Anda di halaman 1dari 6

Apa Itu Hukum Perikatan?

Fungsi, Dasar, Unsur, Azas, Dampak,


Wanaprestasi dan Akibatnya
Apa Itu Hukum Perikatan?
Hukum perikatan mengacu pada serangkaian aturan dan prinsip hukum yang mengatur
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian atau kontrak. Istilah
“perikatan” mengacu pada kewajiban atau tanggung jawab hukum yang ditimbulkan oleh
perjanjian tersebut.

Perikatan terjadi ketika dua pihak atau lebih secara sukarela dan sah memasuki perjanjian
tertentu. Perjanjian ini dapat mencakup berbagai macam transaksi hukum, seperti jual beli,
sewa menyewa, pinjaman, perjanjian kerja, dan sebagainya. Hukum perikatan mengatur hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

Hukum perikatan mencakup prinsip-prinsip umum seperti kebebasan berkontrak, kepastian


hukum, keadilan, serta perlindungan kepentingan para pihak. Hal ini meliputi aspek-aspek
seperti pembentukan perjanjian, pelaksanaan perjanjian, pemutusan atau perubahan
perjanjian, serta sanksi atau pemulihan hak dalam kasus pelanggaran perjanjian.

Hukum perikatan juga mengatur konsekuensi hukum jika salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Ini melibatkan pemulihan kerugian, ganti rugi, dan
tindakan hukum lainnya yang dapat diambil oleh pihak yang dirugikan.

Berikut Fungsi Hukum Perikatan

1. Menciptakan Keadilan dan Kepastian Hukum


Hukum perikatan berfungsi untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam
hubungan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Ini melibatkan penentuan
hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas dan adil, sehingga para pihak
dapat memahami dan mengandalkan hak-hak dan kewajiban mereka.

2. Memfasilitasi Transaksi Ekonomi


Hukum perikatan berperan dalam memfasilitasi transaksi ekonomi dengan
memberikan kerangka hukum yang mengatur pembentukan, pelaksanaan, dan
pemutusan perjanjian. Ini memberikan keyakinan bagi para pihak untuk melakukan
transaksi dan menggerakkan kegiatan ekonomi dengan memberikan jaminan hukum
dan perlindungan terhadap penyalahgunaan.

3. Melindungi Kepentingan Para Pihak


Hukum perikatan berfungsi untuk melindungi kepentingan para pihak yang terlibat
dalam perjanjian. Ini termasuk melindungi pihak-pihak dari penipuan, kesalahan, atau
pelanggaran perjanjian oleh pihak lain. Hukum perikatan memberikan mekanisme
hukum untuk mengambil tindakan jika terjadi wanprestasi atau pelanggaran
perjanjian.
4. Mendorong Perilaku yang Bertanggung Jawab
Hukum perikatan mendorong perilaku yang bertanggung jawab dari para pihak yang
terlibat. Dengan adanya kewajiban dan konsekuensi hukum yang terkait dengan
perjanjian, para pihak diharapkan untuk mematuhi kewajiban mereka, melaksanakan
perjanjian dengan itikad baik, dan menghormati hak-hak pihak lain.

5. Mengatur Resolusi Sengketa


Hukum perikatan menyediakan kerangka hukum untuk penyelesaian sengketa yang
timbul dari perjanjian. Ini mencakup mekanisme penyelesaian sengketa, seperti
mediasi, arbitrase, atau proses pengadilan, yang membantu para pihak menyelesaikan
perselisihan mereka dengan cara yang adil dan efisien.

6. Mendorong Kebebasan Berkontrak


Hukum perikatan mempromosikan kebebasan berkontrak dengan memberikan ruang
bagi para pihak untuk menentukan syarat-syarat perjanjian mereka sesuai dengan
kepentingan masing-masing. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas
bisnis, transaksi ekonomi, dan pertukaran barang dan jasa.

Berikut Dasar Hukum Perikatan

1. Hukum Kontrak
Kontrak merupakan salah satu bentuk perikatan yang paling umum. Dasar hukum
perikatan dalam hal ini adalah hukum kontrak yang mengatur pembentukan,
pelaksanaan, dan pemutusan kontrak antara pihak-pihak yang terlibat. Hukum kontrak
biasanya didasarkan pada prinsip kebebasan berkontrak dan kepastian hukum.

2. Kode Sipil
Beberapa negara, terutama yang mengadopsi sistem hukum berdasarkan Kode
Napoleon atau sistem hukum kontinental Eropa, memiliki peraturan yang diatur
dalam kode sipil atau kode perdata. Kode sipil ini mengatur perikatan dalam hal-hal
seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, pinjaman, dan lainnya.

3. Common Law
Negara-negara yang mengikuti sistem hukum common law, seperti Inggris, Amerika
Serikat, Kanada, dan Australia, didasarkan pada keputusan pengadilan sebelumnya
dan prinsip-prinsip hukum yang telah berkembang dari kasus ke kasus. Dasar hukum
perikatan dalam sistem ini adalah prinsip common law yang diinterpretasikan oleh
pengadilan.

4. Hukum Adat
Beberapa negara masih mengakui sistem hukum adat atau hukum tradisional yang
dijalankan oleh masyarakat adat mereka. Dasar hukum perikatan dalam hal ini terletak
pada adat istiadat dan praktik yang telah berlaku dalam masyarakat adat tersebut.
Berikut Unsur-unsur Hukum Perikatan

1. Kesepakatan (Consensus)
Kesepakatan atau persetujuan merupakan unsur penting dalam perikatan. Ini berarti
semua pihak yang terlibat dalam perikatan harus memiliki pemahaman yang sama
tentang isi dan tujuan perikatan tersebut. Kesepakatan dapat diekspresikan secara
tertulis maupun lisan, tergantung pada hukum yang berlaku dalam yurisdiksi tertentu.

2. Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)


Para pihak yang terlibat dalam perikatan harus memiliki kebebasan untuk memasuki
perjanjian tersebut tanpa adanya paksaan atau ancaman. Prinsip ini menegaskan
bahwa perikatan yang sah harus didasarkan pada kehendak sukarela dan bebas dari
pihak-pihak yang terlibat.

3. Kemampuan Hukum (Legal Capacity)


Setiap pihak yang terlibat dalam perikatan harus memiliki kemampuan hukum untuk
membuat perjanjian. Artinya, mereka harus berada dalam kapasitas hukum yang
memungkinkan mereka untuk membuat komitmen hukum. Misalnya, mereka harus
cukup umur, tidak dalam keadaan yang tidak sadar atau sedang dalam pengaruh obat-
obatan terlarang, dan tidak dianggap tidak mampu secara hukum.

4. Objek yang Jelas (Clear Object)


Perikatan harus memiliki objek yang jelas atau subjek yang dapat ditentukan secara
tegas. Objek perikatan dapat berupa barang, jasa, atau hak-hak tertentu yang dapat
diidentifikasi dengan jelas dan dapat diberikan atau dipenuhi sesuai dengan
persyaratan perjanjian.

5. Pertimbangan (Consideration)
Pertimbangan adalah suatu hal atau nilai yang diberikan oleh setiap pihak sebagai
imbalan atas perikatan yang mereka buat. Pertimbangan ini bisa berupa uang, barang,
jasa, atau sesuatu yang memiliki nilai ekonomi. Pertimbangan tersebut menunjukkan
bahwa ada imbalan atau keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing pihak
sebagai hasil dari perikatan tersebut.

6. Kesahihan Hukum (Legal Validity)


Perikatan harus sah secara hukum. Ini berarti perikatan harus mematuhi ketentuan
hukum yang berlaku dalam yurisdiksi yang bersangkutan. Misalnya, perikatan
tersebut tidak boleh melanggar hukum yang mengatur kontrak tertentu atau
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan moral atau etika yang diakui oleh hukum.

Berikut Azas-azas Hukum Perikatan

1. Azas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)


Azas ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memasuki
perjanjian atau kontrak dengan pihak lain secara sukarela, tanpa adanya paksaan atau
tekanan. Azas ini memungkinkan para pihak untuk menentukan syarat-syarat
perikatan mereka sesuai dengan kepentingan masing-masing, dengan tetap mematuhi
batasan hukum yang berlaku.

2. Azas Kehendak Nyata (Principle of Genuine Intention)


Azas ini menyatakan bahwa suatu perikatan harus didasarkan pada kehendak yang
nyata dan jujur dari para pihak yang terlibat. Perjanjian yang dibuat dengan unsur
penipuan, kesalahan, atau paksaan dapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan.

3. Azas Kepastian Hukum (Principle of Legal Certainty)


Azas ini menekankan perlunya kepastian hukum dalam perikatan. Artinya, perikatan
harus didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan dapat diprediksi. Hal ini
memungkinkan para pihak untuk mengetahui hak dan kewajiban mereka secara pasti,
sehingga menghindari adanya ketidakpastian atau kebingungan yang dapat
menyebabkan sengketa.

4. Azas Keadilan (Principle of Equity)


Azas ini mengacu pada prinsip bahwa perikatan harus adil bagi semua pihak yang
terlibat. Hal ini melibatkan pemerataan beban dan manfaat antara para pihak sesuai
dengan kewajaran dan prinsip keadilan. Dalam penyelesaian sengketa atau
pelaksanaan perikatan, prinsip keadilan ini juga dapat diterapkan untuk mencapai
hasil yang adil bagi semua pihak.

5. Azas Perlindungan Terhadap Pihak yang Lebih Lemah (Principle of Protection of


the Weaker Party)
Azas ini mengakui perlunya perlindungan hukum bagi pihak yang lebih lemah dalam
perikatan, seperti konsumen atau pekerja. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan atau ketidakseimbangan kekuatan antara pihak-pihak yang
terlibat.

6. Azas Pemenuhan Kewajiban (Principle of Performance of Obligations)


Azas ini menegaskan bahwa setiap pihak harus memenuhi kewajibannya sesuai
dengan persyaratan perikatan yang telah disepakati. Pihak yang tidak memenuhi
kewajibannya dapat dikenai sanksi atau ganti rugi, sementara pihak yang memenuhi
kewajibannya berhak mendapatkan pemenuhan haknya.

Berikut Dampak Hukum Perikatan

1. Pembentukan Kewajiban Hukum


Hukum perikatan menciptakan kewajiban hukum antara pihak-pihak yang terlibat
dalam perjanjian. Pihak yang memasuki perikatan memiliki kewajiban untuk
memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Ini memberikan
kepastian dan jaminan bahwa setiap pihak akan mematuhi kewajibannya.
2. Penegakan Hak dan Kewajiban
Hukum perikatan memberikan kerangka hukum yang memungkinkan penegakan hak
dan kewajiban antara para pihak. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian atau tidak
memenuhi kewajibannya, pihak yang dirugikan dapat mengambil tindakan hukum
untuk memulihkan haknya. Ini dapat melibatkan gugatan hukum, tuntutan ganti rugi,
atau penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau mediasi.

3. Perlindungan Terhadap Penipuan dan Kesalahan


Hukum perikatan menyediakan mekanisme untuk melindungi pihak dari penipuan
atau kesalahan dalam perjanjian. Jika suatu perjanjian dibuat dengan unsur penipuan,
kesalahan, atau ketidakseimbangan informasi yang signifikan, pihak yang dirugikan
dapat mengajukan pembatalan atau pembatalan perjanjian tersebut.

4. Pembatasan dan Pembagian Risiko


Hukum perikatan juga memungkinkan pihak-pihak untuk membatasi dan membagi
risiko dalam perjanjian. Dalam perjanjian bisnis, pihak dapat menggunakan klausa-
klausa khusus seperti klausa pembebasan tanggung jawab atau klausa pembagian
risiko untuk mengatur bagaimana risiko akan ditangani dan dibagi antara mereka.

5. Pengaturan Hak dan Kewajiban


Hukum perikatan mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam
perjanjian. Ini mencakup hak-hak seperti hak kepemilikan, hak pembayaran, hak
penggunaan, dan sebagainya. Dengan adanya hukum perikatan yang jelas, para pihak
dapat memahami dan melindungi hak-hak mereka sesuai dengan perjanjian yang
dibuat.

6. Kebebasan Berkontrak dan Inovasi Bisnis


Hukum perikatan memberikan kebebasan bagi pihak-pihak untuk membuat perjanjian
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan mereka. Ini mendorong inovasi bisnis dan
memberikan dasar hukum bagi pihak-pihak untuk menjalankan usaha, melakukan
transaksi, dan menjalin hubungan kontraktual.

Berikut Wanaprestasi dan Akibat Hukum Perikatan

1. Gugatan Ganti Rugi


Pihak yang dirugikan oleh wanprestasi dapat mengajukan gugatan ganti rugi. Gugatan
ini bertujuan untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diakibatkan akibat
dari ketidakpenuhan kewajiban oleh pihak yang melanggar perjanjian. Kompensasi ini
dapat mencakup kerugian langsung, kerugian tidak langsung, kerugian masa depan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

2. Pelaksanaan Paksa
Pihak yang dirugikan oleh wanprestasi dapat meminta pengadilan untuk
memerintahkan pelaksanaan paksa dari perjanjian. Artinya, pengadilan dapat
memerintahkan pihak yang melanggar untuk melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan persyaratan perjanjian yang telah disepakati. Ini umumnya berlaku jika
pelaksanaan paksa dianggap lebih menguntungkan daripada gugatan ganti rugi.

3. Pembatalan Kontrak
Pihak yang dirugikan oleh wanprestasi dapat meminta pembatalan atau pembubaran
kontrak. Ini berarti bahwa perjanjian dinyatakan tidak berlaku dan para pihak
dibebaskan dari kewajiban yang belum terpenuhi. Pembatalan biasanya diberlakukan
jika wanprestasi cukup serius dan tidak dapat diperbaiki.

4. Pemulihan Kerugian
Pihak yang dirugikan oleh wanprestasi dapat mengambil tindakan untuk memulihkan
kerugian yang diderita. Misalnya, pihak yang dirugikan dapat mengambil alih barang
yang seharusnya diberikan oleh pihak yang melanggar, atau mengambil langkah-
langkah lain yang diperlukan untuk meminimalisir kerugian.

5. Perubahan atau Renegosiasi Kontrak


Dalam beberapa kasus, pihak-pihak yang terlibat dapat mencoba untuk merenegotiasi
atau memodifikasi perjanjian setelah terjadinya wanprestasi. Hal ini dapat dilakukan
untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih menguntungkan atau untuk
memperbaiki masalah yang menyebabkan wanprestasi.

Anda mungkin juga menyukai