Anda di halaman 1dari 3

NIM : 230422609066

OFFERING C

1. Dari kasus tersebut membahas tentang kontroversi rokok dan alat kontrasepsi yang sering
kali dipajang di rak kaca dan berada didekat kasir. Menurut saya dapat dilihat dari
perspektif hukum, budaya dan etika bisnis. Yang pertama adalah :
a. Hukum
Dari segi hukum, Harus memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku
mengenai penempatan dan penjualan produk tertentu, seperti tembakau dan alat
kontrasepsi. Beberapa negara atau wilayah mungkin memiliki peraturan ketat yang
mengatur penjualan produk ini, termasuk pembatasan penempatan produk tersebut di
lokasi tertentu. Untuk penjualan juga sepertinya perlu diperhatikan mungkin harus
disertai edukasi tentang cara pemakaian dan efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh produk yang dijual dan penting juga memperhatikan umur pembeli, jangan
sampai kita menjual pada anak dibawah umur yang pada ketentuannya belum boleh
menggunakan produk tersebut.
b. Budaya

Dalam segi budaya, penempatan produk seperti rokok dan alat kontrasepsi
dapat mencerminkan norma sosial dan nilai masyarakat. Beberapa komunitas
mungkin mentoleransi produk-produk ini di tempat umum, sementara komunitas lain
mungkin menganggapnya tidak pantas. Untuk menghindari perselisihan, perusahaan
perlu memahami budaya lokal. Terkadang sebagian masyarakat menganggap tidak
pantas jika alat kontrasepsi dipajang di sembarang tempat apalagi dikalangan
masyarakat Indonesia yang notabennya mayoritas beragama Islam.
c. Etika Bisnis
Dari sudut pandang etika bisnis, penting untuk mempertimbangkan apakah
menempatkan produk di dekat kasir dan menjualnya tanpa mengajukan
pertanyaan khusus sudah sesuai dengan nilai bisnis yang baik dan etika penjualan
yang benar. Pengaturan tersebut mungkin dilakukan karena alasan efisiensi
pelayanan atau pencegahan pencurian, namun etika bisnis juga mencakup
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap konsumen dan masyarakat pada
umumnya.
Penting untuk mengevaluasi dampak, termasuk pertimbangan seperti opini
pelanggan, dampak sosial, dan kepatuhan terhadap peraturan. Perusahaan harus menjaga
keseimbangan antara efisiensi operasional, kepatuhan terhadap peraturan, dan etika bisnis
untuk memastikan operasi yang berkelanjutan dan kompetitif.
2. Dari kasus tersebut membahas tentang “Garuda Indonesia” yang menguasai pasar tiket
direct. Menurut saya dapat dilihat dari perspektif hukum, budaya dan etika bisnis. Yang
pertama adalah :
a. Hukum
i. Praktek Monopoli dan Diskriminatif
Dari sudut pandang hukum, praktik monopoli dan diskriminatif dapat
melanggar hukum persaingan. Jika Garuda Indonesia menguasai pangsa
pasar tiket umrah dan menyalahgunakannya sehingga merugikan pesaing
dan usaha kecil, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum
persaingan.
ii. Keistimewaan untuk Agen
Memberikan keistimewaan kepada agen untuk membeli dan menjual
kembali tiket umrah secara langsung dapat menimbulkan kesenjangan antar
pemangku kepentingan bisnis, terutama jika hal ini merugikan PPIU yang
tidak bergerak dalam bisnis grosir. Hal ini mungkin melanggar prinsip
persaingan yang sehat.
b. Budaya
i. Brand Image dan Keamanan
Dalam konteks budaya, brand image premium Garuda Indonesia
dalam hal keselamatan dan kenyamanan dapat menjadi faktor penting
dalam preferensi konsumen. Namun, jika penguasaan pasar ini berujung
pada perlakuan tidak adil terhadap pesaing atau usaha kecil, hal ini dapat
menimbulkan ketidakpuasan di antara para pemangku kepentingan.
ii. PPIU Sebagai Mitra
Budaya bisnis industri umrah mungkin mencerminkan kemitraan
yang harus saling menguntungkan. Jika kebijakan Garuda Indonesia
merugikan mitra usahanya, maka bisa melanggar prinsip kemitraan yang
sehat.
c. Etika Bisnis
i. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dari perspektif etika bisnis, perusahaan mempunyai tanggung
jawab sosial untuk menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan
berkelanjutan. Menggunakan kekuatan pasar untuk merugikan pesaing
atau usaha kecil dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai
etika bisnis yang baik.
ii. Pertimbangan Terdapat Konsumen Akhir
Praktik bisnis yang merugikan konsumen akhir, dalam hal ini
pedagang grosir non-PPIU, dapat dianggap tidak etis. Perusahaan harus
mempertimbangkan dampak kebijakannya terhadap pemangku
kepentingan, termasuk konsumen akhir.
Kasus ini menunjukkan pentingnya mencapai keseimbangan antara efisiensi komersial
dan kewajiban etika dan hukum. Menerapkan kebijakan yang merugikan pesaing dan mitra
bisnis, terutama di wilayah yang memiliki dampak budaya dan sosial seperti umrah, dapat
menciptakan kesenjangan dan merugikan keberlangsungan pasar. Penilaian komprehensif
terhadap dampak perusahaan terhadap seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk
menciptakan praktik bisnis yang adil, beretika, dan mematuhi hukum.

Anda mungkin juga menyukai