Wookeh
Wookeh
Disusun Oleh:
Raden Rizki Gilangswara_G000220036
Muhammad Naufal Arrizky_G000220052
Syahri Abdidurrahman_G000220028
Pembahasan
Raden Said adalah nama pemberian Sunan Kalijaga. Selain itu, ia dikelan dengan julukan
Raden Abdurrahman, Pangeran Tuban, Syekh Malaya, dan Lokajaya. Ia adalah putra Raden
Sahur dan Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Mengenai nama Kalijaga yang
disandangnya, ada beberapa catatan berbeda. Kalijaga artinya menjaga aliran Sungai. Ada
yang mengartikan Kalijaga sebagaia orang yang menjaga aliran kepercayaan Masyarakat
pada masa itu. Sunan Kalijaga sangat halus dalam berdakwah, dia tidak langsung
menunjukan sikap anti pati terhadap kepercayaan Masyarakat pada zaman itu, semua aliran
didekati, dipegauli yang kemudian pada akhirnya diarahkan kepada agama Islam.
Masyarakat Cirebon percaya bahwa nama tersebut berasal dari desa Kalijaga di Cirebon.
Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati berteman dekat dan keduanya pernah tinggal di
Cirebon. Masyarakat Jawa mengaitkan “jaga kali”, atau mandi “kungkum” di Sungai, dengan
aktivitas favorit wali ini. Namun, beberapa orang mengklaim bahwa frasa tersebut berasal
dari Bahasa Arab “qadli dzaqa”, yang menyinggung posisinya sebagai “pangeran suci”
kekaisaran. Dia mengikuti gaya dakwah yang sama dedngan instruktur dan sahabat karibnya
Sunan Bonang. Pemahamannya tentang agama biasanya sufisme berbasis salaf. Dia juga
menggunakan seni dan budaya sebagai platform untuk khotbahnya. Ia percaya bahwa
Masyarakat akan menghindari suatu daerah jika sikapnya diserang dan sangat menerima
budaya setempat. Untuk mendekatinya dengan sukses, seseorang harus mengikuti
pengaruhnya. Menurutnya, begitu Islam di pahami, kebiasaan lama akan hilang begitu saja.
Ia berdakwag melalui seni ukir, wayang, gamelan, dan seni suara.
Tokoh wali yang sangat banyak mengandung misteri adalah Sunan Kalijaga. Sebagai penyeru
agama, Sunan Kalijaga termasyur kemana-mana, ia seorang mubalig keliling yang daerah
operasinya sangat luas. Pengikutnya tidak terbatas pada satu dua golongan saja. Banyak
kaum bangswan serta kaum cendikiawan yang tertarik kepada tablighnya, karena dalam
berdakwah ia amat pandai menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia berusaha mengawinkan
adat istiadat jawa dengan kebudayaan Islam, dan menjadikannya media untuk meluaskan
syiar Islam.
c. Suluk Linglung:
Merupakan salah satu karya sastra Jawa yang memuat beragam pengetahuan dan juga
nasehat yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Suluk Linglung ditulis oleh Iman Anom,
seorng pujangga dari Surakarta dan masih keturunsn dekat Sunan Kalijaga. Adanya nilai
moral yang dapat diambil dari suluk linglung adalah kisah erjalanan spiritual Sunan
Kalijaga yaitu akhlak kepada Allah SWT, dan Rasul-Nya, akhlak kepada diri sendiri, dan
akhlak kepada semua.
Gundul-gundul pacul merupakan karya Sunan Kalijaga yang sering dinyanyikan anak-
anak. Lagu ini memiliki nasehat dari sang Sunan untuk kesejahteraan rakyatnya. Makna
yang terkandung di dalam lagu tersebut, yaitu kepala plontos tanpa rambut. Kepala
adalah lambing kehomatan dan kemuliaan seseorang, sementara rambut adalah
mahkota lambing keindahan kepala. Dengan demikian, gundul artinya kehormatan yang
tanpa mahkota.Pacul adalah cangkul, alat pertanian yang terbuat dari lempeng besi segi
empat, merupakan lambing rakyat kecil yang kebanyakan adalah petani.
e. Grebeg Maulud:
Grebeg atau grebegan merupakan upacara keagamaan yang diprakarsai oleh Sunan
Kalijaga. Konon, upacara ini dilakukan oleh para wali untuk memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW di masjid Demk. Dalam upacara ini, para wali tablig atau ceramah
untuk mengajarkan Islam kepada Masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut. Dalam
upacara tersebut, Sunan Kalijaga juga menciptakan gong yang disebut Gong Sekaten yang
diambil dari kata “Gong Syahadatain”. Bila alat tersebut ditabuh, iramanya mengandung
makna, bahwa siapa pun manusia dan dimana pu mereka berada, hendaknya berkumpul
untuk memeluk agama Islam.
Kesimpulan
Pendidikan Islam sejak semula berkembangnya senantiasa meletakkan pandangan
filosofisnya kepada sasaran sentralnya. Sunan Kalijaga menggunakan tradisi dan budaya
(culture) masyarakat sebagai sarana dakwahnya. Dengan memperhatikan potensi psikologis
dan pedagogis pada masyarakat saat itu, Sunan Kalijaga menggunakan model pendidikan
dalam pandangan falsafah untuk menyampaikan pesan untuk masyarakat pada saat itu
dengan cara menciptakan karya-karya berupa tembang, alat musik, pakaian dan wayang.
Sunan Kalijaga tidak membuang nilai-nilai agama dan kepercayaan lama masyarakat yang
sudah menjadi kebiasaan hidupnya. Beliau menyusupakn nilai-nilai Islam kedalam
kepercayaan, tata cara, adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya dalam karya-karya
yang beliau ciptakan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai model dakwah Sunan Kalijaga dalam menyebarkan
Islam di Indonesia, Model dakwah Sunan Kalijaga diharapkan mampu menjadi acuan oleh
para Da’i dalam melakukan dakwah sehingga mampu menyampaikan dakwah sama dengan
yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.