Herman Moechtar *)
ABSTRACT
The sediments in this area are of fluvial and swamp systems. The fluvial deposits include channel sand, and fine grained
clay of floodplain deposits. The swamp deposits of fine-grained include humic clay and peaty clay. The basement of this
Quaternary deposits is tufaceous clay of pyroclastic.
The character of Quaternary depositional style at the Pangkalan Balai and surroundings is dominantly influenced by
autogenic mechanisms (internal processes), such as river channel systems and sediment supply from the surrounding
hills. The climate factor of allogenic mechanisms (external processes) is specific to related humidity as chemical, physics,
or biology aspects in time.
Keywords: Fasies, fluvial and swamp, internal and external process
SARI
J
Endapan yang menyusun daerah ini berasal dari sistem fluviatil dan rawa. Endapan fluviatil termasuk pasir alur sungai
dan endapan butiran halus lempung dataran banjir. Endapan rawa berbutir halus di antaranya lempung berhumus dan
lempung bergambut. Alas endapan Kuarter ini adalah bahan piroklastika berupa lempung tufan.
G
Karakter pembentukan endapan Kuarter di daerah Pangkalan Balai dan sekitarnya secara dominan di bawah pengaruh
mekanisme proses sedimentasi yang berlangsung di cekungan (proses internal), di antaranya hasil kerja sistem alur
sungai dan pasokan material dari tinggian sekitarnya. Sedangkan faktor perubahan iklim (proses eksternal) yang dikaitkan
dengan kelembaban adalah sebagai penyebab berlangsungnya proses-proses kimia, fisika, ataupun biologi dari waktu ke
S
104°20’ BT 104°30’ BT
2°45’ LS
2°45’ LS
U
0°
U
Talangbahusin
Padang
0 100 Km
Jambi
g 2° LS
tun
an
A .B Palembang
Bengkulu
4° LS
Bandarlampung
Daerah Telitian
6
B
Peta indek daerah penelitian
A.Limau
l
Ibu
A.
au 5
.Li m
A
Talang Mahadip
Serdang
4
J
Lubuklancang
G
Talang Suaknapel
3
Seteria
S
Talang Merah
PANGKALAN BALAI
2
M
PangkalanPanji
2°55’ LS
2°55’ LS
Langkan
1
A
104°30’ BT 0 2.5 5 Km 104°30’ BT
Keterangan :
5
Jalan Titik pemboran
Kampung
pada komposisi warna dan kandungan organiknya dapat dibedakan satu sama lainnya seperti layaknya
secara berangsur. Pembentukan lempung ber- sebuah bangunan tubuh endapan sedimen
gambut, baik menerus ataupun setempat memiliki (architectural sediment bodies). Korelasi ditekankan
sebaran yang tertentu pula. Demikian pula halnya pada perubahan fasies secara spesifik baik lateral
S
fasies butir pasir, secara vertikal mengalami maupun vertikal. Dari rangkaian susunan interval
perubahan pula terutama susunan komposisi ukuran sedimen tersebut, maka sistem pengisian cekungan
butirnya. Tujuan utama penelitian ini, antara lain dapat ditelusuri lebih lanjut khususnya yang
berhubungan dengan aspek sedimentologi dan
M
Dari hasil pemboran tangan diketemukan fasies itu. Ciri lain pasir halus ini menunjukkan adanya
lempung tufan. Fasies ini bewarna coklat abu-abu perbedaan jumlah kandungan organiknya, dimana
dan keruh, agak keras, berkomponen felspar, kaca pada bagian bawahnya ditandai oleh minim-nya
silika, batuapung; kadang-kadang berpasir. Diinter- unsur organik tapi mengandung sisa potongan kayu,
S
peratsikan sebagai batuan hasil kegiatan erupsi sebaliknya semakin ke arah atas terjadi peningkatan
unsur organik yang kaya akan sisa tumbuhan. Fasies
volkanik sebagai bahan piroklastika. Batuan gunung
berbutir kasar pasir tersebut diinterpretasikan
api ini bertindak sebagai alas cekungan fasies
sebagai endapan alur sungai (channel deposits),
sedimen Kuarter akhir yang menjadi acuan dalam
M
104°20’ BT 104°30’ BT
2°45’ LS
2°45’ LS
Tmpm
Talangbahusin Qs U
g
Tma n tun
Ba Qs
A. Tmpm
Tmpm Qs
Tmg
Tomt Tma
Tma A.Limau
Tmg
l
Ibu
Tmg Qs Qs
A.
Tomt D
U au
.L im
A
Qs
Talang Mahadip
Serdang
Tomt
Tmg
J
Tmg Tmg
Lubuklancang
G
Talang Suaknapel
Tma
Seteria
S
Talang Merah
Tma
PANGKALAN BALAI
M
Tma
Tma
PangkalanPanji
2°55’ LS
2°55’ LS
Langkan
Keterangan
Qs U
Endapan Rawa Sesar,U, bagian yang naik, D, bagian yang turun
D
Tmpm Formasi Muaraenim Jurus dan kemiringan lapisan
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian dan sekitarnya (S. Gafoer, dkk., 1995).
dpl ( m ) 1 2 3 4 5 6
0.00 V V V V
Keterangan :
V V V V
V V
V V V V V V V Tanah penutup /
1.00 V
V V
V Lempung lanauan
V V V V
V V V V
V V V V V
V V V
V V V Lempung
V V V V V
2.00 V
V
V V V
V V V V V V V
V V V V V
V V V V V
V V V V
V V V V V V
Lempung berhumus
3.00 V V V V
V V V V
V V V
V V V
V V V V V
V V V V V Lempung bergambut
V V V
V
4.00 V V V V V V
V V V V V
V V
V V V V
V V V
V V V V V Pasir halus
5.00 V
V V V V V V
V V V V V
V V V
V V V Pasir kasar
V V V V
6.00 V V V V
V V
V V V V V V
V V V
V V V V Lempung tufan
7.00 V V V V
V V V V
V
V V V V V V V
V V
V V V Sisa-sisa potongankayu
8.00 V V V V
V V V V
V V V V V
V V
V V
9.00 V V V V V
V V V
V V
10.00 V
V V
J
V V
11.00
12.00
0 2.5 5 Km
G
ini menjadi dominan dengan coklat kemerahan. kandungan humus yang semakin meningkat.
S
Fasies ini diinterpretasikan sebagai fasies endapan Selanjutnya ke arah atas, warna litologinya kembali
limpahan/dataran banjir (floodplain deposits). menjadi agak terang yaitu coklat, abu-abu kehitaman
dengan persentase humus menurun.
M
1. Interval A
Sedimentasi dan Faktor Kontrol Pembentukannya
Interval fasies pengendapan A ditandai oleh suatu
Pengisian cekungan Kuarter di daerah ini dikontrol
perkembangan dari endapan alur sungai 1 dan
oleh perkembangan dan pembentukan fasies-fasies
endapan rawa bergambut, yang tersebar di sekitar
rawa, dataran banjir, dan alur sungai. Pembentukan
sungai-sungai besar yang mengalir sekarang (Air Ibul
J
memiliki sebaran luas. Posisi alur sungai tersebut diikuti oleh berkembangnya lingkungan rawa di
tidak mengalami perubahan dari posisi alur sungai 1 antara alur-alur sungai tersebut. Saat pembentukan
sebelumnya. Selain itu, warna endapan rawa fasies pengendapan interval B, diperlihatkan bahwa
tersebut semakin gelap ke arah atas intervalnya. lingkungan rawa meluas dengan alur sungai yang
Interval B ini ditandai oleh semakin meluasnya semakin aktif. Diperkirakan kondisi saat itu menuju
wilayah genangan, dengan aktifitas alur sungai yang ke lembab, yang menyebabkan volume air
semakin meningkat pula. meningkat dan menjadikan daerah genangan
3. Interval C semakin meluas.
Interval C dicirikan antara lain oleh perubahan Awal pembentukan interval C dicirikan oleh
lingkungan yang semakin kompleks, dan terhentinya terbentuknya lapisan lempung bergambut. Ini berarti
aktifitas alur sungai. Alas interval ini disusun oleh bahwa daerah genangan ketika itu mendapat suplai
lapisan lempung bergambut rawa yang relatif gelap air yang semakin bertambah. Atau dengan perkatan
dan menerus. Ke arah atasnya yaitu di utara sekitar lain: bahwa tingkat kelembaban pada waktu itu
A. Limau, berkembang lingkungan rawa dengan semakin tinggi sehingga cekungan menjadi luas.
lapisan tipis gambut. Dengan berindikasikan per- Akan tetapi, aktifitas alur sungai terhenti dan
ulangan endapan dataran banjir, maka cenderung mengalami pergeseran di tempat tersebut. Ketika
dikatakan bahwa alur sungai pada ketika itu masih proses pembentukan lempung bergambut selesai,
ada akan tetapi mengalami pergeseran. Pergeseran aktifitas alur sungai yang menghasilkan endapan
tersebut ditandai dan diikuti oleh terbentuknya dataran banjir menyusul. Seolah-olah alur sungai
Perlmutter dan Matthews (1989) telah mempelajari Kontrol dalam suatu mekanisme dinamika peng-
secara akurat perubahan lingkungan yang dikaitkan endapan sangat terkait dengan perubahan
dengan perubahan iklim mengikuti siklus permukaan air laut, tektonik, iklim, dan evolusi biotik
Milankovitch. Mereka menyatakan bahwa tingkat (Walker dan James, 1992). Kontrol dinamika
kelembaban sangat mempengaruhi proses pengendapan di daerah penelitian cenderung di
pelapukan, akhir produk sistem sedimentasi, bawah pengaruh perubahan iklim dan evolusi biotik.
bertambah dan menurunnya runoff, meluas dan Mekanisme proses pengendapan dalam sistem
menyusutnya lingkungan rawa, bertambahnya fluviatil dipengaruhi oleh proses internal (autogenic)
dan proses eksternal (allogenic) (Allen dan Allen,
J
SELATAN UTARA
A B
Air Limau
1 2 3 4 5 6
S
Keterangan :
D
Tanah penutup / soil
M
Fasies piroklastika
Batas interval
0 2.5 5 Km
aluvium rawa sangat lumrah terjadi karena tahun (Wolman dan Leopold, 1957). Di daerah
endapannya lunak, sehingga jumlah dari volume air penelitian tidak dijumpai perulangan endapan
yang berhubungan dengan tingkat energi sangat dataran banjir pada interval A dan B. Hal tersebut
G
penting karena mempengaruhi bergesernya alur kemungkinan berhubungan juga dengan tingkat
sungai tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan kelembaban yang relatif lebih rendah dibanding
pergeseran alur sungai di daerah penelitian tidak waktu pembentukan interval C yang menghasilkan
berhubungan dengan bergeraknya cekungan akibat perulangan endapan dataran banjir. Daerah antar
S
tektonik. Dengan demikian, bergesernya alur sungai alur sungai secara umum lebih luas dibanding
dan pembentukan fasies dataran banjir, adalah dimensi yang ditempati alur-alur sungai seperti yang
bagian dari sistem pertumbuhan fasies secara lateral terlihat sekarang. Oleh karena itu, pengendapan
dari waktu ke waktu. Hal tersebut umum terjadi pada sistem alur sungai menjadi salah satu faktor penting
M
wilayah dataran rawa seperti yang diungkapkan oleh dalam rangkaian urut-urutan fasies aluvium.
Allen (1965) dan Reineck dan Singh (1980). Collinson (1986) membedakan tipe wilayah antar
alur sungai yang merupakan bagian sedimen
DISKUSI aluvium, yaitu : daerah yang dipengaruhi oleh alur
sungai seperti dataran banjir dan daerah di luar
Lingkungan rawa dapat berkembang secara baik jangkauan alur sungai tersebut. Secara umum
atau tidak bergantung pada keterkaitannya dengan pembentukan lempung bergambut dan dataran
alur sungai. Sebaliknya, di saat kondisi kering dan banjir cenderung termasuk di bawah pengaruh alur
kurang tumbuh-tumbuhan/unsur organik, maka sungai yang kuat, sedangkan endapan rawa
proses oksidasi akan terjadi. Wilayah rawa memiliki berhumus masih di bawah pengaruh jangkauan alur
kondisi oksidasi dekat permukaan yang sungai karena mengandung material yang berasal
menyebabkan unsur organik kurang terpelihara, dari sungai tersebut. Proses ini sangat berhubungan
sebaliknya wilayah ini juga mengalami proses dengan situasi bentuk permukaan bentang alamnya,
reduksi (Coleman, 1966). Terbentuknya fasies seperti yang dinyatakan oleh Collinson dan Lewin
endapan rawa di bawah pengaruh oksidasi secara (1983) bahwa: sungai merupakan faktor penting
mencolok terdapat pada bagian bawah interval A dan dalam suatu perkembangan bentuk permukaan, dan
bagian atas interval C. Akumulasi yang tinggi dari merupakan salah satu produk proses kejadian
endapan ini kiranya sangat terkait dengan pasokan bentang alam.
material dari alur-alur sungai dan pasokan rombakan
dataran aluvium rawa dipengaruhi secara Suyatman Hidayat MSc dan Herman Mulyana MSc
dominan oleh mekanisme “autogenic” (proses yang memberi kritik dan saran, penulis ucapkan
internal) khususnya hasil kerja dari sistem alur terima kasih. Terakhir, penulis mengucapkan terima
sungai dan pasokan material dari tinggian kasih kepada Dr. S. Azis MSc yang telah banyak
sekitarnya. Faktor perubahan iklim yang dikait- memberikan saran, masukan, dan kritik di dalam
kan dengan mekanisme “allogenic” (proses menyempurnakan makalah ini.
ACUAN
Allen, J.R.L., 1965. A riview of the origin and character of recent sediments. Sedimentology, 5, 89-191.
Allen, P.A. and J.R. Allen, 1990. Basin Analysis : Principles and Application. Black Well Scientific Publication,
451 p.
Coleman, J.M., 1966. Ecological changes in a massive freshwater clay sequence. Trans. Gulf-Cst Ass. Geol. Soc.,
16, 159-174.
Collinson, J.D., 1986. Chapter 3 Alluvial Sediments. In :H.G. Reading (ed), Sedimentary Environments and
Facies, Second EditionBlackwell Scientific Publications, Oxford-London-Edinburgh-Boston-Palo
Alto-Melbourne, 20-62.