu dilarang untuk berpacaran ataupun memiliki kedekatan dengan teman laki-
laki sampai kami mengizinkan.”

Perkataan orang tuaku yang selalu saya ingat. Hal ini membuatku takut dan berujung
dengan tidak berkata jujur kepada orang tuaku ketika terlibat dalam suatu kondisi atau
situasi yang terdapat laki-laki di dalamnya. Hal ini aku lakukan karena aku mengetahui
bahwa tidak akan diberi izin jika aku mengatakan situasi yang sebenarnya. Misalnya,
ketika aku harus pergi melakukan kerja kelompok aku akan menolak untuk
melakukannya dirumahku. Lalu, saat aku berpergian dengan beberapa teman dan
terdapat laki-laki di dalam kelompok tersebut, aku akan mengajukan izin berpergian
dengan hanya mengatakan bersama teman perempuan yang sekiranya diketahui orang
tuaku.

Sering kali aku berfikir dalam proses menjadi dewasa bahwa hal itu merupakan
sesuatu yang buruk jika dilakukan terus-menerus. Aku menyadari bahwa tindakan
melanggar aturan dan tidak berkata jujur akan menjadi sebuah kebiasaan yang tertanam
pada diriku jika terus dilakukan. Namun disisi lain pikiranku, aku juga merasa tidak
mempunyai pilihan lain selain dengan cara seperti ini, karena dalam situasi seperti itu
yang diisi dengan terlalu banyaknya aturan yang diberikan akan sangat membatasiku
dalam bergaul dangan teman-teman, menjadikan diriku orang yang kurang dalam
bersosialisasi dan membuat diriku merasa kurang mengeksplorasi hal-hal baru serta juga
mengurangi waktuku untuk mencari tahu dimana minat dan bakatku berada. Pola asu
seperti itu yang demikian membuatku menjadi seseorang yang takut untuk mencoba hal
baru dan tidak memiliki banyak kebisaan.

Pernah ada satu momen dimana aku ingin pergi izin keluar tetapi tidak dibolehkan
orang tuaku dan berujung berdebat.

Awalnya aku berkata “Maa...aku mau pergi ke pantai bersama teman-teman kelas
untuk menikmati sunset sekaligus pergi bermain air dan pasir ditepi pantai.

Mama pun menjawab “Tidak boleh. Kamu tidak diizinkan untuk pergi ke pantai
karena pergi kesana terlalu berbahaya.” Aku pun bertanya

“Berbahaya kenapa ma?? Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama teman-
temanku untuk bermain dipantai, kami juga telah merencanakannya dari lama dan aku
pun telah berjanji untuk ikut.”

Mama menyangkal dengan “Pokoknya tidak boleh. Wilayah sana termasuk tempat
berbahaya karena kita tidak tahu diluar sana banyak orang jahat yang akan melakukan
pencurian ataupun penculikan. Kamu juga pasti pergi kesana dengan teman laki-lakimu
yang membawa motor, mama tahu itu dan mama tidak setuju untuk memberikan kamu
izin pergi.”
Aku dengan perasaan tidak terima pun menjawab “Ma...memang benar mungkin aku
pergi menaiki motor dan ada teman laki-lakiku yang ikut tetapi mama harus percaya
bahwa aku tidak memiliki kedekatan apa-apa dengan mereka dan juga mama harus
yakin bahwa aku sudah besar dan bisa menjaga diriku sendiri. Aku juga telah berjanji
untuk ikut dan tidak baik rasanya jika aku membatalkan janjiku secara mendadak seperti
itu. Aku juga ingin menghabiskan waktu dengan teman-temanku jadi tolong jangan
larang aku untuk pergi.”

Mama pun marah dan menjawab “Hey...kamu ini sudah tidak ada sopan santunnya
lagi dengan bicara seperti itu kepada orang tua sendiri. Kamu sudah berani melawan
perintah kami ya! Kamu seharusnya tidak boleh menjawab perkataan orang tua, tujuan
kami sudah baik agar ingin menjaga kamu tetap dirumah supaya tidak terjadi apa-apa
diluar sana. Sudah....jangan membangkang! Bagaimana pun juga kami tidak akan
mengizinkan kamu pergi. Sekarang kamu akan dihukum, kamu tidak akan pernah lagi
kami izinkan untuk pergi kemana pun bersama teman-temanmu lagi dalam kegiatan
apapun.”

Aku merasa sedih, aku berkata “Ini semua tidak adil, kalian selalu melarang dan
membatasi hak-hak yang seharusnya aku dapatkan. Kenapa kalian tidak pernah ingin
mengerti apapun keinginanku, kalian hanya selalu mengatur dan memerintahkan saja
tanpa memikirkan perasaanku.” Kemudian aku pun pergi ke kamar dan menangis.

Setelah kejadian itu, tetap saja tidak ada yang berubah. Orang tuaku tetap saja
menerapkan hal yang sama. Hingga saat ini pun mereka tetap memperlakukanku dan
menganggapku seperti anak kecil yang belum bisa menjaga diri dan tidak bisa
melakukan apa-apa. Aku merasa kesal dan selalu tidak terima. Namun, perlahan aku
mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini. Di saat aku tidak diizinkan untuk pergi, aku
hanya pasrah, tidak bisa melakukan apa-apa, dan hanya dapat menerima keadaannya.

Sebagai seorang anak yang mengalami bagaimana rasanya diasuh dengan tingkat
kontrol yang sangat tinggi dan ketat, aku menyadari bahwa batasan yang diberikan oleh
orang tua kepada anak memang diperlukan untuk melindungi dan menjaga anak dari
hal-hal buruk yang terjadi diusia pertumbuhannya, terutama dalam hal pergaulan.
Namun, aku merasa bahwa batasan yang terlalu ketat juga tidak sehat dan berpotensi
memperbesar keinginan anak untuk melanggar batasan tersebut. Sebaliknya, batas-batas
yang diterapkan pada anak seharusnya diseimbangkan dengan kasih sayang, kehangatan
dan kepedulian yang diekspresikan secara tepat.

Salah satu contohnya adalah dengan memberikan kesempatan anak untuk


mengutarakan pendapat hingga ketidak nyamanan yang dirasakan ketika menjalani
aturan yang diberikan. Selain itu, orang tua juga dapat memberikan pengarahan yang
bijak ketika anak melanggar aturan. Aku merasa hal ini lebih baik dilakukan daripada
memberikan hukuman yang berpotensi menyakiti anak secara emosional. Sikap disiplin
dalam pemberian batasan dan aturan seharusnya dipergunakan orang tua dalam
mengajarkan dan menumbuhkan rasa pengertian, rasa peduli, dan rasa saling memiliki
antar sesama. Dengan begitu, anak akan terbiasa untuk bersikap baik dalam lingkup
keluarga, teman sebaya, maupun sosial masyarakat.

NAMA : SEVINA ANGGRAINI SAMOSIR

KELAS : XI IPA 4

Anda mungkin juga menyukai