Anda di halaman 1dari 11

ALIRAN ALIRAN DALAM FILSAFAT

Di susun dan di ajukan sebagai salah satu syarat melengkapi


tugas mata kuliah Pengantar Filsafat

Dosen Pengampu Waspada,MM.

Oleh : Putri Naya Azizah 23210009


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................I
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................II
BAB I PEMBAHASAN
A.Latar Belakang.............................................................................................................II
B.Rumusan Masalah........................................................................................................II
C.Tujuan Makalah...........................................................................................................II
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Monoisme.................................................................................................III
B.pengertian dualisme....................................................................................................III
C.tokoh tokoh dualisme..................................................................................................III
D.pengertian pluralisme.................................................................................................III
E.jenis jenis pluralisme...................................................................................................III
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan.................................................................................................................IV
B.saran ..........................................................................................................................IV
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................IV
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk yang berpikir akan terus berupaya mengeksplorasi akalnya untuk
menemukan kebenaran yang hakiki dari yang ada, hingga manusia itu menjumpai sumber
dari kebenaran yang ada. Kenisbian hasil pikiran manusia menyebabkan ide-ide tentang
kebenaran yang ada terus muncul bahkan tidak akan habis meski melalui perjalanan waktu
yang panjang, karena kebenaran dari hasil pikiran manusia muncul dari momentum yang
dibatasi oleh ruang dan waktu.Tuhan sebagai sumber kebenaran mutlak bagi manusia yang
mengimani-Nya, mempunyai sumber kebenaran selain yang tercetus oleh gagasan
pikirannya. Sumber kebenaran itu adalah informasi wahyu yang disampaikan oleh utusan-
utusan-Nya. Namun ajaran Tuhan yang sebagian besar interpretatif melahirkan pemahaman
yang beragam sesuai dengan kadar kecerdasan yang dimiliki manusia. Manusia-manusia
berketuhanan menggunakan informasi wahyu sebagai sumber kebenaran selain kebenaran
dari akal, karena keimanan kepada Tuhannya dan kesadaran akan keterbatasan kebenaran
akalnya. Oleh karena itu, antara satu manusia dengan manusia lainnya, memiliki corak
kebenaran yang berbeda dan perbedaan itu perlu dipandu ke dalam ruang kebenaran Tuhan
agar terhindar dari kebenaran yang destruktif.Ajaran Islam digali dari sumber utamanya yaitu
al-Qur’an dan Hadits, dan proses penggaliannya yang dilakukan oleh masing-masing individu
muslim maupun non muslim. Ternyata kebenaran Tuhan yang memasuki wilayah
pemikirannya (manusia) menimbulkan spektrum kebenaran relatif. Gambarannya sama
dengan proses terjadinya pelangi yang dihasilkan dari pembiasan sinar putih matahari oleh
bulir-bulir air hujan. Maka dari pelangi itu terlihat warna cahaya yang beranekaragam,
padahal kesemuanya bersumber dari cahaya putih. Keadaan ini menunjukkan bahwa
kebenaran-kebenaran hasil olah pikir manusia bersumber dari satu sumber kebenaran
hakiki.Di sisi lain, aplikasi kebenaran sebagai hasil dari interpretasi kebenaran wahyu
mewarnai gerak kehidupan manusia di alam dunia ini. Meskipun beranekaragam dengan
berbagai bentuknya, kebenaran-kebenaran itu akan mengalami titik jenuh dengan ciri-ciri
persamaan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya. Pada akhirnya akan menuju satu pola
tertentu, yaitu kebenaran yang digariskan oleh Tuhan. Gambarannya pun adalah paradoks
dengan gambaran di atas, yaitu proses pemfokusan semua jenis warna ke dalam satu fokus
dengan kecepatan medium tertentu sehingga melahirkan cahaya putih. Hal ini berarti
kebenaran hakiki itu diperoleh dari interaksi kebenaran-kebenaran yang ada di dunia
pemikiran manusia.Kedua gambaran tersebut merupakan ayat kauniyah, refleksi dari ke-
Maha Benar-an Tuhan. Sehingga penulis berpendapat bahwa kebenaran yang ada berasal dari
yang serba Esa (tunggal) maupun yang berasal dari yang serba banyak (plural) dapat
dipedomani sebagai inspirasi penemuan kebenaran yang hakiki.Dalam ilmu filsafat, paham
kebenaran yang ada berasal dari yang serba Esa dikenal dengan istilah monisme, dan
kebenaran yang berasal dari yang serba banyak dikenal dengan istilah pluralisme. Kedua
istilah ini digunakan oleh filosof Barat yang mencoba mengklasifikasikan masalah-masalah
metafisika yang berkembang dari filsafat klasik hingga filsafat modern.
B.Rumusan Masalah

1.Apa pengertian dari monoisme,dualisme,dan pluralisme


2.Siapa saja yang berperan dan paling berperan dalam aliran-aliran filsafat

C.Tujuan Makalah

1.untuk mengetahui jnpengertian dari aliran tersebut di atas


2.umtuk mengetahui tokoh yang berperan dalam aliran tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian monoisme
Monisme adalah kata serapan dari monism. Sedangkan akar kata ‚monisme‛ adalah monos
dari bahasa Yunani yang berarti tunggal, sendiri.1 Selanjutnya kata isme sendiri
menunjukkan bahwa monisme adalah sebuah paham berteorikan ketunggalan yang tumbuh
dan berkembang dalam dinamika ilmu filsafat.Lorens Bagus memberikan sejumlah bentuk
pengertian, yaitu:
1. Teori bahwa segala hal dalam alam semesta dapat dijabarkan pada (atau dijelaskan dalam
kerangka) kegiatan satu unsur dasariah. Misalnya, Allah, materi, pikiran, energi, bentuk.
2. Teori bahwa segala hal berasal dari satu sumber terakhir tunggal.
3. Keyakinan bahwa realitas adalah satu, dan segala sesuatu lainnya adalah ilusi.
4. Ajaran yang mempertahankan bahwa dasar pokok seluruh
Monisme sering dilihat sebagai terbagi pada tiga tipe dasar:

1. Monisme Substansial, yang percaya adanya satu substansi.


2. Monisme Atributif, yang percaya bahwa walau hanya ada satu substansi, tetapi ada
banyak realita individual berbeda dalam kategori ini.
3. Monisme Absolut, yang percaya bahwa hanya ada satu substansi dan hanya satu
realita. Monisme Absolut, dengan demikian menjadi jenis ideal.
Monisme lebih jauh ditetapkan berdasar tiga jenis:

1. Idealisme, fenomenalisme, atau monisme mentalistik yang menganggap


hanya budi yang nyata.
2. Monisme netral, yang beranggapan bahwa mental dan fisik dapat direduksi menjadi
sejenis substansi atau energi ketiga.
3. Materialisme, yang percaya bahwa hanya materi yang nyata, dan mental dapat direduksi
menjadi fisik.
Beberapa posisi lainnya sukar untuk disatukan dengan kategori di atas, termasuk:

1. Fungsionalisme, seperti materialisme, percaya bahwa mental dapat direduksi menjadi


fisik, tetapi juga percaya bahwa semua aspek kritis dari pikiran juga bisa direduksi
menjadi suatu lapisan netral tingkatan "fungsional". Sehingga keadaan mental tidak
perlu muncul dari neuron. Ini merupakan pendirian populer dari ilmu kognitif dan
kecerdasan buatan.
2. Eliminativisme yang percaya bahwa pembicaraan mengenai mental akhirnya akan
terbukti tidak ilmiah dan ditinggalkan sepenuhnya. Seperti halnya kita tidak lagi
mengikuti Yunani kuno yang mengatakan bahwa segala sesuatu terbuat dari bumi,
air, udara, atau api, masyarakat masa depan tidak akan lagi membicarakan
"kepercayaan", "gairah", dan keadaan mental lainnya. Suatu subkategori dari
eliminativisme adalah behaviorisme radikal, pandangan yang dianut B. F. Skinner.
3. Monisme anomali, posisi yang diusulkan oleh Donald Davidson pada
tahun 1970an sebagai suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan jiwa-raga. Bisa
juga dianggap sebagai materialisme atau monisme netral. Davidson percaya bahwa
hanya ada persoalan fisik, tetapi objek dan kejadian mental adalah benar-benar ada
dan identik dengan (beberapa) persoalan materi. Tetapi materialisme
mempertahankan beberapa prioritas, seperti (1) Semua persoalan mental adalah
bersifat fisik, tetapi tidak semua hal fisik adalah mental, dan (2) (seperti dinyatakan
John Haugeland) Begitu kita menyingkirkan semua atom, tidak ada lagi yang tersisa.
Monisme ini secara luas dianggap sebagai kemajuan dibanding teori identitas
sebelumnya mengenai jiwa dan raga, karena tidak mengharuskan bahwa seseorang
harus bisa menyediakan metode aktual untuk mendeskripsikan ulang jenis entitas
mental dalam istilah materi murni. Tentu saja tidak ada metode demikian.
4. Monisme refleksif, suatu posisi yang dikembangkan oleh Max Velmans pada
tahun 2000, sebagai suatu metode untuk mengatasi kesulitan yang berhubungan
dengan agenda penganut dualisme dan reduksionisme mengenai kesadaran, dengan
melihat fenomena fisik sebagaimana dipersepsi sebagai bagian dari isi kesadaran.
5. Monisme dialektika, posisi yang percaya bahwa realitas adalah kesatuan dari
keseluruhan, tetapi menegaskan bahwa keseluruhan ini perlu mengekspresikan diri
secara dualistik. Untuk penganut monisme dialektika, kesatuan penting adalah dua
kutub saling melengkapi yang, walaupun bertentangan dengan realitas mengenai
pengalaman dan persepsi, tetapi penting dalam masalah transenden.
:

B.pengertian dualisme

Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan
tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah
entitas non-fisik.[1]

Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak


zaman Plato dan Aristoteles, berhubungan dengan spekulasi tentang eksistensi jiwa yang
terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat dengan alasan
berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi
atau dijelaskan dengan fisik.[2][3]
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang
berpendapat bahwa budi adalah substansi non-fisik. Descartes adalah yang pertama kali
mengidentifikasi dengan jelas budi dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak,
sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan
jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang.[4] Dualisme bertentangan dengan berbagai
jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan
dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis
materialisme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergen

C.Tokoh-tokoh dualisme

1. René Descartes
Descartes adalah salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah filosofi yang terkait erat dengan
dualisme. Dalam karyanya yang terkenal, "Meditasi Metafisika," ia memperkenalkan
dualisme substansial antara res extensa (materi) dan res cogitans (pikiran). Menurutnya,
materi dan pikiran adalah substansi yang berbeda, dan pikiran manusia tidak terbatas pada
dimensi fisik.
2. Plato
Dalam pemikiran Plato, terdapat unsur dualisme antara dunia yang kasatmata (alam idel) dan
dunia yang nyata (dunia fenomenal). Dia meyakini bahwa realitas sesungguhnya terletak
pada ide-ide abstrak dan bentuk-bentuk universal, sedangkan dunia material hanyalah
bayangan dari realitas ini.

3. Baruch Spinoza
Meskipun Spinoza juga dihubungkan dengan pandangan monoisme, dalam pandangan etika
dan ontologinya, terdapat elemen dualisme. Dia mengemukakan perbedaan antara substance
attributiva (substansi yang memiliki atribut) dan attribute (atribut itu sendiri), sehingga
menimbulkan konsep tentang dua sisi yang berbeda dari realitas yang sama.

4. G.W.F. Hegel
Hegel mengembangkan pandangan tentang dualisme dialektis yang kompleks. Baginya,
dialektika antara tesis dan antitesis menjadi bagian dari proses dialektis dalam mencapai
sintesis yang lebih tinggi. Meskipun konsepnya tidak mengikuti dualisme klasik dalam arti
substansial, namun dia mengakui pertentangan sebagai bagian penting dari proses
perkembangan.

5. Arthur Schopenhauer
Schopenhauer menyajikan pandangan dualisme antara dunia sebagai representasi (alam
fenomenal) dan dunia yang tak terjangkau oleh akal budi (alam noumenal). Dia melihat
bahwa realitas yang sejati ada di luar pengalaman manusia dan hanya dapat dimengerti
melalui intuisi.

Setiap tokoh ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami dan
mengembangkan konsep dualisme dalam berbagai konteks filosofis. Pandangan dan
interpretasi mereka terhadap dualisme telah mempengaruhi perkembangan pemikiran
filosofis sepanjang sejarah.

D.Pengertian pluralisme

Pluralisme adalah suatu konsep atau doktrin yang mengakui dan menerima keberagaman
dalam berbagai aspek kehidupan seperti budaya, agama, politik, atau pandangan filosofis. Ini
mencakup penghargaan terhadap perbedaan dan keyakinan bahwa keberagaman ini
merupakan kekayaan yang harus dihormati dan dipelihara.

Dalam konteks sosial, pluralisme mengacu pada adopsi sikap terbuka terhadap perbedaan dan
keanekaragaman individu atau kelompok dalam masyarakat. Ini mendorong pengakuan
bahwa masyarakat terdiri dari beragam kelompok yang memiliki nilai, keyakinan, dan tradisi
yang berbeda-beda, serta hak yang sama untuk diakui.

Pluralisme juga sering diasosiasikan dengan gagasan tentang toleransi, kerjasama, dan
penghormatan terhadap perbedaan. Ini melibatkan sikap inklusif dalam menerima dan
menghargai variasi dalam pandangan, kepercayaan, budaya, dan cara hidup tanpa
memaksakan satu pandangan atau kepercayaan tertentu kepada yang lain.
Dalam konteks politik, pluralisme mengacu pada sistem yang mengakui dan menghormati
hak individu atau kelompok untuk berpartisipasi dalam proses politik tanpa diskriminasi,
serta memfasilitasi representasi berbagai pandangan dalam pengambilan keputusan.

Pentingnya pluralisme adalah untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan
toleran. Ini memungkinkan dialog antarbudaya yang lebih baik, memperkaya pemahaman
kita tentang dunia, dan mempromosikan harmoni sosial di tengah keberagama

E.Jenis jenis pluralisme

Pluralisme hadir dalam berbagai bentuk dan konteks, mencakup bidang-bidang yang berbeda
dalam kehidupan manusia. Berikut adalah beberapa jenis pluralisme yang umum ditemui:

1. Pluralisme Agama
Ini merujuk pada pengakuan dan penghargaan terhadap keberagaman kepercayaan agama dan
spiritualitas. Pluralisme agama mengakui bahwa berbagai keyakinan agama memiliki nilai
yang sama dan dihormati, serta mendorong dialog antaragama dan kerjasama antarumat
beragama.

2. Pluralisme Budaya
Pluralisme budaya mengacu pada pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman budaya di
dalam suatu masyarakat. Ini mencakup pengakuan terhadap bahasa, tradisi, adat istiadat, seni,
dan nilai-nilai yang berbeda-beda di antara kelompok-kelompok etnis atau budaya yang ada
dalam suatu masyarakat.

3. Pluralisme Politik
Pluralisme politik mencakup pengakuan terhadap beragam pandangan politik yang ada dalam
suatu sistem politik. Ini menekankan pentingnya inklusi berbagai suara dan pandangan dalam
proses pengambilan keputusan politik, memberikan ruang bagi representasi yang adil dan
partisipasi yang merata dalam politik.

4. Pluralisme Filosofis
Pluralisme filosofis mengakui keberagaman dalam pandangan filosofis atau epistemologis
tentang realitas, pengetahuan, dan kebenaran. Ini mencakup penghargaan terhadap
pendekatan yang berbeda dalam memahami dunia dan kehidupan.

5. Pluralisme Ekonomi
Ini merujuk pada pengakuan terhadap berbagai sistem ekonomi dan keanekaragaman cara
orang menjalankan aktivitas ekonomi. Pluralisme ekonomi mempertimbangkan berbagai
model ekonomi dan cara berpikir tentang distribusi sumber daya.

6. Pluralisme Media dan Informasi


Pluralisme media dan informasi mengacu pada pengakuan terhadap keragaman perspektif,
sumber informasi, dan pendekatan dalam menyajikan berita dan opini. Ini menekankan
pentingnya akses yang merata terhadap informasi dari berbagai sumber dan sudut pandang.

Setiap jenis pluralisme ini memiliki perannya sendiri dalam menciptakan masyarakat yang
inklusif dan beragam, menekankan pentingnya pengakuan, penghargaan, dan dialog antara
berbagai kelompok, pandangan, atau tradisi yang berbeda dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

Dalam kesimpulan, perbandingan antara monoisme, dualisme, dan pluralisme menyoroti


keragaman pemahaman tentang realitas, perbedaan, dan hubungan antara entitas yang
berbeda dalam filosofi dan pandangan dunia.

1. Monoisme menekankan pada ide satu asal-usul atau substansi tunggal yang menjadi dasar
dari segala hal. Ini menawarkan pandangan tentang kesatuan atau keberadaan satu entitas
fundamental sebagai dasar dari segala kenyataan. Namun, kritik terhadap monoisme
melihatnya sebagai kesederhanaan yang mungkin tidak sepenuhnya mencakup kerumitan
realitas.
2. Dualisme merujuk pada pemisahan antara dua substansi, prinsip, atau kekuatan yang
mendasar yang bertentangan atau berlawanan satu sama lain. Dualisme dapat muncul dalam
berbagai bentuk, seperti pemisahan antara materi dan pikiran atau antara dua realitas yang
berbeda. Namun, hal ini sering kali menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan dan
interaksi antara dua entitas tersebut.
3. Pluralisme mengakui dan menerima keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu
budaya, agama, politik, atau pandangan filosofis. Pluralisme menghargai perbedaan sebagai
kekayaan yang memperkaya masyarakat, mendorong dialog antara berbagai pandangan, dan
mempromosikan inklusi dalam keberagaman.

Kesimpulannya, setiap pendekatan memiliki nilai-nilai dan keterbatasannya sendiri dalam


menjelaskan realitas. Sementara monoisme menawarkan kesatuan yang sederhana, dualisme
mengakui perbedaan yang mendasar, dan pluralisme menghargai keberagaman sebagai suatu
yang positif. Memahami dan mengakui keberagaman perspektif ini dapat membantu kita
dalam memperkaya pemahaman kita tentang dunia dan membangun masyarakat yang lebih
inklusif dan harmonis. Filosofi ini memberikan wawasan yang berbeda-beda dalam
memahami alam semesta, manusia, dan interaksi antara keduanya.
B.saran

1. Kajian Interdisipliner: Manfaatkan konsep-konsep ini dalam kajian interdisipliner untuk


memahami bagaimana filosofi memengaruhi ilmu pengetahuan, budaya, politik, dan
sebagainya.
2. Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari: Terapkan nilai-nilai dari ketiga konsep ini
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial, pengambilan keputusan, atau
memahami perbedaan individu.

Dengan menerapkan dan memahami ketiga konsep ini secara holistik, Anda dapat
mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang peran dan implikasi filosofisnya dalam
kehidupan dan masyarakat modern

` DAFTAR PUSTAKA
Hick, John. (2004). An Interpretation of Religion: Human Responses to the Transcendent.
Descartes, René. (2008). Meditations on First Philosophy.
Radhakrishnan, S. (1992). The Philosophy of the Upanishads.
Berlin, Isaiah. (2002). The Crooked Timber of Humanity: Chapters in the History of Ideas.
James, William. (2008). The Varieties of Religious Experience.

Anda mungkin juga menyukai