Anda di halaman 1dari 19

Canda dan Tawa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Pembahasan kita pada kesempatan kali ini adalah tentang canda dan tawa
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Imam al-Bukhari dalam Shahihnya membuat bab at-
Tabassum wa adh-Dhahhik (senyum dan tawa) dalamKitab al-Adab.([1])
Imam al-Bukhari dalam bab tersebut menyebutkan hadits-hadits yang
menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa dan juga senyum.

Pembahasan ini kita angkat dalam rangka menjelaskan bahwasanya Islam,


Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, dan para sahabat beliau tidak seperti yang
dibayangkan oleh sebagian orang. Sebagian orang menyangka bahwa Islam
itu kaku, keras, dan bahkan kasar. Tentunya tidak demikian, karena dalam
praktiknya Nabi Muhammad bukanlah orang yang keras, bukan orang yang
ditakuti oleh istri dan kawan-kawannya, bahkan beliau serta para sahabat-
sahabatnya adalah orang yang ramah, murah senyum, dan mudah untuk
bergaul.

Bagi penulis, topik ini diangkat untuk menjelaskan bahwasanya Nabi


Muhammad ‫ ﷺ‬adalah orang yang sangat ramah dan selalu tersenyum.
Oleh karenanya, salah seorang sahabat pernah berkata,

‫َم ا َر َأْيُت َأَح ًد ا َأْك َثَر َتَبُّس ًم ا ِم ْن َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang paling banyak tersenyum
seperti Nabi Muhammad )]2[(”.‫ﷺ‬

Dalam riwayat yang lain, Aisyah i juga berkata,

‫َك اَن َر ُج اًل ِم ْن ِر َج اِلُك ْم ِإاَّل َأَّنُه َك اَن َض َّحاًك ا َبَّساًم ا‬


“Rasulullah adalah seorang lelaki seperti seorang laki-laki yang lain di antara
kalian, akan tetapi beliau senang tertawa dan selalu tersenyum.”([3])

Sebelum kita menyebutkan hadits-hadits tentang bagaimana canda dan tawa


Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, maka ada beberapa adab yang harus kita ketahui
tentang permasalahan canda dan tawa. Di antara adab-adab tersebut antara
lain:

1. Seseorang tidak boleh bercanda dengan kedustaan


Ada ancaman khusus dari Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bagi orang yang beranda
dengan dusta. Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ َو ْيٌل َلُه َو ْيٌل َلُه‬، ‫َو ْيٌل ِلَّلِذ ي ُيَح ِّد ُث َفَيْك ِذ ُب ِلُيْض ِح َك ِبِه اْلَقْو َم‬
“Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain
tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.”([4])

Kecelakaan bagi orang yang bercanda, lalu dalam bercandanya tersebut


disertai dengan cerita dusta yang tidak benar adanya agar seseorang
tertawa.

Berdusta yang di dalamnya terdapat canda ini dilarang dalam Islam. Oleh
karenanya, Rasulullah ‫ ﷺ‬memuji seseorang yang meninggalkan dusta
meski dalam kondisi bercanda. Dalam sebuah sabdanya beliau ‫ﷺ‬
bersabda,

‫َأَنا َز ِع يٌم ِبَبْيٍت في َرَبِض اْلَج َّنِة ِلَم ْن َتَر َك اْلِمَر اَء َو ِإْن َك اَن ُمِح ًّقا َو ِبَبْيٍت في‬
‫َو َسِط اْلَج َّنِة ِلَم ْن َتَر َك اْلَك ِذَب َو ِإْن َك اَن َم اِز ًحا َو ِبَبْيٍت في َأْع َلى اْلَج َّنِة ِلَم ْن َح َّس َن‬
‫ُخ ُلَقُه‬
“Aku memberikan jaminan istana di pinggiran surga bagi orang yang
meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku
memberikan jaminan istana di tengah surga bagi orang yang
meninggalkan kedustaan walaupun ia sedang bercanda. Aku
memberikan jaminan istana di surga yang tinggi bagi orang yang bagus
akhlaknya.”([5])

Ini merupakan jaminan dari Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bagi orang yang


meninggalkan kedustaan meskipun dalam hal candaan.

Lihatlah Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, dalam sebagian candaan beliau, beliau tetap
jujur dan tidak berdusta. Oleh karenanya, dalam sebagian riwayat
disebutkan ketika para sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,

‫ ِإِّني اَل َأُقوُل ِإاَّل َح ًّقا‬: ‫ ِإَّنَك ُتَد اِع ُبَنا؟ َقاَل‬،‫َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬
“Wahai Rasulullah, engkau bercanda dengan kami?” Beliau bersabda,
“(Benar), tapi aku tidak berkata kecuali kebenaran (tidak ada dusta -red).”([6])

Hal ini menunjukkan bahwasanya candaan tidak boleh dihiasi dengan


kedustaan.
Sebagai contoh, disebutkan dalam sebuah hadits bahwa ada seorang wanita
tua yang datang kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan minta didoakan untuk
masuk surga. Maka Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫يَا ُأَّم ُفَالن! ِإَّن الَج َّنَة َال َتْد ُخ ُلَها َعُجْو ٌز‬
“Wahai Ummu Fulan, Surga tak mungkin dimasuki oleh nenek tua.”

Maka wanita tua tersebut pun kemudian pergi sambil menangis. Maka Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬kepada sahabat yang ada,

، ‫ ِإَّنا َأْنَش ْأَناُهَّن ِإْنَش اًء‬:‫ ِإَّن َهللا َتَع اَلى َيُقْو ل‬، ‫َأْخ ِبُرْو َها َأَّنَها َال َتْد ُخ ُلَها َو ِهَي َعُجْو ٌز‬
‫ ُع ُرًبا َأْتَر اًبا‬،‫َفَجَع ْلَناُهَّن َأْبَك اًرا‬
“Kabarilah dia bahwa surga tidaklah mungkin ia masuki sedangkan ia dalam
keadaan tua. Karena Allah Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Kami
menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya’ (QS. Al-
Waqi’ah: 35-37).”([7])

Di sini, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬jujur, namun beliau mengungkapkannya


dalam bentuk candaan.

Selain kisah tersebut, dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwasanya
ada seseorang yang datang kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬meminta untuk
diberi tunggangan, yang kemungkinan akan dipakainya untuk berjihad. Anas
bin Malik h meriwayatkan,

‫ ِإِّني َح اِم ُلَك َع َلى َو َلِد‬: ‫َأَّن َر ُج اًل اْسَتْح َم َل َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل‬
‫ َم ا َأْص َنُع ِبَو َلِد الَّناَقِة؟ َفَقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه‬،‫ َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫الَّناَقِة َفَقاَل‬
‫ َو َهْل َتِلُد اِإل ِبَل ِإاَّل الُّنوُق ؟‬: ‫َو َس َّلَم‬
“Ada seorang laki-laki meminta tunggangan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, maka
beliau pun bersabda, ‘Aku akan memberimu tunggangan anak unta’.
Kemudian laki-laki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dapat saya
lakukan dengan anak unta?’ Maka Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda, ‘Bukankah
semua unta (baik anak unta atau dewasa) itu terlahir dari seekor unta
betina?’.”([8])

Di sini, maksud Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah ingin mencandai laki-laki


tersebut bahwasanya setiap unta baik yang tua maupun yang muda,
semuanya tetap menjadi anak unta, karena ia adalah unta yang dilahirkan
oleh ibunya. Demikian canda Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, namun dalam candaan
beliau tersebut tidak ada kedustaan.

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai seorang muslim tidak berdusta,
bahkan dalam candaan pun hendaknya kita meninggalkan kedustaan. Ini
merupakan adab dan kaidah pertama yang paling penting untuk seseorang
ketahui, agar jangan sampai kita terjerumus dalam dusta meskipun sedang
bercanda, bahwasanya canda diperbolehkan selama tidak mengandung
kedustaan.

2. Tidak berlebih-lebihan dalam bercanda


Secara umum, semua perkara yang berlebih-lebihan itu tidak baik. Oleh
karenanya, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sering bercanda, tertawa, dan tersenyum,
namun tidak berlebih-lebihan.

Perlu untuk kita ketahui terlebih dahulu perbedaan


antara tabassum, dhahhak, dan qahqahah. Tabassumadalah tersenyum yang
sampai memperlihatkan gigi seri atau gigi taring seseorang, namun tidak ada
suara. Dhahhak artinya tertawa dengan suara yang pelan, dan hanya
didengar orang terdekatnya. Adapun qahqahah adalah tertawa terbahak-
bahak yang orang jauh pun dengar suara tawanya.([9])

Di antara ketiga jenis ini, yang tidak pernah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬lakukan
adalah qahqahah (tertawa terbahak-bahak). Paling maksimal Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa kecil yang hanya terlihat gigi geraham beliau, yang
menunjukkan bahwasanya beliau tidak tertawa terbahak-bahak.

Selain itu, seseorang juga dilarang dalam hidupnya selalu tertawa dan
tertawa, karena Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda,

‫ َفِإَّن َك ْثَر َة الَّض ِحِك ُتِم يُت اْلَقْلَب‬، ‫اَل ُتْك ِثُروا الَّض ِح َك‬
“Janganlah kalian banyak tertawa, sesungguhnya banyak tertawa itu
mematikan hati.”([10])

Seseorang dalam kehidupannya tidak boleh semuanya dihiasi dengan tawa.


Kita boleh menghiasi keseriusan hidup kita dengan tawa sesekali, namun
jangan terlalu berlebihan karena hal tersebut dapat mematikan hati. Apabila
hati sudah mati, maka seseorang akan sulit untuk menangis tatkala
membaca ayat-ayat Al-Qur’an, sulit bagi hatinya untuk tersentuh ketika
mendengar nasihat-nasihat.

Para sahabat j juga tertawa. Diriwayatkan dari Simak bin Harb, ia berkata,
‫ َنَعْم‬: ‫ َأُكْنَت ُتَج اِلُس َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ؟ َقاَل‬:‫ُقْلُت ِلَج اِبِر ْبِن َسُمَر َة‬
‫ َفِإَذ ا‬، ‫ َك اَن اَل َيُقوُم ِم ْن ُمَص اَّل ُه اَّلِذ ي ُيَص ِّلي ِفيِه الُّص ْبَح َح َّتى َتْطُلَع الَّش ْم ُس‬،‫َك ِثيًرا‬
‫ َفَيْأُخ ُذ وَن ِفي َأْم ِر اْلَج اِهِلَّيِة َفَيْض َح ُك وَن َو َيَتَبَّس ُم‬، ‫َطَلَع ْت َقاَم َو َك اُنوا َيَتَح َّد ُثوَن‬
‫َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
“Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, ‘Pernahkah kamu duduk bersama
Rasulullah ‫ ’?ﷺ‬Jawab Jabir, ‘Bahkan sering. Beliau biasanya belum berdiri
dari tempat shalat (di mana beliau shalat) Subuh, sebelum terbit matahari.
Apabila matahari telah terbit barulah beliau berdiri. Selama duduk-duduk itu,
para sahabat ada yang bercakap-cakap membicarakan masa jahiliah
mereka, lalu mereka tertawa, sedangkan beliau‫ ﷺ‬hanya
tersenyum.”([11])

Dalam Syarh as-Sunnah Li al-Baghwi diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata,

‫ َهْل َك اَن َأْص َح اُب َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْض َح ُك وَن ؟‬، ‫ُس ِئَل اْبُن ُع َم َر‬
‫ َو اِإل يَم اُن ِفي ُقُلوِبِهْم َأْع َظُم ِم َن اْلَجَبِل‬، ‫ َنَعْم‬: ‫َقاَل‬
“Ditanyakan kepada Ibnu Umar k, ‘Apakah para sahabat
Rasulullah ‫ ﷺ‬dahulu tertawa?’ Ibnu Umar menjawab, ‘Iya, mereka
tertawa, dan iman di dalam hati-hati mereka lebih besar daripada
gunung’.”([12])

Artinya, seorang yang tertawa bukan berarti tidak ada iman di dalam
hatinya, dan bahkan bukan berarti bukti bahwa imannya lemah. Lihatlah
para sahabat, mereka juga tertawa, namun di malam hari mereka menangis
dalam shalat-shalat mereka.

Di antara hal yang menakjubkan adalah Allah ‫ﷻ‬, dalam hadits-hadits yang
shahih diriwayatkan juga tertawa. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah h, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ َك ْيَف‬:‫ َفَقاُلوا‬،‫ َيْقُتُل َأَح ُدُهَم ا اآْل َخ َر ِكاَل ُهَم ا َيْد ُخ ُل اْلَج َّنَة‬، ‫َيْض َح ُك ُهللا ِإَلى َر ُج َلْيِن‬
‫ ُثَّم َيُتوُب ُهللا‬، ‫ ُيَقاِتُل َهَذ ا ِفي َس ِبيِل ِهللا َع َّز َو َج َّل َفُيْسَتْش َهُد‬: ‫َيا َر ُسوَل ِهللا؟ َقاَل‬
‫ َفُيَقاِتُل ِفي َس ِبيِل ِهللا َع َّز َو َج َّل َفُيْسَتْش َهُد‬، ‫ َفُيْس ِلُم‬، ‫َع َلى اْلَقاِتِل‬
“Allah tertawa terhadap dua orang yang salah satunya membunuh yang lain,
namun kedua-duanya masuk surga.” Maka para sahabat bertanya,
“Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Salah
seorang darinya berperang di jalan Allah ‘azza wajalla lalu dia mati syahid,
kemudian Allah menerima tobat si pembunuh, lalu ia masuk Islam dan
berperang di jalan Allah ‘azza wajalla hingga mati syahid.”([13])

Yang semisal kisah di dalam hadits ini banyak terjadi di zaman Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬. Tatkala perang Uhud, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sampai
berkata,

‫ َو ُهَو َيْدُع وُهْم ِإَلى ِهللا؟ َفَأْنَز َل ُهللا‬،‫ َو َك َس ُروا َرَباِع َيَتُه‬، ‫َك ْيَف ُيْفِلُح َقْو ٌم َش ُّج وا َنِبَّيُهْم‬
‫ َلْيَس َلَك ِم َن اَأْلْم ِر َش ْي ٌء َأْو َيُتوَب َع َلْيِهْم َأْو ُيَع ِّذ َبُهْم َفِإَّنُهْم َظاِلُم وَن‬:‫َع َّز َو َج َّل‬
“Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung, sedangkan mereka
melukai nabinya dan mematahkan gigi gerahamnya. Padahal Nabi mereka
mengajak mereka kepada Allah”. Maka Allah U menurunkan ayat, ‘Tak ada
sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka apakah Allah menerima
tobat mereka atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang zalim’ (QS. Ali-‘Imran: 128).”([14])

Ternyata benar saja, banyak orang-orang yang ikut perang Uhud untuk
menyerang kaum muslim, malah ternyata mereka masuk Islam, dan banyak
dari mereka mati syahid setelah itu.

Dalam riwayat yang lain, Abu Razin h bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬,

‫ َلْن َنْع َد َم ِم ْن َر ٍّب َيْض َح ُك َخ ْيًرا‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َنَعْم‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َأَو َيْض َح ُك الَّرُّب‬،‫َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬
“Wahai Rasulullah, apakah Rabb tertawa?” Beliau menjawab, “Ya benar”.
Maka aku berkata, “Selamanya kita akan mendapat kebaikan dari Rabb kita
tertawa.”([15])

Artinya, kalau Rabb kita marah terus maka tentu kita semua akan binasa.
Namun, kenyataannya Rabb kita juga bisa marah dan bisa tertawa, bisa
ridha dan bisa murka. Maka jika Rabb kita masih tertawa, masih ridha, maka
kita tidak akan kehilangan kebaikan dari-Nya.

Di antara dalil lain yang menunjukkan bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬tertawa adalah


hadits panjang yang disebutkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Mas’ud h,
bahwasanya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

،‫ َو َتْس َفُعُه الَّناُر َم َّر ًة‬،‫ َو َيْك ُبو َم َّر ًة‬،‫ َفْهَو َيْمِش ي َم َّر ًة‬،‫آِخ ُر َم ْن َيْد ُخ ُل اْلَج َّنَة َر ُجٌل‬
‫ َلَقْد َأْع َطاِني ُهللا‬، ‫ َتَباَر َك اَّلِذ ي َنَّجاِني ِم ْنِك‬: ‫ َفَقاَل‬،‫َفِإَذ ا َم ا َج اَو َز َها اْلَتَفَت ِإَلْيَها‬
‫َش ْيًئا َم ا َأْع َطاُه َأَح ًد ا ِم َن اَأْلَّو ِليَن َو اآْل ِخ ِريَن‬
“Orang yang terakhir kali masuk surga adalah seorang laki-laki, terkadang ia
(keluar dari neraka dengan -red) berjalan, dan terkadang dengan
tersungkur, dan terkadang api neraka masih mengenainya. Ketika dia telah
melewatinya, maka dia menoleh kepada ke api tersebut seraya berkata,
‘Maha Suci Allah yang telah menyelamatkanku darimu. Allah telah
memberikan sesuatu kepadaku yang mana Dia tidak pernah memberikannya
kepada orang yang awal dan akhir’.”

Subhanallah, ungkapan orang tersebut memberikan pemahaman kepada kita


bahwasanya neraka itu adalah siksaan yang luar biasa, sampai-sampai orang
yang disebutkan oleh Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sangat bersyukur kepada Allah
‫ﷻ‬, sampai-sampai ia mengatakan bahwa kenikmatan yang ia rasakan
adalah kenikmatan yang tidak pernah Allah ‫ ﷻ‬berikan kepada orang lain
mana pun.

Kemudian, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬melanjutkan sabdanya,

،‫ َأْد ِنِني ِم ْن َهِذِه الَّش َجَر ِة َفَأِلْسَتِظ َّل ِبِظ ِّلَها‬، ‫ َأْي َر ِّب‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫َفُتْر َفُع َلُه َش َجَر ٌة‬
‫ َلَع ِّلي ِإَّن َأْع َطْيُتَك َها َس َأْلَتِني‬، ‫ َيا اْبَن آَد َم‬:‫ َفَيُقوُل ُهللا َع َّز َو َج َّل‬،‫َو َأْش َر َب ِم ْن َم اِئَها‬
‫ َو َر ُّبُه َيْع ِذ ُر ُه َأِلَّنُه َيَر ى‬،‫ َو ُيَع اِهُد ُه َأْن اَل َيْس َأَلُه َغْيَر َها‬، ‫ َيا َر ِّب‬، ‫ اَل‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫َغْيَر َها‬
‫ َو َيْش َر ُب ِم ْن َم اِئَها‬،‫ َفَيْسَتِظ ُّل ِبِظ ِّلَها‬،‫ َفُيْد ِنيِه ِم ْنَها‬،‫َم ا اَل َص ْبَر َلُه َع َلْيِه‬
“Lalu sebuah pohon ditampakkan padanya, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabbku,
dekatkanlah kepadaku pohon ini agar aku dapat bernaung dengan
naungannya dan minum darinya.’ Lalu Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam,
boleh jadi jika Aku memberikannya kepadamu, niscaya kamu akan meminta
yang lain kepada-Ku.’ Maka dia menjawab, ‘Tidak wahai Rabbku’. Lalu dia
berjanji kepada Allah untuk tidak minta selain itu. Sedangkan Rabbnya
memberikan uzur kepadanya karena Dia melihat sesuatu yang dia pasti tidak
dapat menahan (kenikmatan pohon tersebut). Lalu pohon tersebut
didekatkan kepadanya, lalu dia berlindung pada naungannya dan minum dari
airnya.”

‫ َأْد ِنِني ِم ْن َهِذِه‬، ‫ َأْي َر ِّب‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫ُثَّم ُتْر َفُع َلُه َش َج َر ٌة ِهَي َأْح َس ُن ِم َن اُأْلوَلى‬
‫ َأَلْم‬، ‫ َيا اْبَن آَد َم‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫ اَل َأْس َأُلَك َغْيَر َها‬،‫ َو َأْسَتِظ َّل ِبِظ ِّلَها‬،‫َأِلْش َر َب ِم ْن َم اِئَها‬
،‫ َلَع ِّلي ِإْن َأْد َنْيُتَك ِم ْنَها َتْس َأُلِني َغْيَر َها‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫ُتَع اِهْد ِني َأْن اَل َتْس َأَلِني َغْيَر َها‬
‫ َفُيْد ِنيِه‬،‫ َو َر ُّبُه َيْع ِذ ُر ُه َأِلَّنُه َيَر ى َم ا اَل َص ْبَر َلُه َع َلْيِه‬،‫َفُيَع اِهُد ُه َأْن اَل َيْس َأَلُه َغْيَر َها‬
‫ َو َيْش َر ُب ِم ْن َم اِئَها‬،‫ِم ْنَها َفَيْسَتِظ ُّل ِبِظ ِّلَها‬
“Kemudian diangkatlah sebuah pohon lain yang lebih bagus daripada yang
pertama. Maka dia berkata, ‘Wahai Rabbku, dekatkanlah pohon ini kepadaku
agar aku dapat minum dari airnya dan berlindung dengan naungannya, aku
tidak akan meminta kepada-Mu selainnya’. Maka Allah berkata, ‘Wahai anak
Adam, bukankah kamu telah berjanji kepada-Ku untuk tidak meminta
selainnya’. Lalu Allah berkata lagi, ‘Boleh jadi jika Aku mendekatkannya
kepadamu niscaya kamu meminta hal lainnya’. Lalu dia berjanji untuk tidak
meminta kepada Allah selain itu. Sedangkan Rabbnya memberikan uzur
kepadanya karena Dia melihat sesuatu yang mana dia tidak akan mampu
menahan diri atasnya. Lalu Allah mendekatkan pohon tersebut untuknya,
sehingga dia dapat berlindung dengan naungannya, dan minum dari airnya.”

، ‫ َأْي َر ِّب‬:‫ َفَيُقوُل‬، ‫ُثَّم ُتْر َفُع َلُه َش َج َر ٌة ِع ْنَد َباِب اْلَج َّنِة ِهَي َأْح َس ُن ِم َن اُأْلوَلَيْيِن‬
‫ َيا‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫ اَل َأْس َأُلَك َغْيَر َها‬،‫ َو َأْش َر َب ِم ْن َم اِئَها‬،‫َأْد ِنِني ِم ْن َهِذِه َأِلْسَتِظ َّل ِبِظ ِّلَها‬
‫ َهِذِه اَل َأْس َأُلَك‬، ‫ َبَلى َيا َر ِّب‬: ‫ َقاَل‬،‫ َأَلْم ُتَع اِهْد ِني َأْن اَل َتْس َأَلِني َغْيَر َها‬، ‫اْبَن آَد َم‬
‫ َفُيْد ِنيِه ِم ْنَها‬،‫ َو َر ُّبُه َيْع ِذ ُر ُه َأِلَّنُه َيَر ى َم ا اَل َص ْبَر َلُه َع َلْيَها‬،‫َغْيَر َها‬
“Kemudian pohon lainnya diangkat untuknya di sisi pintu surga. Pohon itu
lebih indah daripada keduanya. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rabbku,
dekatkanlah kepadaku pohon ini agar aku dapat berlindung dengan
naungannya dan minum dari airnya, aku tidak akan meminta kepadamu hal
lainnya’. Maka Allah berkata, ‘Wahai anak Adam, bukankah kamu berjanji
kepada-Ku untuk tidak memintaku selainnya’. Dia menjawab, ‘Ya, memang
benar wahai Rabbku. Kali ini aku tidak akan memintanya kepadamu
selainnya’. Sedangkan Rabbnya memberikan uzur kepadanya karena dia
melihat pada dirinya sesuatu yang mana dia tidak bisa menahan diri darinya.
Lalu Allah mendekatkannya darinya.”

‫ َيا‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫ َأْد ِخ ْلِنيَها‬، ‫ َأْي َر ِّب‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫َفِإَذ ا َأْد َناُه ِم ْنَها َفَيْس َم ُع َأْص َو اَت َأْهِل اْلَج َّنِة‬
‫ َيا‬: ‫اْبَن آَد َم َم ا َيْص ِريِني ِم ْنَك ؟ َأُيْر ِض يَك َأْن ُأْع ِط َيَك الُّد ْنَيا َو ِم ْثَلَها َم َعَها؟ َقاَل‬
‫ َأَتْسَتْهِزُئ ِم ِّني َو َأْنَت َر ُّب اْلَع اَلِم يَن ؟‬، ‫َر ِّب‬
“Ketika Allah mendekatkannya darinya, maka dia mendengar suara
penduduk surga. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rabbku, masukkanlah aku
kepadanya’. Maka Allah berkata, ‘Wahai anak Adam, apa yang bisa
membuatmu tidak meminta lagi kepada-Ku? Apakah kamu rela bila Aku
memberikanmu dunia dan semisalnya bersamanya?’ Dia menjawab, ‘Wahai
Rabbku, apakah kamu memperolok-olokku, padahal Engkau adalah Rabb
alam semesta’.”

Jadi, orang tersebut tidak membayangkan Allah ‫ ﷻ‬akan memberikannya


dunia dan yang semisalnya (dua kali dunia), sehingga ia ragu dan bertanya
bahwa apakah Allah ‫ ﷻ‬sedang mengejeknya?
: ‫ َقاَل‬، ‫ ِمَّم َتْض َح ُك‬:‫ َأاَل َتْس َأُلوِني ِمَّم َأْض َح ُك َفَقاُلوا‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫َفَضِح َك اْبُن َم ْسُعوٍد‬
،‫ ِمَّم َتْض َح ُك َيا َر ُسوَل ِهللا‬:‫ َفَقاُلوا‬، ‫َهَك َذ ا َضِح َك َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َأَتْسَتْهِز ُئ ِم ِّني َو َأْنَت َر ُّب اْلَع اَلِم يَن ؟‬: ‫ ” ِم ْن َضِحِك َر ِّب اْلَع اَلِم يَن ِح يَن َقاَل‬: ‫َقاَل‬
‫ َو َلِكِّني َع َلى َم ا َأَش اُء َقاِد ٌر‬، ‫ ِإِّني اَل َأْسَتْهِز ُئ ِم ْنَك‬:‫َفَيُقوُل‬
“Lalu Ibnu Mas’ud tertawa, seraya berkata, ‘Tidakkah kalian bertanya
kepadaku tentang sesuatu yang membuatku tertawa?’ Mereka bertanya,
‘Apa yang membuatmu tertawa?’ Ibnu Mas’ud berkata, ‘Demikianlah
Rasulullah ‫ ﷺ‬tertawa. Para sahabat bertanya: Apa yang membuatmu
tertawa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: (Aku tertawa) karena sesuatu
yang membuat tertawa Rabb alam semesta, yaitu ketika hamba tersebut
berkata: Apakah Engkau memperolok-olokku, padahal Engkau adalah Rabb
semesta alam? Allah menjawab: Sesungguhnya Aku tidak memperolok-
olokmu, akan tetapi Aku mampu untuk melakukan segala sesuatu’.”([16])

Hadits yang panjang ini menunjukkan bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬tertawa, Nabi


Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa, dan bahkan Ibnu Mas’ud h pun tertawa.

Para nabi yang lain juga tertawa. Dalam Al-Qur’an Allah ‫ ﷻ‬menyebutkan
bahwasanya Nabi Sulaiman juga tertawa. Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

‫﴿َح َّتٰى ِإَذ ا َأَتْو ا َع َلٰى َو اِد الَّنْم ِل َقاَلْت َنْم َلٌة َياَأُّيَها الَّنْم ُل اْد ُخ ُلوا َم َس اِكَنُك ْم اَل‬
‫ َفَتَبَّس َم َض اِح ًك ا ِّم ن َقْو ِلَها َو َقاَل َر ِّب‬، ‫َيْح ِط َم َّنُك ْم ُس َلْيَم اُن َو ُج ُنوُد ُه َو ُهْم اَل َيْش ُعُروَن‬
‫َأْو ِز ْع ِني َأْن َأْشُك َر ِنْع َم َتَك اَّلِتي َأْنَعْم َت َع َلَّي َو َع َلٰى َو اِلَد َّي َو َأْن َأْع َم َل َص اِلًحا‬
﴾ ‫َتْر َض اُه َو َأْد ِخ ْلِني ِبَر ْح َم ِتَك ِفي ِعَباِد َك الَّصاِلِح يَن‬
“Hingga apabila mereka (Sulaiman dan pasukannya) sampai di lembah
semut berkatalah seekor semut, ‘Wahai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari’. Maka dia (Sulaiman) tersenyum
dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa,
‘Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah
Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan
untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai, dan masukkanlah aku
dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh’.” (QS.
An-Naml: 18-19)

Ini menunjukkan bahwa para nabi pun tertawa ketika melihat sesuatu yang
mereka anggap lucu.
Jadi, asal dari tawa dan canda adalah boleh selama tidak berlebih-lebihan,
karena sesungguhnya tawa dan tangisan itu dari Allah ‫ﷻ‬, sebagaimana
firman-Nya,

﴾ ‫﴿َو َأَّنُه ُهَو َأْض َح َك َو َأْبَك ٰى‬


“Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.”
(QS. An-Najm: 43)

Selama tertawa itu adalah perkara yang baik dan sebabnya pun juga baik,
maka tidak mengapa.

Dalil-dalil yang menunjukkan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa

Selain dalil-dalil yang telah kita sebutkan di atas, selanjutnya kita juga akan
menyebutkan secara spesifik dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬tersenyum dan tertawa, baik dalam Shahih al-Bukhari,
Shahih Muslim, dan yang lainnya. Namun, perlu untuk kita ingatkan
bahwasanya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut sangatlah banyak,
sehingga kita tentu tidak bisa membahasnya secara lengkap pada
kesempatan ini.

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa

Di antara dalil yang menunjukkan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa adalah


sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dari Muhammad bin
Sa’ad, dari ayahnya, ia berkata,

، ‫اْسَتْأَذ َن ُع َم ُر ْبُن الَخ َّطاِب َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َع َلى َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َفَلَّم ا‬،‫ َع اِلَيًة َأْص َو اُتُهَّن َع َلى َص ْو ِتِه‬،‫َو ِع ْنَد ُه ِنْس َو ٌة ِم ْن ُقَر ْيٍش َيْس َأْلَنُه َو َيْسَتْك ِثْر َنُه‬
‫ َفَأِذ َن َلُه الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَد َخ َل َو الَّنِبُّي‬، ‫اْسَتْأَذ َن ُع َم ُر َتَباَد ْر َن الِح َج اَب‬
‫ ِبَأِبي َأْنَت‬،‫ َأْض َح َك ُهَّللا ِس َّنَك َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْض َح ُك‬
‫ َلَّم ا َسِم ْع َن َص ْو َتَك َتَباَد ْر َن‬،‫ َع ِج ْبُت ِم ْن َهُؤَالِء الاَّل ِتي ُك َّن ِع ْنِد ي‬: ‫َو ُأِّم ي؟ َفَقاَل‬
‫ َيا‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫ ُثَّم َأْقَبَل َع َلْيِهَّن‬،‫ َأْنَت َأَح ُّق َأْن َيَهْبَن َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫الِح َج اَب‬
‫ ِإَّنَك‬: ‫ َأَتَهْبَنِني َو َلْم َتَهْبَن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ؟ َفُقْلَن‬، ‫َع ُد َّو اِت َأْنُفِس ِهَّن‬
‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه‬، ‫َأَفُّظ َو َأْغَلُظ ِم ْن َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َم ا َلِقَيَك الَّش ْيَطاُن َس اِلًك ا َفًّج ا ِإاَّل‬،‫ َو اَّلِذ ي َنْفِس ي ِبَيِدِه‬،‫ ِإيٍه َيا اْبَن الَخ َّطاِب‬: ‫َو َس َّلَم‬
‫َس َلَك َفًّج ا َغْيَر َفِّجَك‬
“Umar bin Khatthab h pernah meminta izin kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, (saat
itu) di dekat beliau ada beberapa wanita Quraisy (istri-istri Nabi ‫ )ﷺ‬yang
sedang meminta banyak permintaan kepada beliau dengan suara yang lebih
keras daripada suara beliau ‫ﷺ‬. Ketika Umar meminta izin kepada beliau,
mereka segera berhijab (bersembunyi untuk menghijab diri mereka), lalu
Nabi ‫ ﷺ‬mempersilahkan Umar untuk masuk. Ketika Umar masuk
Rasulullah ‫ ﷺ‬tertawa sehingga Umar berkata, ‘Semoga Allah menjadikan
Anda senantiasa tertawa (bahagia) Ya Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa
yang membuat Anda tertawa wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Aku heran
dengan mereka yang ada di sisiku (istri-istri beliau), ketika mendengar
suaramu mereka segera sembunyi untuk berhijab’. Umar berkata, ‘Anda
adalah orang yang lebih patut untuk disegani wahai Rasulullah!’ Kemudian
Umar menghadapkan ke arah wanita-wanita tersebut dan berkata, ‘Wahai
para wanita yang menjadi musuh bagi hawa nafsunya sendiri, apakah kalian
segan denganku sementara kalian tidak segan kepada Rasulullah ‫’?ﷺ‬
Kami pun menjawab, ‘Karena kamu adalah orang yang lebih keras dan lebih
kaku dari Rasulullah ‫’ﷺ‬. Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda, ‘Benar wahai Ibnul
Khatthab, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah syaithan
bertemu dengan engkau di satu jalan yang kamu lewati melainkan syaithan
akan melewati jalan yang lain’.”([17])

Di sini, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa karena melihat sikap-sikap para istri-


istri beliau terhadap Umar bin Khattab h. Selain itu, hadits ini juga menjadi
dalil tentang keutamaan Umar bin Khattab h, karena Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
sampai bersumpah tentang keutamaannya. Maka sungguh celaka orang-
orang Syiah rafidhah yang memandang bahwa Umar bin Khattab h adalah
Firaunnya umat ini.

Dalam riwayat Imam al-Bukhari pula, dari Abu Hurairah h, ia berkata,

‫ َو َقْع ُت َع َلى َأْهِلي ِفي‬، ‫ َهَلْك ُت‬: ‫َأَتى َر ُجٌل الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل‬
‫ َال‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َفُص ْم َش ْهَر ْيِن ُم َتَتاِبَع ْيِن‬: ‫ َقاَل‬،‫ َلْيَس ِلي‬: ‫ َقاَل‬،‫ َأْع ِتْق َر َقَبًة‬: ‫ َقاَل‬، ‫َر َم َض اَن‬
‫ َفُأِتَي ِبَعَر ٍق ِفيِه َتْم ٌر – َقاَل‬، ‫ َال َأِج ُد‬: ‫ َقاَل‬،‫ َفَأْطِعْم ِس ِّتيَن ِم ْس ِكيًنا‬: ‫ َقاَل‬،‫َأْسَتِط يُع‬
،‫ َع َلى َأْفَقَر ِم ِّني‬: ‫ َأْيَن الَّساِئُل؟ َتَص َّدْق ِبَها! َقاَل‬: ‫ الَعَر ُق الِم ْك َتُل – َفَقاَل‬: ‫ِإْبَر اِهيُم‬
‫ َفَض ِح َك الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َح َّتى‬،‫َو ِهَّللا َم ا َبْيَن َالَبَتْيَها َأْهُل َبْيٍت َأْفَقُر ِم َّنا‬
‫ َفَأْنُتْم ِإًذ ا‬: ‫ َقاَل‬،‫َبَد ْت َنَو اِج ُذ ُه‬
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi ‫ ﷺ‬sambil berkata, ‘Celaka aku,
aku telah menyetubuhi istriku di siang hari bulan Ramadan’. Beliau lalu
bersabda, ‘Merdekakanlah seorang budak’. Laki-laki itu berkata, ‘Aku tidak
punya budak yang bisa dimerdekakakan’. Beliau bersabda, ‘Kalau begitu
berpuasalah dua bulan berturut-turut’. Ia berkata, ‘Aku tidak sanggup’.
Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, berilah makan enam puluh orang miskin’. Ia
berkata, ‘Aku tidak mampu’. Kemudian didatangkan untuk
Nabi ‫ ﷺ‬sekeranjang besar di dalamnya terdapat kurma. Beliau lalu
bersabda, Di manakah laki-laki yang bertanya tadi? Pergi dan bersedekahlah
dengan ini’. Ia menjawab, ‘Kepada orang yang lebih fakir dariku? Demi Allah,
antara dua lembah ini tidak ada keluarga yang lebih fakir daripada kami’.
Lalu Nabi ‫ ﷺ‬tertawa hingga kelihatan gigi gerahamnya, beliau lalu
bersabda, ‘Kalau begitu, berilah makan kepada keluargamu’.”([18])

Nabi Muhammmad r tertawa melihat kondisi orang tersebut. Kita pun melihat
bahwa orang tersebut menakjubkan, karena ia telah melakukan dosa namun
ternyata malah mendapatkan manfaat dari dosanya. Tentunya, ini bukan
dalil bagi kita untuk melakukan seperti orang tersebut.

Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam Shahihnya. Dari Abu Dzar h,
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ َر ُجٌل‬،‫ َو آِخَر َأْهِل الَّناِر ُخ ُروًجا ِم ْنَها‬،‫ِإِّني َأَلْع َلُم آِخ َر َأْهِل اْلَج َّنِة ُد ُخ واًل اْلَج َّنَة‬
‫ َو اْر َفُعوا َع ْنُه‬،‫ اْع ِر ُضوا َع َلْيِه ِص َغ اَر ُذ ُنوِبِه‬:‫ َفُيَقاُل‬،‫ُيْؤ َتى ِبِه َيْو َم اْلِقَياَم ِة‬
،‫ َع ِم ْلَت َيْو َم َك َذ ا َو َك َذ ا َك َذ ا َو َك َذ ا‬:‫ َفُيَقاُل‬،‫ َفُتْع َر ُض َع َلْيِه ِص َغ اُر ُذ ُنوِبِه‬،‫ِكَباَر َها‬
‫ اَل َيْسَتِط يُع َأْن ُيْنِكَر َو ُهَو ُم ْش ِفٌق‬، ‫ َنَعْم‬:‫ َفَيُقوُل‬،‫َو َع ِم ْلَت َيْو َم َك َذ ا َو َك َذ ا َك َذ ا َو َك َذ ا‬
،‫ َفِإَّن َلَك َم َك اَن ُك ِّل َس ِّيَئٍة َحَس َنًة‬:‫ َفُيَقاُل َلُه‬،‫ِم ْن ِكَباِر ُذ ُنوِبِه َأْن ُتْع َر َض َع َلْيِه‬
‫ َقْد َع ِم ْلُت َأْش َياَء اَل َأَر اَها َها ُهَنا ” َفَلَقْد َر َأْيُت َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا‬، ‫ َر ِّب‬:‫َفَيُقوُل‬
‫َع َلْيِه َو َس َّلَم َض ِح َك َح َّتى َبَد ْت َنَو اِج ُذ ُه‬
“Sesungguhnya aku mengetahui penduduk surga yang terakhir kali masuk
dan penduduk neraka yang terakhir keluar darinya, yaitu seorang laki-laki
didatangkan pada hari kiamat (ke hadapan Rabb), lalu dikatakan kepadanya,
‘Tampakkanlah kepadanya dosa-dosanya yang kecil dan dosa-dosa besarnya
angkat (disimpan terlebih dahulu)’. Lalu ditampakkanlah dosa-dosanya yang
kecil. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah melakukan demikian,
demikian, dan demikian. Dan kamu telah melakukan demikian, demikian,
dan demikian pada hari ini?’. Lalu dia menjawab, ‘Ya’. Dia tidak bisa
mengingkari, dan dia khawatir dosa-dosa besarnya ditampakkan padanya.
Lalu dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya setiap dosa yang kau lakukan
menempati timbangan kebaikanmu’. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb, aku
telah melakukan banyak kemaksiatan (dosa besar) yang aku tidak
melihatnya di sini’. Sungguh aku melihat Rasulullah ‫ ﷺ‬tertawa hingga
tampak gigi geraham beliau.”([19])

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa dengan orang tersebut, yang tadinya ia


sangat khawatir dosa-dosa besarnya ditampakkan padanya, namun ketika
dikatakan bahwa dosa-dosanya diubah menjadi kebaikan, maka dia pun
menanyakan dosa-dosa besarnya tersebut yang tidak ia jumpai telah diubah
menjadi kebaikan.
Dalam riwayat Imam al-Bukhari, disebutkan juga bahwa Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬tertawa. Dari Abu Hurairah h, ia berkata,

‫ َأَّن‬:‫َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن َيْو ًم ا ُيَح ِّد ُث َو ِع ْنَد ُه َر ُجٌل ِم ْن َأْهِل الَباِدَيِة‬
: ‫ َأَو َلْسَت ِفيَم ا ِش ْئَت ؟ َقاَل‬:‫ َفَقاَل َلُه‬،‫َر ُج اًل ِم ْن َأْهِل الَج َّنِة اْسَتْأَذ َن َر َّبُه ِفي الَّز ْر ِع‬
‫ َفَتَباَد َر الَّطْر َف َنَباُتُه َو اْس ِتَو اُؤ ُه‬، ‫ َفَأْس َر َع َو َبَذ َر‬، ‫ َو َلِكِّني ُأِح ُّب َأْن َأْز َر َع‬،‫َبَلى‬
‫ َفِإَّنُه َال‬، ‫ ُد وَنَك َيا اْبَن آَد َم‬:‫ َفَيُقوُل ُهَّللا َتَع اَلى‬، ‫َو اْس ِتْح َص اُد ُه َو َتْك ِو يُر ُه َأْم َثاَل الِج َباِل‬
‫ َال َتِج ُد َهَذ ا ِإاَّل ُقَر ِش ًّيا َأْو‬،‫ َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ َفَقاَل اَألْع َر اِبُّي‬،“ ‫ُيْش ِبُعَك َش ْي ٌء‬
‫ َفَض ِح َك‬،‫ َفَأَّم ا َنْح ُن َفَلْسَنا ِبَأْص َح اِب َزْر ٍع‬،‫ َفِإَّنُهْم َأْص َح اُب َزْر ٍع‬،‫َأْنَص اِرًّيا‬
‫َر ُسوُل ِهَّللا‬
“Suatu hari Nabi ‫ ﷺ‬menyampaikan hadits sedang di sisinya ada seorang
arab badui, “Ada seorang penduduk surga meminta ijin Tuhannya untuk
menanam. Allah berkata ‘Bukankah segala permintaanmu dikabulkan?’
Orang tersebut menjawab, ‘Tentu, namun aku ingin menanam!’ Orang itu
kemudian bergegas menabur benih. Tak lama kemudian tunas benih itu pun
tumbuh dengan cepatnya (melebihi cepatnya kedipan mata, pent). Juga
masa panennya. Sehingga ia dapat mendapatkan panenan sebesar gunung.
Allah berfirman kepadanya, ‘Silakan ambil wahai anak Adam. Kamu ini
memang tak pernah puas’. Orang arab badui tadi berkata, ‘Ya Rasulullah,
kalau demikian, tidak akan Anda temui orang seperti itu kecuali orang
Quraisy atau kaum Anshar, sebab merekalah yang berkebun. Adapun kami
tidak berkebun’. Rasulullah pun tertawa.”([20])

Hadits yang lain dalam Sunan Abu Daud, dari Aisyah i, ia berkata,

‫ َأْو َخْيَبَر َو ِفي َس ْهَو ِتَها‬، ‫َقِد َم َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِم ْن َغ ْز َو ِة َتُبوَك‬
‫ َم ا َهَذ ا َيا‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ َفَهَّبْت ِريٌح َفَكَش َفْت َناِحَيَة الِّس ْتِر َع ْن َبَناٍت ِلَع اِئَش َة ُلَعٍب‬،‫ِس ْتٌر‬
‫ َم ا َهَذ ا‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ َو َر َأى َبْيَنُهَّن َفَر ًسا َلُه َج َناَح اِن ِم ْن ِر َقاٍع‬،‫ َبَناِتي‬: ‫َع اِئَش ُة؟ َقاَلْت‬
، ‫ َج َناَح اِن‬: ‫ «َو َم ا َهَذ ا اَّلِذ ي َع َلْيِه؟» َقاَلْت‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َفَر ٌس‬: ‫اَّلِذ ي َأَر ى َو ْس َطُهَّن ؟ َقاَلْت‬
: ‫ َأَم ا َسِم ْعَت َأَّن ِلُس َلْيَم اَن َخْياًل َلَها َأْج ِنَح ٌة؟ َقاَلْت‬: ‫ َفَر ٌس َلُه َج َناَح اِن ؟ َقاَلْت‬: ‫َقاَل‬
‫َفَضِح َك َح َّتى َر َأْيُت َنَو اِج َذ ُه‬
“Suatu hari Rasulullah ‫ ﷺ‬tiba dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara
kamar Aisyah ditutup dengan satir. Ketika ada angin yang bertiup, satir itu
tersingkap hingga boneka Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, ‘Wahai
Aisyah, ini apa?’ Aisyah menjawab, ‘Anak-anakku’. Lalu beliau juga melihat
patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, ‘Lalu suatu yang
aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka
Kuda’. Beliau bertanya lagi, ‘Lalu apa yang ada di bagian atasnya?’ Aisyah
menjawab, ‘Dua sayap’. Beliau bertanya lagi, ‘Kuda mempunyai dua sayap?’
Aisyah menjawab, ‘Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi
Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?’ Maka Beliau pun
tertawa hingga aku dapat melihat giginya.”([21])

Selain dalil ini menjadi dalil bahwasanya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tertawa,


hadits ini juga menjadi dalil bahwa hukum asal anak-anak boleh bermain-
main bermain boneka atau patung-patung yang menyerupai makhluk hidup,
karena Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sendiri tidak mengingkari mainan Aisyah i.

Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang hasan,
dari Aisyah i, ia berkata,

‫َأَتْت َس ْلَم ى َم ْو اَل ُة َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأْو اْمَر َأُة َأِبي َر اِفٍع َم ْو َلى‬
‫َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَلى َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َتْسَتْأِذ ُنُه‬
‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأِلِبي‬: ‫ َقاَلْت‬.‫َع َلى َأِبي َر اِفٍع َقْد َضَرَبَها‬
‫ َفَقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى‬،‫ ُتْؤ ِذ يِني َيا َر ُسوَل ِهللا‬: ‫ َم ا َلَك َو َلَها َيا َأَبا َر اِفٍع؟ َقاَل‬:‫َر اِفٍع‬
‫ َو َلِكَّنُه‬، ‫ َم ا آَذ ْيُتُه ِبَش ْي ٍء‬،‫ َيا َر ُسوَل ِهللا‬: ‫ ِبَم آَذ ْيِتيِه َيا َس ْلَم ى؟ َقاَلْت‬: ‫ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َيا َأَبا َر اِفٍع ِإَّن َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقْد‬:‫ َفُقْلُت َلُه‬،‫َأْح َد َث َو ُهَو ُيَص ِّلي‬
‫ َفَجَعَل‬،‫ َفَقاَم َفَضَرَبِني‬،‫َأَم َر اْلُم ْس ِلِم يَن ِإَذ ا َخ َرَج ِم ْن َأَحِدِهُم الِّريُح َأْن َيَتَو َّض َأ‬
‫ َيا َأَبا َر اِفٍع ِإَّنَها َلْم َتْأُم ْر َك ِإاَّل‬:‫َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْض َح ُك َو َيُقوُل‬
‫ِبَخْيٍر‬
“Salma, bekas budak Rasulullah ‫ ﷺ‬atau istri Abu Rafi’ datang menemui
Rasulullah ‫ ﷺ‬meminta izin untuk mengadukan perihal Abu Rafi’ yang
telah memukulnya. Rasulullah ‫ ﷺ‬bertanya kepada Abu Rafi’, ‘Ada apa
engkau dengannya wahai Abu Rafi’?’ Ia menjawab, ‘Ia telah menggangguku
wahai Rasulullah’. Kemudian Rasulullah ‫ ﷺ‬bertanya, ‘Dengan apa engkau
mengganggunya wahai Salma?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! aku tidak
mengganggunya sedikit pun, hanya saja ia pernah kentut ketika shalat, lalu
aku berkata kepadanya: Wahai Abu Rofi’, sesungguhnya
Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan kaum muslimin jika di antara mereka ada
yang kentut maka hendaknya ia berwudu. Lalu ia berdiri dan memukulku’.
Beliau pun tertawa dan bersabda, ‘Wahai Abu Rafi’, sesungguhnya ia tidak
menyuruhmu kecuali untuk kebaikan’.”([22])

Dalam riwayat yang lain, dari Aisyah i, ia berkata,


،‫ َيا َر ُسوَل ِهللا‬: ‫ َفَقاَلْت‬، ‫َج اَء ْت َس ْهَلُة ِبْنُت ُس َهْيٍل ِإَلى الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َفَقاَل الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا‬،‫ِإِّني َأَر ى ِفي َو ْج ِه َأِبي ُح َذ ْيَفَة ِم ْن ُد ُخ وِل َس اِلٍم َو ُهَو َحِليُفُه‬
‫ َفَتَبَّس َم َر ُسوُل‬،‫ َو َك ْيَف ُأْر ِض ُعُه؟ َو ُهَو َر ُجٌل َك ِبيٌر‬: ‫ َقاَلْت‬،‫ َأْر ِضِع يِه‬: ‫َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
:‫ َز اَد َع ْم ٌرو ِفي َحِد يِثِه‬،‫ َقْد َع ِلْم ُت َأَّنُه َر ُجٌل َك ِبيٌر‬: ‫ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َقاَل‬
‫ َفَضِح َك َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا‬: ‫ َو ِفي ِر َو اَيِة اْبِن َأِبي ُع َم َر‬،‫َو َك اَن َقْد َش ِهَد َبْد ًرا‬
‫َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
“Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi ‫ﷺ‬, dia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah cemberut
karena keluar masuknya Salim([23]) ke rumah, padahal dia adalah
pelayannya’. Maka Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, ‘Susui dia’. Ia (Sahlah) berkata,
‘Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?’ Maka
Rasulullah ‫ ﷺ‬tersenyum sambil bersabda, ‘Sungguh saya telah
mengetahuinya kalau dia telah dewasa’. Dalam haditsnya, ‘Amr (perawi)
menambahkan ‘Bahwa dia telah ikut serta dalam perang Badr’. Dan dalam
riwayatnya Ibnu Abi Umar, ‘Lantas Rasulullah ‫ﷺ‬tertawa’.”([24])

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tersenyum

Dalil-dalil yang menjelaskan tentang senyum Nabi Muhammad ‫ﷺ‬


disebutkan dalam banyak riwayat pula. Di antaranya seperti yang dialami
oleh Abu Hurairah h dalam sebuah hadits yang cukup panjang, ia berkata,

‫ َو ِإْن‬،‫ ِإْن ُكْنُت َأَلْع َتِم ُد ِبَك ِبِد ي َع َلى اَألْر ِض ِم َن الُجوِع‬، ‫َأِهَّلل اَّلِذ ي َال ِإَلَه ِإاَّل ُهَو‬
‫ َو َلَقْد َقَع ْد ُت َيْو ًم ا َع َلى َطِريِقِهُم اَّلِذ ي‬،‫ُكْنُت َأَلُش ُّد الَح َجَر َع َلى َبْطِني ِم َن الُجوِع‬
‫ َم ا َس َأْلُتُه ِإاَّل‬،‫ َفَس َأْلُتُه َع ْن آَيٍة ِم ْن ِكَتاِب ِهَّللا‬، ‫ َفَم َّر َأُبو َبْك ٍر‬،‫َيْخ ُرُجوَن ِم ْنُه‬
‫ َم ا‬،‫ َفَس َأْلُتُه َع ْن آَيٍة ِم ْن ِكَتاِب ِهَّللا‬،‫ ُثَّم َم َّر ِبي ُع َم ُر‬، ‫ َفَم َّر َو َلْم َيْفَع ْل‬،‫ِلُيْش ِبَعِني‬
‫ َفَم َّر َفَلْم َيْفَع ْل‬،‫َس َأْلُتُه ِإاَّل ِلُيْش ِبَعِني‬
“Demi Allah, yang tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Dia, aku benar-benar pernah menyandarkan hatiku di atas tanah
(terbaring) karena kelaparan. Aku juga pernah mengikat perutku dengan
batu karena kelaparan.([25]) Suatu hari aku pun kelaparan, dan aku pun
duduk di suatu jalan yang para sahabat biasa lewat di situ. Maka lewatlah
Abu Bakar, lalu aku bertanya kepadanya tentang satu ayat dari Al-Qur’an.
Tidaklah saya bertanya kecuali agar ia menjamuku, namun ia tidak
melakukannya dan hanya lewat saja. Setelah itu lewatlah Umar, kemudian
aku bertanya kepadanya tentang suatu ayat dari Al-Qur’an, dan tidaklah aku
bertanya kepadanya kecuali hanya agar ia menjamuku, namun ia tidak
melakukannya dan hanya lewat saja.”
‫ َو َع َر َف َم ا ِفي‬،‫ َفَتَبَّس َم ِح يَن َر آِني‬، ‫ُثَّم َم َّر ِبي َأُبو الَقاِس ِم َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
، ‫ الَح ْق‬: ‫ َقاَل‬،‫ َلَّبْيَك َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ َيا َأَبا ِهٍّر ُقْلُت‬: ‫ ُثَّم َقاَل‬،‫َنْفِس ي َو َم ا ِفي َو ْج ِهي‬
‫ ِم ْن‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ َفَو َج َد َلَبًنا ِفي َقَد ٍح‬، ‫ َفَد َخ َل‬،‫ َفَأِذ َن ِلي‬، ‫ َفاْسَتْأَذ َن‬، ‫ َفَد َخ َل‬،‫َو َم َض ى َفَتِبْع ُتُه‬
‫ َلَّبْيَك َيا َر ُسوَل‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َأَبا ِهٍّر‬: ‫ َقاَل‬،‫ َأْهَد اُه َلَك ُفَالٌن َأْو ُفَالَنُة‬:‫َأْيَن َهَذ ا الَّلَبُن ؟ َقاُلوا‬
‫ َو َأْهُل الُّص َّفِة َأْض َياُف‬: ‫ َقاَل‬،‫ الَح ْق ِإَلى َأْهِل الُّص َّفِة َفاْدُع ُهْم ِلي‬: ‫ َقاَل‬،‫ِهَّللا‬
‫ ِإَذ ا َأَتْتُه َص َد َقٌة َبَع َث ِبَها‬، ‫ َال َيْأُو وَن ِإَلى َأْهٍل َو َال َم اٍل َو َال َع َلى َأَحٍد‬، ‫اِإل ْس َالِم‬
‫ َو ِإَذ ا َأَتْتُه َهِد َّيٌة َأْر َسَل ِإَلْيِهْم َو َأَص اَب ِم ْنَها َو َأْش َر َك ُهْم‬،‫ِإَلْيِهْم َو َلْم َيَتَناَو ْل ِم ْنَها َش ْيًئا‬
‫ِفيَها‬
“Setelah itu lewatlah Abul Qasim ‫ﷺ‬, ketika melihatku beliau tersenyum
dan mengetahui apa yang tergambar dari wajah dan hatiku, beliau lalu
bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah!’ Aku menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu
wahai Rasulullah’. Beliau bersabda, ‘Ikutlah!’ Lalu aku mengikuti beliau,
beliau pun masuk, lalu aku minta izin untuk masuk dan beliau
mengizinkanku, maka aku pun masuk dan mendapati susu di dalam cangkir,
beliau bertanya (kepada istrinya), ‘Dari mana kalian mendapatkan susu ini?’
Dijawab kepada beliau, ‘Fulan atau fulanah menghadiahkannya kepada
Anda’. Beliau bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah!’ Aku menjawab, ‘Aku penuhi
panggilanmu wahai Rasulullah’. Beliau bersabda, ‘Temuilah ahli suffah (para
sahabat yang tinggal di pelataran masjid) dan ajaklah mereka kemari!’ (Abu
Hurairah berakta) Ahli Suffah adalah para tamu kaum muslimin, mereka
tidak tinggal bersama keluarga dan tidak memiliki harta, jika Nabi
mendapatkan hasil dari sedekah, maka beliau tidak akan memakannya dan
akan mengirimnya kepada ahli suffah, dan apabila beliau diberi hadiah,
maka mereka akan mendapatkan bagian dan kadang beliau mengirim
sebagiannya untuk mereka.”

‫ ُكْنُت َأَح ُّق َأَنا َأْن ُأِص يَب ِم ْن‬،‫ َو َم ا َهَذ ا الَّلَبُن ِفي َأْهِل الُّص َّفِة‬: ‫ َفُقْلُت‬، ‫َفَس اَء ِني َذ ِلَك‬
‫ َو َم ا َع َس ى َأْن‬، ‫ َفُكْنُت َأَنا ُأْع ِط يِهْم‬،‫ َفِإَذ ا َج اَء َأَم َرِني‬،‫َهَذ ا الَّلَبِن َش ْر َبًة َأَتَقَّو ى ِبَها‬
‫ َو َلْم َيُك ْن ِم ْن َطاَع ِة ِهَّللا َو َطاَع ِة َر ُسوِلِه َص َّلى ُهللا َع َلْيِه‬، ‫َيْبُلَغ ِني ِم ْن َهَذ ا الَّلَبِن‬
‫ َو َأَخ ُذ وا َم َج اِلَس ُهْم ِم َن‬، ‫ َفاْسَتْأَذُنوا َفَأِذ َن َلُهْم‬،‫ َفَأَتْيُتُهْم َفَدَعْو ُتُهْم َفَأْقَبُلوا‬، ‫َو َس َّلَم ُبٌّد‬
‫ َفَأَخ ْذ ُت‬: ‫ َقاَل‬، ‫ ُخ ْذ َفَأْع ِط ِهْم‬: ‫ َقاَل‬،‫ َلَّبْيَك َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َيا َأَبا ِهٍّر‬: ‫ َقاَل‬،‫الَبْيِت‬
‫ َفُأْع ِط يِه‬، ‫ ُثَّم َيُر ُّد َع َلَّي الَقَد َح‬،‫ َفَج َع ْلُت ُأْع ِط يِه الَّرُج َل َفَيْش َر ُب َح َّتى َيْر َو ى‬، ‫الَقَد َح‬
‫ ُثَّم َيُر ُّد‬،‫ ُثَّم َيُر ُّد َع َلَّي الَقَد َح َفَيْش َر ُب َح َّتى َيْر َو ى‬،‫الَّرُج َل َفَيْش َر ُب َح َّتى َيْر َو ى‬
، ‫ َح َّتى اْنَتَهْيُت ِإَلى الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َقْد َر ِو َي الَقْو ُم ُك ُّلُهْم‬، ‫َع َلَّي الَقَد َح‬
‫ َلَّبْيَك َيا‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َأَبا ِهٍّر‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫ َفَنَظَر ِإَلَّي َفَتَبَّس َم‬،‫َفَأَخ َذ الَقَد َح َفَو َضَع ُه َع َلى َيِدِه‬
‫ اْقُع ْد‬: ‫ َقاَل‬،‫ َص َد ْقَت َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َبِقيُت َأَنا َو َأْنَت‬: ‫ َقاَل‬،‫َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫ َح َّتى‬، ‫ اْش َر ْب‬:‫ َفَم ا َز اَل َيُقوُل‬، ‫ َفَش ِرْبُت‬، ‫ اْش َر ْب‬: ‫ َفَقاَل‬، ‫ َفَقَع ْد ُت َفَش ِرْبُت‬، ‫َفاْش َر ْب‬
، ‫ َفَأْع َطْيُتُه الَقَد َح‬،‫ َفَأِرِني‬: ‫ َقاَل‬،‫ َم ا َأِج ُد َلُه َم ْس َلًك ا‬، ‫ َال َو اَّلِذ ي َبَع َثَك ِبالَح ِّق‬: ‫ُقْلُت‬
‫َفَحِم َد َهَّللا َو َسَّم ى َو َش ِر َب الَفْض َلَة‬
Lalu aku berkata; Hal itu membuatku sedih, lalu aku berkata (dalam hati),
‘Apa perlunya ahli suffah dengan susu tersebut, karena akulah yang berhak
daripada mereka, aku berharap dapat minum seteguk susu agar sekadar
bisa bertahan dari sisa waktuku, apabila ada kaum yang datang maka akulah
yang menyuguhi mereka. Namun bagaimana pun saya tidak bisa untuk tidak
taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya ‫ﷺ‬. Maka aku pun pergi dan
mengundang mereka, mereka akhirnya datang dan meminta izin, beliau
kemudian mengizinkan, sehingga mereka pun mengambil posisi tempat
duduk mereka masing-masing, beliau bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah!’ Aku
menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah’. Beliau bersabda,
‘Ambil dan berikanlah kepada mereka’. Aku pun mengambil cangkir tersebut
dan memberikannya kepada seorang laki-laki, maka laki-laki itu minum
hingga kenyang, setelah itu ia mengembalikannya kepadaku, kemudian aku
berikan kepada yang lain, dan ia pun minum hingga kenyang, kemudian aku
berikan kepada yang lain hingga cangkir tersebut kembali kepada
Nabi ‫ﷺ‬, sementara mereka semua sudah merasa kenyang. Beliau
kemudian mengambil cangkir itu dan menaruhnya di tangannya, lalu beliau
melihatku sembari tersenyum, beliau bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah!’ Aku
menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah’. Beliau bersabda,
‘Sekarang tinggal aku dan kamu’. Aku menjawab, ‘Benar wahai Rasulullah’.
Beliau bersabda, ‘Duduk dan minumlah!’ Lalu aku duduk dan meminumnya.
beliau bersabda kepadaku, ‘Minumlah!’ Lalu aku minum lagi dan beliau terus
menyuruhku untuk minum, hingga aku berkata, ‘Tidak, demi Dzat yang
mengutusmu dengan kebenaran, aku sudah tidak sanggup lagi’. Beliau
bersabda, ‘Berikan bejana itu’. Aku lalu memberikannya kepada beliau,
setelah memuji Allah dan menyebut nama-Nya beliau akhirnya meminum
sisanya.”([26])

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits ini. Di antaranya para
ulama menyebutkan bahwasanya hadits ini menjadi dalil bahwasanya
sesekali kita boleh makan hingga kenyang. Di antaranya, hadits ini
menunjukkan bagaimana eratnya persaudaraan para sahabat zaman dahulu,
sampai-sampai minum dari gelas yang sama dan dipergilirkan kepada
beberapa orang tidak menjadi permasalahan bagi mereka. Di antaranya,
hadits ini juga menunjukkan senyum Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬kepada Abu
Hurairah serta perhatian Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬kepada para sahabat-
sahabat beliau, sampai-sampai beliau menjadi orang yang terakhir meminum
susu.

Tentunya, masih ada banyak hadits lain yang menunjukkan tentang senyum
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Namun, karena keterbatasan waktu dan kesempatan
sehingga kita tidak bisa menyebutkan semuanya. Penulis berharap,
pembahasan dan pemaparan yang sedikit ini bisa memberikan gambaran
tentang canda, tawa, serta senyum Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

Footnote:
______

([1]) Lihat: Shahih al-Bukhari (8/22).

HR. At-Tirmidzi No. 3641, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam
([2])

ta’liqnya.

Musnah Ishaq bin Rahawaih, tahqiq Abdul Ghafur al-Bulusyi No. 1750
([3])

(3/1008).

([4]) HR. Abu Daud No. 4990, dinyatakan hasan oleh Syekh al-Albani dalam
ta’liqnya.

([5]) HR. Abu Daud No. 4800, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani
dalam ash-Shahihah No. 273.

HR. Bukhari No. 265 dalam al-Adab al-Mufrad(1/102), dinyatakan shahih


([6])

oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.

([7]) HR. At-Tirmidzi dalam asy-Syamail al-Muhammadiyah (1/144), hadits


hasan menurut Syekh al-Albani [Lihat: Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No.
2987).

([8]) HR. At-Trimdzi No. 1991, dinyatakan sahih oleh Syekh al-Albani
dalam al-Misykah No. 4886.

([9]) Lihat: Fath al-Bari (10/504).

([10]) HR. Ibnu Majah No. 4193, dinyatakan shahih oleh Syekh al-
Albani ash-Shahihah No. 506.

([11]) HR. Muslim No. 2322.

([12]) Syarh as-Sunnah Li al-Baghawi No. 3351 (12/318).

([13]) HR. Muslim No. 1890.

([14]) HR. Muslim No. 1791.


([15]) HR. Ibnu Majah No. 181.

([16]) HR. Muslim No. 187.

([17])
HR. Bukhari No. 6065.

([18])
HR. Bukhari No. 6087.

([19]) HR. Muslim No. 190.

([20]) HR. Bukhari No. 7519.

([21]) HR. Abu Daud No. 4932.

([22]) HR. Ahmad No. 26339, Syu’aib al-Arnauth dalam ta’liqnya


menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, dan Syekh al-Albani
dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 3070 mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayyid.

([23]) Salim ini telah lama tinggal dengan Abu Hudzaidah bersama istrinya.
Salim yang dahulunya anak kecil pun kemudian tumbuh dewasa. Tumbuhnya
Salim dan keluar masuknya ia dalam rumah Hudzaifah tersebut membuat
Hudzaifah cemburu, karena Salim pasti melihat istrinya Hudzaifah yaitu
Sahlah binti Suhail.

([24]) HR. Muslim No. 1453.

([25]) Hal ini sering dilakukan oleh para sahabat dan bahkan Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬. Sebagaimana dalam perang Khandaq, Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬dan para sahabat kelaparan beberapa hari, dan mereka mengikat batu
ke perut-perut mereka agar bisa menahan lapar. [Lihat: Shahih al-
Bukhari No. 4101 (5/108)].

([26]) HR. Bukhari No. 6452.

Anda mungkin juga menyukai