SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
ii
OLEH
SKRIPSI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
iii
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh – sungguh urusan yang
lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
(Al – Insyirah 94 : 5 – 8)
BIODATA
Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 16 September 1998, sebagai anak kedua dari
dua bersaudara. Putra dari anak Bapak Ir. Agus Susiloadi dan Ibu Ir. Lukitariati
Sadwiyanti. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2011 di
SD Negeri 31 Sumani di Kabupaten Solok. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
ditempuh di SMP Negeri 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2014. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kota
Solok dan lulus pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis diterima di Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Semasa kuliah di Kampus
Universitas Andalas penulis aktif berorganisasi di dalam kampus yakni Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Fakultas Pertanian
Universitas Andalas tahun 2017 – 2019 dan penulis juga aktif berkomunitas diluar
kampus yakni Deone Family Academy.
D.K.S
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam
kehidupan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Beberapa Konsentrasi Floraone®
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih (Allium Sativum L) ”. Skripsi merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Universitas Andalas.
Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya
kepada Ibu Nilla Kristina, SP, M.Sc dan Ibu Dra. Netti Herawati, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberi arahan, nasehat dan saran kepada penulis
baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Penghormatan dan penghargaan
penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan serta doa.
Terima kasih juga kepada seluruh dosen serta teman-teman dari segala jurusan yang
telah memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih perlu
banyak perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang positif dan kritik yang
bersifat membangun agar penulisan berikutnya dapat lebih baik lagi.
D.K.S
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL………………………………………….................... xi
ABSTRAK……………………………………………………………..... xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1
4.7 Bobot Kering Umbi Per Petak (kg) dan Bobot Kering Umbi Per
Hektar (ton)……………………………………………………... 39
4.8 Jumlah Siung Per Umbi (buah)………………………………… 41
4.9 Diameter Siung Besar (cm)……………………………………... 42
4.10 Diameter Siung Terkecil (cm)…………………………………... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………... 46
5.1 Kesimpulan……………………………………………………… 46
5.2 Saran……………………………………………………………. 46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 47
LAMPIRAN…………………………………………………………….. 55
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
5. Perhitungan Dolomit………………………………………………. 60
Abstrak
Bawang putih adalah salah satu tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
namun produksi di Alahan Panjang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 yang
mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik, untuk
mendapatkan pengaruh konsentrasi pemberian PGPR yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik, dan untuk mendapatkan pengaruh
pemberian dosis P2O5 yang mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi
bawang putih terbaik. Metode Penelitian berbentuk percobaan lapangan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah
konsentrasi pemberian PGPR yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 ml/L, 5 ml/L, 10
ml/L dan 15 ml/L. Faktor kedua adalah dosis P2O5 yang terdiri dari empat taraf yaitu
238 kg/ha P2O5, 351 kg/ha P2O5, 463 kg/ha P2O5 dan 576 kg/ha P2O5. Data dianalisis
menggunakan uji F dengan kriteria F hitung lebih besar dari F tabel dan diuji lanjut
dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %. Hasil
percobaan menunjukkan perlakuan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 238
kg/ha P2O5 memberikan bobot segar tanaman yang terbaik. Konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang semu, diameter umbi, bobot kering umbi per tanaman, bobot kering
umbi per petak dan per hektar, jumlah siung per umbi, dan diameter siung terbesar
dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l. Pemberian P2O5
memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil umbi.
Abstract
Garlic is a plant that has high economic value but production in Alahan Panjang is
still low. This study aimed to obtain the interaction between the concentration of
PGPR and the dose of P2O5 that was able to produce the best growth and yield of
garlic bulbs, to obtain the effect of the concentration of PGPR that was able to
produce the best growth and yield of garlic bulbs, and to obtain the effect of dose of
P2O5 that was able to produce the best growth and yield of garlic bulbs. The research
method is in the form of a field experiment using a factorial Completely Randomized
Design (CRD). The first factor was the concentration of PGPR which consisted of
four levels, namely 0 ml/L, 5 ml/L, 10 ml/L and 15 ml/L. The second factor is the
dose of P2O5 which consists of four levels, namely 238 kg/ha P2O5, 351 kg/ha P2O5,
463 kg/ha P2O5 and 576 kg/ha P2O5. The data were analyzed using the F test with the
F count criteria greater than the F table and further tested with Duncan's New
Multiple Range Test (DNMRT) at a level of 5%. The experimental results showed the
treatment with the concentration of 5 ml/l and 238 kg/ha P2O5 giving the best plant
fresh weight. The concentration of PGPR 5 ml/l gave the best effect on plant height,
number of leaves, pseudo stem diameter, tuber diameter, tuber dry weight per plant,
tuber dry weight per plot and per hectare, number of cloves per tuber, and the largest
clove diameter compared to concentration of PGPR 0 ml/l. The application of P2O5
gave the same effect on the growth and yield of tubers.
BAB I PENDAHULUAN
karena itu dilakukan pengujian varietas lain yaitu Sangga Sembalun yang merupakan
salah satu varietas unggul nasional untuk dataran tinggi.
Rendahnya hara yang tersedia dalam tanah menyebabkan umbi yang
dihasilkan berukuran kecil. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas bawang putih yaitu melalui pemberian konsentrasi
PGPR. PGPR merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang secara aktif
mengkolonisasi didaerah akar. Bakteri dalam PGPR diketahui memiliki 3 peran
utama bagi tanaman yaitu : (1) sebagai biofertilizer, PGPR mampu mempercepat
proses pertumbuhan tanaman melalui percepatan penyerapan unsur hara, (2) sebagai
biostimulan, PGPR dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui produksi
fitohormon dan (3) sebagai bioprotektan, PGPR melindungi tanaman dari patogen
(Yazdani et al, 2009).
PGPR berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil
panen dan kesuburan lahan. PGPR mampu memproduksi fitohormon yang dapat
mensintesi auksin yang berperan dalam memacu pembelahan sel. Produksi auksin
secara terus menerus akan meningkatkan jumlah sel yang aktif membelah sehingga
tempat untuk menyimpan pati sebagai cadangan makanan bertambah banyak
(Bhatnagar dan Monika, 2005). Penggunaan PGPR bermanfaat bagi kesuburan tanah,
karena bakteri yang terkandung dalam PGPR dapat mengaktifkan mikroorganisme
tanah sehingga bahan organik yang terkandung dalam tanah dapat terdekomposisi,
tanah sebagai media tanam menjadi subur.
Jenis tanah di Alahan Panjang adalah tanah Inceptisol. Masalah pada tanah
Inceptisol adalah kesuburan tanah yang rendah seperti tanah bereaksi masam sampai
agak masam. Hasil analisis tanah lokasi penelitian Alahan Panjang yang dilakukan di
Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas menunjukkan
nilai pH = 4,8 serta unsur hara P tersedia dalam tanah yaitu 176,68 ppm (Lampiran
8). Untuk meningkatkan ketersediaan fosfor (P) dalam tanah perlu pemberian pupuk
fosfat. Pupuk fosfat adalah salah satu pupuk yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan produksi optimum. Pupuk fosfat mempunyai fungsi penting dalam
proses fotosintesis, penggunaan gula dan pati, serta transfer energi. Tidak ada pupuk
3
yang dapat menggantikan fungsi pupuk fosfat pada tanaman, sehingga tanaman harus
diberikan pupuk fosfat yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya
(Sumarni et al.,2012). Pupuk fosfat juga berperan sebagai pengedar dan penyimpan
energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, kekurangan pupuk
fosfat pada tanaman dapat menghambat pembentukan buah dan umbi (Rakhmawati,
2011). Hasil penelitian Subhan dan Nunung (2004) menunjukkan bahwa tinggi
tanaman, diameter batang pada masa pertumbuhannya, diameter umbi, bobot basah
dan bobot kering umbi bawang putih dipengaruhi oleh dosis 200 kg/ha P2O5. Tetapi
beberapa petani di Alahan Panjang bahkan memberikan pupuk TSP dalam dosis
tinggi sekitar 1.000 kg/ha.
Unsur hara P tersedia di dalam tanah sekitar 0,05%, tetapi sebagian kecil yang
tersedia untuk tanaman (Kumar et al, 2001) oleh karena itu pemberian konsentrasi
PGPR pada tanaman bawang putih bertujuan untuk melarutkan dan meningkatkan
ketersediaan unsur hara P dan unsur hara makro lainnya. Hasil penelitian Sofiatul et
al. (2018) menunjukkan pemberian dosis pupuk fosfat SP-36 (90 kg P2O5/ha) dengan
waktu aplikasi PGPR A2 (saat tanam, 7 dan 14 hst) dengan konsentrasi PGPR 10
ml/L pada bawang merah varietas Bima mampu menghasilkan rerata bobot segar
umbi per rumpun (121,37 gr), bobot kering umbi per rumpun (100,75 gr), dan bobot
umbi panen (16,23 ton/ha).
Penggunaan beberapa konsentrasi PGPR dan dosis P2O5 diharapkan dapat
memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang putih. Berdasarkan
uraian diatas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Beberapa
Konsentrasi Floraone® PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih (Allium Sativum L.)”
4
1. Mendapatkan interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 yang
mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.
2. Mendapatkan pengaruh konsentrasi pemberian PGPR yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.
3. Mendapatkan pengaruh pemberian dosis P2O5 yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. Ada interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap
pertumbuhan dan hasil bawang putih
2. Ada pengaruh konsentrasi pemberian PGPR terhadap pertumbuhan dan hasil
bawang putih
3. Ada pengaruh pemberian dosis P2O5 terhadap pertumbuhan dan hasil bawang
putih
6
untuk ditanam karena kondisi tanah terlalu basah, temperatur tinggi sehingga
mempersulit pembentukan siung. Curah hujan yang diperlukan untuk menanam
bawang putih yaitu kurang dari 1.500 mm per tahun, suhu antara 15 – 20oC dan
sumber air yang cukup.
Tanaman bawang putih akan berproduksi secara maksimal jika ditanam di
musim kemarau dengan penyinaran yang optimal. Tetapi produksi bawang putih
kurang maksimal jika ditanam pada musim penghujan dikarenakan kelembaban tinggi
sehingga tanaman rentan terhadap serangan patogen dan kurangnya mikroorganisme
yang menguntungkan di daerah perakaran.
Sistem perakaran yang dimiliki bawang putih yaitu sistem perakaran dangkal
yang berkembang dan menyebar disekitar permukaan tanah sampai pada kedalaman
10 cm. Akar yang dimiliki oleh bawang putih yaitu akar serabut dan terbentuk di
pangkal bawah batang sebenarnya (discus). Akar tersebut tertanam dalam tanah
sebagai alat untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Bawang putih memiliki
sistem perakaran yang dapat menyebar ke segala arah, namun tidak terlalu dalam
sehingga tidak tahan pada kondisi tanah yang kering (Samadi, 2000).
Batang yang dimiliki bawang putih adalah batang semu dan berbentuk
cakram. Batang tersebut terletak pada bagian dasar atau pangkal umbi yang terbentuk
dari pusat tajuk yang dibungkus daun-daun. Batang semu bawang putih memiliki
ketinggian mencapai 30 cm (Samadi, 2000). Tanaman bawang putih dapat berbunga
pada varietas tertentu saja. Bawang putih memiliki bunga berupa bunga majemuk
yang berukuran kecil, tangkainya pendek, berbentuk bulat seperti bola, berwarna
merah jambu, dan bentuknya menyerupai umbi bawang. Bunga yang tumbuh dapat
menghasilkan biji. Pada sebagian besar varietas bawang putih, tangkai bunga tidak
tumbuh keluar melainkan hanya sebagian bunga saja yang tampak keluar bahkan
tidak sedikitpun bagian bunga yang keluar karena sudah gagal sewaktu masih berupa
tunas (Wibowo, 2007).
Perkembangan umbi bawang putih dapat terganggu oleh pembungaan sehigga
tidak memiliki nilai ekonomi dan biasanya para petani akan membuangnya. Umbi
kecil pada bawang putih terbentuk di bagian tangkai bunga yang menyebabkan
8
Hijau memiliki umur panen sekitar 95-125 hari, tergantung kesuburan tanah dan
pemeliharaan. Pada kondisi normal umumnya Lumbu Hijau sudah dapat dipanen
pada umur 112-120 hari, dengan produksi rata-rata 8-10 ton umbi kering per hektar.
Sifat lainnya, varietas ini tidak tahan terhadap Alternaria sp (Wibowo, 2009).
Bawang putih varietas Lumbu Kuning juga berasal dari Batu, Malang, Jawa
Timur. Varietas Lumbu Kuning tumbuh baik dengan ketinggian 600-900 m dpl.
Jumlah produksi Lumbu Kuning sedikit lebih rendah dibandingkan Lumbu Hijau,
rata-rata 6-8 ton umbi kering per hektar, namun dapat mencapai 11 ton lebih .Tetapi
umur panen Lumbu Kuning lebih pendek, yaitu sekitar 85-100 dan paling lama 105-
116 hari. Varietas Lumbu Kuning dapat ditanam dua kali dalam setahun karena
memiliki umur yang relatif pendek. Ukuran tanaman, umbi, dan siungnya lebih kecil
dari Lumbu Hijau. Tinggi tanaman Lumbu Kuning dapat mencapai 57-59cm dengan
diameter batang semu 0,9-1,1 cm. Varietas ini tidak dapat berbunga. Masing –
masing umbinya memiliki 14-17 buah siung. Panjang siung 2,0-2,1 cm dan lebarnya
mencapai 1,04-1,10 cm. Varietas Lumbu Kuning ini peka terhadap penyakit
Alternaria sp (Wibowo, 2009).
Salah satu varietas bawang putih yang unggul di dataran rendah (6- 200 m)
yang pertama kali dicoba dan dikembangkan di Yogyakarta adalah varietas Lumbu
Putih. Kemampuannya untuk berdaptasi dengan iklim dan lingkungan dataran rendah
merupakan keistimewaan dari varietas Lumbu Putih. Varietas ini memiliki umbi
sekitar 7 g, diameter 3,5-6,0 cm, panjang 2,6-4,0 cm, dengan 15-20 siung per umbi.
Warna umbi putih dengan garis-garis ungu tidak merata pada ujungnya. Warna siung
putih agak krem. Varietas ini memiliki daun tegak berwarna agak keabuan dan
berdaum sempit kurang dari 1 cm ini memilik produktivitas 4-7 ton/ha. Umur
panennya sekitar 100-110 hari (Wibowo, 2009).
Salah satu varietas bawang putih yang dikembangkan di Denpasar, Pulau
Dewata, Bali adalah varietas Sanur. Varietas Sanur memiliki kemampuan
beradaptasinya yang luas terhadap iklim dan keragaman lingkungan dataran rendah.
Umbi pada varietas Sanur berukuran besar, berdiameter 3,5-4 cm, berat 10-13 g/umbi
dengan 15-20 siung/umbi. Keunggulan yang dimiliki oleh bawang putih varietas
10
Sanur ini diantaranya adalah umbi yang lebih besar dan bobot siung yang lebih berat
sehingga lebih disukai konsumen. Varietas ini pernah dicoba di Bogor, Jawa Barat,
yang ketinggiannya 40 m dpl, dan hasilnya tidak berbeda dari lumbu putih. Umbi
bang putih varietas Sanur memilik kulit berwarna putih dan umbinya sendiri
berwarna kuning dengan susunan siung tidak teratur. Produktivitas varietas Sanur ini
mencapai 4-6 ton/ha (Wibowo, 2009).
Bawang putih Sembalun memiliki umbi berbentuk bulat telur, ujung melebar
dan dasar agak mendatar, jumlah umbi 1 – 4, jumlah suing per umbi 9 – 12 buah,
suing berwarna putih. Bau dan aroma yang ditimbulkan cukup tajam. Tumbuh di
daerah dataran tinggi 900 – 1.100 m dpl dengan umur tanam 105 – 110 hari (Titisari
et al 2015). Bawang putih varietas Sangga Sembalun merupakan varietas yang
berasal dari Sembalun Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Hasil panen mencapai
8,2 ton/ha berat basah dan dapat menghasilkan benih 4,9 ton/ha. Umbi yang
dihasilkan cukup besar dengan berat rata – rata 55,82 gram.
Bawang putih sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Umbi bawang
putih biasanya digunakan sebagai bumbu dapur. Kandungan senyawa yang sudah
ditemukan dalam bawang putih diantaranya adalah allicin dan sulfur amino acid
alliin. Sulfur ammonia acid alliin ini oleh enzim allicin liase diubah menjadi allicin
yang akan mengalami perubahan menjadi diallil sulfide. Senyawa allicin dan diallil
sulfide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan berkhasiat sebagai obat. Bawang
putih dapat digunakan sebagai bakterisida dan fungisida pada pengendalian penyakit
tanaman. Penelitian lain menunjukkan bahwa kandungan allicin dalam ekstrak
bawang putih juga memiliki aktivitas anti jamur dengan cara bergabung dengan
protein sehingga akan menyerang protein mikroba dan akhirnya akan membunuh
mikroba tersebut (Kulsum, 2014).
dalam tanah dapat dibantu oleh PGPR. Dengan penggunaan PGPR, tingkat serangan
hama dan penyäkit tanaman dapat diminimalisir. Hal tersebut juga sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Soenandar, et al. (2010) hal. 50 bahwa PGPR dapat
bermanfaat dalam menghasilkan fitohormon (IAA, sitokinin, giberelin, dan senyawa
penghambat produksi etilen), meningkatkan proses penyerapan unsur hara melalui
mineralisasi dan transformasi, serta berperan dalam pengendalian hama dan penyakit
tanaman (biopektan) melalui produksi senyawa ketahanan.
PGPR secara alami dapat dibuat dengan menggunakan akar alang-alang, akar
bambu, akar bayam duri. Dalam akar bambu banyak terdapat bakteri PF
(Pseudomonas fluorescens) yang dapat meningkatkan kelarutan unsur P (Phospor)
dalam tanah (Pratiwi, et al., 2017). Akar alang-alang pun juga banyak terkolonisasi
oleh Rhizobacteria, seperti Azotobacter paspali, Pseudomonas sp. Dan Beijeinckia
sp. Bakteri Azotobacter ini yang dapat memfiksasi N2 dalam menghasilkan zat
pemacu tumbuh tanaman, diantaranya giberelin, sitokinin, asam asetat yang
berfungsi dalam memacu pertumbuhan tanaman (Maulina et al., 2015).
PGPR berpengaruh terhadap tanaman baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung adalah kemampuan menyediakan dan
memobilisasi penyerapan berbagai macam unsur hara dan mengubah konsentrasi
fitohormon pemacu tumbuh. Sementara pengaruh secara tidak langsung adalah
kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau
metabolit seperti antibiotik (husen et al, 2003).
Beberapa bakteri dari kelompok PGPR adalah genus Rhizobium, Azotobacter,
Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas,
Arthrobacter, Bacterium, dan Mycobacterium (Biswas et al., 2000). Bakteri
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat mempunyai fungsi
penting seperti dekomposisi bahan organik seperti protein, karbohidrat, jasad renik,
mineralisasi senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara, nitrifikasi dan denitrifikasi.
12
P2O5 sebesar 45% yang terbuat dari batuan fosfat dengan asam sulfat yang komponen
utamanya mengandung unsur hara fosfor berupa Ca(H2PO4). Hasil Penelitian Samuel
et al (2017) menyatakan bahwa aplikasi pupuk TSP berpengaruh nyata dapat
meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung hingga masa vegetative dimana
bobot kering tajuk tanaman jagung tertinggi terdapat pada aplikasi pupuk TSP pada
taraf perlakuan P2 (58,7 g).
Pemberian pupuk TSP 25 kg/ha sudah mencukupi kebutuhan hara bagi
pertumbuhan tanaman, karena untuk pertumbuhan vegetative yang khususnya adalah
batang. Fosfor penting sebagai sumber energi dalam berbagai aktivitas metabolisme.
Fotosintesis merupakan salah satu aktivitas metabolism. Dengan fosfor yang cukup,
fotosintesis menjadi lebih optimal sehingga asimilat yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk pembentukan dan penyusun oergan tanaman seperti batang, sisanya disimpan
dalam bentuk protein dan karbohidrat (Barus et al, 2014).
Penggunaan pupuk P sampai dosis 100 kg per hektar memberikan
pertumbuhan kedelai yang paling baik. Di samping itu penggunaan dosis ini juga
meningkatkan pertumbuhan akar tanaman sehingga memberikan nisbah tajuk/akar
yang paling rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan dosis 100
kg/ha meningkatkan berat kering akar 3,5 kali dibandingkan dengan kontrol (tanpa
pemberian pupuk P). Penggunaan dosis ini juga meningkatkan berat kering tajuk,
jumlah cabang.jumlah daun dan tinggi tanaman paling besar dibandingkan dengan
dosis P lainnya (Suhardi, 2003).
14
3.4.4 Penanaman
Lubang tanam dibuat sedalam 3 cm dengan tugal. Bibit ditanam sebanyak satu
siung per lubang dengan posisi tegak lurus, ujung siung diatas dan ¾ bagian siung
tertanam dalam tanah lalu ditaburkan tanah halus kemudian tutup. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 20 cm x 20 cm.
3.4.6 Pemupukan
Dalam budidaya bawang putih pemupukan meliputi pemupukan dasar dan
pemupukan lanjutan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang kotoran
ayam. Pupuk kandang kotoran ayam diberikan bersamaan dengan pengolahan lahan
dengan cara disebar dan diaduk secara merata pada lapisan tanah yang diolah
sebanyak 20 ton/ha (Lampiran 11. Gambar a). Selanjutnya dilakukan pemupukan
lanjutan berdasarkan rekomendasi petani yang terdiri dari 420 kg/ha DGW Daun +
280 kg/ha Korn Kali + 420 kg/ha NPK BASF. Pupuk tersebut secara keseluruhan
dicampur hingga merata kemudian diberikan sebanyak 4,48 gram pada masing –
masing tanaman (Lampiran 6).
3.4.7 Pemeliharaan
1) Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang tidak tumbuh dan
umbi bibit yang busuk maupun rusak dengan tanaman sisipan. Penyulaman
dilakukan hingga dua minggu setelah tanam.
2) Penyiangan
Penyiangan pertama setelah tanaman berumur 2 minggu. Penyiangan kedua
dilakukan 1 minggu kemudian. Penyiangan seterusnya dilakukan setiap minggu.
Apabila tanaman bawang putih sudah masuk fase generatif yaitu pada umur 60 HST,
penyiangan tidak lagi dilakukan karena dapat mengganggu proses pembentukan dan
pembesaran umbi. Penyiangan dilakukan secara mekanis dengan mencabut gulma
dilubang tanam dan ditepi bedengan.
3) Penyiraman
Penyiraman dilakukan 1 kali dalam dua hari diawal penanaman dan
seminggu sekali saat masa pembentukan tunas dan pembentukan umbi. Penyiraman
dihentikan saat tanaman sudah tua atau menjelang panen, kira – kira berumur 3
bulan sesudah tanam atau pada saat daun tanaman sudah mulai menguning. Waktu
18
penyiraman dilakukan saat pagi atau sore hari. Setiap tanaman volume pemberian
airnya sama.
Pengamatan bobot kering angin umbi bawang putih dilakukan setelah umbi
dikering anginkan selama 10 hari. Umbi yang telah dikering anginkan dipisahkan
dari daun dan akar kemudian umbi ditimbang dengan menggunakan timbangan.
3.5.7 Bobot Kering Angin Umbi per Petak (Kg) dan Bobot Kering Angin Umbi
per Hektar (ton)
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap tinggi tanaman bawang putih. Perlakuan
konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan
pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman (Tabel 1).
Tabel 1. Tinggi Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant
Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------cm---------------------------------
PGPR 0 ml/L 39.41 46.83 41.97 40.63 42.21 b
PGPR 5 ml/L 59.52 45.33 56.13 55.08 54.02 a
PGPR 10 ml/L 49.77 54.69 57.41 52.69 53.64 a
PGPR 15 ml/L 53.16 59.05 48.88 52.61 53.43 a
Rata – rata 50.47 51.48 51.10 50.25
KK = 12.63 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Gambar 1. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang Putih Pada Berbagai
Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan pertambahan tinggi tanaman bawang putih
terhadap konsentrasi pemberian PGPR yang diamati sekali dalam dua minggu. Dapat
dilihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih dalam sekali dua minggu
bervariasi tergantung pada konsentrasi pemberian PGPR yang di aplikasikan. Grafik
tersebut menunjukkan bahwa pada minggu ke 4 setelah tanam respon konsentrasi
pemberian PGPR sudah terlihat dengan tinggi tanaman bawang putih mengalami
peningkatan. Pada minggu ke 8 hingga minggu ke 12 setelah tanam konsentrasi
pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l menunjukkan tinggi tanaman yang sama.
Namun konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih dibandingkan dengan pemberian
konsentrasi PGPR 0 ml/l. Pada konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l memperlihatkan
tinggi tanaman bawang putih yang rendah dan pertumbuhannya lambat.
Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang putih Pada Beberapa
Dosis P2O5 dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke 4 setelah tanam, tanaman
mulai merespon pemberian P2O5 sudah terlihat dengan tinggi tanaman mengalami
peningkatan. Pada minggu ke 6 setelah tanam pemberian dosis 238 kg/ha P2O5
menunjukkan tinggi tanaman meningkat dari pada pemberian dosis 351 kg/ha, 463
kg/ha dan 576 kg/ha P2O5. Pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12 setelah tanam
pemberian dosis 238 kg/ha, 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5 menunjukkan
tinggi tanaman yang sama. Namun pemberian 238 kg/ha P2O5 sudah dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih.
4.2 Jumlah Daun (helai)
Tabel 2. Jumlah Daun Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant Growt
Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------helai---------------------------------
PGPR 0 ml/L 6.99 6.88 6.33 6.72 6.73 b
PGPR 5 ml/L 7.88 7.21 8.11 7.55 7.69 a
PGPR 10 ml/L 7.49 7.94 8.05 7.94 7.86 a
PGPR 15 ml/L 8.05 7.94 7.49 7.66 7.79 a
Rata – rata 7.60 7.49 7.50 7.47
KK = 7.21 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Gambar 3. Grafik Laju Jumlah Daun Tanaman Bawang Putih Pada Berbagai
Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan penambahan jumlah daun tanaman bawang putih
terhadap konsentrasi pemberian PGPR yang diamati sekali dalam dua minggu. Dapat
dilihat bahwa penambahan jumlah daun tanaman bawang putih dari minggu ke 2
sampai minggu ke 6 sama pada semua perlakuan. Pada minggu ke 6 setelah tanam,
tanaman bawang putih yang diberikan konsentrasi PGPR baik 5 ml/l, 10 ml/l dan 15
ml/l mulai menunjukkan adanya penambahan jumlah daun yang sama, sementara
pada tanpa pemberian PGPR jumlah daun lebih sedikit. Tren tersebut terus
berlangsung sampai dengan minggu ke 12 setelah tanam. Konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l dapat meningkatkan jumlah daun tanaman bawang
putih dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l.
Gambar 4. Grafik Laju Jumlah Daun Tanaman Bawang putih Pada Beberapa Dosis
P2O5 dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan penambahan jumlah daun tanaman bawang putih
pada beberapa dosis P2O5 yang diamati sekali dalam dua minggu. Pada minggu ke 4
sampai minggu ke 6 setelah tanam, tanaman bawang putih yang diberikan 351 kg/ha,
463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5 mulai menunjukkan adanya penambahan jumlah daun
yang sama, sementara pada pemberian 238 kg/ha P2O5 cendrung menghasilkan
jumlah daun yang lebih banyak. Namun pada minggu ke 12 setelah tanam jumlah
daun yang dimiliki tanaman bawang putih pada semua perlakuan sama. Pemberian
dosis 238 kg/ha P2O5 sudah dapat meningkatkan penambahan jumlah daun tanaman
bawang putih dibandingkan dengan pemberian 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha
P2O5. Pemberian pupuk fosfat yang berlebihan akan mengakibatkan kandungan P
pada akar menjadi tinggi, sehingga terjadi depresi dan stress terhadap pertumbuhan
tanaman.
4.3 Diameter Batang Semu (cm)
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap diameter batang semu tanaman bawang
putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda
nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap diameter batang semu tanaman bawang putih (Tabel 3).
Tabel 3. Diameter Batang Semu Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12
MST
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.89 0.97 0.89 0.78 0.89 b
PGPR 5 ml/L 1.30 1.04 1.19 1.07 1.16 a
PGPR 10 ml/L 1.12 1.19 1.25 1.19 1.19 a
PGPR 15 ml/L 1.12 1.28 1.03 1.14 1.14 a
Rata – rata 1.11 1.12 1.09 1.05
KK = 16.30 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap diameter umbi tanaman bawang putih.
Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda nyata,
sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap diameter umbi tanaman bawang putih (Tabel 4).
Tabel 4. Diameter Umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant
Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 2.91 2.91 3.02 3.16 3.00 b
PGPR 5 ml/L 4.36 3.98 3.93 3.80 4.02 a
PGPR 10 ml/L 3.88 3.93 4.16 3.96 3.99 a
PGPR 15 ml/L 3.89 4.02 3.57 3.38 3.72 a
Rata – rata 3.76 3.71 3.67 3.58
KK = 10.24 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap bobot kering angin umbi per tanaman
bawang putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang
berbeda nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap bobot kering angin umbi per tanaman bawang putih
(Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l
dan 15 ml/l memberikan pengaruh yang sama namun berbeda dengan tanpa
konsentrasi pemberian PGPR. Bobot kering angin umbi per tanaman bawang putih
pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan bobot kering angin
umbi per tanaman yang besar sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l
dinyatakan lebih efisien. Pemberian dosis P2O5 memberikan pengaruh sama terhadap
bobot kering angin umbi per tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan dosis
238 kg/ha P2O5 saja sudah mencukupi untuk merangsang perkembangan umbi
bawang putih per tanaman, per petak maupun per hektar.
Tabel 6. Bobot Kering Angin Umbi Per Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-----------------------------gram--------------------------------
PGPR 0 ml/L 8.16 7.34 8.33 9.72 8.39 b
PGPR 5 ml/L 23.75 19.66 18.11 16.60 19.53 a
PGPR 10 ml/L 15.77 18.94 21.83 17.77 18.58 a
PGPR 15 ml/L 19.22 22.77 13.61 12.66 17.07 a
Rata – rata 16.73 17.18 15.47 14.19
KK = 26.75 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 7. Bobot Kering Angin Umbi Per Petak Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------kg----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.43 0.29 0.50 0.46 0.42 b
PGPR 5 ml/L 0.76 0.73 0.70 0.76 0.74 a
PGPR 10 ml/L 0.60 0.59 0.83 0.63 0.66 a
PGPR 15 ml/L 0.60 0.76 0.58 0.60 0.63 a
Rata – rata 0.60 0.59 0.65 0.61
KK = 25.14 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 8. Bobot Kering Angin Umbi Per Hektar Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
---------------------------------ton-------------------------------------
PGPR 0 ml/L 2.57 1.74 2.99 2.75 2.52 b
PGPR 5 ml/L 4.53 4.38 4.18 4.54 4.41 a
PGPR 10 ml/L 3.56 3.55 4.95 3.78 3.96 a
PGPR 15 ml/L 3.58 4.51 3.49 3.60 3.80 a
Rata – rata 3.56 3.54 3.90 3.66
KK = 25.17 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 9. Jumlah Siung Per Umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------buah--------------------------------
PGPR 0 ml/L 10.10 8.12 10.16 7.97 9.09 b
PGPR 5 ml/L 14.12 8.72 13.60 14.60 12.76 a
PGPR 10 ml/L 11.77 12.38 15.27 13.44 13.22 a
PGPR 15 ml/L 11.49 12.99 8.99 12.83 11.58 ab
Rata – rata 11.87 10.55 12.01 12.21
KK = 26.64 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 11. Diameter Siung Terkecil Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata - rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.69 0.76 0.59 0.87 0.73
PGPR 5 ml/L 0.81 0.93 0.70 0.70 0.79
PGPR 10 ml/L 0.78 0.88 0.70 0.74 0.78
PGPR 15 ml/L 0.83 0.79 0.82 0.70 0.79
Rata – rata 0.78 0.84 0.70 0.75
KK = 18.39 %
Keterangan : Data diatas menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %.
Tabel 11 menunjukkan bahwa diameter siung terkecil yang tidak berbeda nyata
karena pada setiap umbi yang dihasilkan mempunyai jumlah suing kecil dan
berdiameter kecil. Menurut Sanggeta et al, (2006) menyatakan bahwa pembentukan
siung dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain ketinggian tempat, suhu, dan
kelembaban yang menyebabkan pembentukan siung menjadi terhambat.
Pada faktor ketinggian tempat sangat mempengaruhi pembentukkan suing.
Pada umumnya tanaman bawang putih varietas Sangga Sembalun cocok ditanam
pada ketinggian tempat 900 m dpl, namun pada penelitian ini tanaman bawang putih
varietas sangga sembalun ditanam pada dataran tinggi dengan ketinggian 1.400 m
dpl. Dengan ditanam ketinggian tempat yang berbeda maka dapat menyebabkan
pembentukkan siung menjadi terhambat.
Bawang putih dikenal sebagai tanaman yang steril yaitu tidak mampu
menghasilkan biji. Bahan tanam atau bibit yang biasa digunakan dalam budidaya
bawang putih adalah siungnya. Pada umumnya ukuran siung yang disukai oleh
konsumen yaitu ukuran diameter siung yang besar dan jumlahnya banyak. Siung –
siung pada bawang putih pada umumnya banyak berada dibagian bawang putih yaitu
terletak di pusta tajuk. Namun siung yang berada di pusta tajuk banyak yang
berukuran kecil sehingga diameter siung banyak yang berukuran kecil. Untuk dapat
meningkatkan ukuran siung perlu adanya kecukupan hara dan air. Dengan terpenuhi
unsur hara dan air pada tanaman maka dapat meningkatkan ukuran siung pada
tanaman bawang putih.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 238 kg/ha P2O5 memberikan
bobot segar tanaman yang terbaik.
2. Konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter batang semu, diameter umbi, bobot kering umbi
per tanaman, bobot kering umbi per petak dan per hektar, jumlah suing per umbi,
dan diameter siung terbesar dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0
ml/l.
3. Pemberian P2O5 memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil
umbi.
5.2 Saran
Alam, M.S., M.A Rahim., M.M.A. Hossain., P.W Simon. dan A.K.M.A. Alam. 2010.
Effect of Seed Clove Size on Growth ond Yield of Two Lines of Garlic Under
Dry Land Condition at BAU, Mymensingh. Journal Agroforestry and
environment. 4(2):29-32.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2018. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/3/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2019. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/2/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.
Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2020. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/1/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.
Basuki RS. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya
bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. Jurnal
Hortikultura 19 (2). Hal: 214-227.
Biswas J.C, J.K. Ladha, dan F.B. Dazzo. 2000. Rhizobial inoculation improves
nutrient uptake and growth of lowland rice. Soil Sci. Soc.Am. J., 64(1): 1644-
1650.
Brewster J.L. 1994. Onion and other vegetable Alliums. CAB International.
Cambridge.
Buletin Konsumsi Pangan Semester 2. 2019. Neraca Penyediaan Bawang Putih di
Indonesia.http://epublikasi.pertanian.go.id/epublikasi/buletin/konsumsi/2019/B
uletin_Konsumsi_S2_2019/files/assets/basic-html/page31.html
Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L. G. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid
Dua. Penerbit Erlangga Jakarta.Erlangga.
Ditjentan. 1997. Perkembangan luas panen, rata-rata hasil dan produksi sayuran.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta.
Hembing M. 2005. Penyembuhan dengan bawang putih dan bawang merah. Jakarta
:Sarana Pustaka Prima.
Hilman, Y. 1994. Pengaruh Cara Aplikasi Fosfat dan Kombinasi Pupuk Nitrogen,
Fosfat, dan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih Ditanam
dengan Sistem Complongan. Buletin Penelitian Hortikultura. 26(3):1-10.
Hilman. Y., A. Hidayat, dan Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih Di Dataran
Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.
Husen E., R. Sastrawati, dan R.D. Hastuti. 2003. Effect of IAA-producing bacteria on
The growth of hot pepper. Jurnal Mikrobiol. Indonesia 8 (1). Hal: 22-26.
Jalilian,J., S. A.M. M. Savany, S.F. Saberali, and K.S. Asilan. 2012. Effect of
Combination of Beneficial Microbes and Nitrogen on Sunflower Seed Yields
and Seed Quality Traits Under Different Irrigation Regimes. Field Crops
Research.127 (1): 26 – 34.
Kulsum. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Bawang Putih dan Black Garlic Varietas
Lumbu Hijau dengan Metode Ekstraksi yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans. Skripsi FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta: Tidak di
terbitkan.
Latarang, Burhanuddin dan Syukur, A. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah
(Allium ascalonicum L). Jurnal Agroland. 13(3): 265 – 269.
Mardiah, H, Ainun, M dan Hidayah, F. 2012. Pengaruh Varietas dan Dosis Pupuk
Sp 36 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis
hipogaea L.). Jurnal Agrista Vol. 16 No. 1, 2012.
Masnilah, R., P. A. Mihardja, dan T. Arwiyanto. 2007. Efektivitas Isolat Bacillus spp.
Maulina et al. 2015. Potensi Rhizobacteria Yang Diisolasi Dari Rizosfer Tanaman
Graminae Non-Padi Untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Padi. Jurnal Agri. Sci.
And Biortechnol, ISSN: 23020-113. Juli 2015. Hal: 1-8
Murti, B. W. M. Baskara dan M. Santosa. 2016. Pengaruh Biourine dan Jenis Pupuk
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pak Choy (Brassica chinensis L.).
Jurnal Produksi Tanaman 4 (8) : 647 – 653.
Nelson, L. M. (2004). Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): prospects for
new inoculants. Crop Management doi:10.1094/ CM-2004-0301-05-RV
Oldeman, R.L., Irsal Las, and Muladi. 1980. The agro-climatic maps of Kalimantan,
Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara Contrib. No.60.
Centr. Res. Inst.Agrc. Bogor.
Pratiwi et al. 2017. Pengaruh Pemberian PGPR Dari Akar Bambu Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Agrotropika Hayati Vol. 4, No.
2 Mei 2017.
Prayudi B., Pangestuti R., dan Kusumasari A.C. 2014. Produksi Umbi Bawang Putih.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Rachmawati, Ririn. 2011. “Pembuatan Sari Biji Nangka Sebagai Minuman untuk
Memenuhi Kebutuhan Fosfor” (online).
(http://eprints.uny.ac.id/5222/1/THE_MAKING_OF_JACKFRUIT_SEED
_EXTRACT_INTO_BEVERAGES_TO_FULFILL_THE_NEEDS_OF_P
HOSPHORIC.pdf, diakses pada tanggal 12 Agustus 2020).
Rahayu, M., Fitrahtunnisah, Sujudi, Marta, G. 2015. Potensi sumber daya genetic
tanaman lokal bawang putih di kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa
Tenggara Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Genetik
Pertanian „Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal Sebagai Sumber
Pertumbuhan Ekonomi Daerah‟. 1:192-197.
Riskiyah, J. 2014. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat
(Lycopersicum Esculentum Mill). Agroteknologi Studies Program. Faculty of
Agriculture, University of Riau.
Samuel T Z Purba, MBB Damanik, Kemala Sari Lubis. Dampak Pemberian Pupuk
TSP dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor
Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala.
Jurnal Agroteknologi. Vol.5. Hal : 638 - 643
Saputra .A dan G. Yelni. 2020. Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Putih (Allium sativum L.) Di Dataran Rendah. Jurnal Sains Agro.
Vol 5. No.1. Muaro Bungo
Sorensen, J., Jensen, L. E., and Nybroe, O. 2001. Soil and rhizosphere as habitats
forPseudomonas inoculants: New knowledge on distribution, activity and
physiological state derived from micro-scale and single-cell studies. Plant Soil
232. Hal: 97-108
Subhan dan Nunung. N. 2004. Penggunaan Pupuk Fosfat, Kalium dan Magnesium
Pada Tanaman Bawang Putih Dataran Tinggi. Ilmu Pertanian. Vol. 11 No. 2.
Hal : 56 – 67
Sumarni, N., Rosliana R., Basuki R.S., dan Hilman Y. 2012. Respon Pertumbuhan
Tanaman Bawang Merah terhadap pemupukan Fosfat pada Beberapa Kesuburan
Lahan (status P-tanah). J. Hort. 22(2):129 - 137. 2012.
Syamsiah dan Tajuddin., 2003, Khasiat & manfaat bawang putih raja antibiotic alam :
Agromedia Pustaka.
Theodore M.E. and W.C Plaxton. 1993. Metabolic Adaptations of Plant Respiration
to Nutritional Phosphate Deprivation. Plant Physiol. 101(4):339-344.
Titisari, Andari , Endang Setyorini, Slamet Sutriswanto, dan Heryati Suryantini. Kiat
sukses budi daya bawang putih Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian, 2019. viii, 104 hlm.: ill.; 25 cm.
Triyatno, B.Y. 2005. Potensi beberapa Agensia Pengendali terhadap Penyakit Busuk
Rimpang Jahe. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 48 hal (Tidak dipublikasikan).
Umboh dan Andre. 1997. Petunjuk penggunaan mulsa. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta. 89 hal.
Wahab, Ismail. 2019. Sentra Bawang Putih Tersebar di 110 Daerah di Indonesia.
https://jatimnet.com/sentra-bawang-putih-tersebar-di-110-daerah-di-indonesia
diakses tanggal 22 September 2020.
Wan Arfiani Barus, Hadriman Khair, M. Anshar Siregar. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.) Akibat Penggunaan Pupuk Cair
dan Pupuk TSP. Vol. 19. Hal : 1- 11
Warohmah, M. A. Karyanto dan Rugayah. 2018. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Zat
Pengatur Tumbuh Alami Terhadap Pertumbuhan SEEDLING. Tanaman
Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Agrotek Tropika 6 (1) : 15 – 20
Wibowo, S. 2007. Budidaya bawang; Bawang putih. Bawang merah dan Bawang
bombay. Penebar Swadaya, Jakarta
Yazdani, M.A. Bahmanyar, H. Pirdashti dan M.A. Esmaili. 2009. Effect of Phosphate
Solubilization Microorganisms (PSM) and Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) on Yield and Yield Components of Corn (Zea mays L.).
Proceedings of World Academy of Science, Engineerring and Technology.
Vol.3(7). P : 90-92.
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Pengolahan Lahan
4. Penanaman
8. Pemupukan
9. Penyiangan
11. Pengamatan
12. Pemanenan
: 80 – 85 cm
Tinggi tanaman
: Berserak tegak
Habitus tanaman
Bentuk umbi : Bulat telur, ujung agak runcing dan dasar agak rata
: putih keunguan
Warna siung
Bau dan aroma : Tidak terlalu tajam
Rata-rata hasil : 8,7 ton umbi kering per hektar
Susut bobot umbi : 65 %
Ketahanan terhadap : Agak tahan terhadap Alternaria sp dan Puccinin sp
penyakit
Keterangan : Cocok untuk dataran tinggi
Peneliti : M. Zain dan Maman A.
Sumber : SK. Mentan No.79 tahun 1995
Lampiran 3. Denah Lokasi Penempatan Petak Percobaan di Lapangan Menurut
Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Keterangan : U
A = Konsentrasi PGPR
c 140 cm
a
X X X X X X X
b
X X X X X X X
X S X S X
S X
d 120 cm
X X X X X X X
X S X S X S X
X X X X X X X
Keterangan:
Jumlah tanaman
= 42 g/petak
42
= 1 g/tanaman
Jumlah tanaman
= 84 g/petak
42
= 2 g/tanaman
Jumlah tanaman
= 126 g/petak
42
= 3 g/tanaman
Jumlah tanaman
= 168 g/petak
42
= 4 g/tanaman
C. Kebutuhan Pupuk NPK BASF
Kebutuhan pupuk NPK BASF : 420 Kg/ha
Kebutuhan pupuk NPK BASF per petak = Luas petakan x Dosis anjuran
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 420 Kg/ha
10.000 m2
= 0,07056 kg/petakan
= 70,56 g/petakan
Kebutuhan pupuk NPK BASF per tanaman = kebutuhan pupuk NPK BASF perpetak
Jumlah tanaman
= 70,56 gr/petakan
42
= 1,68 g/tanaman
Kebutuhan pupuk DGW Daun per petak = Luas petakan x Dosis anjuran
Luas 1 hektar
10.000 m2
= 0,07056 kg/petakan
= 70,56 g/petakan
Kebutuhan pupuk DGW Daun per tanaman = kebutuhan pupuk DGW Daun perpetak
Jumlah tanaman
= 70,56 gr/petakan
42
= 1,68 g/tanaman
Kebutuhan pupuk Korn Kali per petak = Luas petakan x Dosis anjuran
Luas 1 hektar
10.000 m2
= 0,04704 kg/petakan
= 47,04 g/petakan
Kebutuhan pupuk Korn Kali per tanaman = kebutuhan pupuk Korn Kali perpetak
Jumlah tanaman
= 47,04 g/petakan
42
= 1,12 g/tanaman
Lampiran 7. Merk Dagang dan Kandungan Floraone® PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria)
Kandungan
Merk Dagang
Mikroba PGPR Diperkaya
Mikroba
Rhizobium sp Azospirillum sp
3,4 x 108 CFU/ml 7,3 x 108 CFU/ml
Pseudomonans Aspergillus niger
fluoresenc 3,4 x 107 CFU/ml
9,3 x 108 CFU/ml
Tricoderma
harzianum
1,3 x 107 CFU/ml
Lampiran 8. Data Analisis Tanah Alahan Panjang
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan :
(e) (f)
(g) (h)
(i)
Keterangan :
(e) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A0B3)
(f) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A1B1)
(g) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A2B4)
(h) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A3B2)
(i) Daun bawang putih terkena hama lalat penggorok daun (Liriomyza sp)
C. Dokumentasi Hasil Tanaman Bawang Putih Sesuai Perlakuan
A B C D
E F G H
I J K L
M N O P
Keterangan :