1
HR. Muslim (1353).
2
tokoh Bani Makhzum yang kita kenal, seperti Khalid bin Al Walid, 'Ikrimah bin Abi
Jahl dan Al Harits bin Hisyam, Radhiyallahu 'anhum.
Nama seseorang menurut syariat Islam bukan sekadar nama biasa. Islam tidak
mengenal istilah ‘Apalah arti sebuah nama?’ Sebab nama yang disematkan pada
seseorang termasuk sebuah doa dan harapan dari orang tua atau yang memberi nama.
Bahkan, sebuah nama sangat berpengaruh terhadap perangai dan watak orang yang
menyandangnya.
Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah meriwayatkan dari bapaknya, dari
kakeknya, bahwa ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Nabi
bertanya, “Siapa namamu?” Ia (kakeknya Sa’id) menjawab, “Hazn.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau Sahl.” Hazn berkata, “Aku tidak akan mengubah
nama yang diberikan oleh bapakku.”2
Hazn artinya keras, kaku dan kasar.
Adapun Sahl artinya mudah dan lunak.
Sa’id bin al-Musayyib bin Hazn rahimahullah berkata,”Sejak saat itu, sikap
kaku dan keras selalu ada di tengah-tengah (keluarga) kami.”3
Demikianlah, karena biasanya nama seseorang berpengaruh bagi
kepribadiannya. Terlebih lagi jika Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam
menganjurkan agar dirubah. Tetapi, kakek beliau enggan menerima tawaran
Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam.
Sa'id dilahirkan di kota Madinah, dua tahun setelah ‘Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu 'anhu memegang kekhilafahan.4
Sa'id sendiri tumbuh dan terbina di Madinah, tempat turunnya wahyu, pusat
penyebaran kebaikan dan takwa. Menara cahaya ilahi dan Negeri Hijrah. Pusat para
ulama dan ahli fikih serta ahli-ahli hadis.
Beliau tumbuh di masa-masa banyak para sahabat senior yang hidup dan
menetap di Madinah. Namun, banyak pula yang bermuki, di negeri-negeri yang jauh
dari kota suci Madinah, seperti Bashrah, Mesir, Syam dan Yaman.
Kecerdasan dan ketekunannya sudah mulai tampak sejak kecilnya. Di usia
dini, Sa'id sudah sering menghadiri majelis Amirul Mukminin 'Umar radhiyallahu
'anhu, mendengarkan hadis dari beliau.
Sa'id tumbuh dalam keadaan sangat antusias memahami hukum-hukum Al
Quran dan mengungkap maksud-maksudnya, sebagaimana yang dipahami oleh para
sahabat.
Pertumbuhan ini amat memengaruhi kepribadian Sa’id, menjadi sosok yang
kuat, teguh dan mulia di atas al haq. Setiap hari, Sa’id melihat tindak tanduk murid-
murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar pula tutur kata mereka
yang menunjukkan mereka memang pantas sebagai murid utama Pendidik Agung,
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sangat besar dan kuat kemauan dan semangatnya mendapatkan hadis
Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dari mulut para sahabat yang mendengarnya
langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sering beliau berkeliling berhari-
hari, siang dan malam hanya untuk memperoleh satu hadis dari mulut sahabat yang
tidak ada lagi sahabat yang menghafal hadis itu selain sahabat tersebut.
Selain dari Amirul Mukminin 'Umar bin Al Khtaththab, beliau menerima
hadis dari 'Utsman, 'Ali, Sa'd bin Abi Waqqash, Hakim bin Hizam, Ibnu 'Abbas, Ibnu
2
HR. Al Bukhari (6190).
3
Siyar A'lamin Nubala (5/208).
4
Ada pendapat lain menyebutkan bahwa beliau lahir empat tahun sesudah 'Umar bin Al
Khaththab menjadi khalifah.
3
'Umar, Abu Dzar, Abu Darda`, Zaid bin Tsabit, 'Aisyah, Ummu Salamah, juga dari
ayah beliau sendiri Al Musayyab bin Hazn, dari Abu Qatadah dan banyak lagi yang
lain.
sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
ssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
ssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
Sebelum menikah dengan putri sahabat yang mulia Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, Sa’id telah menikah dan mempunyai beberapa orang anak,
Muhammad, Sa'id, Ilyas, Ummu 'Amr, Ummu 'Utsman dan Fakhitah. Ibu mereka
adalah Ummu Habiib bintu Abi Kariim bin 'Amir bin 'Abd Dzi Asy Syara bin 'Attab
bin Abi Sha'b bin Fahm bin Tsa'labah bin Sulaim bin Ghanim bin Dawus.
Putrinya yang lain adalah Maryam, dari ummu walad (budak yang dinikahi
majikan).
Allah Maha Indah dan menyukai keindahan.
Sa'id hidup sederhana. Dia lebih suka memakan dari hasil usahanya sendiri.
Sa'id bekerja dengan berjualan minyak dengan modal 400 dinar.
Sebetulnya, pemerintah kaum muslimin ketika itu memberi jatah untuk anak-
anak para sahabat cukup besar. Sa'id berhak menerima 3000 dinar emas setiap tahun.
Tetapi, beliau menolak.
Penghasilan dari berjualan minyak itulah yang beliau gunakan menghidupi diri
dan keluarga yang beliau tanggung.
Beliau pernah berdoa,"
Tubuhnya tinggi. Di keningnya tidak terlihat bekas sujud, meskipun beliau
dikenal banyak shalatnya di malam hari. Tidak pernah membiarkan kukunya panjang
melebihi jarinya.
Beliau senang mengenakan pakaian berwarna putih. Kadang beliau
mengenakan juga imamah (sorban) hitam dan beliau julurkan sisanya ke belakang.
Rambut beliau putih, begitu pula janggutnya. Kumisnya rapi, tetapi tidak
digunting habis. Beliau tidak menggunakan inai untuk rambut dan janggutnya
meskipun boleh.
Beliau selalu bersuci setiap selesai buang air. Selalu menyalami orang yang
beliau temui.
Beliau tidak suka banyak tertawa.
Menuntut Ilmu
Masa para tabi'in ini berbaur dengan masa para sahabat. Bahkan sebagian
tabi'in senior -seperti Sa'id bin Al Musayyib- sudah berfatwa di negeri tempat mereka
menetap, sementara beberapa sahabat masih hidup di tengah-tengah mereka.
Di sisi lain, saat kecilnya, Sa'id merasakan suasana mencekam setelah
terbunuhnya 'Umar sebagai syahid.
Fitnah mulai menggeliat mencari celah untuk merampas hati-hati yang lemah.
4
Beranjak dewasa, kembali Sa'id merasakan bara fitnah mulai tersulut. Para
Khawarij berhasil melaksanakan misi mereka, khalifah ketiga gugur. Terbunuh di
dalam rumahnya tanpa perlawanan.
Semoga Allah meridhainya.
Dalam usia dewasanya, kembali Sa'id melihat kejadian yang memilukan.
Perang di antara para sahabat, semoga Allah mengampuni dan meridhai mereka.
Darah tumpah sia-sia di Shiffin dan peristiwa Jamal.
Perlahan, Madinah mulai terpisah. Tidak lagi menjadi Ibu Kota Kedaulatan
Islam. Dua khalifah dibaiat di tempat yang berbeda. Yazid bin Mu'awiyah di Syam,
'Abdullah bin Az Zubair di Hijaz.
Perangpun mulai berkobar. Ka'bah rusak berat, karena ditembaki manjanik.
Madinah pun jadi korban. Peristiwa Harrah yang memilukan terbayang-
bayang di pelupuk mata kaum muslimin.
‘Aziz. Melihat kedatangan Sa’id bin Al Musayyib, terkejutlah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz
dan rona wajahnya pun berubah menunjukkan rasa malu kepada beliau. Maka
berkatalah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz: “Aku meminta maaf kepadamu wahai Sa’id atas
kesalahpahaman utusanku. Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan
kepadamu tentang suatu masalah di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau
untuk hadir di hadapanku.”
Dikisahkan pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Allah ‘azza
wajalla berupa ilmu tentang tabir mimpi (menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana
kemampuan yang telah Allah ta’ala berikan kepada Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Beliau
mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma’ bintu Abi Bakr Ash- Shiddiq, dan Asma’
mengambil ilmu tersebut dari ayahnya yaitu Abu Bakr Ash-Shiddiq. Tentang masalah
ini, dikisahkan sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:
“Dalam mimpiku seakan-akan aku melihat ‘Abdul Malik bin Marwan[2]
kencing di arah kiblat masjid Nabawi sebanyak 4 kali.” Maka Sa’id berkata: “Kalau
mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai berikut:
sesungguhnya akan lahir dari sulbi ‘Abdul Malik bin Marwan 4 orang khalifah.”[3]
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat
dalam mimpinya seakan-akan di antara kedua matanya tertulis ayat:
قل هو اهلل أحد
maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut. Maka
diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa’id bin Al-Musayyib. Beliau berkata
menafsirkan mimpi tersebut: “Kalau memang benar mimpi yang engkau ceritakan,
maka ajalmu tinggal sebentar lagi.” Dan Al Hasan bin Ali pun meninggal tidak lama
setelah itu.
Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: “Aku melihat dalam
mimpiku seorang wanita cantik berada di atas puncak menara.” Kemudian beliau
menafsirkannya bahwa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi akan menikahi anak
perempuan ‘Abdullah bin Ja’far.
Seseorang berkata kepada beliau: “Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam
mimpiku seakan-akan aku berada di sebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri
di bawah sinar matahari.” Beliau berkata: “Jika memang mimpimu tersebut benar,
maka sungguh engkau akan keluar dari Islam.” Kemudian orang itu berkata lagi :
“Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku tersebut aku
dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke tempat terik matahari, maka aku duduk di
bawahnya.” Beliau berkata: “Engkau akan dipaksa untuk keluar dari Islam.” Maka
orang tersebut ditawan oleh musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk
murtad namun kemudian kembali kepada Islam.
Seseorang menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat
seakan-akan dia masuk ke dalam api. Kata beliau : “Engkau tidak akan mati sampai
engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan terbunuh.” Maka
orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa kematian baginya.
Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid yaitu sebuah tempat yang terletak antara
Makkah dan Madinah. Di tempat itulah pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran
hebat yang memakan banyak korban antara penduduk Madinah dengan pasukan Abu
Hamzah Al-Khariji.
Beliau juga merupakan teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau
pernah berkata: “Aku pernah melakukan perjalanan sehari semalam hanya untuk
mendapatkan satu hadits saja.”
6
Dan tidak kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam
beribadah kepada Allah ‘azza wajalla. Beliau pernah mengatakan: “Aku tidak pernah
tertinggal shalat jama’ah sejak 40 tahun yang lalu.” Beliau juga berkata: “Tidaklah
seorang muadzdzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun yang lalu kecuali aku
telah berada di masjid.” Beliau juga sangat rajin dan istiqamah dalam melaksanakan
ibadah puasa. Dan selama hidupnya beliau telah melaksanakan ibadah haji sebanyak
40 kali.
Beliau adalah seorang ulama yang terkenal wara’. Tentang wara’nya beliau
ini, pernah disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya beliau mendapatkan
tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu lebih. Namun
beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: “Aku tidak membutuhkan terhadap
harta tersebut.”
Beliau pernah mengatakan: “Barangsiapa yang merasa cukup dengan Allah
maka manusia akan butuh kepadanya.”
Beliau juga mendapati masa berkuasanya gubernur Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-
Tsaqafi di wilayah Irak. Dia adalah seorang penguasa yang kejam dan bengis pada
masa itu. Ribuan kaum muslimin dan para ulama menjadi korban keberingasannya.
Sangat sedikit sekali di antara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari
tangannya. Dan di antara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa’id
bin Al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah seorang yang bertanya kepada beliau:
“Ada apa sebenarnya dengan Al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah memanggilmu untuk
menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu?”
Beliau berkata: “Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah melihat dia (Al-
Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid bersama bapaknya, kemudian dia melaksanakan
shalat tetapi dia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya dengan baik. Maka aku
mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar dia
menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” Maka sejak saat itu Al-Hajjaj pun
memperbagus shalatnya. Jadi seakan-akan Al-Hajjaj berhutang budi kepada beliau
atas nasehat dan tegurannya dalam memperbaiki cara shalatnya, oleh karena itulah
beliau aman dari gangguannya.
Pujian Para ‘Ulama kepada Beliau
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallau ‘anhu berkata: “Sa’id bin Al-Musayyib -
demi Allah- adalah termasuk dari para mufti (ahli fatwa).”
Qatadah, Mak-hul, Az-Zuhri, dan yang lainnya berkata: “Tidaklah aku melihat
seorang yang lebih alim daripada Sa’id bin Al-Musayyib.”
‘Ali bin Al-Madini berkata: “Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari
kalangan tabi’in yang lebih luas ilmunya daripada Sa’id bin Al-Musayyib. Dan dia
menurutku adalah seorang tabi’in yang paling mulia.”
Maimun bin Mihran berkata: “Aku datang ke kota Madinah, maka aku
bertanya kepada penduduk Madinah siapa orang yang paling pandai di antara mereka.
Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa’id bin Al-Musayyib.”
Inilah perkataan Maimun bin Mihran -seorang tabi’in- dalam keadaan di kota
tersebut masih ada ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.[4]
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata: “Tidaklah ada seorang alim pun di kota
Madinah kecuali ia mendatangiku dengan ilmunya, adapun aku, maka aku mendatangi
Sa’id bin Al-Musayyib karena sesuatu yang ada pada sisinya berupa ilmu.”
Cobaan yang Menimpa Beliau
Telah menjadi sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang hidup di muka
bumi pasti akan mengalami cobaan atau musibah. Allah ta’ala berfirman:
7
mendekatkan diri kepada Allah 'Azza Wa Jalla pada diri mereka dan orang-orang
yang seperti mereka.
Ilmu mereka banyak, amalan mereka juga sama banyaknya. Mulai dari ibadah
khusus antara mereka dan Rabb mereka. Antusias mereka melakukan aktifitas dalam
bingkai syariat Islam disertai rasa takut kepada Rabb semesta alam. Akhirnya
layaklah mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang dikatakan Allah Ta'ala
dalam firman-Nya (
"إمنا خيشى اهلل من عباده العلماء
Kata Al Auza'i,"Ada keutamaan Sa'id yang tidak dimiliki ulama lain di
kalangan tabi'in. dia tidak pernah luput shalat jama'ah selama empat puluh tahun
(bahkan di saf pertama)."
Ketika Sa'id sakit mata, beliau disarankan agar ke taman melihat-lihat
dedaunan dan tumbuhan hijau agar udara segar juga menjadi obat bagi matanya.
Tapi, apa kata beliau,"Apa yang harus saya lakukan untuk tidak ketinggalan
shalat 'isya dan subuh?"
Beliau adalah orang yang paling hati-hati memasukkan sesuatu ke rumah dan
perutnya. Paling zuhud terhadap urusan dunia.
Pernah berdoa,"Ya Allah, aku menyimpan harta ini bukan karena kikir, tamak,
cinta dunia dan untuk mendapatkan kesenangannya. Aku hanya ingin menjaga
mukaku dari Bani Marwan sampai aku bertemu Allah lalu memutuskan persoalan
antara aku dan mereka. Juga untuk menyambung silaturrahmi dengan harta ini dan
aku tunaikan hak orang yang ada di dalamnya, lalu aku kembalikan kepada para
janda, orang-orang yang fakir dan miskin serta tetangga."
Sikap beliau membela kebenaran dan keteguhan beliau bagaimanapun cobaan
datang sangat masyhur.
Keengganannya berbaiat terhadap keturunan Marwan, juga keenggenannya
menikahkan putrinya dengan Hisyam bin 'Abdil Malik, sehingga mendapat tekanan.
Kemudian dia rela menikahkan putrinya dengan mahar dua dirham kepada muridnya,
Katsir bin Abu Wada'ah menambah bobot sejarah ulama yang tidak takut celaan para
pencela di jalan Allah. Mereka tetap memenuhi hak Allah dan umat dengan ilmu dan
keteladanan yang diberikan Allah kepada mereka.
Pernah diundang untuk menerima jatah dari kas negara sebesar kira-kira
30000 dinar, tapi beliau berkata,"Saya tidak butuh. Juga tidak kepada Bani Marwan
sampai Allah mengadili aku dan mereka."
Kepribadian dan adabnya yang mulia dalam menyampaikan hadis. Juga
manisnya iman yang beliau rasakan sangat banyak dituliskan. Ketika beliau sakit,
seseorang datang, beliau minta didudukkan. Orang itu berkata,"Jangan bergerak.
Biarlah Anda berbaring saja."
"Aku tidak suka menyampaikan hadis dari Rasulullah shallallahu 'alihi wa
sallam ssambil berbaring."
Di antara nasehat beliau dalam memperbaiki kepribadian seorang muslim di
antaranya,"Jangan penuhi matamu dengan pendukung kezaliman, kecuali hati kamu
membencinya. Kalau tidak, akan gugurlah amalan saleh kamu."
Tidaklah seseorang memuliakan nafsunya dengan sesuatu yang sebanding
dengan kataatan kepada Allah. Tidaklah dia menghinakan dirinya kecuali dengan
maksiat kepaada Allah.
Cukuplah seseorang ditolong Allah dengan melihat musuhnya berbuat maksiat
kepada Allah Ta'ala.
9
فاحلسن، إن البيئة االجتماعية احمليطة هلا دور فعال ومهم قي صناعة الرجال وبناء شخصيتهم
والرعي;ل األول الذي ت;رىب على يدي رس;ول، بن علي رضي اهلل عن;ه ع;اش يف زمن س;اد في;ه الص;حابة
وك ;;ثر، فهيمنت الفضيلة والتق ;;وى والص ;;الح على ذلك اجملتم ;;ع الفريد، اهلل ص ;;لى اهلل علي ;;ه وس ;;لم
اإلقب ;;ال على طلب العلم والعم ;;ل بالكتاب والس ;;نة فه ;;ذه احلالة دفعت احلس ;;ن بن علي إىل االس ;;تفادة
فكان ع;دد الص;حابة الذين اس;توطنوا املدين;ة يف حي;اة الرس;ول كم، واالقتداء باجملتمع الذي يعيش في;ه
وإن جمتمع;ًا ع;اش في;ه، واستمر عدد كب;ري يف املدين;ة بع;د وفاة رس;ول اهلل ص;لى اهلل علي;ه وس;لم، كبري
هلو جمتم;;ع ال، الرسول صلى اهلل عليه وسلم وتريب فيه على يديه النواة األوىل خلري أمة أخرجت للن;;اس
والزم رس;ول اهلل ص;لى اهلل، فق;د ش;اهد ه;ذا اجملتم;ع الوحي وص;احب الدعوة، يدانيه أي جمتمع آخر
) فكان ه ;;ذا1 ( فكان هلذه املالزمة والص ;;حبة آث ;;ار نفس ;;ية ومع ;;ان إمياني ;;ة وتعل ;;ق روحي، علي ;;ه وس ;;لم
وأن ه;;ذا اجملتم;;ع له ق;;وة التأثري يف ص;;ياغة، اجملتم;;ع حمل ج;;ذب الن;;اس والتأثري فيهم بالس;;لوك والق;;ول
شخصية احلسن بن علي الرتبوية والعلمية