E BookTeripangHolothuriascabra
E BookTeripangHolothuriascabra
e-ISBN : 978-602-5791-82-6
Diterbitkan oleh :
BUNGA RAMPAI
AMAFRAD Press
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari III, Lantai 6,
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3513300, Fax. (021) 3513287
No. Anggota IKAPI : 501/DKI/2014
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR
(Holothuria Scabra)
Editor :
Ketut Sugama
I Nyoman Adiasmara Giri
Muhammad Zairin
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR
Holothuria scabra
Editor :
Ketut Sugama
I Nyoman Adiasmara Giri
Muhammad Zairin
Proofreader :
Ketut Masiani
Penata Isi :
I Nyoman Adiasmara Giri
Putu Sarjana
Desainer Sampul :
Putu Sarjana
Edisi /Cetakan :
Cetakan Pertama, 2019
Diterbitkan oleh :
AMAFRAD Press
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari III, Lantai 6, Jl Medan Merdeka Timur,
Jakarta Pusat 10110
Telp (021) 3513300 Fax : 3513287
Email :amafradpress@gmail.com
Nomor IKAPI: 501/DKI/2014
p-ISBN : 978-602-5791-81-9
e-ISBN : 978-602-5791-81-6
Kepala BBRBLPP-Gondol
Kata Pengantar i
Ucapan Terima Kasih iii
Prolog v
Daftar Isi xv
Daftar Tabel xix
Daftar Gambar xx
1. Pendahuluan 125
2. Proses Penanganan Bahan Baku Teripang H. 127
scabra
3. Komposisi Nutrisi Teripang H. scabra 127
4. Kandungan Senyawa Bioaktif Teripang H. 130
scabra
4.1. Pemanfaatan saponin H. scabra sebagai 130
bahan antikanker
4.2. Pemanfaatan lektin dari teripang H. scabra 133
dalam imunologi
4.3. Polisakarida dari teripang 134
4.4. Kolagen teripang 136
5. Prospek Teripang H. scabra untuk Aneka 138
Pengembangan Inovasi Produk Kelautan
6. Penutup 140
Epilog 145
Indeks 147
Curriculum vitae 149
Retno HARTATI
WIDIANINGSIH
1. Pendahuluan
Teripang sering juga disebut sebagai gamat, gamet atau timun
laut karena bentuknya yang menyerupai ketimun, dengan karakteristik
tubuh lunak, bentuk tubuh silindris, dan berotot melingkar yang
memanjang dari mulut hingga anus (Conand, 1990). Secara taksonomi
teripang termasuk Kelas Holothuroidea bersama-sama dengan bintang
laut, bintang mengular, lili laut dan bulu babi dalam filum
Echinodermata. Teripang terdiri dari + 1.250 spesies yang tersebar dalam
200 genus. Salah satu jenis teripang yang telah berhasil dibudidayakan
adalah teripang pasir dengan nama latin Holothuria scabra. Nama lokal
teripang pasir tergantung dari daerahnya, misalkan teripang gosok di
Kepulauan Karimunjawa, teripang pasir (Kepulauan Seribu), teripang
saleh (Bojonegoro), teripang gamat betul (Riau), teripang tai kucing
(Pulau Bangka), teripang buang kulit (Lampung), teripang susuan
(Menado), dan teripang kapur/teripang putih (Indonesia Bagian Timur).
usus
mulut
gonad
anus
Pohon respirasi
5. Perkembangan Larva
Setelah terjadi pemijahan dimana sel telur dan sel sperma
dikeluarkan oleh individu H. scabra betina dan jantan maka fertilisasi
terjadi di kolom air. Setelah terjadi perkembangan embrional dan
menetas menjadi larva yang berkembang secara bertahap melalui proses
metamorfosis menjadi juvenil dan teripang muda dalam waktu 2 bulan.
Perkembangan larva tersebut melalui beberapa tahap yaitu Auricularia,
Doliolaria dan Pentactula. Larva Auricularia berukuran 812,50-987,10
µm, karena mempunyai buccal cavity, barisan silia, cloaca dan anus
maka mulai aktif makan. Pakannya berupa mikroalga, Isochrysis
galbana, atau campuran Chaetoceros spp. dan Skeletonema spp. (Hartati
et al., 2009). Auricularia kemudian bertambah transparan dan tonjolan
pada bagian lateral mulai nampak. Pada salah satu sisi larva auricularia
akhir muncul empat tonjolan lateral dan pada tiap ujungnya terdapat
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 9
hyaline sphere. Esophagus dan stomach berbentuk buah pir akan
terbentuk dan stomatocoel kanan dan kiri dapat terlihat jelas. Barisan
silia memperlihatkan sejumlah titik pigment. Setelah 10 hari larva
auricularia berkembang menjadi Doliolaria yang berbentuk drum dengan
lima hyalinespheres pada tiap sisinya. Kemudian dua tentakel pertama
akan terbentuk pada ujung anteriornya. Menurut James (2004)
panjangnya bervariasi antara 420-570 µm dan lebar 240-390 µm. Hartati
et al. (2009) menunjukkan bahwa doliolaria dapat bergerak dengan cepat
ke depan dan badan bagian belakang berbentuk cincin datar. Pada setiap
sudut terdapat lima kelompok silia (bulu getar). Pada tahapan berikutnya,
doliolaria berubah menjadi pentactula dengan tubuh berbentuk tabung
dengan lima tentakel di ujung anteriornya dan satu kaki tabung pendek di
ujung posterior yang membantunya untuk bergerak dengan lubang anal
sudah nampak jelas. Panjang larva bervariasi 330-750 µm (rata-rata 307
µm). Pada hari ke delapan belas, kaki tabung dan tentakel bertambah
jelas. Dua kaki tabung yang panjang berkembang di ujung posterior.
Panjang larva pentactula 550-720 µm dan lebar bervariasi 210-320 µm
(James, 2004).
Pada saat awal, larva teripang pasir bersifat planktotropik
(pemakan plankton), menetas dengan cadangan makanan yang sangat
sedikit dan menghabiskan waktunya sebagai plankton yang berada di
kolom air. Di alam, larva teripang pasir dapat hanyut pada tempat yang
cukup jauh dari tempat pemijahan misalkan ke daerah laguna atau pantai
dimana akhirnya melekat pada substrat dan nampaknya kenaikan suhu air
memacu pelekatan larva pada substrat (Hartati et al., 2009). Metamorfosa
teripang pasir selesai pada saat berubah menjadi juvenil yang bersifat
bentik atau hidup di dasar perairan dan kemudian akan berkembang
menjadi anakan/benih.
1. Pendahuluan
Permintaan teripang pasir cukup tinggi untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan sebagai bahan obat-obatan. Selama ini untuk
memenuhi kebutuhan ini masih mengandalkan tangkapan dari alam.
Penurunan jumlah stok teripang yang drastis terjadi di negara-negara
seperti Indonesia, Thailand, Philipina, Maldives dan negara tropis lainnya
(Akamine, 2000; Bussarawit & Thongtham, 1999; Reieichenbach &
Holloway, 1995). Sejak 1987, jumlah teripang alam yang ditangkap di
seluruh dunia diperkirakan 120.000 ton per tahun, dan pasokan terbesar
berasal dari Indonesia dengan negara pengimpor terbesar adalah
Hongkong dan Singapura (Conand & Byrne, 1993).
Budidaya teripang merupakan salah satu alternatif untuk
mengantisipasi kelangsungan produksi akibat tangkap lebih. Sebagai
mata rantai utama dalam sistem produksi teripang, penyediaan benih
merupakan faktor kunci. Pengembangan teknologi pembenihan teripang
pasir dengan menggunakan induk dari alam telah berhasil dilakukan di
Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP)
(Sembiring et al., 2016).
Akhir-akhir ini ketersediaan induk dari alam mulai langka,
sehingga pemanfaatan induk terdomestikasi merupakan solusi yang harus
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 17
dilakukan untuk mendukung produksi benih secara berkelanjutan. Hasil
produksi benih di BBRBLPP telah diperoleh teripang dewasa yang siap
dimanfaatkan sebagai induk (induk terdomestikasi). Penyediaan induk
domestikasi dalam jumlah maupun ukuran yang optimum dan berkualitas
baik harus didukung faktor lingkungan dan pakan yang tepat. Hal ini
menjadi penting dan mendasar untuk memperoleh telur yang berkualitas
dalam menghasilkan larva dan benih teripang yang berkualitas baik
(Hamel et al., 2001; Battaglene et al., 2002; James, 2004).
4. Penutup
Induk teripang pasir terdomestikasi dapat diproduksi dalam masa
pemeliharaan 11 bulan dalam wadah terkontrol dan pakan berupa
diatom yang dipadatkan. Jumlah, diameter dan daya tetas telur induk
terdomestikasi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan induk alam.
1. Pendahuluan
Holothuria scabra atau yang sering disebut dengan teripang pasir
merupakan salah satu jenis teripang yang bernilai ekonomis dengan
permintaan pasar yang cukup tinggi (Purcell, 2014; Purcell et al., 2018).
Populasinya di alam semakin menurun diakibatkan meningkatnya
penangkapan secara global dan eksploitasi berlebih (Conand, 2017;
Conand, 2018). Oleh karena itu, H. scabra diusulkan sebagai biota yang
terancam punah dan masuk dalam daftar the IUCN Red List of
Threatened Species (Hamel et al., 2013).
Kegiatan budidaya diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang
ada dengan tujuan utama pemulihan populasi di alam, konservasi dan
produksi (Conand, 2017; Juinio-Menez et al., 2017). Dalam beberapa
dekade, akuakultur H. scabra berkembang dengan cepat dan berekspansi
secara global (Lovatelli et al., 2004; Purcell, 2014; Juinio-Menez et al,
2017). Tahapan dalam kegiatan budidaya teripang pasir terdiri dari
pemeliharaan induk, pemijahan, pemeliharaan larva, pemeliharaan
juvenil (anakan) dan pembesaran (Indriana et al., 2015a). Pemijahan dan
pemeliharaan larva merupakan faktor krusial dalam produksi H. scabra,
karena pada fase tersebut rentan terjadi kegagalan dan kematian. Metode
pemijahan yang tepat dan kemampuan induk menghasilkan telur
merupakan faktor kunci keberhasilan produksi benih skala komersial
(Morgan, 2000).
2.3. Pemijahan
Fase pemijahan terjadi sekitar satu jam setelah dilakukan
rangsang pijah. Individu jantan mengeluarkan sperma terlebih dahulu dan
kemudian individu betina mengeluarkan sel telur (Morgan, 2000;
Indriana et al., 2015b). Adanya sperma tersebut menstimulasi individu
betina untuk mengeluarkan sel telur (Battaglene et al., 2002; Agudo,
2006). Selanjutnya diikuti proses pembuahan (bersatunya sel sperma dan
sel telur) yang terjadi di kolom air. Selama proses pemijahan dilakukan
pengamatan jumlah individu jantan dan betina yang memijah. Menurut
Agudo (2006) dan Battaglene et al. (2002) tingkah laku teripang pada
saat memulai memijah ditandai dengan gerakan berputar, merayap di
dinding, menegakkan dan mengayunkan kepala. Induk jantan
mengeluarkan sperma dari bagian anterior tubuhnya.
600 µm 500 µm 1 mm
Doliolaria awal Doliolaria akhir Pentactula
a b
a b
Tabel 3.2. Nilai parameter kualitas air pada pemeliharaan larva teripang
pasir Holothuria scabra
Parameter Kisaran optimal
Suhu (°C) 26-27 (Ivy & Girapsy, 2006), 26,7-26,8 (Indriana et al., 2013b);
24-27 (Girapsy & Ivy, 2008), 26-29 (Kumara et al., 2013);
28-31 (Lavitra et al., 2010); 26-30 (Mazlan & Hashim, 2015)
25-27 (Girapsy & Walsalam, 2010);
pH 6-9 (James, 1999); 8-8,3 (Kumara et al., 2013);
8,2 (Ivy & Girapsy, 2006); 8-8,2 (Mazlan & Hashim, 2015)
7,5-7,6 (Indriana et al., 2013b);
Salinitas 26,2-32,7 (James, 1999); 37,5 -38 (Girapsy & Walsalam,
(ppt) 15-25 (Mercier et al., 1999); 2010);
33-34 (Mercier et al., 2000); 33,6-33,7 (Indriana et al., 2013b);
37,5-38 (Ivy & Girapsy, 2006); 33-37 (Kumara et al, 2013);
34 - 35,5 (Girapsy & Ivy, 2008); 32-36 (Mazlan & Hashim, 2015)
5. Penutup
Pemijahan, inkubasi telur dan pemeliharaan larva adalah bagian
dari tahapan budidaya teripang pasir Holothuria scabra. Untuk
memperoleh benih atau anakan yang berkualitas dan menghindari
kegagalan, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain proses
pengepakan (packing) dan transportasi induk, seleksi induk, metode
rangsang pijah yang digunakan, metode pemeliharaan larva dan jenis
pakan yang diberikan. Pada proses penempelan, pemilihan jenis substrat
yang tepat akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva.
1. Pendahuluan
Teripang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang
mendapat perhatian besar karena merupakan produk perikanan yang
potensial, baik karena nilai ekonomisnya dan kandungan gizi yang tinggi.
Penangkapan teripang di alam terus mengalami peningkatan, Badan
Pusat Statistik (2012) mencatat volume produksi perikanan tangkap
komoditas teripang tahun 2012 sebesar 6.501 ton dan mengalami
kenaikan 18,83% dari tahun 2008. Nilai ekonomis teripang ini
berdasarkan laporan Padang et al. (2014), teripang pasir kering memiliki
nilai jual sebesar Rp. 750.000,-/kg di pasar domestik. Hal ini
menyebabkan eksploitasi teripang pasir di alam oleh nelayan terus
meningkat.
Hasil pengamatan di beberapa lokasi penangkapan teripang
seperti di Kepulauan Seribu, Maluku, Karimun Jawa, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur dan P. Bunaken, peningkatan produksi
teripang hasil penangkapan tidak dapat dilanjutkan karena akan
mengakibatkan penurunan populasi (Nuraini et al., 1992; Hartati et al.,
2011; Mustofa, 2014). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya menjaga
kelestarian teripang di alam melalui usaha budidaya.
Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan
(BBRBLPP) telah berhasil memproduksi benih teripang pasir sejak
tahun 1994 namun karena pertumbuhan benih sangat lambat (Sembiring
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 43
et al., 2004) sehingga dianggap tidak ekonomis maka pendanaan
penelitian ini dihentikan oleh pemerintah. Tekanan dari lembaga swadaya
masyarakat baik dalam maupun luar negeri tentang penurunan populasi
teripang pasir di alam, telah mendorong pemenintah untuk kembali
mendanai penelitian ini. BBRBLPP tahun 2015 diberi mandat untuk
kembali melakukan penelitian dan berhasil dalam pemijahan dan
produksi benih. Bahkan telah berhasil memacu pertumbuhan benih
dengan menggunakan pakan berupa benthos maupun pakan buatan
dengan bahan dasar utama rumput laut (Sembiring et al., 2015;
Sembiring et al., 2016; Giri et al., 2017).
Usaha budidaya teripang dapat berkelanjutan jika penyediaan
benih dapat dilakukan dalam sentra perbenihan dan terdistribusi dengan
baik ke sentra budidaya. Namun karena teknik transportasi induk dan
benih belum dikuasai, pengembangan budidaya masih terkendala. Oleh
karena itu teknologi pengangkutan teripang baik induk maupun benih
perlu dikembangkan.
3. Tahapan Transportasi
Teknik transportasi induk teripang secara terbuka hanya efektif
untuk pengangkutan jarak dekat, cukup dengan menggunakan ember
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 45
plastik yang diisi air laut sedikit. Namun untuk transportasi dari/ke luar
pulau atau daerah lain yang membutuhkan waktu yang lebih lama, teknik
pengangkutan secara terbuka ini tidak dapat diterapkan lagi. Beberapa uji
coba yang telah dilakukan baik dengan menggunakan media air laut,
serbuk gergaji, handuk basah, memberikan hasil yang kurang
memuaskan. Teripang yang ditransportasikan mengalami kematian yang
tinggi dan walaupun ada yang hidup akan mengalami luka dan berakhir
dengan kematian. Perbaikan teknik transportasi terus dilakukan dan pada
akhirnya mendapatkan hasil yang terbaik dengan menggunakan media
pasir.
Penyiapan media pasir untuk transportasi induk maupun benih
teripang pasir dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Pasir laut dicuci dengan air tawar dan kemudian ditiriskan.
Selanjutnya dibasahi dengan air laut, dimasukkan ke dalam kantong
plastik ukuran 30 x 50 cm dengan ketinggian pasir 6 cm hingga
diperkirakan induk atau benih dapat bersembunyi dalam pasir.
a b
Gambar 4.2. Pasir dibasahi dengan air laut yang bersih kemudian
ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes (a); Pasir
basah tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
hingga ketinggian 6 cm (1,5 L pasir) (b)
a b
a b
c d
Gambar 4.5. Teripang dalam plastik yang telah diikat dengan erat
disusun dalam styrofoam (1 Styrofoam diisi 8 plastik)
(a); Air mineral dalam botol yang telah dibekukan/es
dibungkus dengan koran (b); sisipkan satu botol es
tersebut diantara plastik yang telah tersusun dalam
styrofoam (c).
4. Penutup
Teknik transportasi induk dan benih teripang pasir secara tertutup
dapat dilakukan dengan menggunakan media pasir yang dibasahi dan
ditambah dengan oksigen dalam kantong plastik dan menghasilkan
sintasan lebih dari 80 %. Perbaikan teknik transportasi di atas,
memungkinkan penyediaan induk dan benih teripang pasir bagi
kebutuhan hatchery maupun untuk budidaya.
Muhammad FIRDAUS
1. Pendahuluan
Teripang merupakan kelompok biota laut yang termasuk ke
dalam filum Echinodermata. Kelompok biota yang dikenal juga dengan
istilah timun laut atau sea cucumber merupakan hasil laut bernilai
ekonomis tinggi yang diperdagangkan sebagai bahan pangan yang
dipercaya memiliki berbagai manfaat kesehatan. Indonesia telah lama
dikenal sebagai salah satu pemasok utama produk teripang utamanya dari
hasil perikanan tangkap. Volume ekspor produk teripang Indonesia baik
hidup, segar, beku, kering maupun olahan pada tahun 2016 adalah
sebesar 2.003.783 kg dengan nilai US$ 9.444.780 (BPS, 2016).
Salah satu jenis teripang dengan nilai ekonomis tinggi (US$ 15-
1500/kg) dan dieksploitasi secara komersial di kawasan tropis, termasuk
di perairan Indonesia adalah teripang pasir (Holothuria scabra, Jaeger)
yang juga dikenal sebagai teripang gosok atau sandfish. Teripang jenis
ini biasanya diekspor sebagai beche-de-mer (teripang kering) ke berbagai
negara seperti Tiongkok, Taiwan, Korea, Hongkong, Singapura dan
beberapa negara di Eropa serta dipasarkan dalam betuk olahan siap
masak (haisom) untuk pasar lokal tropis (Purcell et al., 2012; Purcell,
2014a; Robinson et al., 2013).
Nilai ekonomis yang tinggi, volume perdagangan yang besar, dan
relatif mudah ditemukan di perairan dangkal menyebabkan spesies
teripang ini mengalami praktek tangkap lebih (overfishing). Teripang
2. Metode Budidaya
2.1. Konstruksi wadah budidaya di laut
Budidaya teripang di laut pada umumnya dilaksanakan secara
ekstensif dengan padat tebar yang rendah, satuan skala usaha yang relatif
kecil dengan menggunakan wadah pemeliharaan berupa keramba tancap
(pen) (Bell et al., 2008a), kurungan atau kandang (cage) (Ahmed et al.,
2018) atau dengan Sea ranching yang dikelola oleh komunitas pesisir
(Bell et al., 2008b; Hair et al., 2011). Budidaya pada kawasan terbuka
seperti laut cenderung lebih sulit untuk dikontrol secara penuh berhubung
kompleksnya berbagai variabel biotik, abiotik, dan aspek sosial ekonomi
terkait. Tanpa kemampuan secara penuh untuk mengelola interaksi
berbagai varibel yang mempengaruhi kegiatan budidaya, pemilihan
lokasi yang sesuai dan memenuhi prasyarat biologis maupun teknis
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 55
menjadi faktor utama yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan
peluang keberhasilan budidaya teripang pasir di laut. Secara ringkas,
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
budidaya teripang di laut dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Kondisi lokasi yang sesuai untuk budidaya teripang pasir di
laut
No Kriteria Lokasi Kondisi Yang Diharapkan
1 Kondisi geografis Perairan yang terlindung dari arus dan
gelombang ekstrem. Dapat berupa teluk,
laguna atau selat yang terlindung. Memiliki
sirkulasi perairan yang baik.
2 Jenis ekosistem Padang lamun yang sehat, terutama yang
berdampingan dengan ekosistem mangrove
dan terumbu karang, aman dari tekanan
antropogenik akibat aktivitas manusia serta
terhindar dari intrusi air tawar yang berasal
dari sungai atau air tanah.
3 Kondisi vegetasi Didominasi oleh lamun jenis Enhalus
acoroides dengan diselingi jenis lamun
lainnya seperti Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Thalassia
hemprecchii dan Syringodium sp. dengan
kepadatan sedang.
4 Kedalaman perairan Kedalaman perairan berada pada kisaran 50
cm (saat surut terendah) dan maksimum
200 cm (saat pasang tertinggi).
5 Kondisi substrat Butiran pasir berlumpur (antara 100 – 300
µm) dengan kandungan nutrien dan bahan
organik cukup tinggi, terutama karbon (C)
organik. Memiliki kelimpahan mikrobiota
bentik sebagai pakan teripang.
6 Kualitas air Salinitas stabil sepanjang tahun pada
kisaran 30-35 ppt, oksigen terlarut > 5
mg/L, pH 8-9, suhu 26-30oC, perairan
mesotrofik, tidak tercemar oleh sampah dan
limbah dari aktivitas antropogenik
Tabel 5.3. Kondisi lokasi yang sesuai untuk budidaya teripang pasir di
tambak
4. Penyediaan Pakan
Untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dalam budidaya
teripang dapat dilakukan penambahan pakan dengan menggunakan
berbagai bahan antara lain pakan udang komersial (Mills et al., 2012),
rumput laut Sargassum (Liu et al., 2010; Sinsona & Junio-Menez, 2018),
bentos (Sembiring et al., 2017), limbah padat akuakultur (Robinson et
al., 2019), pakan formulasi (Ahmed et al., 2018) serta beberapa bahan
ASPEK BIOLOGI DAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) | 71
yang biasa digunakan dalam pembesaran teripang secara tradisional
seperti kotoran ternak, pupuk kompos, ampas tahu, dan dedak.
Prinsip pemberian pakan dalam budidaya teripang dapat
digolongkan menjadi dua pendekatan, yang pertama adalah menyediakan
bahan pakan yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh teripang (Ahmed et
al., 2018), yang kedua adalah menyediakan bahan yang dapat
menginduksi pertumbuhan sumber pakan alami teripang pada substrat
berupa mikroorganisme bentos (Sinsona & Junio-Menez, 2018). Pakan
biasanya diberikan dalam jumlah 3-5% dari biomassa teripang dalam
wadah budidaya (Ahmed et al., 2018). Pemberian pakan dapat dilakukan
dengan cara menebar pakan secara langsung pada substrat atau
dicampurkan secara merata dengan substrat (Sinsona & Junio-Menez,
2018).
Beberapa penelitian telah mengungkap bahwa karakteristik
sedimen seperti kandungan bahan organik, mikroalga, bakteri, dan
ukuran partikel substrat adalah faktor yang mungkin berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup teripang pasir
(Hamel et al., 2001; Lavitra et al., 2010; Plotieau et al., 2014a,b; Slater
& Jeffs, 2010). Penambahan bahan pakan menyebabkan daya dukung
lingkungan meningkat dan teripang pasir dapat mengonsumsi particulate
organic matter dan mengekstrak nutrien dari sedimen secara efisein
untuk pertumbuhan. Hal ini dibuktikan oleh keberadaan mikroba,
mikroalga dan bahan organik lebih tinggi pada substrat yang diperkaya
dengan Sargassum (Sinsona & Junio-Menez, 2018).
Kualitas dan ketersediaan pakan yang lebih baik akan
memberikan waktu bagi teripang pasir untuk membenamkan diri lebih
lama pada siang hari karena waktu yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi lebih singkat. Hal ini memberikan keuntungan
Gambar 5.9. Perdagangan teripang pasir kering secara daring pada salah
satu situs perdagangan
1. Pendahuluan
Teripang atau sering juga disebut dengan istilah mentimun laut
merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai
ekonomi penting, baik di pasaran domestik maupun internasional, karena
harganya yang tinggi. Di Indonesia sedikitnya terdapat 26 jenis
mentimun laut yang pernah atau masih tercatat dan diolah untuk
diperdagangkan sebagai teripang (Purwati, 2005). Indonesia merupakan
salah satu pemasok utama teripang dunia, dengan pasar utama Hongkong
dan Singapura (Conand & Byrne, 1993). Hongkong sebagai salah satu
pasar utama teripang dunia mengimpor sedikitnya 5.296 ton teripang
dalam bentuk kering pada tahun 2007. Papua New Guenia merupakan
pemasok teripang terbesar ke Hongkong yaitu mencapai 704 ton. Disusul
oleh Indonesia sebagai pemasok terbesar kedua dengan jumlah 653 ton
dan pemasok terbesar ketiga adalah Jepang dengan volume mencapai 585
ton. Dari total impor teripang Hongkong tersebut sejumlah 4.149 ton
diekspor kembali ke berbagai negara termasuk ke China yang mencapai
3.576 ton (Akamine, 2012).
Selama ini sebagian besar teripang masih diperoleh dari hasil
tangkapan di laut. Kegiatan penangkapan teripang yang tinggi
dikawatirkan dapat mengancam kelestarian populasi teripang di alam.
Produksi teripang secara global pada kurun waktu 1995 sampai 2012
C
A B
B
Des ROZA
ZAFRAN
1. Pendahuluan
Teripang pasir, Holothuria scabra menurut Pranoto et al. (2012)
merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata).
Teripang pasir dapat mencapai ukuran hingga 1 kg/ekor, namun
diperlukan waktu 2-3 tahun untuk mencapainya. Ukuran konsumsi
umumnya antara 150-250 g/ekor atau rata-rata 200 g/ekor dan
dibutuhkan 20-24 bulan untuk mencapai ukuran tersebut. Habitat yang
ditempati umumnya adalah perairan laut dangkal (Sembiring et al.,
2016). Teripang ditemukan secara luas di perairan Indo-Pasifik terutama
di daerah pantai berpasir sampai berlumpur (Mercier et al., 2000).
Teripang pasir, H. scabra mempunyai kandungan senyawa
bioaktif yang dapat digunakan sebagai antikoagulan dan antitrombotik,
menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah, antikanker dan antitumor,
antibakteri, imunostimulan, antijamur, antivirus, antimalaria dan
antirematik (Farouk et al., 2007). Hal ini menjadikan teripang sebagai
komoditi perikanan yang sebagian besar produknya untuk ekspor. Akan
tetapi produk ini masih menggantungkan ketersediaan stok populasi
alami yang makin menurun secara drastis (Martoyo et al., 2006).
Sebanyak 120 ribu ton teripang diperkirakan ditangkap setiap tahunnya
di seluruh dunia sejak tahun 1987. Dari jumlah tersebut, Indonesia
merupakan pemasok terbesar teripang, dengan negara pengimpor terbesar
adalah Hongkong dan Singapura (Mercier et al., 2000). Untuk
1500
bp 1342
1400 bp
bp
Gambar 7.2. Produk PCR bakteri Vibrio alginolyticus pada agarose gel
1%. Ket: M = Marker, 1-6 = Vibrio alginolyticus
Tabel 7.5. Uji daya hambat terendah fungisida terhadap isolat jamur
Lagenidium callinectes yang diisolasi dari luka borok teripang
pasir, H. scabra yang dilakukan tahun 2016 di Laboratorium
Patologi BBRBLPP Gondol
Fungisida
Konsentrasi (ppm)
Anti-Fungi Trifluralin Formalin
0,0 +++ +++ +++
0,1 ++ ++ +++
0,2 ++ ++ +++
0,5 + + +++
1,0 + + +++
2,5 + - +++
5,0 + - +++
10,0 - - ++
15,0 - - ++
20,0 - - +
30,0 - - -
50,0 - - -
100,0 - - -
Ket: +++ = tumbuh cepat; ++ = tumbuh agak cepat; + = tumbuh lambat; -
= tidak tumbuh
Roza, D., Johnny, F. & Setiawati, K.M. (2012). Infeksi jamur ordo
Lagenidiales, Lagenidium callinectes pada ikan klon, Amphiprion
ocellaris di hatchery dan penanggulangannya. Prosiding Seminar
Nasional Mikologi: 299-305. ISBN 978-979-16109-5-7.
Roza, D., Mastuti, I., Zafran & Sembiring, S.B.M. (2016). Penyakit pada
Teripang Pasir, Holothuria sabra. Laporan Teknis Akhir Kegiatan
Tahun 2016. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut. 18 hal.
Muhammad NURSID
1. Pendahuluan
Teripang merupakan anggota dari timun laut (sea cucumber) yang
termasuk dalam filum Echinodermata kelas Holothuroidae. Kelompok
hewan ini berbentuk seperti timun dan hidup di laut. Teripang juga
dikenal dengan nama bêche-de-mer, atau gamat, telah sejak lama
dimanfaatkan oleh masyarakat Asia dan Timur Tengah sebagai makanan
dan obat tradisional. Teripang mengandung nutrisi berkualitas tinggi
yang terdiri dari protein, asam-asam amino, vitamin, mineral, dan asam-
asam lemak (Boardbar et al., 2011; Ram, 2017). Teripang mengandung
berbagai macam senyawa bioaktif dalam jumlah yang tinggi seperti
peptida, asam lemak tak jenuh ganda, triterpene glikosida, dan kondroitin
sulfat. Khasiat atau manfaat teripang yang sudah dilaporkan adalah dapat
menyembuhkan asma, memiliki sifat sitotoksik-antikanker, anti-
inflamasi, antioksidan, imunomodulator, antiokoagulan, dan lain-lain
(Sroyraya et al., 2017; Khotimchenko, 2018)
Selain manfaat teripang sebagai sumber senyawa bioaktif
farmakologis, teripang juga memiliki potensi untuk dikembangkan dalam
bidang kosmetika. Seperti diketahui, teripang memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, sekitar 70%-nya adalah kolagen. Kolagen
merupakan salah satu jenis protein struktural penyusun komponen kulit,
gigi, tulang, otot dan rambut. Hidrolisis kolagen secara enzimatis
Holothurin
Fuscocineroside
Fuscocineroside
Editor :