Anda di halaman 1dari 9

Tgl Efektif : 1 Juli 2009

No. Dok : FM-FAK-009


LEMBAR JAWABAN UJIAN No. Revisi : 01

TENGAH / AKHIR SEMESTER


Fakultas Ilmu Sosial
Ilmu Politik

Nama : Ahmad Amin Fauzi NILAI


NIM : 2006015169
Semester : 6
Mata Kuliah : Komunikasi Sosial
Hari/Tanggal : Senin, 10 Juli 2023
Dosen : Titin Setiawati

1. Komunikasi sosial memainkan peran kunci dalam pembangunan yang


bersifat non fisik dalam masyarakat. Pembangunan non fisik mengacu
pada perubahan sosial, perbaikan institusi, pemberdayaan masyarakat,
dan perubahan sikap serta perilaku yang mendasar. Komunikasi sosial
menjadi sarana untuk menyebarkan informasi, mempengaruhi persepsi,
membangun kesadaran, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat
dalam proses pembangunan.
Berikut adalah beberapa peran komunikasi sosial dalam pembangunan
non fisik:
1. Kesadaran dan Pendidikan: Komunikasi sosial dapat digunakan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu
pembangunan yang relevan. Melalui kampanye informasi, pemberitaan,
brosur, siaran radio, televisi, dan media sosial, informasi tentang isu-isu
seperti pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, dan perlindungan
lingkungan dapat disebarkan. Dengan peningkatan kesadaran,
masyarakat dapat memahami pentingnya isu-isu ini dan terlibat dalam
upaya perubahan.
Contoh: Kampanye pencegahan HIV/AIDS yang menyebarkan
informasi tentang pencegahan, pengobatan, dan dukungan kepada
masyarakat.
2. Partisipasi Masyarakat: Komunikasi sosial dapat membantu
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan.
Melalui dialog, diskusi publik, pertemuan komunitas, atau konsultasi,
komunikasi sosial memungkinkan masyarakat untuk berbagi
pandangan, aspirasi, dan kebutuhan mereka. Partisipasi ini
memungkinkan pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam
merencanakan, melaksanakan, dan memantau program pembangunan.
Contoh: Forum diskusi publik yang melibatkan masyarakat dalam
perencanaan proyek pembangunan infrastruktur di sebuah kota.
3. Perubahan Sikap dan Perilaku: Komunikasi sosial dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku individu serta masyarakat secara
keseluruhan. Melalui pesan-pesan yang efektif, komunikasi sosial dapat
merangsang perubahan positif dalam sikap, norma, dan perilaku yang
mendukung pembangunan. Misalnya, kampanye anti-kekerasan dalam
rumah tangga dapat mengubah sikap terhadap kekerasan dan
mendorong masyarakat untuk mengadopsi perilaku yang lebih inklusif
dan saling menghormati.
Contoh: Kampanye tentang penggunaan air bersih dan sanitasi yang
baik untuk meningkatkan kesehatan dan kebersihan di suatu daerah.
4. Keterbukaan dan Akuntabilitas: Komunikasi sosial dapat
meningkatkan keterbukaan dan akuntabilitas institusi pembangunan
terhadap masyarakat. Melalui komunikasi yang transparan, institusi
pemerintah dan lembaga pembangunan dapat memberikan informasi
tentang kebijakan, program, anggaran, dan hasil pembangunan kepada
masyarakat. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memahami
proses pembangunan, memberikan umpan balik, dan mengawasi
pelaksanaannya.
Contoh: Pelaporan publik yang terbuka tentang penggunaan dana
publik dalam proyek pembangunan infrastruktur.

Komunikasi sosial yang efektif dan inklusif memainkan peran penting


dalam memperkuat pembangunan yang bersifat non fisik. Melalui
strategi komunikasi yang tepat, informasi dapat disebarluaskan,
kesadaran dapat ditingkatkan, partisipasi dapat ditingkatkan, dan
perubahan positif dalam sikap dan perilaku dapat terjadi dalam
masyarakat.

2. Konsep diri merujuk pada persepsi, penilaian, dan pengertian individu


tentang dirinya sendiri. Ini mencakup keyakinan, nilai-nilai, perasaan,
dan penilaian yang kita miliki tentang siapa kita sebagai individu.
Konsep diri tidaklah statis, tetapi terus berkembang dan berubah
sepanjang hidup seseorang. Ada beberapa alasan mengapa konsep diri
tidak tetap:
1. Pengalaman Hidup: Konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman hidup
yang kita alami. Setiap pengalaman baru yang kita alami, baik positif
maupun negatif, dapat mempengaruhi cara kita melihat diri sendiri.
Misalnya, jika seseorang berhasil mencapai tujuan yang dianggap
penting, hal ini dapat meningkatkan keyakinan diri dan meningkatkan
konsep diri positif. Sebaliknya, jika seseorang mengalami kegagalan
atau kesulitan, hal ini dapat merusak konsep diri dan menghasilkan
perubahan yang negatif.
Contoh: Seseorang yang awalnya memiliki konsep diri yang rendah
mungkin mengalami peningkatan konsep diri setelah mencapai prestasi
akademik yang signifikan.

2. Interaksi Sosial: Interaksi sosial dengan orang lain juga


mempengaruhi konsep diri kita. Respon dan umpan balik dari orang
lain dapat membentuk persepsi kita tentang diri sendiri. Jika seseorang
sering mendapatkan pujian dan penghargaan dari orang lain, konsep
dirinya mungkin menjadi lebih positif. Di sisi lain, pengalaman negatif
seperti penghinaan atau penolakan dapat merusak konsep diri.
Contoh: Seseorang yang sering menerima umpan balik positif dan
pujian dari teman-temannya dapat mengembangkan konsep diri yang
percaya diri dan positif.
3. Perkembangan Pribadi: Konsep diri juga dipengaruhi oleh
perkembangan pribadi yang terjadi seiring waktu. Seiring
bertambahnya usia, kita mengalami perubahan fisik, perkembangan
kognitif, perubahan nilai-nilai dan tujuan hidup, serta perubahan peran
dan tanggung jawab. Semua perubahan ini dapat mempengaruhi cara
kita melihat diri sendiri.
Contoh: Seseorang yang sebelumnya mengidentifikasi dirinya sebagai
seorang mahasiswa dapat mengalami perubahan dalam konsep diri
ketika mereka lulus dan memasuki dunia kerja.

4. Refleksi dan Pertumbuhan Pribadi: Konsep diri juga dapat berubah


karena refleksi pribadi dan pertumbuhan yang terjadi seiring waktu.
Ketika kita mengalami perubahan dalam pemahaman, pemikiran, dan
pengetahuan tentang diri sendiri, konsep diri kita juga dapat berubah.
Proses ini melibatkan introspeksi, penghargaan diri, pembelajaran dari
kesalahan, dan penyesuaian nilai-nilai dan tujuan hidup.
Contoh: Seseorang yang sebelumnya mungkin mengidentifikasi dirinya
sebagai pekerja keras dan berorientasi pada pencapaian mungkin
mengalami perubahan dalam konsep diri ketika mereka mulai
memprioritaskan keseimbangan hidup dan kesejahteraan pribadi.
Dalam ringkasnya, konsep diri tidaklah tetap karena dipengaruhi oleh
pengalaman hidup, interaksi sosial, perkembangan pribadi, dan refleksi
pribadi. Konsep diri adalah dinamis dan dapat berkembang seiring
waktu dan perubahan dalam kehidupan seseorang.

3. Anak berkebutuhan khusus, seperti anak dengan gangguan


perkembangan, kecacatan fisik atau intelektual, atau gangguan
neurologis, juga merupakan anggota masyarakat yang memiliki hak
untuk diberi perhatian dan kesempatan yang sama. Mengajak anak
berkebutuhan khusus terlibat dalam komunikasi sosial memiliki
beberapa alasan penting:
1. Keterlibatan dan Partisipasi: Mengajak anak berkebutuhan khusus
terlibat dalam komunikasi sosial memungkinkan mereka untuk merasa
dihargai, diterima, dan terlibat dalam kehidupan masyarakat secara
lebih luas. Ini membantu membangun rasa percaya diri, keterampilan
sosial, dan merasa inklusif dalam lingkungan sosial.
2. Pengembangan Kemampuan Komunikasi: Komunikasi sosial
memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan komunikasi mereka.
Dalam interaksi dengan orang lain, mereka dapat belajar untuk
berkomunikasi dengan lebih baik, mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan mereka, serta memahami pesan dari orang lain. Ini penting
untuk mendukung perkembangan sosial dan emosional mereka.
3. Peningkatan Empati dan Kesadaran: Komunikasi sosial dengan anak
berkebutuhan khusus juga membantu meningkatkan empati dan
kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan dan pengalaman mereka.
Dengan berinteraksi secara langsung, masyarakat dapat memahami
tantangan yang dihadapi anak-anak tersebut, mengurangi stigma, dan
mempromosikan sikap inklusif yang lebih luas dalam masyarakat.

Dalam berkomunikasi sosial dengan anak berkebutuhan khusus,


beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Bersikap Terbuka dan Menghargai: Penting untuk memiliki sikap
terbuka, menghormati, dan menerima anak berkebutuhan khusus
dengan cara yang sama seperti kita berinteraksi dengan anak-anak
lainnya. Tunjukkan minat dan perhatian terhadap mereka, hargai
kontribusi mereka, dan dengarkan dengan penuh perhatian.
2. Menggunakan Bahasa dan Gaya Komunikasi yang Sesuai:
Adaptasikan bahasa dan gaya komunikasi Anda agar sesuai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Misalnya, jika anak memiliki
gangguan komunikasi, berikan waktu ekstra untuk mereka merespons,
gunakan bahasa yang jelas dan sederhana, dan gunakan bantuan visual
jika diperlukan.
3. Menciptakan Lingkungan yang Dukungan: Ciptakan lingkungan
yang inklusif dan ramah bagi anak berkebutuhan khusus. Pastikan
aksesibilitas fisik, berikan dukungan jika diperlukan, dan fasilitasi
partisipasi mereka dalam kegiatan sosial.
4. Mendorong dan Mendukung Interaksi Sosial: Dorong anak
berkebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan anak-anak lain dan
masyarakat secara umum. Fasilitasi kesempatan untuk bermain, bekerja
sama, dan belajar bersama, sehingga mereka dapat mengembangkan
keterampilan sosial dan membangun hubungan sosial yang positif.
5. Menghindari Stereotip dan Stigma: Jaga kesadaran diri terhadap
stereotip dan stigma yang mungkin melekat pada anak berkebutuhan
khusus. Hindari penilaian negatif atau asumsi yang tidak akurat, dan
berfokus pada kemampuan, potensi, dan keunikan mereka sebagai
individu.
Dengan melibatkan anak berkebutuhan khusus dalam komunikasi
sosial, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, menghargai
keberagaman, dan memberikan mereka kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam masyarakat.

4. Sikap suportif dan defensif adalah dua jenis sikap yang dapat muncul
dalam komunikasi sosial. Berikut penjelasan mengenai kedua sikap ini:
1. Sikap Suportif: Sikap suportif adalah sikap yang mencerminkan
kepedulian, empati, dan dukungan terhadap orang yang kita
komunikasikan. Dalam sikap suportif, kita berusaha untuk memahami,
mendengarkan dengan empati, menunjukkan minat, memberikan
dorongan, dan menghargai pandangan dan perasaan orang lain. Sikap
suportif cenderung menciptakan lingkungan komunikasi yang terbuka,
hangat, dan mendukung.
2. Sikap Defensif: Sikap defensif adalah sikap yang mencerminkan
reaksi yang melindungi diri kita sendiri dari ancaman, kritik, atau
penolakan. Dalam sikap defensif, kita cenderung melawan atau
melindungi diri, membenarkan diri sendiri, menyerang balik, atau
menutup diri dari masukan atau sudut pandang orang lain. Sikap defensif
dapat menghambat komunikasi yang efektif dan mempengaruhi
hubungan antara individu.
Sikap suportif sangat penting dalam komunikasi empatik karena
memungkinkan kita untuk benar-benar terhubung dengan perasaan,
pemikiran, dan pengalaman orang lain. Dalam komunikasi empatik, kita
berusaha untuk melihat dunia melalui lensa orang lain dan merasakan apa
yang mereka rasakan. Dalam sikap suportif, kita menunjukkan kepekaan
terhadap kebutuhan, perasaan, dan pengalaman orang lain. Ini
menciptakan ikatan emosional yang lebih dalam, memperkuat hubungan
interpersonal, dan meningkatkan saling pengertian.
Dampak komunikasi empatik dalam komunikasi sosial dapat sangat
signifikan. Berikut adalah beberapa dampak positif dari komunikasi
empatik:
1. Meningkatkan Keterhubungan dan Kualitas Hubungan: Komunikasi
empatik memungkinkan kita untuk membangun hubungan yang lebih
dekat dan bermakna dengan orang lain. Dengan benar-benar
mendengarkan dan memahami perasaan dan perspektif orang lain, kita
dapat merasakan keterhubungan yang lebih kuat dan menciptakan
kepercayaan yang lebih dalam.
2. Meningkatkan Rasa Empati dan Kepekaan: Komunikasi empatik
membantu kita untuk melatih dan mengembangkan kemampuan empati
kita. Dengan lebih memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang
lain, kita menjadi lebih sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
Ini memungkinkan kita untuk merespons dengan lebih tepat dan
mendukung orang lain secara efektif.
3. Membantu Penyelesaian Konflik: Komunikasi empatik memainkan
peran penting dalam penyelesaian konflik yang konstruktif. Dengan
mendengarkan dengan empati dan memahami sudut pandang orang lain,
kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan dan mencapai
kesepakatan yang lebih baik. Ini membantu mengurangi konfrontasi dan
meningkatkan pemahaman bersama.
4. Membangun Lingkungan Komunikasi yang Positif: Komunikasi
empatik menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih positif dan
inklusif. Dengan mendengarkan dengan empati, menghormati perasaan
orang lain, dan menghargai sudut pandang mereka, kita menciptakan
atmosfer yang membangun dan mendukung di mana orang merasa
didengar dan dihargai.
Secara keseluruhan, komunikasi empatik memainkan peran penting
dalam menciptakan hubungan yang kuat, membangun kepercayaan,
meningkatkan pemahaman, dan menciptakan lingkungan sosial yang
inklusif

5. . Orang yang memiliki konsep diri positif memiliki persepsi dan


penilaian yang positif tentang diri mereka sendiri. Mereka memiliki rasa
harga diri yang tinggi, keyakinan dalam kemampuan dan potensi mereka,
dan memiliki pandangan yang positif tentang diri mereka sebagai
individu. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri negatif memiliki
persepsi dan penilaian yang negatif tentang diri mereka sendiri. Mereka
mungkin merasa tidak berharga, tidak kompeten, atau meragukan
kemampuan mereka.
Berikut adalah beberapa perbedaan antara orang dengan konsep diri
positif dan konsep diri negatif:
1. Penerimaan Diri: Orang dengan konsep diri positif menerima dan
mencintai diri mereka sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Mereka dapat menerima ketidaksempurnaan dan memandangnya sebagai
bagian yang alami dari diri mereka. Di sisi lain, orang dengan konsep diri
negatif cenderung tidak menerima diri mereka sendiri dan mungkin
merasa tidak puas dengan siapa mereka.
Contoh: Seseorang dengan konsep diri positif mengakui kelebihan dan
kekurangan mereka sebagai manusia dan menerima diri mereka sendiri
dengan segala keunikan mereka. Sementara itu, seseorang dengan
konsep diri negatif mungkin selalu fokus pada kekurangan mereka dan
tidak mampu merasa puas dengan siapa mereka.
2. Keyakinan Diri: Orang dengan konsep diri positif memiliki keyakinan
yang kuat dalam kemampuan dan potensi mereka. Mereka memiliki
pandangan optimis tentang masa depan dan merasa yakin dalam
menghadapi tantangan. Sebaliknya, orang dengan konsep diri negatif
cenderung meragukan kemampuan mereka dan memiliki pandangan
yang pesimis tentang diri mereka sendiri.
Contoh: Seseorang dengan konsep diri positif mungkin memiliki
keyakinan diri yang kuat dan merasa yakin dalam mencapai tujuan
mereka. Di sisi lain, seseorang dengan konsep diri negatif mungkin
merasa tidak mampu menghadapi tantangan dan meragukan kemampuan
mereka untuk mencapai kesuksesan.
3. Respons terhadap Kegagalan: Orang dengan konsep diri positif
cenderung memiliki sikap yang lebih adaptif terhadap kegagalan. Mereka
melihat kegagalan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, dan
tidak membiarkan kegagalan tersebut merusak pandangan positif mereka
tentang diri mereka sendiri. Orang dengan konsep diri negatif cenderung
merasa terpuruk dan meragukan kemampuan mereka ketika menghadapi
kegagalan.
Contoh: Seseorang dengan konsep diri positif mungkin melihat
kegagalan dalam ujian sebagai kesempatan untuk mengidentifikasi area
di mana mereka perlu meningkatkan dan belajar dari kesalahan mereka.
Sementara itu, seseorang dengan konsep diri negatif mungkin merasa
hancur dan meragukan kemampuan mereka setelah mendapatkan nilai
rendah.
Perlu dicatat bahwa konsep diri adalah konsep multidimensional yang
kompleks, dan tidak semua orang memiliki konsep diri yang sepenuhnya
positif atau negatif. Banyak orang berada di suatu tempat di antara dua
ekstrem ini. Konsep diri juga dapat berubah seiring waktu dan
pengalaman hidup.

Anda mungkin juga menyukai