Anda di halaman 1dari 18

RESUME

CHAPTER 1 (poin 1-13)


- Ketika Rasulullah masih kecil: nasab, yatim dan masa menyusui, kisah pembelahan dada, wafatnya
ibu dan kakeknya, penjagaan Allah terhadap beliau
- Diasuh oleh Abu Thalib: berdagang bersama Abu Thalib, bertemu Pendeta Buhaira
- Pernikahan dengan Khadijah: usia Nabi dan Khadijah, peristiwa Goa Hira
- Faidah kebijakan Rasulullah dalam peletakan Hajar Aswad
- Perjalanan awal dakwah: dakwah tertutup melalui keluarga, dakwah terbuka di Bukit Shafa dan
respon suku Quraisy, masuk Islamnya Hamzah, Rasulullah ditawari harta, kedudukan dan wanita
oleh para tokoh Quraisy agar menghentikan dakwahnya

CHAPTER 2 (poin 14-18)


- Penyiksaan terhadap kaum Muslimin: penyiksaan oleh Abu Jahal
- Penyiksaan yang dialami oleh Bilal bin Rabah dan keluarga Sumayyah
- Hijrah pertama: ke Habasyah
- Pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Muthalib, serta ditolaknya dakwah di Thaif
- Peristiwa Isra’ mi’raj dan Ekspansi dakwah: kepada kaum Anshar dari Suku Khazraj, Baiat Aqabah
Kubra

CHAPTER 3 (poin 21-24)


- Hijrah kedua: ke Madinah, dan pembangunan Masjid Nabawi
- Azan pertama kali: asal usul dan peristiwa yang melatarbelakangi
- Dipersaudarakannya kaum Muhajirin dengan Anshar

CHAPTER 4 (poin 25-38)


- Perbedaan ghazwah dan sariyyah. Perang ghazwah: 28 perang (Abwa, Buwath, Usyairah,
Shafwan/Badar Sughra, Badar Kubra, Bani Sulaim,Bani Qainuqa’, Sawiq, Dzu Amar, Bahran, Uhud,
Hamra’ Al Asad, Bani Nadhir, Badar Al Ma’ud, Dzumatul Jandal, Bani Musthaliq, Ahzab,Bani
Quraizhah, Bani Lihyan, Hudaibiyah, Ghabah, Khaibar, Dzatu Riqa’, Umratul Qadha’, Fathu Makkah,
Hunain, Thaif, Tabuk). Perang sariyyah: 12 perang (ekspedisi Hamzah bin Abdul Muthalib, ekspedisi
Ubaidah bin Harits, ekspedisi Sa’ad bin Abi Waqqash, ekspedisi Abdullah bin Jahsy, ekspedisi Ka’ab
bin Umair, ekspedisi Qirdah, ekspedisi Bani Assad, ekspedisi Bi’ru Ma’unah, ekspedisi Ijla’ Bani
Nadir, ekspedisi Dariyah, ekspedisi Zial Qissah)
- Perang yang Rasulullah turun langsung: 9 perang (Badar Kubra, Uhud, Khandaq, Bani Quraizhah,
Bani Musthaliq, Khaibar, Fathu Makkah, Hunain, Thaif)

CHAPTER 5 (poin 39-41)


- Berdatangannya para delegasi:
- Haji Wada’
- Wafatnya Rasulullah

DESKRIPSI
CHAPTER 1

Narasi 1
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memiliki nasab yang mulia sebagaimana sabda beliau,
“Sesungguhnya Allah memilih Ismail dari anak keturunan Ibrahim. Dan memilih Kinanah dari anak
keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Quraisy dari anak keturunan Kinanah. Kemudian memilih
Hasyim dari anak keturunan Quraisy. Dan memilihku dari anak keturunan Hasyim” (HR.
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin
Quraisy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin Adad bin
Mughayyam bin Nahur bin Tairah bin Ya’rab bin Yasyjab bin Nabitan bin Ismail bin Ibrahim.

Narasi 2
Rasulullah dilahirkan dalam keadaan Yatim di rumah pamannya tercinta, Abu Thalib pada bulan
Rabi’ul Awwal Tahun Gajah (sekitar 50 tahun sebelum hijriyah) di kota Makkah yang ketika itu
dikenal dengan julukan Baitul Haram.
Sang ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib adalah seorang pedagang biasa sebagaimana umumnya
masyarakat Makkah ketika itu. Namun Abdul Muthalib atau Syaibah bin Hasyim adalah tokoh
terpandang suku Quraisy yang diamanahi pekerjaan mulia yaitu menjaga Ka’bah. Nama Abdul
Muthalib makin terkenal berkat sikap
beraninya ketika pasukan gajah Raja
Abrahah datang hendak menyerang
Ka’bah.
Sedangkan sang ibunda Rasulullah
bernama Aminah binti Wahhab bin Abdu
Manaf bin Zahrah bin Killab bin Murrah,
yang juga wanita terpandang suku
Rumah tempat kelahiran Rasulullah (sumber: Atlas Quraisy, yang berasal dari bani Addy di
Perjalanan Hidup Nabi Muhammad)
Madinah. Dalam proses melahirkan,
Aminah dibantu oleh Syifa yang tak lain adalah ibunda dari Abdurrahman bin ‘Auf.
Sudah menjadi tradisi bangsawan Arab, ketika bayi lahir akan disusukan kepada penduduk
pedalaman agar terjaga akhlak, adab, dan tata bahasa mereka. Begitu pula sebaliknya, penduduk
pedalaman yang sangat antusias dalam menanti uluran bantuan dari para bangsawan di kota.
Demikianlah suku Quraisy memiliki tradisi menyusukan bayi mereka kepada penduduk badui yaitu
Bani Sa’ad yang masih memiliki kekerabatan
dekat dengan suku Quraisy.
Kondisi perkampungan Bani Sa’ad meskipun
gersang namun terjaga kesejukannya karena
berada di pegunungan. Berbeda dengan Makkah
yang relatif panas karena berada di daerah
lembah. Dari sisi kefasihan bahasa pun lebih
terjaga, berbeda dengan Makkah yang sudah
tercampur logat dari penduduk berbagai daerah. Sisi lain rumah tempat kelahiran Rasulullah (sumber: Atlas
Sedangkan kontur pegunungan yang terjal dan Perjalanan Hidup Nabi Muhammad)
menanjak diyakini dapat membuat fisik anak menjadi lebih kuat karena terbiasa dengan medan
berat.
Selama 2 tahun Rasulullah dalam naungan keluarga Halimah dan Abu Kabsyah suaminya.
Dibanding keluarga pengasuh lain, keluarga Halimah mendapat banyak keberkahan semenjak
mereka mengasuh Rasulullah, seperti kambing mereka yang selalu menghasilkan susu, gemuk, dan
mudah dalam mencari pakan. Sebagaimana tradisi, setelah anak asuhan berusia 2 tahun, maka
mereka akan dikembalikan kepada keluarga kandung.
Hanya saja rupanya Halimah masih sangat sayang dan berat melepaskan Rasulullah. Untungnya
keluarga Aminah bersedia memberikan kesempatan kepada Halimah untuk kembali mengasuh
Rasulullah. Maka dengan berbahagia Halimah membawa pulang kembali Rasulullah ke kampungnya
yang berjarak 3 sampai 4 hari perjalanan.
Suatu hari ketika Rasulullah berusia 4 tahun, keluarga Halimah dikejutkan oleh peristiwa aneh.
Anak dari Halimah yang bernama Syaima berteriak lari menuju rumah. Ketika ditanya ia berkata
bahwa ada dua lelaki berpakaian putih datang mendekati Muhammad, merentangkan tubuhnya,
membelah dadanya, dan mengeluarkan jantungnya. Yang lebih mengejutkan lagi, tak lama setelah
itu Rasulullah muncul dengan wajah pucat. Keluarga Halimah pun menanyainya dan dijawab oleh
Rasulullah sebagaimana diceritakan oleh Syaima sebelumnya. Kejadian itulah yang kemudian
memunculkan kekhawatiran pada keluarga Halimah dan memutuskan untuk mengembalikan
Rasulullah ke Makkah.
Rombongan keluarga Halimah disambut oleh Abdul Muthalib. Mereka kemudian menceritakan
kejadian aneh kepada kakek Rasulullah tersebut. Abdul Muthalib mendengarkan dengan baik,
kemudian berterima kasih dan berdo’a untuk kebaikan Halimah dan Bani Sa’ad. Abdul Muthalib yang
pernah menyaksikan langsung bagaimana burung Ababil memusnahkan tentara Abrahah tidak
terlalu terkejut dengan apa yang dialami cucunya. Ia hanya berharap dan yakin bahwa cucunya kelak
akan menjadi orang besar dan sangat berpengaruh.
Ketika Rasulullah berusia 6 tahun, bersama
sang ibunda beliau berkunjung ke Madinah
menemui paman-paman beliau. Sepulang dari
sana, dalam perjalanan ke Makkah Aminah sakit
keras hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di
desa
Abwa’.
Selepas
sang Reruntuhan biara pendeta Buhaira (sumber: Atlas
ibunda Perjalanan Hidup Nabi Muhammad)

wafat,
Rasulullah diasuh oleh sang kakek. Ketika beliau berusia 8
tahun, sang kakek wafat. Kemudian beliau diasuh oleh
sang paman yang sangat beliau cintai, Imran bin Syaibah
atau yang terkenal sebagai Abu Thalib.
Bersama pamannya, Rasulullah belajar menjadi
seorang pedagang. Suatu ketika kafilah dagang Abu Thalib
hendak berangkat ke Syam, Rasulullah yang kala itu
berusia 12 tahun meminta untuk diajak. Ketika rombongan
sampai ke daerah Bushra (Bashrah), karena cuaca panas
rombongan menyempatkan
beristirahat dekat sebuah
bangunan biara. Disanalah awal
mereka bertemu dengan pendeta
Buhaira yang mengabarkan
tentang kenabian Muhammad
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam.

Narasi 3
Rasulullah pada usia 25
tahun menikah dengan Khadijah
binti Khuwailid yang berasal dari
kabilah bani Assad. Khadijah
sejak awal merupakan sosok
pendukung Rasulullah. Ketika
Rasulullah dalam kecemasan
setelah menerima wahyu
pertama di Goa Hira, Khadijah
hadir menenangkan suaminya.
Dan Khadijahlah yang menjadi
penyokong dalam menunjang
dakwah Rasulullah hingga ia rela
menghabiskan seluruh harta yang
dimilikinya.
sumber: Atlas Perjalanan Hidup Nabi Muhammad
Narasi 4
Rasulullah oleh masyarakat Quraisy sebagai Al Amin (yang sangat dipercaya). Hal ini lantaran
akhlak beliau yang konsekuen dalam menjaga amanah, adil, dan bijak. Sebagaimana pernah ada
peristiwa ketika beliau berusia 35 tahun, dimana kaum Quraisy sepakat merenovasi bangunan
Ka’bah dengan memberinya atap.
Awalnya semua berjalan sesuai kesepakatan, yaitu setiap suku telah memperoleh bagiannya
sendiri dalam membangun sisi-sisi Ka’bah. Akan tetapi masalah muncul ketika bangunan selesai dan
hendak menempatkan Hajar Aswad. Setiap pemimpin suku merasa lebih berhak dibanding suku
lainnya. Keadaan memanas dan masing-masing pihak telah bersiap mengangkat pedang mereka.
Bahkan diantara mereka ada yang sudah berbai’at siap mati demi membela nama baik suku.
Akibatnya, pembangunan terhenti hingga 4 hari. Lalu seorang pemimpin yang tertua usianya
bernama Abu Umayyah bin Mughirah memutuskan bahwa akan ditunjuk sebagai penengah adalah
yang besok pagi pertama sekali datang ke Ka’bah selain mereka. Maka ditunggulah, dan
keesokannya Rasulullah lah orang tersebut. Mereka semua senang sembari berkata, “Inilah Al Amin
Muhammad!”
Setelah disampaikan kepada beliau apa yang terjadi, kemudian beliau meminta diambilkan
selembar kain lalu meminta setiap pemimpin suku masing-masing memegang ujung kain. Dengan
tangannya sendiri Rasulullah meletakkan Hajar Aswad di atas kain lalu bersama-sama mereka
meletakkan Hajar Aswad sesuai posisinya di samping Ka’bah. Semua pemimpin suku puas dengan
kebijaksanaan Rasulullah dan terhindarlah mereka dari pertumpahan darah.
Narasi 5
Rasulullah menerima wahyu tepat diusianya yang ke 40. Langkah awal yang beliau lakukan
adalah menyampaikannya kepada keluarga, kerabat terdekat, lalu penduduk sekitar. Setelah
Khadijah, Ali bin Abi Thalib menjadi laki-laki pertama yang memeluk Islam. Saat itu usianya sekitar 10
tahun. Lalu disusul Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash Shiddiq. Dari tangan Abu Bakar menyusul
masuk Islam yaitu Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Dakwah Rasulullah dengan metode tertutup ini berjalan selama 3 tahun. Setelah itu turunlah
ayat, “Umumkanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu” (QS. Al Hijr: 94); dan ayat, “Berilah
peringatan kepada keluarga dekatmu” (QS. Asy Syu’ara: 214). Mendapatkan wahyu seperti ini beliau
langsung berangkat ke bukit Shafa dan berteriak memanggil penduduk. Mereka datang untuk
melihat, begitu juga dengan Abu Lahab sang paman Rasulullah.
Rasulullah berkata, “Apakah kalian akan percaya apabila aku katakana di balik bukit ini ada
sepasukan berkuda sedang menuju ke sini untuk mencelakai kalian?”, para penduduk menjawab,
“Ya, kami belum pernah mendengarmu berbohong”. Lalu Rasulullah melanjutkan, “Wahai kaum
Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari siksa api Neraka karena aku tidak bisa menolong kalian
darinya. Saksikanlah aku adalah Nabi yang diutus kepada kalian sebelum datangnya siksa api
Neraka itu!”.
Penduduk banyak yang bingung, sedang yang lainnya mencemooh, termasuk Abu Lahab. Lalu
keesokannya mereka mencoba membujuk Rasulullah namun tidak berhasil. Ditemuilah Abu Thalib
sebagai seseorang yang sangat dekat dan disayangi oleh Rasulullah. Abu Thalib mereka minta
membujuk Rasulullah agar mau mengingkari ucapannya dan kembali kepada ajaran leluhur kaum
Quraisy. Abu Thalib pun dibujuk dengan berbagai cara, akan tetapi rasa sayang Abu Thalib kepada
Rasulullah lebih besar dari apapun yang ditawarkan kaum kafir Quraisy.
Maka Abu Thalib mengumpulkan seluruh keluarga bani Hasyim di Makkah. Ia mengajak agar
seluruh keluarga mendukung demi melindungi Rasulullah dari orang-orang yang memusuhinya.
Semua kerabat lalu memberi dukungan, kecuali Abu Jahal.
CHAPTER 2

Narasi 1
Celaan dan cibiran yang menimpa kaum Muslimin kemudian bertambah menjadi bentuk
intimidasi yang dikomandoi oleh sang paman dari Rasulullah yaitu Abu Jahal. Ia berkata di hadapan
masyarakat Makkah, “Aku akan mengangkat batu besar semampuku mengangkatnya, lalu akan
kuremukkan kepala Muhammad ketika ia sujud dalam shalat! Terserah kalian ingin menangkap atau
mendukungku, dan biarkan bani Abdu Manaf melakukan tindakannya untukku”. Maka masyarakat
Mekkah menjawab, “Kami akan mendukung dan membelamu!”.
Keesokannya saat Rasulullah shalat da nada kesempatan untuk melakukannya, tiba-tiba saja
Abu Jahal urung melemparkan batu besar di pundaknya, dan ia menjadi ketakutan. Lalu pergi.
Masyarakat yang mengetahuinya bertanya ada apa, maka dijawab, “Niatku sudah bulat ketika
kuangkat batu tersebut, namun tiba-tiba muncul di hadapanku seekor unta yang badan, leher, dan
giginya belum pernah aku lihat seperti itu. Ia tampak ingin sekali untuk menerkamku”.
Dikesempatan lain Abu Jahal mendatangi lagi ketika Rasulullah shalat, dan hendak diinjaknya
tengkuk ketika beliau sujud. Dan lagi-lagi harus mundur karena ia melihat muncul parit dari api dan
beberapa sayap yang menjadi pelindung Rasulullah.
Meskipun sudah mengalami kejadian-kejadian diluar nalar, Abu Jahal tidak menghentikan
aksinya dalam memusuhi Rasulullah dan kaum Muslimin. Dikesempatan lain, ia melempari kotoran
unta ketika keponakannya itu sedang sujud dalam Shalat, hingga Aisyah hanya bisa terdiam sembari
membersihkannya dari kepala sang suami tercinta. Abu Jahal pun tak henti-hentinya menghasut
masyarakat Makkah untuk memusuhi kaum Muslimin, hingga tak sedikit pula dari mereka yang ikut-
ikutan mengintimidasi bahkan menyiksa kaum Muslimin.

Narasi 2
Maka tersebarlah berita-berita penyiksaan yang dilakukan kafir Quraisy terhadap pengikut
Rasulullah di kota Makkah. Bilal bin Rabah, harus diam menahan sakit saat ditindih batu besar oleh
majikannya di tengah teriknya padang pasir. Umayyah bin Khalaf mengancam budaknya itu, “Aku
akan melakukan ini sampai engkau mati, atau engkau kafir dari Muhammad!”. Namun Bilal hanya
menjawab dengan ucapan fenomenalnya, “Ahad! Ahad!”. Untunglah saat itu muncul Abu Bakar,
“Wahai Umayyah, sampai kapan engkau akan menyiksa orang seperti ini! Aku memiliki budak hitam,
lebih kuat, dan agamanya sama sepertimu. Tukarkan Bilal kepadaku”. Umayyah pun setuju. Setelah
itu Abu Bakar memerdekakan Bilal bin Rabah.
Di tempat lain, bani Makhzum sedang menyiksa keluarga Yasir bin Amir yang tetap teguh
pendiriannya. Maka Ammar dan Sumayyah sang istri akhirnya menjadi syahid pertama dalam Islam.

Narasi 3
Meskipun Rasulullah dan Abu Bakar mendapat perlindungan dari kaum mereka, namun masih
banyak sekali penindasan yang menimpa kaum Muslimin di Makkah. Maka turunlah wahyu yang
mengisyaratkan perintah untuk hijrah:
“… orang-orang yang berbuat baik didunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala atas mereka tanpa
batas” (QS. Az Zumar: 10)
Negeri Habasyah adalah tujuannya. Saat itu negeri ini dipimpin oleh seorang raja bernama Ash
Shimah An Najasyi yang beragama Nasrani. Raja ini terkenal adil dan tidak ada seorangpun rakyatnya
terzhalimi. Tepatnya pada bulan Rajab tahun ke 5 kenabian, rombongan pertama keluarga yang
diam-diam ke sana dipimpin oleh Utsman bin Affan terdiri atas 12 laki-laki dan 4 perempuan. Lalu
setelahnya diikuti oleh rombongan berikutnya sebanyak 83 orang.
Kaum kafir Quraisy tidak tinggal diam. Mereka mengirim delegasi ke Habasyah dipimpin oleh si
cerdik Amru bin Ash yang ketika itu belum memeluk Islam. Sebelumnya mereka menyuap bawahan-
bawahan Najasyi agar dapat mempengaruhi sang raja untuk mengusir kaum Muslimin dari
negerinya.
Setelah rombongan bertemu sang raja, Amru bin Ash menyampaikan, “Raja yang mulia, ijinkan
kami menyampaikan sesungguhnya ada serombongan orang yang tidak tahu diri memasuki negeri
Anda. Mereka bagian dari kami namun melarikan diri karena menganut agama baru yang berbeda
dengan kepercayaan kami dan juga kepercayaan engkau. Kami kesini diutus oleh para petinggi yang
menguasai mereka di tempat kami berasal. Mereka tercela dihadapan kami dan pemimpin kami”.
Akan tetapi Najasyi adalah raja yang bijak. Beliau meminta pengawalnya untuk menghadirkan
perwakilan dari kaum Muslimin untuk dimintai keterangan. Ja’far bin Abu Thalib sebagai perwakilan
rombongan kaum Muslim berkata,
“Wahai Raja yang mulia, kami dahulunya adalah ahli Jahiliyyah; menyembah berhala, memakan
bangkai binatang, melakukan perbuatan keji, memutus silaturahim, dan suka mengusik tetangga.
Kaum yang kuat diantara kami menindas kaum yang lemah. Demikianlah kondisi kami ketika itu,
hingga Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari bangsa kami sendiri yang kami tahu persis
nasab, kejujuran, amanat serta kesucian dirinya. Lalu dia mengajak kami kepada Allah guna
mentauhidkan dan menyembahNya serta agar kami tidak lagi menyembah batu dan berhala yang
dulu disembah oleh nenek moyang kami.
Beliau memerintahkan kami agar berlaku jujur dalam bicara, melaksanakan amanat,
menyambung tali rahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindari pertumpahan darah. Dia
melarang kami melakukan perbuatan yang keji, berdusta, memakan harta anak yatim serta
menuduh wanita yang suci melakukan zina tanpa bukti. Beliau memerintahkan kami agar
menyembah Allah semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, memerintahkan kami agar
melakukan shalat, membayar zakat, berpuasa, lalu kami membenarkan hal itu semua dan beriman
kepadanya.
Kami ikuti ajaran yang dibawanya dari Allah; kami sembah Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, apa yang diharamkannya atas kami adalah haram menurut
kami dan dan apa yang dihalalkannya adalah halal menurut kami. Lantaran itu, kaum kami malah
memusuhi kami, menyiksa, merayu agar keluar dari agama yang memerintahkan kami beribadah
kepada Allah, dan mengajak kami kembali menyembah berhala-berhala, menghalalkan kami
melakukan perbuatan-perbuatan keji yang dahulu pernah kami lakukan. Nah, manakala mereka
memaksa kami, menganiaya, mempersempit ruang gerak serta menghalangi agar kami tidak dapat
melakukan ritual agama, kami akhirnya menempuh jalan melarikan diri menuju negeri engkau. Kami
lebih memilih engkau dan lebih suka berada dibawah perlindungan engkau. Ini semua dengan
harapan agar kami tidak terzhalimi disisimu, wahai yang Mulia!”.
Najasyi bertanya, “Apakah ada sesuatu yang dibawanya dari Allah bersama kalian?”. Ja'far
menjawab, “Ya, ada”. Najasyi bertanya lagi, “Tolong bacakan kepadaku!”. Lalu Ja’far membacakan
permulaan surat Maryam, firmanNya: “Kâf-hâ-yâ-'aîn-shâd”. Manakala mendengar lantunan ayat
tersebut, sang rajapun menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Demikian pula dengan
para uskupnya hingga air mata mereka membasahi mushhaf-mushhaf yang berada di tangan
mereka.
Kemudian Najasyi berkata kepada mereka, “Sesungguhnya ini dan apa yang dibawa oleh Isa
adalah bersumber dari satu lentera”. Lalu kepada kedua utusan Quraisy dia berkata, “Pergilah kalian
berdua, demi Allah, sekali-kali tidak akan aku serahkan mereka kepada kalian dan tidak akan hal itu
terjadi!”.

Narasi 4
Kafir Quraisy rupanya tidak puas dengan pencapaian delegasinya di negeri Habasyah. Mereka
mengumpulkan para tokoh dan membuat perjanjian yang isinya memboikot dua keluarga yaitu bani
Hasyim dan bani Muthalib. Dalam perjanjian tersebut, penduduk Mekkah dilarang melakukan
pernikahan, jual beli, dan hal muamalah lain dengan bani Hasyim dan bani Muthalib. Setelah mereka
sepakat, mereka menuliskannya dan menggantungnya di Ka’bah.
Pemboikotan ini berjalan selama 3 tahun. Dalam kondisi yang sulit seperti ini tak menyurutkan
langkah Rasulullah untuk meneruskan dakwahnya mengajak manusia menuju Islam, siang dan
malam, terang-terangan maupun tertutup; karena beliau shalallahu alaihi wasallam tidak gentar
terhadap apapun.
Sedangkan disisi lain, terjadi perpecahan diantara kabilah Abdu Manaf. Mereka mulai saling
menyalahkan terutama kepada bani Qushay yang menjadi pelopor. Mereka menganggap
pemboikotan tidak efektif karena Rasulullah masih saja melakukan dakwahnya. Juga, mereka
sebenarnya membutuhkan bani Hasyim dan bani Muthalib dalam berbagai urusan muamalah.
Meskipun begitu tidak ada satupun dari mereka yang berinisiatif membatalkan perjanjian. Maka
suatu malam, Allah mengirimkan rayap untuk memakan habishanya bagian kertas yang bertuliskan
hala-hal merugikan para pembela Rasulullah. Dan tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada
gulungan kertas perjanjian yang digantung di Ka’bah tersebut.
Allah memberitahukan kepada Rasulullah apa yang telah terjadi. Kemudian Rasulullah
mengabarkannya kepada kepada Abu Thalib. Sang paman terkejut, namun ia mempercayainya
dengan berkata, “Demi bintang, engkau belum pernah membohongi kami”. Lalu ia segera bergegas
mengadakan pertemuan bani Muthalib dan menyusun rencana.
Selepas itu rombongan keluarga Abu Thalib membawa Rasulullah menemui orang-orang
Quraisy dan berkata, “Sesungguhnya selama ini telah terjadi masalah diantara kami dengan kalian.
Maka jika kalian mau membawakan kami kertas perjanjian kalian, kami akan menyerahkan apa yang
menjadi keinginan kalian”.
Sontak orang-orang Quraisy menjadi gembira dan merasa menang. Lalu mereka berkata, “Apa
yang membuat engkau melakukan ini?”, Abu Thalib menjawab, “Sesungguhnya Muhammad telah
mengabarkan kepada kami dan kalian tahu ia tidak pernah berbohong kepada siapapun; bahwa Allah
telah mengirimkan sepasukan rayap-Nya untuk memakan habis kalimat-kalimat yang menzhalimi
kami pada kertas perjanjian kalian. Maka apabila ia benar, kami berjanji tidak akan menyerahkan
Muhammad kepada kalian sampai kapanpun, bahkan sampai keluarga kami mati satu persatu.
Tetapi apabila ia telah berbohong kali ini, kami tidak akan menghalangi kalian untuk
mempermalukan bahkan membunuhnya”.
Mereka sepakat. Diutuslah orang untuk mengambil kertas perjanjian itu. Ketika gulungan kertas
dibuka, ternyata benar bahwa kalimat-kalimat tertentu telah hilang dimakan rayap; dan uniknya
hanya pada kalimat yang merugikan bani Hasyim dan bani Muthalib. Mereka berkata,
“Sesungguhnya ini hanya permainan sihir keponakanmu, kami berlepas diri dari kesepakatan”,
namun Abu Jahal yang saat itu ikut menyaksikan berkata, “Sesungguhnya kita telah dijebak, namun
kita harus tetap pada kesepakatan”. Dengan demikian berakhirlah pemboikotan kaum Quraisy
Makkah terhadap kaum Muslimin dan keluarga pendukung Rasulullah.
Keadaan nyaman bagi Rasulullah tak berlangsung lama. Rupanya Allah menakdirkan Khadijah
sang istri tercinta wafat. Tak lama kemudian disusul sang paman tercinta Abu Thalib yang wafat
dalam keadaan masih percaya pada agama leluhurnya. Tahun dimana keduanya wafat kemudian
dikenal sebagai ‘amul huzni (tahun kesedihan).
Kesempatan ini dimanfaatkan kaum kafir Quraisy mengintimidasi Rasulullah dan pengikutnya.
Sampai akhirnya Rasulullah berangkat ke Thaif untuk mencari perlindungan dan berdakwah kepada
kabilah Tsaqif di sana. Sayangnya di sana beliau ditolak, dihina, dan dilempari batu. Hal ini yang
membuat Jibril geram dan menawarkan mengirim malaikat penjaga gunung untuk dapat diperintah
sesuai kehendak Rasulullah sebagai hukuman bagi mereka. Namun Rasulullah menolaknya dan
berkata, “Tidak usah. Aku berharap semoga Allah memunculkan yang lahir setelah mereka generasi
yang beribadah hanya kepada Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun”.

Narasi 5
Sebagai bentuk tasliyah (pelipur lara) atas wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, Allah memberikan
tiga kegembiraan kepada Rasulullah. Pertama, disaat Rasulullah ditolak penduduk Thaif, datang
seseorang non Arab bernama Addas beragama Nasrani yang berasal dari tempat yang sangat jauh
yaitu desa Nainuwa tempat Nabi Yunus; menyatakan keislamannya.
Kedua, disaat Rasulullah sedih bagaimana sulitnya mengajak manusia kepada kebenaran,
datang serombongan jin yang mengikrarkan keislamannya karena tergugah disaat mendengar beliau
membaca Al Qur’an.
Ketiga, pada suatu malam Jibril datang menemui beliau dan mengajaknya menaiki sesosok
tunggangan bersayap. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa kemudian bersama
Jibril malam itu juga melakukan perjalanan hingga Baitul Maqdis di Palestina lalu ke langit menemui
Allah; yang kemudian perjalanan ini dikenal dengan Isra’ Mi’raj.
Rasulullah bersabda, “  Didatangkan kepadaku Buraaq  – yaitu  yaitu hewan putih yang panjang,
lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung
pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya).  Maka akupun menungganginya
sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu aku mengikatnya di tempat  yang digunakan untuk mengikat
tunggangan para Nabi. Kemudian aku masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar   .
Kemudian datang kepadaku Jibril  alaihi salam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana
berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian berkata, “Engkau telah
memilih (yang sesuai) fitrah”.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka
ada yang bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril
menjawab menjawab, “Ya, dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan aku
bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami
naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis salaam  meminta dibukakan pintu, maka ada yang bertanya
kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang bersamamu?” Jibril
menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril menjawab menjawab,
“Ya, dia telah diutus”.Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan
Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua
menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka ada
yang bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril
menjawab menjawab, “Ya, dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan
saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari ketampanan.
Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit
keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka ada yang bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”,
ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”.
Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril menjawab menjawab, “Ya, dia telah diutus”..
Maka dibukakan bagi kami (pintu langit keempat) dan aku bertemu dengan  Idris alaihis salam.
Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang artinya : “Dan Kami
telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi” (Maryam:57).
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka ada
yang bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril
menjawab menjawab, “Ya, dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan
aku bertemu dengan  Harun  alaihi salam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka
ada yang bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang
bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril
menjawab menjawab, “Ya, dia telah diutus”.Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan aku
bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril
naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka ada yang bertanya
kepadanya, “Siapa engkau?”, ia menjawab, “Jibril”. Dikatakan lagi,  “Siapa yang bersamamu?” Jibril
menjawab, “Muhammad”. Ditanyakan lagi, “Apakah dia telah diutus?”, Jibril menjawab menjawab,
“Ya, dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan aku bertemu dengan
Ibrahim.  Beliau  sedang menyandarkan punggunya ke  Baitul  Makmur. Setiap hari masuk ke Baitul
Makmur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke
Sidratul Muntaha.  Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti
tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada
seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya.
  Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan  kepadaku  50
shalat sehari semalam.  Kemudian aku turun  menemui  Musa alaihis salam.  Lalu dia bertanya:  “Apa
yang diwajibkan Rabb-mu atas umatmu?”. Aku menjawab, “50 shalat”. Dia berkata, “Kembalilah
kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu
mengerjakannya. Sesungguhnya aku telah menguji dan mencobanya kepada bani Israil”. Maka aku
kembali kepada Rabb-ku seraya berkata, “Wahai Rabb-ku, ringankanlah  untuk  ummatku”. Maka
dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian aku kembali kepada Musa dan berkat, “Allah mengurangi
untukku 5 shalat”. Dia berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka
kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus aku pulang balik
antara Rabb-ku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa alaihi salam, sampai pada akhirnya Allah berfirman,
“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya)
10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak
mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka
ditulis(baginya) satu kejelekan”. Kemudian aku turun sampai aku bertemu dengan Musa alaihi salam
seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata,  “Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah
keringanan”, maka akupun berkata,  “Sungguh saya telah kembali kepada Rabb-ku sampai akupun
malu kepada-Nya”. (HR. Muslim: 162).

Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj walaupun beberapa orang yang lemah imannya kembali kufur,
tetapi berkat dorongan semangat dari Abu Bakar, Rasulullah terus menjalankan dakwah diantaranya
kepada suku Khazraj, dan kepada para jama’ah yang sedang berhaji di Ka’bah yang terkenal dengan
Baiat Aqabah.

CHAPTER 3

Narasi 1
Setelah baiat Aqabah ke-2 ditunaikan, umat Islam di Madinah pun siap menyambut kedatangan
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam di kota mereka. Jumlah umat Islam di Madinah yang sudah
cukup banyak membumbungkan optimisme untuk menjadi Anshar, penolong dan pelindung
Rasulullah dan para sahabat Muhajirin. Dan Maha Sempurna Allah dengan segala ketetapan takdir-
Nya. Dialah yang menyiapkan kondisi Kota Madinah setelah sebelumnya membekali ketangguhan
iman dan mental umat Islam dengan kondisi Makkah yang sulit dan mengancam nyawa. Dialah pula
yang menentukan waktu yang tepat bagi Rasul-Nya dan umat Islam untuk hijrah ke Madinah.
Semua para sahabat yang mampu untuk hijrah, maka wajib bagi mereka berhijrah. Yang lemah
dan yang kuat, yang miskin dan yang kaya, laki-laki maupun wanita, dari kalangan merdeka atau
hamba sahaya, semua menyambut perintah Allah subhanahu wa ta’ala:
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab:
“Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah
bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik
laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui
jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di
muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah
Mahapengampun lagi Mahapenyayang. (QS. An-Nisa: 97-100).

Narasi 2
Di Madinah kemudian Rasulullah bersama para shahabat membangun masjid di lahan yang
sebelumnya merupakan kebun kurma dan bekas kuburan orang-orang musyrik yang telah
dibersihkan. Ukuran masjid 30 meter x 35 meter, dan masih menjadikan Masjidil Aqsa sebagai arah
kiblatnya.
Berkaitan dengan azan di masjid ini yang kemudian menjadi azan pertama yang
dikumandangkan, Abdullah Ibnu Umar memberikan keterangan, “Kaum muslimin dahulu ketika
datang di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkira-kira waktu sholat, tanpa ada yang
menyerunya, lalu mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian mereka
berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh Nashrani. Sebagian mereka
menyatakan, gunakan saja terompet seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi. Lalu Umar
berkata, “Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Bilal bangunlah dan kumandangkanlah
azan untuk shalat.”
Sebelumnya, Rasulullah memang sedang mencari cara dalam mengumumkan waktu shalat.
Hingga Abdullah bin Zaid bin Tsa’labah mendatangi beliau dan berkata, “Sesungguhnya aku
bermimpi bertemu seseorang yang mengucapkan kalimat-kalimat sebelum aku shalat”, kemudian
Rasulullah berkata, “Ajarkanlah kalimat tersebut kepada Bilal”.

Narasi 3
Rasulullah kemudian mempersaudarakan kaum Anshar (kaum Muslimin Madinah) dengan kaum
Muhajirin (pendatang). Inilah jalinan ukhuwah pertama dalam Islam, sebuah jalinan yang mengikat
hati dalam keimanan dan pengorbanan demi kecintaannya kepada saudaranya atas nama Allah.
Sebagaimana sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu:
Ada seseorang yang dalam keadaan kelaparan mendatangi Rasulullah, lalu beliau mengirim
utusan ke para istri beliau, dan para istri beliau menjawab, “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”.
Rasulullah kemudian bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah
seorang kaum Anshar berseru, “Aku ya, Rasulullah”. Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke
rumah istrinya, ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah”. Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki
apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makanan
itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian,
wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu
bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini
memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.
Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku
kalian berdua”. Lalu turun wahyu,
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. Al Hasyr: 9).
Jumlah kaum Muslimin yang dipersaudarakan saat itu adalah 90 orang, yaitu 45 orang kaum
Muhajirin dan 45 orang kaum Anshar.

CHAPTER 4

Narasi 1
Kedudukan kaum Muslimin di Madinah semakin kuat. Rasulullah kemudian mendeklarasikan
negara Madinah guna memperkokoh nama Islam. Rasulullah juga membentuk dan melatih pasukan
Muslim pertama. Setelah hari itu, kaum Muslimin mampu menangkal serangan dari musuh dan
berperang demi kejayaan Islam. Pasukan ini tak hanya dipimpin oleh Rasululullah semata, namun
juga beliau mengirim utusan-utusan pasukan yang dipimpin oleh para shahabat.
Dalam sejarah peperangan Islam dikenal istilah ghazwah dan sariyyah. Ghazwah adalah perang
yang Rasulullah ikut dalam pengaturan strategi, bahkan turun langsung dalam medan pertempuran.
Sedangkan sariyyah adalah kelompok-kelompok pasukan Muslim yang dikirim ke daerah tertentu
dan dipimpin oleh seorang shahabat yang telah ditunjuk oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Ghazwah terdiri atas 28 perang yaitu Abwa, Buwath, Usyairah, Shafwan/Badar Sughra, Badar
Kubra, Bani Sulaim,Bani Qainuqa’, Sawiq, Dzu Amar, Bahran, Uhud, Hamra’ Al Asad, Bani Nadhir,
Badar Al Ma’ud, Dzumatul Jandal, Bani Musthaliq, Ahzab,Bani Quraizhah, Bani Lihyan, Hudaibiyah,
Ghabah, Khaibar, Dzatu Riqa’, Umratul Qadha’, Fathu Makkah, Hunain, Thaif, dan terakhir Tabuk.
Sedangkan sariyyah terdiri atas 12 ekspedisi, yaitu ekspedisi Hamzah bin Abdul Muthalib,
ekspedisi Ubaidah bin Harits, ekspedisi Sa’ad bin Abi Waqqash, ekspedisi Abdullah bin Jahsy,
ekspedisi Ka’ab bin Umair, ekspedisi Qirdah, ekspedisi Bani Assad, ekspedisi Bi’ru Ma’unah, ekspedisi
Ijla’ Bani Nadir, ekspedisi Dariyah, dan ekspedisi Zial Qissah.
Dari perang-perang tersebut, ada 9 perang dimana Rasulullah turun langsung ke medan
pertempuran, diantaranya Badar Kubra, Uhud, Khandaq, Bani Quraizhah, Bani Musthaliq, Khaibar,
Fathu Makkah, Hunain, dan Thaif.

Narasi 2
Pertama, Perang Badar Kubra
Waktu: 12 Ramadhan 2 hijriyah
Lokasi: Badar
Pembawa panji: Mus’ab bin Umair
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: 19 hari
Jumlah pasukan Muslim: 314 orang
Jumlah pasukan musuh: 950 orang
Panglima pasukan musuh: Abu Jahal
Penyebab perang: Pasukan Muslim menghadang kafilah dagang kafir Quraisy yang pulang dari Syam
Hasil perang: Kemenangan pasukan Muslim, 14 syahid, 70 musuh terbunuh, 70 tawanan
Keterangan ayat Al Qur’an: Ali Imran ayat 123

Kedua, Perang Uhud


Waktu: Syawal 3 hijriyah
Lokasi: Gunung Uhud, Madinah
Pembawa panji: Mus’ab bin Umair
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: (peperangan terjadi di dalam kota Madinah)
Jumlah pasukan Muslim: 700 orang
Jumlah pasukan musuh: 300 orang
Panglima pasukan musuh: Abu Sufyan bin Harb
Penyebab perang: balas dendam kafir Quraisy atas kekalahan pada perang Badar
Hasil perang: Kemenangan pasukan musuh, 70 syahid, 23 musuh terbunuh
Keterangan ayat Al Qur’an: Ali Imran ayat 140

Ketiga, Perang Khandaq (atau Perang Ahzab)


Waktu: Syawal 5 hijriyah
Lokasi: Madinah
Pembawa panji: Ibnu Ummu Maktum
Masa tinggal Rasulullah di dalam Madinah: 25 hari
Jumlah pasukan Muslim: 3.000 orang
Jumlah pasukan musuh: 10.000 orang
Panglima pasukan musuh: Abu Sufyan bin Harb
Penyebab perang: provokasi Huyay bin Akhtab dan sebagian pemimpin Yahudi yang mau bekerja
sama dengan kafir Quraisy untuk memerangi kaum Muslimin
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim, pengepungan kota Madinah selama 1 bulan penuh yang
tidak membuahkan hasil bagi pasukan musuh, mereka tak mampu menembus parit
buatan pasukan Muslim, dan tak mampu bertahan dari angin gurun
Keterangan ayat Al Qur’an: Al Ahzab ayat 25

Keempat, Perang Bani Quraizhah


Waktu: Dzulqa’dah 5 hijriyah
Lokasi: daerah pinggiran kota Madinah
Pembawa panji: Ali bin Abi Thalib
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: 25 hari
Jumlah pasukan Muslim: 3.000 orang
Jumlah pasukan musuh: 700 orang
Panglima pasukan musuh: Ka’ab bin Asad
Penyebab perang: pelanggaran perjanjian damai oleh bani Quraizhah
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim, seluruh anak dan wanita bani Quraizhah ditawan,
sisanya sebanyak 4.000 pengkhianat dibunuh
Keterangan ayat Al Qur’an: Al Ahzab ayat 26 sampai 27

Kelima, Perang Bani Musthaliq


Waktu: Sya’ban 5 hijriyah
Lokasi: dekat telaga Al Muraisi, Asafan
Pembawa panji: Abu Bakar dan Sa’ad bin Ubadah
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: hampir 1 bulan
Jumlah pasukan Muslim: 700 orang
Jumlah pasukan musuh: 200 orang
Panglima pasukan musuh: Harits bin Abu Dhirar
Penyebab perang: rencana bani Mustaliq menyerang Madinah
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim, 10 musuh terbunuh, 100 tawanan, ghanimah 2.000
unta dan 5.000 kambing; Rasulullah menikahi Juwairiyah binti Harits
Keterangan ayat Al Qur’an: surat An Nur dan Al Munafiqun

Keenam, Perang Khaibar


Waktu: Muharram 7 hijriyah
Lokasi: Khaibar
Pembawa panji: Ali bin Abi Thalib
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: hampir 2 bulan
Jumlah pasukan Muslim: 1.600 orang
Jumlah pasukan musuh: 10.000 orang
Panglima pasukan musuh: Marhab Al Yahudi
Penyebab perang: setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah memutuskan untuk membersihkan
kelompok Yahudi yang menjadi pengkhianat di utara kota Madinah
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim, 20 syahid, 93 musuh terbunuh, pasukan Muslim
menguasai seluruh benteng-benteng suku Yahudi di Khaibar
Keterangan ayat Al Qur’an: Al Ahzab ayat 27

Ketujuh, Perang Fathu Makkah


Waktu: Ramadhan 8 hijriyah
Lokasi: kota Makkah
Pembawa panji: kelompok shahabat dari kaum Anshar dan Muhajirin
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: 3 bulan
Jumlah pasukan Muslim: 10.000 orang
Jumlah pasukan musuh: kaum Quraisy dan bani Bakr
Panglima pasukan musuh: Abu Sufyan bin Harb
Penyebab perang: pelanggaran perjanjian Hudaibiyah oleh kafir Quraisy
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim dengan ditaklukannya kota Makkah
Keterangan ayat Al Qur’an: Al Mumtahanah ayat 1 sampai 4

Kedelapan, Perang Hunain


Waktu: Syawal 8 hijriyah
Lokasi: wadi Authas
Pembawa panji: beberapa orang shahabat
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: 3 bulan
Jumlah pasukan Muslim: 12.000 orang
Jumlah pasukan musuh: 20.000 orang
Panglima pasukan musuh: Malik bin Auf
Penyebab perang: rencana penyerangan yang akan dilakukan kabilah Hawazin dan Tsaqif
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim
Keterangan ayat Al Qur’an: At Taubah ayat 25 sampai 26

Kesembilan, Perang Thaif


Waktu: Syawal 8 hijriyah
Lokasi: Thaif
Pembawa panji: Khalid bin Walid
Masa tinggal Rasulullah di luar Madinah: 3 bulan
Jumlah pasukan Muslim: 12.000 orang
Jumlah pasukan musuh: bani Tsaqif dan Hawazin
Panglima pasukan musuh: Malik bin Auf
Penyebab perang: perintah Rasulullah untuk menyerang Thaif setelah mengalahkan pasukan musuh
di Hunain
Hasil perang: kemenangan pasukan Muslim dengan masuk Islamnya para penduduk Thaif
Keterangan ayat Al Qur’an: -

CHAPTER 5

Narasi 1
Setelah penaklukan kota Makkah, dan selesainya peperangan; maka berbondong-bondong
rombongan penduduk dari berbagai wilayah datang ke Madinah untuk menyatakan keislaman
mereka. Diawali dengan penduduk Makkah, Thaif, bani Tamim, bani Sa’ad, Kindah, Himyar, dan
Hamdan. Kemudian Rasulullah mulai mengirimkan pimpinan dan utusan untuk mengambil zakat
kepada setiap wilayah yang telah menyatakan bergabung masuk Islam.

Narasi 2
Pada 25 Dzulqa’dah tahun 10 hijriyah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyatakan
niatnya untuk menunaikan Haji Wada’ (perpisahan). Bersama dengan 90.000 kaum Muslimin beliau
berangkat dari Madinah menuju Makkah. Sampai di Makkah, Rasulullah bergegas  ke Masjidil Hara
dan melaksanakan rukun-rukun haji. Setelah itu, beliau berkhutbah di Padang Arafah di hadapan
seratus ribu lebih pengikutnya dari Madinah dan Mekkah:
“Wahai manusia, dengarlah ucapanku, karena sesungguhnya mungkin aku tidak akan
menjumpai kalian lagi setelah tahun ini. di tempat wukuf ini selamanya. Sesungguhnya darah dan
harta kalian suci, sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini dan negeri ini. Ketahuilah semua perkara-
perkara jahiliyah berada di bawah kakiku tidak berlaku, begitu pula dengan darah jahiliah telah
tidak berlaku. Darah pertama yang aku batalkan adalah darah Rabi’ah bin al-Harits yang dahulu
disusui di Bani Sa‘ad lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba Jahiliah juga telah tidak berlaku, dan riba
pertama yang aku batalkan adalah ribanya Abbas bin Abdul-Muththalib, sesungguhnya semuanya
tidak lagi berlaku”.
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil mereka
dengan amanah Allah, kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Untuk itu, hak
kalian adalah bahwa isteri-isteri kalian tidak boleh menghamparkan alasnya kepada orang yang
kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan hal itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak
melukai. Sedang hak mereka yang merupakan kewajiban kalian adalah diberi nafkah dan sandang
yang layak. Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat jika
berpegang teguh kepadanya; yaitu Kitabullah”.
Wahai manusia; sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, tidak ada umat setelah kalian. Maka
sembahlah Rabb kalian, shalatlah lima waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadhan), tunaikanlah
zakat harta kalian yang akan mensucikan diri kalian, tunaikanlah haji ke Baitullah, taati pemimpin
kalian, kalian akan masuk Surga Rabb kalian”.
“Kalian bertanya tentang aku, apa yang akan kalian katakan?”, mereka menjawab, “Kami
bersaksi bahwa engkau telah menunaikan (amanah) dan memberi nasihat”.
Lalu Rasulullah berkata seraya mengangkat telunjuknya ke langit kemudian mengarahkannya ke
arah manusia seraya berkata, “Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah!”
Saat itu yang berteriak menyampaikan khutbah Rasulullah adalah Rabi’ah bin Umayyah bin
Khalaf. Setelah selesai khutbah, turunlah firman Allah Ta’ala:
Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu
nikmat-ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu (QS. Al Maidah: 3)
Umar bin Khattab yang mendengar ayat tersebut menangis. Ketika ditanya mengapa dia
menangis, beliau menjawab, “Sesungguhnya sesuatu yang telah sempurna, berikutnya akan
berkurang”.
Setelah khutbah, Bilal melantunkan adzan, kemudian iqamah, maka Rasulullah mengimami
shalat Dzuhur dua rakaat, kemudian iqomah lagi lalu beliau shalat Ashar dua rakaat, tidak ada shalat
di antara keduanya. Kemudian Rasulullah mengendarai untanya menuju tempat wukuf. Setiba di
sana beliau memerintahkan ontanya untuk berdekam, lalu beliau menghadap kiblat, dan wukuf
hingga terbenam matahari.
Setelah cahaya kekuningan sudah menghilang, beliau -seraya membonceng Usamah- berangkat
ke Muzdalifah. Di sana beliau shalat Maghrib dan ‘Isya dengan sekali adzan dan dua kali iqamah,
beliau tidak bertasbih di antaranya sedikitpun. Kemudian beliau tidur hingga terbit Fajar, lalu beliau
shalat fajar setelah jelas masuk waktunya dengan adzan dan iqomah. Kemudian beliau mengendarai
Quswa hingga tiba di Masy’aril Haram. Lalu beliau menghadap kiblat, berdoa, bertakbir, tahlil. Beliau
tetap disitu hingga hari mulai terang.
Sebelum terbit matahari, beliau berangkat dari Muzdalifah ke Mina, kali ini beliau membonceng
al-Fadhl bin Abbas. Ketika beliau tiba di Lembah Muhasir, beliau mempercepat sedikit, kemudian
menempuh jalan tengah hingga tiba di Jumrah Kubra yang disebut dengan Jumrah Aqobah.
Kemudian beliau melempar batu-batu kerikil sebanyak tujuh kali seraya bertakbir setiap kali
lemparan. Setelah itu, beliau menuju tempat berkurban, lalu beliau menyembelih enam puluh tiga
onta dengan tangannya. Kemudian dari hewan-hewan itu ada yang dimasak dan dimakan olehnya.
Setelah itu Rasulullah menuju Makkah. Pada tanggal 10 Dzul Hijjah (Hari Nahr), ketika waktu
dhuha sudah tiba, beliau berkhutbah lagi. Di antara isinya adalah sebagaimana yang beliau ucapkan
pada khutbah Wada’ di Arafah.
Kemudian pada hari Tasyrik, beliau menetap di Mina, menunaikan manasik haji dan
mengajarkan ajaran-ajaran agama, berzikir kepada Allah, menegakkan ajaran-ajaran Allah dan
menghapus bekas-bekas kesyirikan dan simbol-simbolnya. Beliaupun juga berkhutbah pada sebagian
hari Tasyrik.
Pada hari Nafar Tsani (tanggal 13 Dzulhijjah), Rasulullah keluar dari Mina, setelah itu singgah di
Bani Kinanah bin Abtah beberapa hari. Kemudian beliau menuju Mekkah untuk thawaf Wada’ dan
beliau juga perintahkan para sahabatnya untuk thawaf Wada’.
Setelah selesai melaksanakan semua manasiknya, beliau menyerukan rombongan untuk
kembali ke Madinah.

Narasi 3
Sejak turunnya wahyu surat An Nasr ayat 1 sampai 3 yang menyiratkan perpisahan, ditambah
dengan haji Wada’ yang Rasulullah kerjakan; menjadi indikasi bahwa usia beliau akan segera
berakhir. Sesampainya di Madinah, beliau berziarah ke makam Baqi’, mendoakan keluarganya. Juga
menziarahi dan mendoakan syuhada Perang Uhud. Beliau juga berkhotbah di hadapan para
sahabatnya, berucap pesan seorang yang hendak wafat kepada yang hidup.
Pada akhir bulan Shafar tahun 11 hijriyah Rasulullah mengeluhkan sakit pada kepalanya. Selama
masa sakit, Rasulullah banyak berwasiat diantaranya:
1. Diusirnya orang-orang Musyrik dan Yahudi dari jazirah Arab
2. Berpegang teguh terhadap Al Qur’an
3. Pasukan Usamah bin Zaid segera diberangkatkan untuk menyerang Romawi
4. Senantiasa berbuat baik kepada orang-orang Anshar
5. Senantiasa menjaga shalat dan berbuat baik kepada hamba sahaya

Meskipun dalam keadaan sakit, beliau tetap menjaga adab kepad istri-istrinya, diantaranya
Rasulullah meminta izin agar dapat dirawat di rumah Aisyah. Keadaan sakit yang bertambah berat
membuat beliau menunjuk Abu Bakar sebagai pengganti imam shalat. Maka Abu Bakar sempat
beberapa hari menjadi imam pengganti sebelum Rasulullah wafat.
Sehari sebelum beliau wafat, beliau menyedekahkan beberapa dinar seraya bersabda, “Kami
para nabi) tidak mewariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah”.
Pada hari Senin pagi 11 Rabiul Awal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat. Aisyah berkata,
“Ketika kepala beliau terbaring, tidur di atas pahaku, beliau pingsan. Kemudian (saat tersadar)
mengarahkan pandangannya ke atas, seraya berucap, ‘Allahumma ar-rafiq al-a’la’.”
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai