Anda di halaman 1dari 9

PERISTIWA RAWA GEDE

Tahun 1947, Belanda berhasil menguasai wilayah jawa


barat yang membuat TRI dan para pejuang bergabung
dengan rakyat untuk membangun pertahanan. Diantaranya
ada yang bermarkas di Desa Rawagede, Kecamatan
Rawamerta, Kabupaten Karawang, sebuah tempat yang
mudah dijangkau dari berbagai jurusan. Karena itu,
Rawagede yang sangat strategis dijadikan Markas
Gabungan Pejuang (MGP). Di tempat ini para pejuang dari
berbagai kesatuan seperti: Lasykar Rakyat, Hisbullah,
Pesindo, BBRI, dan lain-lain berkumpul dan mengadakan
pertemuan
pemerintah Pamongpraja RI kedudukannya selalu berpindah-pindah
karena Belanda selalu mengancam merombak pemerintahan dengan
nama Pamopraja Recomba yang bertujuan untuk memecah belah
kekuatan pemerintahan.
Markas pejuang di desa Rawagede diketahui oleh antek-antekna yang
mengkhianati perjuangan bangsa menjadi pertahanan Gerilya yang
tidak ikut pindah ke Jawa Tengah
r
Belanda beberapa kali telah mencoba membuktikan kebenaran adanya
Markas Gabungan Pejuang (MGP), tetapi upaya Belanda selalu gagal berkat
kesiagaan para pemimpin MGP dan anggotanya sehingga mata-mata yang
disiapkan Belanda selalu diketahui.
Akan tetapi, ada mata-mata Belanda yang tertangkap oleh para pejuang
tetapi berhasil meloloskan diri dan melapor kepada pihak Belanda
mengenai keberadaan Markas Gabungan Pejuang di Desa Rawagede.
Belanda segera merencanakan akan melakukan penyerangan dan
membumi hanguskan markas pejuang di Rawagede. Tetapi rencana
tersebut dapat disadap oleh Kepala Desa Tunggakjati, Saukim yang
berpura-pura memihak kepada tentara Belanda. Kemudian Lurah Saukim
dengan cepat memberitahu kepada MGP yang ada di Rawagede
Para pemimpin MGP memerintahkan untuk menutup akses jalan
menuju RawaGede
Mereka memblokir jalan yang menghubungkan Rawagede seperti:
dari
- Arah Barat memutuskan Jalan Cilempuk
- Arah Selatan memutuskan Jalan Palawad
- Arah Utara dan Timur membongkar jembatan Garunggung,
namun tidak berhasil dibongkar karena beton jembatan tidak
dapat dirusak sehingga diputuskan jalan dari dua arah.
Para pejuang meningkatkan kewaspadaannya untuk menghindari serangan
dadakan
Ketika sedang berpatroli, para pejuang berhasil menangkap salah seorang
intel Belanda berkebangsaan Indonesia. Orang tersebut dibawa ke markas
untuk diinteriograsi dan saat itu di markas ada Pak Lukas Kustaryo,
Komandan Brigade I, Resimen 6 Divisi Siliwangi dengan pasukannya.
Mereka adalah salah satu pasukan yang tidak ikut hijrah ke Yogyakarta dan
bertugas menjaga front Karawang-Bekasi.
ditawan berhasil melarikan diri dan melaporkan segala pengalamannya ke
pihak Belanda termasuk melaporkan adanya Lukas Kustaryo dengan
pasukannya di Rawagede
Mendengar laporan tersebut, Belanda menyusun startegi untuk
melakukan penyerangan ke RawaGede. Namun, Lurah Saukim
mengetahui dari penyadap sehingga ia langsung menyebarkan ke para
pejuang bahwa Belanda akan melakukan penyerangan besar- besaran
saat 09 Desember 1947
Mendengar berita tersebut, para pejuang berusaha melarikan diri
namun saat itu cuaca sangat buruk sehingga membuat para pejuang
tidak dapat melarikan diri.
Para pejuang beranggapan, Tentara Belanda tidak mungkin ke desa
RawaGede saat cuaca buruk.
Ternyata anggapan mereka keliru, tepat hari Selasa tanggal 9
Desember 1947, pukul 04.00 WIB Desa Rawagede sudah terkepung
oleh militer Belanda dengan posisi siap tempur. Hanya dari arah Barat
yaitu jalur Tanjungpura (Tunggakjati) pasukan militer Belanda agak
terlambat menutup jalur, sekitar jam 06.00 pagi jalan ini baru bisa
ditutup. Dalam keadaan darurat tersebut, para pejuang dibawah
pimpinan Serma Pulung dari Angkatan Laut, termasuk di antaranya
Syukur dan Suminta (Lurah Rawagede) berhasil meloloskan
Ketika rakyat ingin keluar dari rumah, maka tentara Belanda akan
menyuruh mereka kembali ke rumahnya. Mendengar hal itu,
penduduk berhamburan untuk menyelamatkan diri namun ada yang
tewas terbunuh.

Anda mungkin juga menyukai