Sistem peradilan di Indonesia memiliki beberapa jenis.
Terdapat lembaga pengadilan yang
menangani proses hukum sesuai dengan ruang lingkupnya. Peradilan dan pengadilan memiliki perbedaan makna. Peradilan merupakan proses hukum yang dijalankan di pengadilan untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara. Pengadilan adalah badan atau lembaga resmi yang melaksanakan proses pengadilan. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, yang memiliki cabang kehakiman yang beragam, diantara nya yaitu peradilan umum, agama, militer, serta PTUN. Berikut ini akan dijelaskan terkait kompetensi serta wewenang dari mahkamah agung terhadap ke empat cabang tersebut: Peradilan Umum Peradilan umum berlaku untuk rakyat yang menempuh jalur hukum. Badan ini diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2004. Umumnya menangani perkara perdata dan pidana. Terdapat pengadilan bertingkat, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Pengadilan tingkat pertama dilaksanakan di pengadilan negeri di ibu kota kabupaten/kota. Adapun tingkat banding dilaksanakan di pengadilan tinggi di ibu kota provinsi. Di dalam peradilan umum ini, Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk menangani berbagai jenis perkara hukum, mencakup pidana, perdata, tata usaha negara, serta administrasi. Peradilan Agama Peradilan selanjutnya adalah peradilan agama yang berlaku untuk orang-orang beragama Islam. Peradilan ini menyelesaikan berbagai perkara di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, hingga ekonomi syariah yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 7 Tahun 1989. Tak hanya peradilan umum, peradilan agama juga memiliki sistem bertingkat yang mana tingkat pertama pada Pengadilan Agama di ibu kota kabupaten/kota dan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Agama di ibu kota provinsi. Dalam konteks hukum agama Islam, Mahkamah Agung pada peradilan agama ini berperan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang melibatkan hukum agama Islam, seperti perkara pernikahan, perceraian, dan harta bersama. Peradilan Militer Tidak berbeda jauh dengan dua peradilan sebelum ini, Peradilan Militer berada pada ruang lingkup Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan penyelenggaraan keamanan dan pertahanan negara. Diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997, terdapat Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Mahkamah Agung pada peradilan ini, memiliki tugas dan wewenang khusus dalam menangani perkara-perkara militer dan keamanan nasional. Hal ini mencakup pemberian putusan terkait pelanggaran hukum militer dan penyelesaian sengketa hukum yang melibatkan personel militer. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN adalah peradilan sengketa. Diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2004, PTUN memiliki sistem bertingkat, yakni tingkat pertama pada PTUN di ibu kota kabupaten/kota dan Peradilan Tinggi TUN di ibu kota provinsi. Sementara itu, pada peradilan ini mahkamah agung, fokus pada menangani sengketa tata usaha negara atau administrasi negara, termasuk gugatan terhadap keputusan pemerintah atau lembaga negara dan penilaian terhadap legalitas kebijakan pemerintah. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: 1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; 2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; 3. Memutus pembubaran partai politik, dan 4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dalam hal kewajiban, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Pelanggaran dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.