Anda di halaman 1dari 20

RANGKUMAN ANTROPOLOGI

BAB I : DASAR ANTROPOLOGI KEPOLISIAN

A. KONSEP DASAR ANTROPOLOGI


1. Pengertian
- Berasal dari bahasa yunani Anthropos (Manusia) dan Logos (Ilmu)
- Ilmu yg mempelajari manusia – The study of man
- Antro mempelajari manusia dari aspek biologis/fisik maupun sosial/budaya
2. Objek Kajian Antropologi
- MANUSIA, terbagi dua aspek ; Fisik dan Budaya
- FISIK : Jenis ras, ciri fisik, dll
- BUDAYA : Nilai/orientasi budaya masy. dsbg
- Antropologi memadukan secara terintegratif Tinjauan Biologi dan Tinjauan
Sosio Budaya terhadap kehidupan manusia, disebut jg sebagai kajian Holistik
– integratif
3. SEBUTAN MANUSIA MNRT ANTROPOLOGI
- Homo Humanus : mahluk yg berperasaan
- Homo Artis : mahluk berkesenian
- Animal Symbolicum : mampu menerjemahkan simbol
- Homo Sapiens : mahluk cerdas
- Tool Making – using animal
4. LAPANGAN KAJIAN ANTROPOLOGI
Menurut Koentjaraningrat terdapat 5 lapangan kajian yaitu
- Paleoantropologi
- Antropologi Biologi (antro fisik)
- Etnolinguistik (antro budaya)
- Pre-history ; arkeologi (antro budaya)
- Etnologi (antro budaya)
5. ANTROPOLOGI MURNI & TERAPAN
 Berawal lahir sbg disiplin ilmu murni
- Mempelajari keunikan kebudayaan masyarakat di luar Eropa
- Mempelajari keanekaragaman budaya yang ada di dunia
 Antro sebagai ilmu terapan
- Pengetahuan Antropologi dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan,
pemberantasan kemiskinan, kebodohan, peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, resolusi konflik, dll
6. KAJIAN ANTROPOLOGI TERAPAN
Menurut Foster (1973) dan Koentjaraningrat (1982), kajian antropologi
terapan terkait pada program perencanaan pembangunan seperti :
(1) kependudukan,
(2) pelayanan kesehatan,
(3) kesejahteraan sosial,
(4) integrasi nasional,
(5) pembangunan masyarakat desa,
(6) pendidikan
(7) politik, ekonomi, pertahanan & keamanan

B. KONSEP KEBUDAYAAN
1. BUDAYA
- Budi & Daya (akal & usaha)
- Budaya merupakan buah pikir akal manusia & usaha manusia dalam usaha
menghadapi tantangan hidup.
2. CULTURE
- Bahasa Latin “Colere” yaitu mengolah
- Berarti ; Kebudayaan muncul ketika manusia mulai dapat mengolah
(mengolah alam, tanah, makanan, dsb)
- Mengolah berarti proses kreatif yg memerlukan akal/pikiran
3. TERMINOLOGI BUDAYA (MNRT AHLI)
- Koentjaraningrat  Kebudayaan adalah keseluruhan Sistem Gagasan,
Tindakan & Hasil karya
a. Sehingga hampir semua aspek kehidupan manusia terkait dengan
kebudayaan.
- Goodenough  Kebud merupakan Sistem kognitif (sistem pengetahuan)
b. Kebudayaan adalah “The Invisible Power” yang menggerakkan dan
mengarahkan kehidupan manusia
- Clifford Geertz  Kebud merupakan Sistem makna simbolik ( sehingga
muncul konsep Animal Symbolicum)
c. Kebudayaan dimaknai oleh pemilik kebudayaan tersebut, dan bisa saja
tidak bermakna bagi orang di luar kebudayaan tsb.
- Carol Ember : “Kebudayaan merupakan the learned behaviour atau perilaku
yang dipelajari”
4. ASAL USUL KEBUDAYAAN
- Kebudayaan  berpangkal dari akal/pikiran manusia.
(Kebudayaan muncul karena manusia punya akal/pikiran)
- Kebudayaan diwariskan dari generasi
(AKAN TETAPI bukan warisan biologis / genetis)
- Kebudayaan diperoleh melalui proses belajar
(Proses belajar kebudayaan berlangsung melalui Proses Sosialisasi &
Enkulturasi)
5. SUDUT PANDANG/DIMENSI KEBUDAYAAN
- Dimensi Wujud
- Dimensi Isi
- Dimensi Aspek
6. WUJUD IDEAL
- Berupa ide atau gagasan tentang pengetahuan, norma, aturan, kaidah, nilai,
yang sifatnya abstrak
7. WUJUD TINGKAH LAKU
- Sistem perilaku sosial / sistem sosial
8. WUJUD MATERIAL
- Wujud paling konkrit dalam kebudayaan masy
- Hasil ciptaan (produk) yg muncul dr suatu kebudayaan, dapat berupa alat,
bnangunan, dsbg yg bisa dilihat dipegang dan dipotret
9. DIMENSI ISI KEBUDAYAAN
- Unsur-Unsur Kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua kebudayaan
masyarakat
- Unsur yang sama tsb disebut Unsur Budaya Universal (CULTURAL
UNIVERSAL)
 Bahasa
 Sistem kepercayaan / religi
 Sistem Organisasi Sosial
 Sistem Pengetahuan
 Sistem mata pencaharian hidup;
 Sistem peralatan /teknologi
 Kesenian

10. DIMENSI ASPEK KEBUDAYAAN


Menurut JM Claess, kebudayaan ketika dipraktekkan dalam kehidupan
masyarakat setidaknya akan berkaitan dengan 3 aspek :
- Material aspect (aspek material)
- Social aspect (aspek sosial)
- Spiritual aspect (aspek spiritual)
11. ASPEK MATERIAL
- Secara Material, budaya terkait dengan kemampuan manusia menciptakan
dan menggunakan peralatan
12. ASPEK SOSIAL
- Secara Material, budaya terkait dengan kemampuan manusia menciptakan
dan menggunakan peralatan
13. ASPEK SPIRITUAL
- Kebudayaan juga menjadi alat manusia untuk memahami dunia “diluar” dirinya (Alam
Atas = booven natuur) yang tidak dapat dijangkau oleh rasionalitas manusia

BAB II : KEBUDAYAAN

A. ETIMOLOGI BUDAYA
1. BUDAYA
- Budi (Akal) & Daya (Usaha)
- Merupakan buah pikir akal manusia & usaha
manusia dalam usaha menghadapi tantangan hidup.
2. CULTURE
- Bhs latin “Colere” = Mengolah
- Kebudayaan muncul ketika manusia mulai dapat
mengolah (mengolah alam, tanah, makanan, dsb)
- Mengolah = proses kreatif yang memerlukan
akal/pikiran.
3. TERMINOLOGI
- Koentjaraningrat � Kebudayaan adalah keseluruhan Sistem
Gagasan, Tindakan & Hasil karya
- Sehingga hampir semua aspek kehidupan manusia terkait dengan
kebudayaan.
Goodenough � Kebudayaan merupakan Sistem kognitif (sistem
pengetahuan)
- Kebudayaan adalah “The Invisible Power” yang menggerakkan dan
mengarahkan kehidupan manusia
- Clifford Geertz � Kebudayaan merupakan Sistem makna
simbolik ( sehingga muncul konsep Animal Symbolicum)
- Kebudayaan dimaknai oleh pemilik kebudayaan tersebut, dan bisa
saja tidak bermakna bagi orang di luar kebudayaan tsb.
- "Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya
yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan
miliknya dengan belajar. (Koentjaraningrat. 2003:72)
- E.B. Tylor (1871) Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.

B. ASAL USUL KEBUDAYAAN


- Kebudayaan � berpangkal dari akal/pikiran manusia.
- (Kebudayaan muncul karena manusia punya akal/pikiran)
- Kebudayaan diwariskan antargenerasi
(AKAN TETAPI bukan warisan biologis / genetis)
- Kebudayaan diperoleh melalui proses belajar
(Proses belajar kebudayaan berlangsung melalui Proses Sosialisasi &
Enkulturasi)

C. SIFAT-SIFAT KEBUDAYAAN
- Kebudayaan merupakan milik bersama, bukan milik perseorangan.
- Kebudayaan selalu diwariskan, dan proses pewarisan kebudayaan dilakukan
dengan belajar.
- Kebudayaan selalu diyakini dan dipertahankan oleh masyarakat pendukung
kebudayaan tersebut.
- Kebudayaan bersifat memaksa, hal ini tercermin dalam norma, hukum dan
adat istiadat yang selalu dipatuhi oleh pendukung kebudayaan tersebut.
- Kebudayaan diekspresikan dalam bentuk simbolik. Hal ini terjadi karena sifat
kebudayaan yang abstrak sehingga wujud yang dapat dilihat adalah simbol
simbol yang mengekspresikannya.
- Kebudayaan bersifat dinamis, karena inti kebudayaan terletak dalam tataran
ideasional yang akan selalu berkembang seiring dengan pemikiran manusia
yang semakin maju. Kebudayaan bersifat adaptif, artinya dapat menyesuaikan
diri dengan kebutuhan pada masanya.

D. DIMENSI 3 WUJUD BUDAYA


1. WUJUD MATERIAL
- Wujud Material=Material Culture=Kebudayaan Fisik=Artefact
- Wujud yang paling konkrit/nyata dalam kebudayaan di suatu masyarakat
- Suatu hasil ciptaan (produk) yang muncul dari suatu kebudayaan
- Bentuknya dapat berupa benda, alat, atau bangunan yang bisa dilihat,
dipegang, dan dipotret.
- Bersumber pada gagasan atau wujud ideal dari masyarakat yang bersangkutan
- Budaya material merupakan alat (tools) dalam menjalankan aktivitas/perilaku
kebudayaan
2. WUJUD TINGKAH LAKU
- Merupakan sistem perilaku sosial atau sistem sosial
- Lebih mudah untuk diamati dan dicermati
- Dapat dipotret dan digambarkan
- Bentuk ekspresi tingkah laku nyata di dalam suatu masyarakat tertentu
- Tidak terlepas dari pengaruh wujud ideal dari budaya yang bersangkutan
- Nilai atau gagasan tentang sesuatu yang “Baik/Buruk” dalam masyaraka
tercermin dalam wujud perilaku masyarakat yang bersangkutan
3. WUJUD IDEAL
- Berupa ide atau gagasan tentang pengetahuan, norma, aturan, kaidah, nilai,
yang sifatnya abstrak
- Merupakan kebudayaan yang terletak di dalam pikiran (akal) manusia.
- Merupakan inti dari kebudayaan suatu masyarakat
- Perubahan Budaya dalam wujud ideal sulit untuk diubah. (Dapat berubah, tapi
dalam kurun waktu yang sangat panjang)
4. UNSUR BUDAYA UNIVERSAL
- Bahasa
- Sistem kepercayaan / religi
- Sistem Organisasi Sosial
- Sistem Pengetahuan
- Sistem mata pencaharian hidup;
- Sistem peralatan /teknologi
- Kesenian
E. KEBUDAYAAN POLRI
1. PENGERTIAN
- Kebudayaan Polri adalah sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai
Polri sebagai organisasi atau pranata pemerintahan mengenai diri da
lingkunganya beserta isinya, dan mengenai posisinya dalam lingkungan
tersebut.
- Fungsi kebudayaan polri adalah sebagai pedoman bagi Polri sebagai
organisasi atau pranata pemerintahan dalam menghadapi dan memanfaakan
lingkungan beserta isinya untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sebagi
polisi, yaitu pemenuhan tugas-tugas kepolisian, yang didefinisikan sebagai
pemolisian.
2. NILAI BUDAYA POLRI
- Nilai-nilai budaya Polri juga berisikan seperangkat penilaian secara etika,
moral, dan estetika mengenai gejala dalam kehidupan Polri dan lingkunganya
yang berkaitan dengan konsep keindahan, kepantasan, kesusilaan, harga diri,
kehormatan, kerja dan profesionalisme, kerapian, ketaatan, kemandirian,
kerjasama serta soloidaritas, diskresi, masalah-masalah sosial, penyimpangan,
pelanggaran, kejahatan, korupsi, pasal-pasal penting dalam KUHP dan
KUHAP, ketertiban dan disiplin, dan sebagainya.
- Kebudayaan Polri yang normatif ini dibedakan dari kebudayaan Polri yang
aktual
3. KEBUDAYAAN POLRI YG AKTUAL
- Kebudayaan Polri yang aktual adalah kebudayaan Polri yang sebenarnya
dijadikan sebagai pedoman bagi kehidupan Polri sebagaimana yang ada dalam
organisasinya melalui kegiatan-kegiatan administratif maupun
manajemennya, dan dalam kebijakan-kebijakan dan kegiatan-kegiatan dan
fungsi operasionalnya, sebagaimana terwujud dalam pelaksanaan kebijakan,
tugas, dan tindakan anggota Polri.
- Kebudayaan aktual adalah sebuah kesimpulan dari rangkaian kebijakan dan
tindakan para anggota Polri selama jangka waktu tertentu dalam suatu wilayah
tertentu yang secara berulang selalu dutunjukkan, yang hasil abstraksinya
menunjukkan ciri-ciri atau pola-pola dari kebijakan dan tindakan-tindakan
petugas Polri.
- Artinya, kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan petugas Polri tersebut
mempunyai ciri atau pola tertentu. Pola dari kebijakan dan tindakan petugas
Polri tersebut dapat dilihat sebagai pola-pola bagi kebijakan dan tindakan-
tindakan dari petugas polisi, karena kebijakan-kebijakan dan tindakan-
tindakan tersebut berpola dan terwujud secara berulang untuk situasi-situasi
tertentu yang sama dalam jangka waktu yang berbeda. Sehingga
kesimpulannya adalah bahwa ada pola atau acuan pedoman bagi kebijakan-
kebijakan dan tindakan-tindakan yang berpola dan yang bercorak aktual
bukan normatif. Pola-pola atau pedoman yang diacu inilah yang dinamakan
kebudayaan yang aktual (Geertz, 1973).
- Sebagai contohnya, tidak ada kebudayaan polisi dimanapun yang secara
normatif berisikan pedoman untuk memeras tersangka korupsi. Tetapi bila
secara aktual, dalam sebuah organisasi polisi, tindakan seperti ini dilakukan
oleh petugas kepolisian yang berbeda yang secara berulang dilakukan dari
waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa seperti itulah kebudayaan polisi
yang aktual dari organisasi kepolisian tersebut.
4. KEBUDAYAAN ORGANISASI DAN ANGGOTA
- Kebudayaan organisasi yang bercorak formal yang penekanan intinya pada
jenjang kepangkatan yang ketat dengan pendelegasian kewenangan dari
jenjang atas ke jenjang bawah yang kewenangan kekuasaannya terpusat
seperti piramida, bercorak semi militer dengan keharusan ketaatan disiplin
tinggi.
- kebudayaan yang dimiliki para petugas polri adalah kebudayaan yang pada
dasarnya telah dimiliki sebelum menjadi anggota Polri ditambah atau
digabung atau diasimilasi dengan kebudayaan organisasi Polri dan ditambah
lagi dengan kebudayaan praktis yang berkembang dan mantap yang
merupakan kebudayaan okupasi atau kebudayaan pekerjaan sebagai petugas
kepolisian.
5. KEBUDAYAAN ORG POLRI SEMI MILITER
 PRINSIP DASAR KEPOLISIAN
- Polisi harus berada dibawah kendali pemerintah;
- Tugas utamanya adalah mencegah kejahatan dan kekacauan;
- Keberhasilan Polri tergantung pada persetujuan publik;
- Organisasi Polisi harus disusun berdasarkan organisasi militer;
- Calon anggota kepolsian harus dipilih secara tepat dengan pendidikan dan
pelatihan yang tepat sesuai tugas kepolisian;
- Sebelum disahkan sebagai petugas kepolisian, calon petugas polisi harus
menjalani kerja magang
- Kekuatan polisi harus menyebar menurut waktu dan wilayah;
- Polisi hanya diijinkan untuk menggunakan kekerasan bila dipandang perlu.
BAB III : PERUBAHAN KEBUDAYAAN DALAM INSTITUSI POLRI

A. PERUBAHAN BUDAYA POLRI


- Budaya Militer ke Budaya Sipil
- Budaya Arogansi ke Budaya Humanis
- Budaya Pemimpin Masyarakat ke Budaya Pelayan Masyarakat
- Budaya Suap ke Budaya Jujur & Transparan
- Budaya Promoter
B. MENGAPA PERLU PERUBAHAN BUDAYA
- Polri adalah institusi publik yang berwatak sipil
- Doktrin Polisi BERBEDA dengan doktrin militer
 Doktrin polisi adalah melindungi
 Doktrin militer adalah menghancurkan
- Polisi melihat masyarakat tidak sebagai satuan absolut tetapi sebagai individu-
individu. Pandangan ini menghasilkan institusi diskresi yaitu melihat
karakteristik individual dari obyek yang dihadapi.
- Polisi adalah pasukan berseragam tetapi berjiwa sipil (civilian in uniform)
- Polisi dituntut mengembangkan kepekaan sipil dan kepekaan keadilan.
- Polisi menghadapi manusia (masyarakatnya) bukan musuh.
C. ASPEK PERUBAHAN POLRI
1. PERUBAHAN STRUKTURAL
- Meliputi perubahan jabatan, kepangkatan terkait dengan kewenangan, tugas,
dan fungsi Polri. Juga keinginan dari Polri untuk berubah tidak lagi
militeristik akan tetapi lebih mendekat ke masyarakat.
2. PERUBAHAN INSTRUMENTAL
- Meliputi perubahan bidang sarana dan prasarana/piranti lunak dan keras,
termasuk perundang-undangan dan peraturan atau surat keputusan sebagai
landasan filosofi yang mengatur fungsi dan peranan Polri dalam menjalankan
tugas
3. PERUBAHAN KULTURAL
- Kultur citra Polisi yang menjadi cetak biru adalah Polisi yang masih belum
memuaskan masyarakat, Polisi yang masih melakukan banyak pelanggaran
baik pelanggran hukum maupun pelanggaran disiplin, dan Polisi yang tercetak
biru di mata masyarakat adalah Polisi yang masih mengenal ‘tahu sama tahu’
dalam menangani kasus atau perkara

D. DAMPAK PERUBAHAN BUDAYA


1. Periode transisi / LIMINALITAS (VICTOR TURNER)
- Pre Liminal : Fase lama, destrukturisasi
- LIMINAL : transisi, ambigu, anti struktur
- Post Liminal : struktur baru, keseimbangan baru
2. CULTURAL SHOCK
- Arogansi pada Masyarakat (di Jalan, di ranah hukum, di tahanan, dll)
- Konflik dengan institusi militer
- Pelayananan Tidak Prima � Merasa Dibutuhkan Masyarakat, bukan
Membutuhkan masyarakat.
- Penyalahgunaan wewenang & kekuatan senjata
- Enggan menjadi pelayan, tetapi ingin dilayani (dilayani oleh anak buah, oleh
masyarakat, pengusaha, dll)
- Berkurangnya rasa hormat masyarakat
- Berkurangnya rasa hormat bawahan.

BAB IV : REFORMASI BUDAYA POLRI

A. KEBUDAYAAN DALAM INSTITUSI POLRI


1. Kebudayaan merupakan seperangkat pengetahuan dan
keyakinan yang dimiliki manusia sebagai pedoman
menjalani kehidupan dalam lingkungannya. (Lingkungan
yang dimaksud mencakup lingkungan fisik, sosial dan
budaya.)
2. Dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai budaya baku dan menjadi nilai-
nilai ideal yang ada dalam setiap kebudayaan. Sering disebut sebagai
pandangan hidup
3. Setiap kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang operasionalnya dalam
kegiatan-kegiatan kehidupan yang acuannya adalah pada nilai-nilai budaya
yang ideal yang dinamakan etos.
4. Etos adalah nilai tidak baku yang dapat berubah sesuai perubahan waktu dan
situasi yang dihadapi oleh pelaku, dan biasanya terwujud dalam bentuk
tradisi. misalnya etos kerja : artinya nilai-nilai yang mendasari semangat,
ketekunan, dan kepatuhan pada disiplin kerja orang Indonesia

B. KEBUDAYAAN NORMATIF & AKTUAL


1. KEBUDAYAAN NORMATIF
- Kebudayaan Polri sebagai pengetahuan dan keyakinan yang berlaku di
lingkungan Kepolisian sebagai pranata pemerintahan mengenai diri dan
lingkunganya beserta isinya, dan mengenai posisinya dalam lingkungan
tersebut.
2. KEBUDAYAAN AKTUAL
- Kebudayaan Polri yang aktual adalah kebudayaan Polri yang sebenarnya
dijadikan sebagai pedoman bagi kehidupan Polri sebagaimana yang ada dalam
organisasinya melalui kegiatan-kegiatan administratif maupun
manajemennya, dan dalam kebijakan-kebijakan dan kegiatan-kegiatan dan
fungsi operasionalnya, terwujud dalam pelaksanaan kebijakan, tugas, dan
tindakan anggota Polri.

C. KONSTRUKSI DAN DEKONSTRUKSI SIKAP PERILAKU ANGGOTA


POLRI
1. Konstruksi citra Polisi yang terbangun dan menjadi kesepakatan umum,
sayangnya adalah citra buram yang seolah-olah diwarisi secara kultural.
2. Dekonstruksi terjadi pada saat keabsahan realitas obyektif citra Polri (yang
sudah terkonstruksi) mulai dipertanyakan, dirombak, yang kemudian
memperlihatkan praktik-praktik baru di dalam citra Polri.

Pentingnya Antropologi Bagi Polri Untuk Pahami Masyarakat (Plural & Multikultural)

1. Masyarakat plural adalah masyarakat dengan keragaman baik strata sosial, ekonomi, ras, suku
bangsa, agama, dan budaya.Furnivall (dalam Hefner, 2007) mengatakan bahwa masyarakat
plural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara
kultural dan ekonomi terpisah –pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda
satu sama lainnya.

- Ciri-ciri Masyarakat plural


• Tersegmentasinya masyarakat dalam sub-kelompok yang berbeda satu dengan lain
• Struktur sosial yang terbentuk bersifat non-komplementer
• Kurang mengembangkan konsensus mengenai nilai – nilai dasar dalam kehidupan
masyarakat
• Secara relatif, memiliki potensi konflik yang besar
• Integrasi sosial tumbuh atas dasar paksaan (coercion) dan kepentingan ekonomi
• Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain.

- Furnivall: 4 Kategori Masy.plural


• Masyarakat plural dengan kompetisi seimbang
• Masyarakat plural dengan mayoritas dominan
• Masyarakat plural dengan minoritas dominan
• Masyarakat plural dengan fragmentasI

- Problem Budaya dalam Kehidupan Masyarakat plural


• Stereotype Budaya
• Primordialisme
• Etnosentrisme
• Diskriminasi

- Polri Dalam Masyarakat Yang Plural


• Secara Eksternal:
1. Akan menghadapi masyarakat yG mungkin berbeda kebudayaan dgn diri anggota POLRI.
2. Akan mengelola kamtib pada masyarakat yang multikultur.
• Secara Internal
1. Akan bertemu dan bekerja dengan sejawat yg multikultur (beragam agama, etnik, ras, dll)
2. POLRI sebagai satu kesatuan yang sentralistik tidak boleh terpecah oleh perbedaan di
antara anggota tersebut.
3. Sehingga tiap Anggota Polri harus siap menerima atasan/bawahan yang berbeda budaya,
agama, etnis, dsb

2. Masyarakat Multikultural Masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat plural


yang telah mencapai keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan
masyarakat multikultural, kelompok – kelompok yang ada saling mengakui adanya perbedaan,
memiliki konsensus untuk hidup berdampingan dalam kesetaraan dan kesederajatan.

- Ciri – ciri Masyarakat Multikultural


• Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
• Perlakuan yg sama thd berbagai komunitas dan budaya, baik mayoritas maupun minoritas.
• Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara
individu ataupun kelompok serta budaya.
• Penghargaan yg tinggi terhadap HAM dan saling menghormati dlm perbedaan.
• Unsur kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.

- Antisipasi Polri dalam Menghadapi Keberagaman Masyarakat di Indonesia Keteraturan sosial &
polisi dan fungsinya dalam masyarakat plural IndonesiaRelativisme Kebudayaan untuk Menyikapi
Keberagaman Masyarakat Indonesia :
• Haviland (1985): “Relativisme Budaya merupakan suatu konsep yang menempatkan
budaya sebagai sesuatu yang sifatnya unik, relatif, tidak absolut (mutlak).”
• Abdala (2008): “Relativisme budaya adalah paham yang memandang bahwa semua budaya
baik, tidak ada budaya yang dianggap superior, sementara yang lain inferior”
• Pentingnya Konsep Relativisme Budaya Meminimalisir Etnosentrisme
• pentingnya memahami budaya lokal berdasarkan keyakinan masyarakat tertentu.
• menghindarkan kita dari penilaian subyektif ketika menelaah budaya di luar diri kita.

Perubahan Kebudayaan Dan Dampaknya Terhadap Kamtibmas

Perubahan Budaya  Budaya Lama menjadi Budaya Baru

- Faktor Penyebab Perubahan


• Faktor ENDOGENUS/ENDOGEN
Perubahan disebabkan faktor dari dalam masyarakat itu sendiri
Bentuk : Inovasi
• Faktor EKSOGENUS/EKSOGEN
Perubahan disebabkan faktor dari luar masyarakat
Bentuk : Akulturasi, Asimilasi, Difusi.
1. AKULTURASI = Culture Contact
Perubahan kebudayaan yang muncul akibat adanya kontak dengan kebudayaan luar.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan luar tersebut berpadu dengan kebudayaan asal serta
mempengaruhi banyak aspek kebudayaan masyarakat, akan tetapi tanpa menghilangkan ciri
kepribadian budaya itu sendiri
Contoh Kasus :
Akulturasi pada Masyarakat Jepang
Masyarakat Jepang adalah contoh unik proses akulturasi. Mereka memiliki tradisi dan
kebudayaan yang amat khas dengan keyakinan kebangsaan yang amat kuat dan solid. Teknologi
Barat masuk dan diserap lewat apa yang dikenal dengan restorasi Meiji, namun sebatas pada
teknologinya saja yang diserap. Kebudayaan Jepang lainnya tidak berubah.
Hal tersebut memunculkan corak budaya Jepang maju dan modern, namun masih sangat
menjunjung tingg tradisi leluhur.

2. ASIMILASI=Pembauran
Yaitu percampuran antar kebudayaan, salah satu/ keduanya mengubah sifat khas
kebudayaannya.
- Salah satu berubah, minoritas menyesuaikan diri dan meleburkan dirinya dengan kebudayaan
yang lebih dominan.
Contoh : Masy China di Indonesia
- Keduanya berubah ketika tidak ada budaya yang dominan, sehingga muncul budaya campuran
(hybrid culture).
Contoh: Kebudayaan Masy. Amerika

3. DIFUSI
adalah proses persebaran unsur/elemen budaya suatu kebudayaan ke kebudayaan lain. Difusi
juga dapat diartikan sebagai perubahan budaya yang muncul akibat beberapa elemen budaya /
teknologi dari luar diintroduksi dan diadopsi oleh suatu masyarakat. Proses difusi yang berjalan
terlalu cepat dalam masyarakat akan memunculkan resiko terjadinya ketimpangan budaya atau
Cultural Lag

Cultural Lag (Kesenjangan/ Ketertinggalan budaya)


“Suatu kondisi di mana terjadi kesenjangan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan
karena perubahan pada suatu bidang tidak diikuti perubahan pada bidang lainnya dalam taraf
yang sama”
Misal : Masuknya teknologi baru tidak diimbangi dengan kesiapan pemahaman masyarakat
tentang fungsi dan guna teknologi baru / sehingga tidak dapat memperoleh kegunaan yang

Teori GP Murdock tentang Difusi dan Introduksi Kebudayaan Baru Seorang ahli antropologi GP
MURDOCK dalam bukunya : "Man, Culture and Society “ mengemukakan bahwa setiap introduksi
baru yang masuk ke suatu masyarakat, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut
• proses introduksi (introduction)
• proses selektif (selective elimination)
• proses penerimaan sosial (social acceptance)
• proses integrasi (integration

4. INOVASI
adalah perubahan kebudayaan yang bersifat Endogen karena adanya individu yang kreatif dan
menjadi pelopor perubahan .HG Barnett, sumber inovasi adalah adanya “the creative men” yang
menjadi agen perubahan (agent of change)
- Inovasi menurut William Ougburn berlangsung dalam 2 proses :
• Penemuan (Discovery)
• Penciptaan (Invention/Invensi)

- Penemuan merupakan tambahan pengetahuan terhadap hal yang baru. Penemuan


menambahkan sesuatu yang baru pada sebuah kebudayaan. Misal :
• Penemuan api
• Penemuan mesiu (bubuk api)
• Penemuan Logam
• Penemuan energi minyak bumi
- Invensi=Invention (Penciptaan) “Suatu kombinasi atau cara penggunaan baru dari kumpulan
pengetahuan yang sudah ada” Merupakan penggabungan beberapa hasil penemuan menjadi
sebuah teknologi baru. Misal:
• Menggabungkan penemuan api, mesiu, dan logam menjadi senapan.
• menggabungkan penemuan tenaga uap, roda, kemudi (setir), dan badan kereta menjadi
sebuah Mobil
Invensi dapat dibedakan menjadi dua :
• Invensi Material
Terkait dgn penciptaan peralatan teknologi (mesin industri, telepon, mobil, komputer, dst)
• Invensi Sosial
Terkait dengan unsur non-materi (penciptaan abjad, aksara, bentuk pemerintahan
(Republik, Kesatuan, Federal, dst), perusahaan, lembaga sosial (Sekolah, Polisi,
Kabupaten,dll)
- Hambatan dalam Inovasi
• Hambatan budaya (cultural barrier)
Menyangkut adanya pertentangan dengan nilai budaya lama
• Hambatan sosial (social barrier)
Menyangkut adanya pertentangan dengan perilaku dan gaya hidup lama
• Hambatan psikologis (psychologycal barrier)
Menyangkut adanya pertentangan secara psikologis pada orang yang mengalami
perubahan

Perubahan Sosbud & Dampak Terhadap Kamtibmas. Liminalitas yang terjadi dalam perubahan
SOSBUD juga dapat berdampak dalam masalah kamtibmas. Beberapa perilaku akibat kondisi
liminalitas yang muncul dalam perubahan sosbud:

1. OVER CONSUMPTIVE & MATERIALISTIS


- Konsumsi berlebihan (melebihi dari apa yang dibutuhkan),
- Mengkonsumsi bukan karena fungsi, tapi karena “merasa Butuh”
- Didorong oleh “Want” bukan “Need”
- Dipengaruhi oleh globalisasi, iklan, media.
- Terkait dengan 3F (Food, Fashion, Fun)

2. SADISTIS dan AGRESIF


Perilaku yang tidak mengenal rasa kemanusiaan & semangat persaingan yang berlebihan
Didorong oleh: Faktor ekonomi, persaingan hidup, perubahan nilai keagamaan, nilai
kemanusiaan (humanisme), individualisme tinggi, solidaritas berlebihan.
Contoh: Tawuran pelajar, antar kampung, antar suporter, mutilasi,aborsi,

3. HIPOKRIT = kemunafikan
Tidak sesuai antara “yang seharusnya” dengan “yang senyatanya”
Terjadinya perbedaan antara Idealisme & Realitas
Hipokrit menyebabkan “Apa yang dipahami di bangku teori banyak yang tidak dilakukan ketika
sudah terjun dilapangan”

4. INDIVIDUALISTIK
Perilaku yg lebih mementingkan pribadi dan mengabaikan kepentingan orang lain (Egosentris)
Menimbulkan sikap ketidakpedulian pada lingkungan sosial
Individualistik berdampak pada kamtibmas:
- Sistem keamanan komunal (ronda) berkurang, terorisme bersembunyi dengan aman karena
masyarakat sekitar acuh.
- Ketidakpedulian masyarakat terhadap korban Lakalantas, korban kejahatan di tempat
umum  Malas menjadi saksi, takut repot, dll.

5. KEHIDUPAN HEDONISTIK
Kecenderungan manusia lebih mementingkan pemuasan nafsu duniawi (seks, makan, dan hal –
hal yang bersifat materialistik). Dampak:
Pornografi, seks bebas, pemerkosaan, penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan

Pendekatan Etic Dan Emic Dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian


Polisi dalam menjalankan tugas dituntut untuk dapat memahami berbagai kebudayaan yang
berbeda. Polisi dituntut untuk memahami kebudayaan dari “native point of vew” yaitu
memahami kebudayaan dari perspektif pemilik/pelaku kebudayaan Ada dua cara pandang ketika
mengamati kebudayaan suatu masyarakat yaitu perspektif etic dan emic
- Emik (native point of view): mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat
dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri
- Etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini
peneliti) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat

Contoh 1:
Orang-orang pengangguran. Dari segi etik, mereka adalah orang-orang yang dianggap bodoh,
malas bekerja, sehingga banyak terjadi kejahatan dimana-mana.
Tetapi dari segi emik, mereka adalah adalah korban dari kesenjangan ekonomi, dan ketidakadilan
dari pemerintah sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa bersekolah, sehingga menjadi
pengangguran

Contoh 2:
Aparat pemerintah. Dalam pandangan etik, mereka adalah orang-orang yang sangat tidak disukai
oleh masyarakat karena ada sebagian melakukan tindak korupsi yang dapat merugikan
masyarakat, khususnya masyarakat tingkat bawah (masyarakat miskin). Dalam pandangan emik,
mereka adalah orang-orang yang sangat berperan penting dalam pembangunan negara
Indonesia.
Sudut pandang emic seringkali diabaikan oleh para peneliti maupun para pengambil kebijakan
negara, sehingga terkadang kita memperlakukan masyarakat dengan cara yang salah karena kita
tidak memahami bagaimana mereka memandang dan memaknai kehidupannya. Disinilah
pentingnya memahami kebudayaan tidak hanya dari sudut pandang etic saja, namun juga
mampu memahami dan menyelami pandangan emic.

Secara sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji,
sedangkan etik mengacu pada pandangan si pengamat.
Teknik Penggalian Informasi

aspek non fisik /non material untuk pengaturan hidup kelompok:


- norma-norma
- Pengetahuan-pengetahuan
- Tradisi-tradisi
- Ritual-ritual
- Adat istiadat
Fokus kajiannya adalah
- manusia sebagai makhluk budaya yang multi dimensional
- Perilaku manusia sebagai bagian suatu budaya dalam kelompok manusia
- Memahami pola-pola tertentu dari kehidupan budayanya Perilaku manusia sifatnya khas

- Etika penggalian informasi:


1. Mempertimbangkan Informan Terlebih dahulu,
2. kepentingan informan sama dengan kepentingan orang lain
3. Mengamankan hak-hak, kepentingan dan sensitifitas informan
4. menyampaikan tujuan riset, karena Informan mempunyai hak untuk mengetahui tujuan
pelaku riset
5. Melindungi privasi informan
6. menghormati hak informan tentang anonimitasnya (kerahasiaan nama).
7. menghormati protes informan dalam pengumpulan data dengan menggunakan kamera,
tape recorder, dan berbagai alat pengumpulan lainnya.
8. Jangan mengeksploitasi Informan
9. Dianjurkan untuk ada balas jasa kepada informan.
10. Informan diperbolehkan memberikan saran dalam menentukan tujuan riset.
11. Informan diberi salinan hasil riset.
12. Memberikan laporan kepada Informan
13. Pemberian laporan bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan.

- Jenis Data:
• Hasil pengamatan: uraian (deskripsi) rinci mengenai situasi, kejadian atau peristiwa,
orang-orang, interaksi sosial, dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan;
• Hasil pembicaraan: kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang pengalaman,
sikap, keyakinan, dan pandangan/ pemikiran mereka dalam kesempatan wawancara
mendalam;
• Bahan tertulis: petikan atau keseluruhan dari dokumen, surat-menyurat, rekaman, dan
kasus historis (sejarah).

- Informan
Seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang-ulang kata-kata, frasa, dan kalimat
dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi. Guru bagi pelaku riset
etnografi

Teknik Penggalian Informasi:


• Pengamatan Berperan Serta
• Wawancara
- FGD
- Wawancara Mendalam
• Kajian Dokumen
Pengamatan Berperan Serta
Memungkinkan peneliti untuk melihat, merasakan, dan memaknai dunia.
Memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan informan
(intersubyektif Rasional)

TEKNIK PENGAMATAN:
Pengamatan & wawancara -> Apa yang mereka lakukan
Wawancara -> Apa yang mereka ketahui
Pengamatan -> Benda-benda apa yang mereka buat/gunakan dalam kehidupan sehari-hari

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGAMATAN


 Ruang atau tempat menciptakan suaatu suasana tertentu
 Pelaku, ciri-ciri tertentu, sistem kategorisasi, berpengaruh terhadap strktur interaksi dapat
diungkap.
 Kegiatan, tindakan-tindakan yang dilakukan yang dapat mewujudkan adanya serangkaian
interaksi di antara sesama mereka
 Benda-benda atau alat
 Waktu, yakni tahapan waktu yang berkesinambungan
 Peristiwa, yang sifatnya tidak terduga (turning point), dan yang sifatnya biasa bagi pelaku
tetapi sebenarnya penting.
 Tujuan terwujud dari tindakan-tindakan, ekspresi muka, gerak tubuh, ucapan-ucapan dan
ungkapan-ungkapan bahasa.
 Perasaan dan emosi

Wawancara FGD:
Alasan Filosofis
Kajian tidak selalu terpisah dengan aksi.
Kajian yang bersifat aksi memerlukan perasaan memiliki dari masyarakat.
Alasan Metodologis
Untuk memperoleh data yang bermutu.
Masalah yang dikaji tidak bisa dikaji dengan metode lain (wawancara).
Dapat digunakan untuk permasalahan yang lokal dan specifik.
Cepat dan murah
Cacatan: FGD tidak cocok untuk isue sensitif.

Wawancara:
Tujuan yang eksplisit
Wawancara harus memiliki arah, dan ini harus dipahami oleh informan dan peneliti.
- Penjelasan etnografis
 Penjelasan proyek
 Penjelasan perekaman
 Penjelasan bahasa asli mendorong penggunaan bahasa asli.
 Penjelasan wawancara
 Penjelasan pertanyaan
 Pertanyaan etnografis

Pertanyaan Etnografis:
 Pertanyaan deskriptif
Untuk mengetahui suatu setting dimana informan melakukan aktivitasnya sehari-hari
Prinsip kuncinya adalah memperluas pertanyaan cenderung memperluas jawaban. Atau dengan
kata lain, pertanyaan deskriptif dirumuskan dengan niat peneliti sebagai berikut; “beritahu saya
seluas-luasnya dan secara detil”
 Pertanyaan struktural
Untuk menemukan domain (kategori) unsur dasar
Menemukan bagaimana informan mengorganisir pengetahuan
 Pertanyaan kontras
Untuk menemukan dimensi makna

Hubungan semantik biasanya tidak terungkap nyata di permukaaan, tetapi tersembunyi di dalam
istilah penduduk asli untuk benda dan tindakan.

Tipe hubungan semantik universal adalah tipe umum berupa pencakupan tegas yang terdapat
dalam semua masyarakat. Misalnya; “mencuri adalah salah satu perbuatan kriminalitas”

Enam jenis hubungan semantik universal :


1. Atributif: Pendefinisian X melalui satu atau lebih atribut Y. Misal, kalajengking
mempunyai ekor dan alat penyengat
2. Kontingensi: Pendefinisian X melalui hubungannya dengan kata yang mendahukui atau
yang cocok dengan Y. Misal, marah: jika tidak menyukai sesuatu, kita akan marah.
3. Fungsi: Pendefinisian X sebagai alat yang mempengaruhi Y. Misal, gigi alat untuk
menguyah.
4. Ruang: X dioreintasikan secara spasial dengan melihat Y. Misal, Jembatan dibangun
melintasi aliran air atau selokan.
5. Operasional: X didefinisikan dengan mempertimbangkan tindakan Y yang merupakan
sasaran atau penerima. Misalnya, Pipa sesuatu yang dihisap.
6. Perbandingan: X didefinisikan karena kemiripannya atau perbandingannya dengan Y.

Anda mungkin juga menyukai