Anda di halaman 1dari 13

NASAB KANJENG NABI

 Ada tiga susunan atau bagian tentang nasab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
1. Bagian pertama: Muhammad, bin Abdullah bin Abdul-Muththalib (yang namanya Syaibah),
bin Hasyim (yang namanya Amr), bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah), bin Qushay
(yang namanya Zaid), bin Kilab, bin Murrah, bin Ka'b, bin Lu'ay, bin Ghalib, bin Fihr (yang
namanya Quraisy dan menjadi cikal bakal nama kabilah), bin Malik, bin An-Nadhr (yang
namanya Qais), bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah (yang namanya Amir), bin Ilyas,
bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma'ad, bin Adnan.

2. Bagian kedua: Adnan dan seterusnya, yaitu Adnan bin Add bin Humaisi', bin Salaman, bin
Aush, bin Bauz, bin Qimwal, bin Ubay, bin Awwam, bin Nasyid, bin Haza, bin Baldas, bin
Yadlaf, bin Thabikh, bin jahim, bin Nahisy, bin Makhy, bin Aidh, bin Abqar, bin Ubaid, bin Ad-
Da'a, bin Harridan, bin Sinbar, bin Yatsriby, bin Yahzan, bin Yalhan, bin Ar'awy, bin Aidh, bin
Daisyan, bin Aishar, bin Afnad, bin Aiham, bin Muqshir, bin Nahits, bin Zarih, bin Sumay, bin
Muzay, bin Iwadhah, bin Aram, bin Qaidar, bin Isma'il, bin Ibrahim.

3. Bagian ketiga: Ibrahim dan seterusnya, yaitu bin Tarih (yang namanya Azar), bin Nahur, bin
Saru' atau Sarugh, bin Ra'u, bin Falakh, bin Aibar, bin Syalakh, bin Arfakhsyad, bin Sam, bin
Nuh Alaihi-Salam, bin Lamk, bin Mutwashyalakh, bin Akhnukh atau ldris Alaihis-Salam, bin
Yard, bin Mahla'il bin Qainan, bin Yanisya, bin Syaits, bin Adam Alaihis-Salam.
Ibu Rasulullah SAW
Ibunya adalah Aminah binti Wahb bin Abdimanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab
bin Luay bin Ghalib.
Silsilah Keluarga Nabi
Keluarga Nabi Shallallahu Alazhi wa Sallam dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiyah,
yang dinisbatkan kepada kakeknya, Hasyim bin Abdu Manaf Oleh karena itu ada baiknya jika
menyebutkan sekilas tentang keadaan Hasyim dan keturunan sesudahnya.
1. Hasyim.
Sebagaimana yang sudah kita sebutkan di atas, Hasyim adalah orang yang memegang urusan
air minum dan makanan dari Bani Abdu Manaf tepatnya ketika Bani Abdu Manaf mengikat
perjanjian dengan Bani Abdi-Dar dalam masalah pembagian kedudukan di antara keduanya.
Hasyim sendiri adalah orang yang kaya raya dan terhormat. Dialah orang pertama yang
memberikan remukan roti bercampur kuah kepada orang-orang yang menunaikan haji di
Makkah. Nama aslinya adalah Amru. Dia diPanggil Hasyim karena suka meremukkan roti. Dia
juga orang pertama yang membuka jalur perdagangan dua kali dalam setahun bagi orang-
orang Quraisy, yaitu sekali pada musim dingin dan sekali pada musim kemarau.
Di antara kisah kehidupannya, dia pernah pergi ke Syiria untuk berdagang. Setiba di Madinah,
dia menikahi Salma binti Amru, dari Bani Ady bin An-Najjar dan menetap di sana bersama
istrinya itu. Lalu dia melanjutkan perjalanannya ke Syiria, sementara istrinya tetap bersama
keluarganya, yang saat itu sedang mengandung anaknya, Abdul-Muththalib. Namun Hasyim
meninggal dunia setelah menginjakkan kaki di Palestina. Sementara Sahna melahirkan Abdul
Muththalib pada tahun 497 M, dengan nama Syaibah, karena ada rambut putih (uban) di
kepalanya.Adapun pengasuhan selanjutnya diserahkan kepada bapak Salma di Yatsrib. Tak
seorang pun dari keluarga Hasyim di Makkah yang merasakan kehadiran Abdul-Muththalib.
Hasyim mempunyai empat putra: Asad, Abu Shady, Nadhlah dan Abdul-Muththalib-dan lima
putri: Asy-Syifa', Khalidah, Dha'ifah, Ruqayyah dan jannah.
2. Abdul Mutlzalib
Seperti yang sudah disebutkan di bagian awal, tentang penanganan air minum dan makanan
sepeninggal Hasyim ada di tangan saudaranya, Al-Muththalib bin Abdi Manaf, seorang laki-
laki yang terpandang, dipatuhi dan tehormat di tengah kaumnya, dia seorang yang dermawan.
Ketika Al-Muththalib mendengar bahwa Syaibah (Abdul-Muththalib) sudah tumbuh menjadi
seorang pemuda atau lebih tua lagi, maka dia mencarinya. Setelah keduanya saling berha-
dapan, kedua mata Al-Muththalib meneteskan air mata karena terharu, lalu dia pun
memeluknya dan dia bermaksud membawanya. Namun Abdul-Muththalib menolak ajakan itu
kecuali jika ibunya mengizinkan. Maka Al-Muththalib memohon kepada ibu AbdulMuththalib.
Namun permohonan itu juga ditolak. "Sesungguhnya dia akan pergi ke tengah kerajaan
bapaknya dan tanah suci Allah," kata Al-Muththalib mengajak.
Akhimya ibunya mengizinkan. Maka Abdul-Muththalib dibawa ke Mekah dengan dibonceng di
atas untanya. Sesampainya di Makkah, orang-orang berkata, "/nilah dia. Abdul-Muththalib."
Al-Muththalib berkata, "Celakalah kalian. Dia adalah anak saudaraku, Hasyim ".
Abdul-Muththalib tinggal di rumah Al-Muththalib hingga menjadi besar.
Ketika Al-Muththalib meninggal dunia di Yaman. Maka Abdul Muththalib menggantikan
kedudukannya. Dia hidup di tengah ka'ltmnya dan memimpin mereka seperti yang dilakukan
bapak-bapaknya terdahulu. Dia dicintai kaumnya dan diagungkan. Namun Naufal (adik bapak
Abdul-Muththalib atau pamannya sendiri) merebut sebagian wilayah kekuasaannya, yang
kemudian membuat Abdul Muththalib marah. Maka dia meminta dukungan kepada beberapa
pemimpin Quraisy untuk menghadapi pamannya. Namun mereka berkata, "Kami tidak ingin
mencampuri urusan antara dirimu dan pamanmu".
Maka dia menulis surat yang ditujukan kepada paman-paman dari pihak ibunya, Bani An-
Najjar, berisi beberapa bait syair yang intinya meminta pertalangan kepada mereka. Salah
searang pamannya, Abu Sa'd bin Ady membawa delapan puluh pasukan berkuda, lalu singgah
di daerah pinggiran Makkah. Abdul-Muththalib menemui pamannya di sana dan berkata,
"Mari singgah ke rumahku wahai paman!"
"Tidak, demi Allah, kecuali setelah aku bertemu dengan Naufal," kata pamannya. Lalu Abu
Sa'd mencari Naufal, yang pada saat itu sedang duduk di Hijir bersama beberapa pemuka
Quraisy. Abu Sa'd langsung menghunus pedang dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, jika
engkau tidak mengembalikan wilayah kekuasaan anak saudariku, maka aku akan menebaskan
pedang ini ke batang lehennu".
”Aku sudah mengembalikannya," kata Naufal. Pengembalian ini disaksikan aleh para pemuka
Quraisy, baru setelah itu Abu Sa'd mau singgah di rumah Abdul-Muththalib dan menetap di
sana selama tiga hari. Setelah itu dia melaksanakan umrah lalu pulang ke Madinah. Melihat
perkembangan ini, Naufal mengadakan perjanjian persahabatan dengan Bani Abdi Syams bin
Abdi Manaf untuk menghadapi Bani Hasyim. Bani Khuza'ah yang melihat dukungan Bani An-
Najjar terhadap Abdul-Muththalib, maka mereka berkata, "Kami juga melahirkannya
sebagaimana kalian telah melahirkannya. Dleh karena itu kami juga lebih berhak
mendukungnya".
Hal ini bisa dimaklumi, karena ibu Abdi Manaf berasal dari keturunan mereka. Maka mereka
memasuki Darun-Nadwah dan mengikat perjanjian persahabatan. dengan Bani Hasyim untuk
menghadaPi Bani Abdi Syams yang sudah bersekutu dengan Naufal. Perjanjian persahabatan
inilah yang kemudian menjadi sebab penaklukan Makkah sebagaimana yang akan kita bahas
di bagian mendatang. Di antara peristiwa penting yang terjadi di Baitul-Haram semasa Abdul-
Muththalib adalah penggalian sumur Zamzam dan peristiwa pasukan gajah.
Kisahnya berawal saat dia bermimpi disuruh menggali lagi sumur Zamzam dan mencari
tempatnya. Maka dia pun melaksanakan perintah dalam mimpi itu. Temyata di dalamnya dia
mendapatkan berbagai benda beharga yang dulu pemah diPendam orang-orang .Iurhnm
tatkala sedang berkuasa. Benda-benda itu berupa beberafJa buah pedang, baju perang dan dua
pangkal pelana, yang semuanya terbuat dari emas. Lalu kemudian dia menjadikan pedang-
pedang itu sebagai pintu Ka'bah dan memasang dua bush pangkal pelana di pintu itu. Abdul-
Muththalib tetap menangani urusan air minum dari Zamzam bagi orang-orang yang
menunaikan haji.
Ketika sumur Zamzam itu ditemukan kembali oleh Abdul-Muththalib, orang-orang Quraisy
ingin ikut menanganinya. Mereka berkata, "Kami ingin bergabung untuk bekerjasama"
orang Muslim, seperti peristiwa Bukhtanashar pada tahun 587 SM, dan orang-orang Romawi
pada tahun 70 M. Tetapi Ka'bah tidak pemah dikuasai oleh orang-orang Nasrani (yang saat itu,
mereka disebut orang-orang Muslim), sekalipun penduduknya orang-orang Musyrik.
Kabar tentang peristiwa ini dengan cepat menyebar ke wilayah-wilayah yang sudah maju pada
zaman itu. Hahasyah (Ethiopia) saat itu mempunyai hubungan yang kuat dengan bangsa
Romawi. Sementara bangsa Persia juga masih memiliki akar yang kual. Mereka selalu mencari
tahu apa pun yang dilakukan bangsa Romawi dan sekutu-sekutunya. Oleh karena itu orang-
orang Persia segera pergi ke Yaman setelah peristiwa itu. Dua pemerintahan ini (Persia dan
Romawi) merupakan dua kekuatan yang mafu dan beradab di dunia saat itu. Maka peristiwa
ini langsung mengalihkan perhatian dunia dan sekaligus menunjukkan kemuliaan Baitullah,
yang telah dijJilih Allah untuk sebuah pensucian. Jadi, jika ada di antara penduduknya yang
bangkit menyatakan nubuwan, maka itu merupakan inti yang dituntut dari peristiwa ini, dan
sekaligus merupakan penafsiran dari hikmah yang tersembunyi, mengapa ada pertolongan
dari Allah, orang-orang Musyrik yang berhadapan dengan orang-orang yang memiliki iman,
yang semuanya berjalan tanpa bisa dijangkau alam akal.
Abdul-Muththalib mempunyai sepuluh anak laki-laki: Al-Harits, Az-Zubair, Abu Thalib,
Abdullah, Hamzah, Abu Lahab Al-Ghaidaq, Al-Maqwam, Shaffar dan AI-Abbas. Sedangkan
anak putrinya ada enam: Ummul-Hakim atau Al-Baidha', Barrah, Atikah, Shafiyyah, Arwa dan
Umaimah.
3. Abdullah
Dia adalah ayahanda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam. lbunya adalah Fathimah binti
Amr bin A'idz bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Abdullah adalah anak Abdul-
Muththalib yang paling baik dan paling dicintainya. Kemudian Abdullah inilah yang
mendapatundian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai dengan nadzar Abdul-Muththalib.
Singkatnya, ketika anak-anaknya sudah berjumlah sepuluh orang dan tahu bahwa dia tidak
lagi mempunyai anak, maka dia m£!Jnberitahukan nadzar yang pemah diucaPkannya kepada
anak-anaknya. Temyata mereka patuh. Kemudian dia menuliskan nama-nama mereka di anak
panah untuk diundi, lalu diseTahkan kepada patung Hubal.
Setelah anak-anak panah itu dikocok, keluarlah nama Abdullah.
Maka Abdul-Muththalib menuntun Abdullah sambil membawa parang, berjalan menuju
Ka'bah untuk menyembelih anaknya itu. Namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama
paman-pamannya dari pihak ibu dari Bani Makhzum dan saudaranya Abu Thalib. Jika
demikian lalu apa yang harus kulakukan sehubungan nadzarku ini?" tanya Abdul-Muththalib
kebingungan. Mereka mengusulkan untuk menemui seorang d1{kun perempuan. Maka dia
pun menemui dukun itu. Sesampainya di tempat dukun itu, dia diPerintahkan untuk
lIlengundi Abdullah dengan sepuluh ekor unta. Jika yang keluar nama Abdullah, maka dia
harus menambahi lagi dengan sepuluh ekor unta, hingga Tuhan ridha. Jika yang keluar nama
unta, maka unta-unta itnlah yang disembelih. Maka dia keluar dari tempat dukun wanita itu
dan mengundi antara nama Abdullah dan sepuluh ekor unta.
Temyata yang keluar adalah nama Abdullah. Maka dia menambahi lagi dengan sepuluh ekor
unta. Setiap kali diadakan undian berikutnya, yang keluar adalah nama Abdullah, hingga
jumlahnya mencapai seratus ekor unta. Baru setelah itu undian yang keluar adalah nama unta.
Maka unta-unta itu pun disembelih, sebagai pengganti dari Abdullah. Daging-daging unta
tersebut dibiarkan begitu saja, tidak boleh disentuh oleh manusia maupun binatang.
Tebusan pembunuhan yang memang berlaku di kalangan Quraisy dan Bangsa Arab adalah
sepuluh ekor unta. Namun setelah kejadian ini, jumlahnya berubah menjadi seratus ekor unta,
yang juga diakui Islam. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau
bersabda,
”Aku adalah anak dua orang yang disembelih.” Maksudnya adalah Isma'il Alaihis-Salam dan
Abdullah.
Abdul-Muththalib menikahkan anaknya, Abdullah dengan Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf
bin Zuhrah bin Kilab, yang pada saat itu Aminah dianggap wanita yang paling terpandang di
kalangan Quraisy dari segi keturunan maupun kedudukannya. Bapaknya adalah pemuka Bani
Zuhrah. Abdullah hidup bersamanya di Makkah. Tak lama kemudian Abdul Muththalib
mengutusnya pergi ke Madinah untuk mengurus kurma. Namun dia meninggal di sana. Ada
yang berpendapat, Abdullah pergi ke Syam untuk berdagang, lalu bergabung dengan kafilah
Quraisy. Lalu dia singgah di Madinah dalam keadaan sakit, lalu meninggal di sana dan
dikuburkan di Darun- Nabighah Al-Ja'dy. Saat itu umumya dua puluh lima tahun. Abdullah
meninggal dunia sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dilahirkan. Begitulah
pendapat mayoritas ahli sejarah. Ada pula yang berpendapat, Abdullah meninggal dunia dua
bulan setelah Rasulullah lahir. Setelah kabar kematiannya tiba di Makkah, Aminah
mengenakan pakaian-pakaian serba usang, dia mengingat kisah sedih ini dalam hatinya.
Warisan yang ditinggalkan Abdullah berupa lima ekor unta, sekumpulan domba, pembantu
wanita Habsy yang bemama Barakah, dan berjuluk Ummu Aiman. Dialah wanita yang
mengasuh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Kelahiran Rasulullah saw
Beliau dilahirkan di Mekah pada tahun Gajah bulan Rabiul Awal, tanggal dua, hari Senin.
Sebagian ulama mengatakan bahwa beliau dilahirkan setelah tiga puluh tahun dari tahun
gajah. Sebagian lagi mengatakan setelah empat puluh tahun dari tahun gajah. Pendapat yang
benar adalah pada tahun gajah.
Kematian ayah, ibu, dan kakeknya
Ayahnya meninggal dunia ketika ia berusia dua puluh delapan bulan. Menurut sebagian ulama
usianya tujuh bulan ketika ayahnya meninggal. Ada lagi yang berpendapat bahwa ayahnya
meninggal di perkampungan an-Nabighah ketika ia masih janin. Dan dikatakan pula bahwa
ayahnya wafat di daerah Abwa yang terletak antara Makkah dan Madinah.
Abu Abdillah Zubair bin Bakkar az-Zubairi berkata: Abdullah bin Abdul Mutthalib wafat di
Madinah ketika Muhammad berusia dua bulan.
Sedangkan ibunya meninggal dunia ketika ia berusia empat tahun. Sementara kakeknya
meninggal dunia ketika usia Muhammad delapan tahun. Dikatakan pula bahwa ibunya wafat
ketika ia berusia enam tahun.
Penyusuan Rasulullah SAW
Muhammmad disusui oleh Tsuwaibah budak Abu Lahab bersama dengan penyusuan Hamzah
bin Abdul Mutthalib dan Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi dengan air susu
anaknya yang bernama Masruh.
7
Kemudian Muhammad disusui oleh Halimah binti Abi Dzuaib as-Sa‟diyah.
Nama-nama Rasulullah SAW
Jubair bin Mut‟im berkata: “Rasulullah SAW bersabda: „Saya adalah Muhammad, saya adalah
Ahmad, saya adalah al-Mahi yang dengan sebabku Allah SWT menghapus kekufuran, saya
adalah al-Hasyir yang mengumpulkan manusia, saya adalah al-A‟qib yang tidak ada nabi lagi
setelahku.‟” (Hadits sahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Abu Musa Abdullah bin Qais berkata: “Rasulullah SAW memberikan dirinya beberapa nama di
antaranya ada yang kami hafal. Beliau mengatakan: „Saya Muhammad, saya Ahmad, saya al-
Muqaffi, saya Nabi taubat dan Nabi rahmat.‟ Dalam riwayat lain: „dan Nabi peperangan.‟
Hadits sahih diriwayatkan oleh Muslim.
Jabir bin abdillah berkata: “Rasulullah SAW bersabda: „Saya Ahmad, saya Muhammad, saya
al-Hasyir (yang mengumpulkan), saya al-Mahi (yang dengan sebabku Allah SWT menghapus
kekefuran), dan pada hari kiamat nanti panji kemuliaan berada di tanganku. Aku pemimpin
para rasul dan pemilik syafaat mereka.”
Allah SWT memberikan nama kepadanya di dalam Al-Quran dengan nama Basyir (pembawa
kabar baik), Nadzir (pembawa berita buruk), Rauf (lemah lembut), Rahim (penyayang), dan
Rahmatan lilalamin (pembawa rahmat buat alam semesta).
Istri-Istri Rasulullah Setelah Siti Khadijah wafat :
1. Saudah binti Zam'ah
2. Aisyah binti Abu Bakar
3. Hafshah binti Umar bin Khatab
4. Ummu Habibah binti Abu Sufyan
5. Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah
6. Zainab binti Jahsyin
7. Juwairiyah binti Al-Harits bin Abi Dhiror
8. Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab
9. Maimunah binti Al-Harits Al-Hilaliyah
Keturunan Rasulullah dari Siti Khadijah :
a. Putra
Al-Qasim, Abdullah & Thayyib
Ketiganya meninggal waktu usia masih kecil
b. Putri
-Zainab menikah dgn Abil Aash ibnu Rabi' bin Abdus Syam
-Ruqayah menikah dgn Utbah bin Abi Lahab
-Ummu Kaltsum menikah dgn Utaibah bin Abi Lahab
-Fatimah Az-Zahra menikah dgn sayidina Ali bin Abi Thalib r.a
* JARAK KELAHIRAN NABI *
8
Rasulullah lahir pd tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah / 20 Nisaan (April) 571 M.
Jarak antara kelahiran Nabi :
Muhammad SAW-Isa a.s : 571 tahun
Isa a.s-wafatnya Musa a.s : 1716 tahun
Musa a.s-Ibrahim a.s : 545 tahun
Ibrahim a.s-air bah masa Nuh a.s : 1080 tahun
Air bah Nuh a.s-Adam a.s : 2242 tahun
Jarak Rasulullah-Adam a.s : 6155 tahun
Berdasarkan riwayat yg masyhur dari para sejarawan
HABAIB
Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali
Songo khususnya di negeri Indonesia kita ini. Habaib adalah cucu keturunan Nabi Muhammad
SAW dari anak putri Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana
yang tertera di dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
“Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku”
Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang
putra yang bernama Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan dari keduanya memiliki
keturunan sampai hari Kiamat. Dari garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal
keturunannya yaitu Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina
Husein seperti diantaranya disebut dengan Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Syekh Abu
Bakar dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka semua itu disebut dengan Habaib.
Habaib adalah penerus mutlak cucu Nabi Muhammad SAW, Habaib di seluruh dunia ini
diakui ilmunya yang rata-rata bermazhab Ahli Sunnah Wal Jama‟ah dan lebih banyak
bermazhab kepada Imam Syafi‟I, rata-rata beliau berasal dari Negeri Yaman. Ilmu-ilmu beliau
banyak dan cepat diterima oleh masyarakat dunia, khususnya di negeri indonesia. Di
Hadromut (Yaman Selatan) kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang mana
kitab karangan beliau ini banyak digunakan oleh para ulama dari seluruh penjuru dunia
khususnya di Indonesia. Kitab karangan beliau yang sering kita jumpai dan kita kenal adalah
Nasahdiniyah yang artinya nasihat-nasihat agama. Begitu banyak ilmu-ilmu Rosululloh SAW
yang dikarang oleh para habaib yang berdasarkan kepada Al-Qur‟an dan hadits-hadits.
Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah wajib dan haram hukumnya membenci
mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
”Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam syurga dan barang
siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan syafa‟atku nanti di hari
kiamat”
Ingatlah mereka para habaib bagaikan bintang-bintang tanda aman ahli langit dan keluarga
Nabi Muhammad SAW adalah tanda pangaman untuk ummatnya, maka kita tidak aneh bila
ada para habaib pengikut mereka atau pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru
dunia karena mereka adalah karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai
jalan menuju ridho Allah SWT dan tiada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib
yang mengikuti kakek moyang beliau dan salaf-salaf beliau yang terpancar kebenarannya di
muka bumi ini.
Ada yang bertanya apakah masih ada pewaris tahta 'keturunan' Ahlul Bait? jawaban nya
adalah Ahlul Bait yang terakhir dari Saidina Muhammad SAW hanya tinggal Bunda Fatimah,
setelah itu tidak ada lagi pewaris tahta „keturunan‟ Ahlul Baitnya lagi. Yang ada, saat ini hanya
keturunan Saidina Ali dengan Bunda Fatimah. Dan Sebutan/gelar habib di kalangan Arab
Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW melalui
Bunda Fatimah AzZahra dan Ali Bin Abi Thalib ini . Habib yang datang ke Indonesia memang
mayoritas adalah keturunan Husain bin Fatimah binti Muhammad.
Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak
menyandang sebutan ini.Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal
dari Yaman . khususnya Hadramaut .Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan
pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang
dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja
yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim indonesia, gelar ini
tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka
sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi
alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap
aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrlineal(keturunan dari perempuan juga
diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah
dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum
kerabat Nabi Muhammad.
Para habib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali
pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad.
Penghormatan ini sangat membuat gusar para kelompok anti-sunnah yang mengkait-kaitkan
hal ini dengan bid'ah. Para Habaib (jamak dari Habib) di Indonesia sangatlah banyak
memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama islam. Sudah tak terhitung jumlah
orang yang akhirnya memeluk agama islam ditangan para Habaib. Gelar lain untuk habib
adalah Sayyid. Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan)
disebut Syarif/Syarifah. Para habib terdapat pada golongan
(firqoh) Sunni maupun Syiah seperti Ayatullah Ruhollah Khomeini. Kelak di akhir
zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri
(habib).InsyaAllah.
Imam Mahdi yang dianggap penerus ajaran Nabi Muhammad SAW tidak mungkin ada dua
versi atau lebih versi yang berbeda, versi yang menganggap Imam Mahdi sudah ada, tapi
disumputi atau dighaibi, versi lain masih menunggu kelahiran Imam Mahdi atau Imam
Mahdinya sudah lahir dan meninggal seperti versi Ahmadiyah. Dari ketiga versi ini, rasanya
sama-sama tidak tepat karena sama-sama sudah ditutup atau misi pamungkas dengan adanya
misi Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi (QS. 33:40).
AHLUL BAIT
Ahlul-Bait (Bahasa Arab) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga.
Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Terjadi
perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa
Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul
Bait (di samping Nabi Muhammad SAW). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait
adalah keluarga Nabi Muhammad SAW dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya,
hingga terkadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
10
Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah?
(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait.
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan
kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya?
3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu
'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 dan bukan hanya QS.
33:33, maka lingkup ahlul bait menjadi universal:
1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW.
2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW.
3. Isteri-isteri beliau.
4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah bukan
termasuk kelompok ahlul bait.
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda:
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau
bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku
keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Istilah Ahlul Bait
Syi'ah
Kaum Syi‟ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW yang hanya
mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW beserta putra-putra mereka
yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau
yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
"Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan
kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya
masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah,
kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya
masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul
Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Sunni dan Salafi (salafi non wahabi)
Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk
isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang
menyatakan bahwa ahlul bait Nabi Muhammad SAW mencakup pula istri-istri, mertua-
mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya
Sufi dan sebagian Sunni
Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota
keluarga Nabi Muhammad SAW yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti
keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan
mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja‟far dan Aqil
yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai
berikut:
Yazid bin Hayyan berkata,
"Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami
duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan
yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai
beliau, dan kau telah shalat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh
kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari
Rasulullah!'"
"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah
semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang
bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu
janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato
di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah,
kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-
saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat
pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian
dua hal yang berat, yaitu:) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu
laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan
Al-Qur'an). ) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam
memperlakukan keluargaku (tiga kali)".
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu?
Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah
orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga
Abbas."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya''
Istilah Ahlul Kisa
Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w.
dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin (do'a dan
amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait
bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait
adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang
merupakan putra-putra Abu Thalib) dan keluarga Abbas (HaditsShahih Muslim dari Zaid bin
Arqam). Dengan demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam
dengan kaum Syi'ah
Hadist Shahīh Ahlul Kisa
Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130

Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa)
yang terbuat dari bulu domba.Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di
bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah
ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di
bawah kisa dan berkata,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33)
Sunan at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib
Ummu Salamah mengutip bahwa Rasulullah SAW menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah
dengan kisa-nya, dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka Ahlul Baitku dan yang terpilih.
Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka!"
Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah SAW, Wahai Rasul Allah! Apakah aku
termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab, "Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak
termasuk golongan mereka)."
Imam Turmudzi menulis di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta
merupakan hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini.
Interpretasi Syi'ah, Sunni dan Sufi
Syi'ah
Kaum Syi'ah, khususnya Mazhab Dua Belas Imam menafsirkan bahwa Ahlul Bait adalah
"anggota rumah tangga" Nabi Muhammad SAW dan mempercayai bahwa mereka terdiri dari:
Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan bin Ali, dan Husain bin
Ali.
Kaum Syi'ah percaya bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait yang disucikan sesuai dengan
ayat tathîr (penyucian) (QS. Al-Ahzab [33]:33), adalah mereka yang termasuk dalam Ahlul-
Kisa yaitu Nabi Muhammad SAW, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain serta 9 imam berikutnya
yang merupakan keturunan dari Husain.
Sesuai dengan hadits di atas, Syi'ah berpendapat bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW tidak
termasuk dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat Sunni yang memasukkan istri-istri Nabi
Muhammad SAW.
Sunni dan Salafi
Kaum Sunni juga mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait
tersebut seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak
kepemimpinan umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga
menyatakan bahwa kedua cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin
Ali, adalah sayyid (pemuka).
Muhammad bin Abdul Wahhab menolak pengistimewaan yang berlebihan terhadap keturunan
Ahlul Bait. Ini kemungkinan disebabkan karena pertentangan mereka terhadap kaum Syi'ah,
meskipun kaum Sunni pada umumnya tetap memandang hormat terhadap para keturunan
Ahlul Bait.
Kaum salafi berpendapat bahwa istilah Ahlul Bait memang hanya mencakup keluarga Ali, akan
tetapi keluarga Nabi Muhammad SAW mencakup seluruh umat Muslim yang taat, sebab
hubungan kekeluargaan tersebut adalah berdasarkan takwa pada kepercayaan Islam, dan
bukan berdasarkan pada darah keturunan. Kaum Wahhabi percaya bahwa setiap orang yang
taat adalah bagian dari Ahlul Bait, dan bahwa beberapa orang secara khusus disebutkan
sebagai bagian daripadanya. Beberapa orang ini, adalah istri-istri Nabi Muhammad SAW, yang
menurut pendapat mereka disebutkan di dalam Al Qur'an sebagai bagian dari Ahlul Bait

SUFI

Kaum Sufi menyepakati bahwa semua pendiri Tariqah Mu'tabaroh mestilah dari golongan
Ahlul Bait, yaitu berasal dari keturunan Hasan bin Ali atau Husain bin Ali.
Para masyaikh pendiri tariqah-tariqah Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW yang
merupakan golongan Ahlul Bait, misalnya:
As-Sayyid As-Syaikh Bahau'uddin Naqsyabandi (Tariqah Naqsyabandi)
As-Sayyid Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin 'Ali BaAlawi Al-Husaini (Tariqah Al-BaAlawi)
As-Sayyid As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah)
As-Sayyid As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah
As-Sayyid As-Syaikh Abil Hasan Asy-Syazuli (Tariqah Syadziliyyah)
Silsilah ajaran mereka kebanyakannya melalui Imam Ja'far ash-Shadiq, dan semuanya
mendapat sanad dari Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah
yang juga mendapat sanad dari Abu Bakar.
Kekhalifahan
Kaum Sufi berpendapat kekhalifahan ada 2 macam, yaitu :
Khalifah secara zhahir (Waliyyul Amri, Surat An Nisaa' ayat 59) "Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." atau mereka
yang menjadi kepala pemerintahan umat Islam; dan
Khalifah secara bathin (Waliyyul Mursyid, Surat Al Kahfi ayat 17) "Dan kamu akan melihat
matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam
menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.
Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh
Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka
kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk
(Waliyyan Mursyida) kepadanya." atau mereka yang menjadi pembina rohani umat Islam.
.
Khalifah zhahir
Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang zhahir (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang
muslim yang kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau
karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan
„athii‟ sebelum „waliyyul amri‟, kata „athii‟ atau taatlah hanya ditempelkan kepada „Allah‟
kemudian ditempelkan kepada „Rasul‟ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa
athiiurasuul wa ulil amri minkum”. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya.
Taat kepada ulil amri (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada
Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal
yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang emimpin atas dasar 'maksum' atau
kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam
kehidupan seseorang.
Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak
adanya syarat „maksum‟ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini
adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap
zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang
dimiliki umat manusia bahwa „tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau „maksum‟,
kecuali Allah sendiri.‟
Khalifah bathin
Kekhalifahan bathin, karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak
mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat
Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin rohani) adalah
mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti Nabi Khidir di dalam Surat

Anda mungkin juga menyukai