Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENDIDIKAN KAMPUS JATI DIRI BANGSA

TENTANG PERISTIWA DI RAWAGEDE 1947

NAMA : ALFIAN MAULANA IKHSAN


KELAS : TM23B
NM : 23416221201016

PERISTIWA RAWA GEDE


Rawa gede merupakan suatu daerah di Kabupaten Karawang Jawa Barat yang sekarang
bernama Balongsari. Daerah ini menjadi saksi kelam peristiwa berdarah di Rrawagede yang
terjadi pada 9 Desember 1947. Peristiwa ini bermula saat Tentara Belanda kembali datang ke
Indonesia mendompleng dengan Tentara Sekutu, mereka berhasil menguasai wilayah Jawa
Barat. Dalam kondisi seperti itu para pejuang RI dan Tentara Republik Indonesia (TRI) banyak
yang mundur ke pedesaan dan bergabung dengan rakyat untuk membangun pertahanan dari
serbuan Tentara Belanda. Diantaranya ada yang bermarkas di Desa Rawagede, Kecamatan
Rawamerta, Kabupaten Karawang.

Di Rawagede terdapat Markas Gabungan Pejuang (MGP) yang anggotanya terdiri dari
Lasykar Rakyat, Hisbullah, Pesindo, BBRI, dan berbagai kesatuan kelompok yang tidak ikut hijrah
ke Jawa Tengah. Adanya markas pejuang di Desa Rawagede ternyata diketahui oleh antek-
antek Belanda yang menghianati perjuangan bangsa bahwa Desa Rawagede telah dijadikan
Markas Pertahanan Gerilya Pejuang RI. Berdasarkan informasi tersebut, Belanda segera
merencanakan akan melakukan penyerangan dan membumi hanguskan markas pejuang di
Rawagede. Selasa tanggal 9 Desember 1947, pukul 04.00 WIB Desa Rawagede sudah terkepung
oleh militer Belanda dengan posisi siap tempur. Menurut keterangan beberapa saksi, hanya
dari arah Barat yaitu jalur Tanjungpura (Tunggakjati) pasukan militer Belanda agak terlambat
menutup jalur, sekitar jam 06.00 pagi jalan ini baru bisa ditutup. Dalam keadaan darurat
tersebut, para pejuang dibawah pimpinan Serma Pulung dari Angkatan Laut, termasuk di
antaranya Syukur dan Suminta (Lurah Rawagede) berhasil meloloskan diri.

Tentara Belanda mulai masuk ke kampung untuk mencari para pejuang, penduduk laki-
laki dewasa, dan terutama Lukas Kustaryo beserta pasukannya. Mereka berjalan sambil
menembakkan senjata secara serabutan. Peluru banyak yang nyasar seperti: ke rumah-rumah
penduduk, ke pohon-pohon yang ada di pekarangan, dan binatang peliharaan seperti domba,
sapi, dan kerbau, tak bisa dibayangkan betapa paniknya warga pada saat itu. Para penduduk
yang tertangkap pada saat itu diarak keluar rumah dan dikumpulkan dan ditanyai satu persatu
mengenai keberadaan para pejuang dan Lukas Kustaryo beserta pasukannya. Akan
tetapi,semua warga melakukan gerakan tutup mulut yang menyebabkan Tentara Belanda
murka dan benci kepada penduduk. Sebagai bentuk pelampiasan atas kemurkaannya tersebut
akhirnya semua penduduk di tembaki secara sadis oleh tentara Belanda. Selain menembaki
para penduduk, tentara Belanda juga mambakar rumah rumah yang terdapat lambang lambang
republik,selain masuk ke rumah-rumah penduduk,mereka juga mencari ke kandang-kandang
domba, semak/belukar, tepi-tepi sungai sambil membawa anjing pelacak. Dengan
menggunakan anjing pelacak, banyak penduduk yang sedang bersembunyi tertangkap dan
langsung dibawa ke tempat yang agak luas untuk kemudian dieksekusi dengan kejam. Ada juga
yang langsung ditembak di tempat.

Walaupun Desa Rawagede telah hancur, namun pihak Belanda masih kurang puas,
karena sebagian pejuang terutama Lukas Kustaryo tidak berhasil dibunuh. Untuk mencari terus
para pejuang dan Lukas Kustaryo, pihak Belanda mendatangkan lagi pasukannya sebanyak 9
truk. Dalam operasinya tentara Belanda mendapat bantuan dari orang-orang pribumi yang
menjadi pengkhianat bangsa sehingga operasi ini berjalan begitu cepat.Korban dalam peristiwa
naas tersebut bukan hanya penduduk Rawagede saja, tetapi ada juga warga lain seperti
penumpang Kereta Api jurusan Karawang-Rengasdengklok. Mereka tidak tahu di Rawagede
sedang terjadi pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda. Para penumpang terjebak di
Stasiun Rawagede dan menjadi sasaran keganasan tentara Belanda. Mereka ditangkap dan
dibariskan di jalan Kereta Api sambil disuruh jongkok, setelah itu langsung ditembak dengan
senjata bregun. Mereka langsung roboh dan bergelimpangan di sepanjang jalan rel Kereta Api.
Menurut saksi mata korban kebiadaban itu berjumlah 62 orang.

Keadaan di seluruh sudut Rawagede sejak penyerangan jam 04.00 subuh sampai malam
hari, tidak seorangpun yang berani menampakkan diri untuk keluar rumah. Baru pada keesokan
harinya setelah keadaan cukup aman masyarakat baru berani keluar dan melihat banyak mayat
bergelimpangan dimana-mana, di jalan, di halaman rumah, sawah dan yang terbanyak terdapat di
sungai. Pada saat itu sungai dalam keadaan banjir. Ratap tangis dan jerit histeris memecah
keheningan pagi. Dengan peralatan dan tenaga seadanya mereka mengurus dan menguburkan
jenazah-jenazah tersebut. Semua hanya dilakukan oleh para perempuan. Menurut perkiraan jumlah
mayat yang dikuburkan pada saat itu sekitar 431 orang, termasuk orang-orang yang tidak dikenal
identitasnya, jumlah ini menuai perbedaan pendapat karena menurut belanda mengatakan jumlah
korban berjumlah 150 orang.

Untuk mengenang peristiwa kelam tersebut dibangunlah sebuah monumen yang


dinamakan” Monumen Perjuangan Rawagede”. Monumen ini dibangun pada tahun 1995 dan
diresmikan pada tahun 1996. Monumen ini berbentuk seperti piramid dengan hiasan relief
sejarah indonesia mengelilingi dinding luarnya.Bangunan ini terdiri dari dua lantai,lantai
pertama berisi diorama ukuran penuh yang menggambarkan suasana pada saat itu,dan untuk
lantai dua terdapat patung kakak beradik yang tewas dalam keadaan berpelukan, dibelakang
Patung Emas ini tertulis Puisi Chaerul Anwar yang berjudul Bekasi, Karawang . Dibelakang
monumen terdapat pemakam para pahlawan yang gugur dalam peristiwa pembantaian
rawagede yang dinamakan Sempurna Raga, pemakaman itu berjumlah 181 makam . makam
makam tersebut masih terawat dengan baik dan bersih. Disekeliling monumen terdapat pohon
pohon yang menambah kenyamanan pengunjung saat datang ke monumen ini.
Sebagai akhir dari penantian panjang atas peristiwa kelam tersebut, pada 14 September
2011, pengadilan sipil Den Haag telah menjatuhkan vonis pada negara Belanda untuk
bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh keluarga korban pembantaian di Rawagede
dengan membantai 430 warga Rawagede. Dengan putusan ini, Pemerintah Belanda diwajibkan
untuk memberikan kompensasi terhadap keluarga korban dan meminta maaf secara resmi atas
peristiwa tersebut, untuk itu negara harus membayar ganti rugi kepada tujuh janda korban.
Perjuangan mereka mendapatkan hasil dengan putusan bahwa Pemerintah Belanda akan
melakukan permintaan maaf secara terbuka pada 9 Desember 2011 dan adanya kompensasi
dana sebesar USD27 ribu atau sekira Rp 244 juta. Permintaan maaf tersebut diwakili oleh
Tjeerd de Zwaan, Duta Besar Belanda untuk Indonesia, yang akan dilakukan dihadapan para
keluarga korban di Rawagede. Berdasarkan data yang diperoleh, ada enam orang yang akan
mendapatkan kompensasi dari negara Belanda, yaitu Cawi, Wanti Sariman, Taslem, Ener, Bijey,
dan Ita. (paragraf terakhir merupakan tambahaninformasi yang saya baca dari internet ,karena
pada kegiatan kemaren belum disampaikan atau mungkin sudah disampaikan dan saya tidak
mendengarkan secara jelas saya mohon maaf).

BUKTI DOK UMENTASI

Anda mungkin juga menyukai