Anda di halaman 1dari 94

i

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI FLORAONE® PGPR


(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) DAN DOSIS P2O5 TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

SKRIPSI

OLEH

DIKY KURNIAWAN SETYAJI


1710211007

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
ii

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI FLORAONE® PGPR


(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) DAN DOSIS P2O5 TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

OLEH

DIKY KURNIAWAN SETYAJI


1710211007

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
iii

PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI

Dengan ini dinyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Beberapa


Konsentrasi Floraone® PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih (Allium sativum L.)” adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.

Padang, 17 Agustus 2021

Diky Kurniawan Setyaji


NIM. 1710211007
iv
v
vi

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh – sungguh urusan yang
lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
(Al – Insyirah 94 : 5 – 8)

Alhamdulillahi Robbil „Alamin…


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia – Nya. Ku
hadiahkan sebuah karya kecil Ku ini dengan segenap ketulusan dan terimakasihku
untuk yang tersayang ayahanda Ir. Agus Susiloadi dan Ibunda Ir. Lukitariati
Sadwiyanti. Berkat limpahan kasih sayang, ketulusan, pengorbanan serta iringan do‟a
begitu tulus sehingga Aku bisa menyelesaikan study ini. Untuk kakak ku Kurnia
Indah Permatasari, S.K.H terimakasih atas kasih sayang, perhatian dan do‟a tulus nya.
Semoga kita bisa jadi anak yang berbakti kepada Agama, dapat membahagiakan dan
membanggakan kedua orang tua.
Ucapan terimakasih untuk para inspiratorku Ibu Nilla Kristia, SP,M.Sc dan
Ibu Dra. Netti Herawati, M.Sc yang telah menjadi orang tua kedua di kampus, yang
selalu memotivasi, membimbing, dan menasehatiku dengan sabar dari awal hingga
akhir. Selalu sehat iya ibu : semoga karya kecil ini dapat menjadi bekal amalan baik
disana. Terimakasih kepada bapak Prof.Dr.Ir. Musliar Kasim, MS, bapak Prof.Dr.Ir
Zulfadly Syarif, MP, bapak Prof.Dr.Ir. Auzar Syarif , MS dan seluruh dosen yang
telah membantu mengarahkan dan seluruh Karyawan Prodi Agroteknologi dan
Fakultas Pertanian. Terimakasih juga kepada Ibu Nini Marta, SP, M.Sc dan seluruh
peneliti di Balitbu Tropika yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini.
Ucapan terimakasih untuk sahabatku Farhan Hasbullah, Yogi Putra Kasari,
Gilang Ashari Jamaz, Rendi Nanda Putra, Ginta Pertiwi Jovi , Kak Nadia (Nadia
Khairunisa), Kak Midi (Nurhamidyah), Akang Petani Alahan Panjang sekeluarga,
Kak iit (Masyitah Ferry), Kak Inop (Novia Permatasari), Olan tercinta (Yolanda
Faira), Warga Arek – arek Balitbu dan seluruh anak Kontrakan Amak yang sudah
membantu dan menjadi bagian dari terlaksananya penelitian dan skripsi ini, kawan
seperjuangan dan sepenanggungan yang akhirnya sama – sama sudah raih gelar serta
senior2 dan Adek2 jurusan Agronomi dan Aget_17
vii

BIODATA

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 16 September 1998, sebagai anak kedua dari
dua bersaudara. Putra dari anak Bapak Ir. Agus Susiloadi dan Ibu Ir. Lukitariati
Sadwiyanti. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2011 di
SD Negeri 31 Sumani di Kabupaten Solok. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
ditempuh di SMP Negeri 1 Kota Solok dan lulus pada tahun 2014. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kota
Solok dan lulus pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis diterima di Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Semasa kuliah di Kampus
Universitas Andalas penulis aktif berorganisasi di dalam kampus yakni Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Fakultas Pertanian
Universitas Andalas tahun 2017 – 2019 dan penulis juga aktif berkomunitas diluar
kampus yakni Deone Family Academy.

Padang, 17 Agustus 2021

D.K.S
viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam
kehidupan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Beberapa Konsentrasi Floraone®
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih (Allium Sativum L) ”. Skripsi merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Universitas Andalas.
Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya
kepada Ibu Nilla Kristina, SP, M.Sc dan Ibu Dra. Netti Herawati, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberi arahan, nasehat dan saran kepada penulis
baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Penghormatan dan penghargaan
penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan serta doa.
Terima kasih juga kepada seluruh dosen serta teman-teman dari segala jurusan yang
telah memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih perlu
banyak perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang positif dan kritik yang
bersifat membangun agar penulisan berikutnya dapat lebih baik lagi.

Padang, 17 Agustus 2021

D.K.S
ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI……………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL………………………………………….................... xi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………................ xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..... xiii

ABSTRAK……………………………………………………………..... xiv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………....... 4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...... 4
1.5 Hipotesis………………………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 6

2.1 Tanaman Bawang Putih………………………………………… 6


2.2 Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)……………….. 10
2.3 Pupuk Fosfat (P2O5)……………………………………………… 12
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………….. 14

3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………… 14


3.2 Alat dan Bahan………………………………………………….. 14
3.3 Rancangan Percobaan…………………………………………... 14
3.4 Pelaksanaan Penelitian………………………………………….. 15
3.5 Variabel Pengamatan……………………………………………. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….. 21

4.1 Tinggi Tanaman (cm)………………………………………….. 22


4.2 Jumlah Daun (buah)……………………………………………. 25
4.3 Diameter Batang Semu (cm)…………………………………… 29
4.4 Diameter Umbi (cm)……………………………………………. 33
4.5 Bobot Segar Tanaman (gram)…………………………………... 34
4.6 Bobot Kering Umbi Per Tanaman (gram)……………………… 37
x

4.7 Bobot Kering Umbi Per Petak (kg) dan Bobot Kering Umbi Per
Hektar (ton)……………………………………………………... 39
4.8 Jumlah Siung Per Umbi (buah)………………………………… 41
4.9 Diameter Siung Besar (cm)……………………………………... 42
4.10 Diameter Siung Terkecil (cm)…………………………………... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………... 46

5.1 Kesimpulan……………………………………………………… 46
5.2 Saran……………………………………………………………. 46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 47

LAMPIRAN…………………………………………………………….. 55
xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tinggi Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR


(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada
Umur 12 MST……………………………………………………… 22

2. Jumlah Daun Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR


(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada
Umur 12 MST……………………………………………………… 25

3. Diameter Batang Semu Bawang Putih Beberapa Konsentrasi


PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
Pada Umur 12 MST………………………………………………... 29

4. Diameter umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR


(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada
Umur 12 MST……………………………………………………… 33

5. Bobot Segar Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi


PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5……………………………………………................................ 35

6. Bobot Kering Umbi Per Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa


Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan
Dosis P2O5………………………..................................................... 38

7. Bobot Kering Umbi Per Petak Bawang Putih Pada Beberapa


Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan
Dosis P2O5………………………..................................................... 39

8. Bobot Kering Umbi Per Hektar Bawang Putih Pada Beberapa


Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan
Dosis P2O5………………………..................................................... 40

9. Jumlah Siung Per Umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi


PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5……………………………………………................................ 41

10. Diameter siung besar Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi


PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
dari Pupuk……………………………………………...................... 43

11. Diameter Siung Kecil Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi


PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5……………………………………………................................ 44
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang putih Pada


Berbagai Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST……………... 23

2. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang putih Pada


Beberapa Dosis P2O5 dari 2 MST – 12 MST……………………… 24

3. Grafik Laju Jumlah Daun Tanaman Bawang putih Pada Berbagai


Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST……………................... 27

4. Grafik Laju Jumlah Daun Bawang putih Pada Beberapa Dosis


P2O5 dari 2 MST – 12 MST……………………………….............. 28

5. Grafik Laju Diameter Batang Semu Tanaman Bawang putih Pada


Berbagai Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST……………... 31

6. Grafik Laju Diameter Batang Semu Bawang putih Pada Beberapa


Dosis P2O5 dari 2 MST – 12 MST…………………........................ 32
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jadwal Kegiatan Penelitian dari September 2020 – Januari 2021… 56

2. Deskripsi Bawang Putih Sangga Sembalun……………………….. 57

3. Denah Lokasi Penempatan Petak Penelitian Menurut RAL………. 58

4. Denah Penempatan Tanaman Dalam Petakan…………………….. 59

5. Perhitungan Dolomit………………………………………………. 60

6. Perhitungan Kebutuhan Pupuk……………………………………. 61

7. Merk Dagang dan Kandungan PGPR……………………………... 66

8. Data Analisis Tanah Alahan Panjang……………………………... 67

8. Data Curah Hujan dan Suhu Harian………………………………. 68

9. Analisis Ragam Masing – masing Variabel Pengamatan Tanaman


Bawang Putih……………………………………………………… 70

10. Dokumentasi Penelitian Pada Percobaan Pengaruh Beberapa


Konsentrasi Floraone® PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Putih (Allium sativum L)……............................................. 74
xiv

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI FLORAONE® PGPR


(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) DAN DOSIS P2O5
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG PUTIH
(Allium sativum L.)

Abstrak

Bawang putih adalah salah satu tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
namun produksi di Alahan Panjang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 yang
mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik, untuk
mendapatkan pengaruh konsentrasi pemberian PGPR yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik, dan untuk mendapatkan pengaruh
pemberian dosis P2O5 yang mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi
bawang putih terbaik. Metode Penelitian berbentuk percobaan lapangan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah
konsentrasi pemberian PGPR yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 ml/L, 5 ml/L, 10
ml/L dan 15 ml/L. Faktor kedua adalah dosis P2O5 yang terdiri dari empat taraf yaitu
238 kg/ha P2O5, 351 kg/ha P2O5, 463 kg/ha P2O5 dan 576 kg/ha P2O5. Data dianalisis
menggunakan uji F dengan kriteria F hitung lebih besar dari F tabel dan diuji lanjut
dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %. Hasil
percobaan menunjukkan perlakuan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 238
kg/ha P2O5 memberikan bobot segar tanaman yang terbaik. Konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang semu, diameter umbi, bobot kering umbi per tanaman, bobot kering
umbi per petak dan per hektar, jumlah siung per umbi, dan diameter siung terbesar
dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l. Pemberian P2O5
memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil umbi.

Kata kunci : bawang putih, konsentrasi PGPR, dosis P2O5


xv

EFFECT OF SOME CONCENTRATIONS OF FLORAONE® PGPR


(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) AND P2O5 DOSAGE ON
GROWTH AND RESULT OF GARLIC
(Allium sativum L.)

Abstract

Garlic is a plant that has high economic value but production in Alahan Panjang is
still low. This study aimed to obtain the interaction between the concentration of
PGPR and the dose of P2O5 that was able to produce the best growth and yield of
garlic bulbs, to obtain the effect of the concentration of PGPR that was able to
produce the best growth and yield of garlic bulbs, and to obtain the effect of dose of
P2O5 that was able to produce the best growth and yield of garlic bulbs. The research
method is in the form of a field experiment using a factorial Completely Randomized
Design (CRD). The first factor was the concentration of PGPR which consisted of
four levels, namely 0 ml/L, 5 ml/L, 10 ml/L and 15 ml/L. The second factor is the
dose of P2O5 which consists of four levels, namely 238 kg/ha P2O5, 351 kg/ha P2O5,
463 kg/ha P2O5 and 576 kg/ha P2O5. The data were analyzed using the F test with the
F count criteria greater than the F table and further tested with Duncan's New
Multiple Range Test (DNMRT) at a level of 5%. The experimental results showed the
treatment with the concentration of 5 ml/l and 238 kg/ha P2O5 giving the best plant
fresh weight. The concentration of PGPR 5 ml/l gave the best effect on plant height,
number of leaves, pseudo stem diameter, tuber diameter, tuber dry weight per plant,
tuber dry weight per plot and per hectare, number of cloves per tuber, and the largest
clove diameter compared to concentration of PGPR 0 ml/l. The application of P2O5
gave the same effect on the growth and yield of tubers.

Keywords : garlic, PGPR concentration, P2O5 dose


1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas sayuran yang
penting bagi masyarakat Indonesia, karena dimanfaatkan sebagai salah satu rempah
rempah dalam masakan dan juga dapat digunakan sebagai bahan obat dan kosmetik.
Sentra daerah penghasil bawang putih di Indonesia kini tersebar di kabupaten/kota.
Wahab (2019) menyebutkan sentra daerah penghasil bawang putih di Indonesia
tersebar mulai dari Aceh Tengah, Karo, Solok, Kerinci, Cianjur, Majalengka, Brebes,
Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang, Tegal, Karanganyar, Pasuruan,
Malang, Kota Batu, Probolinggo, Banyuwangi, Lombok Timur, NTT hingga
Minahasa Selatan.
Kebutuhan (konsumsi) bawang putih dari tahun ke tahun terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Produksi bawang putih di Indonesia
pada tahun 2018 sebesar 39,30 ribu ton dengan luas panen sebesar 5.013 Ha dengan
produktivitas umbi basah yaitu 7,84 ton/ha (BPS, 2018). Produksi bawang putih di
Indonesia pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 88,81 ribu ton (BPS,
2019). Namun pada tahun 2020 produksi bawang putih di Indonesia mengalami
penurunan sebesar 7,01 ribu ton sehingga produksi bawang putih di Indonesia
menjadi 81,80 ribu ton (BPS, 2020). Meningkatnya permintaan terhadap bawang
putih belum mampu diimbangi dengan peningkatan produksi. Hal ini disebabkan
oleh luas tanam dan produktivitas hasil yang rendah (Rismunandar, 2003).
Prospek agribisnis bawang putih di Sumatera Barat khususnya di Alahan
Panjang cukup bagus karena potensi lahan produksi yang cukup luas dan permintaan
bawang putih sebagai bahan baku masakan dan produk lainnya sangat tinggi, tetapi
ada masalah yang dihadapi dalam meningkatkan produktivitas bawang putih adalah
disebabkan oleh penggunaan umbi bibit yang kurang berkualitias. Maka dari itu perlu
menggunakan umbi bibit yang berukuraan besar dan berkualitas untuk meningkatkan
produktivitas bawang putih. Umumnya varietas yang ditanam di Alahan Panjang
adalah Lumbu Hijau. Namun umbi yang dihasilkan banyak berukuran kecil. Oleh
2

karena itu dilakukan pengujian varietas lain yaitu Sangga Sembalun yang merupakan
salah satu varietas unggul nasional untuk dataran tinggi.
Rendahnya hara yang tersedia dalam tanah menyebabkan umbi yang
dihasilkan berukuran kecil. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas bawang putih yaitu melalui pemberian konsentrasi
PGPR. PGPR merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang secara aktif
mengkolonisasi didaerah akar. Bakteri dalam PGPR diketahui memiliki 3 peran
utama bagi tanaman yaitu : (1) sebagai biofertilizer, PGPR mampu mempercepat
proses pertumbuhan tanaman melalui percepatan penyerapan unsur hara, (2) sebagai
biostimulan, PGPR dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui produksi
fitohormon dan (3) sebagai bioprotektan, PGPR melindungi tanaman dari patogen
(Yazdani et al, 2009).
PGPR berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil
panen dan kesuburan lahan. PGPR mampu memproduksi fitohormon yang dapat
mensintesi auksin yang berperan dalam memacu pembelahan sel. Produksi auksin
secara terus menerus akan meningkatkan jumlah sel yang aktif membelah sehingga
tempat untuk menyimpan pati sebagai cadangan makanan bertambah banyak
(Bhatnagar dan Monika, 2005). Penggunaan PGPR bermanfaat bagi kesuburan tanah,
karena bakteri yang terkandung dalam PGPR dapat mengaktifkan mikroorganisme
tanah sehingga bahan organik yang terkandung dalam tanah dapat terdekomposisi,
tanah sebagai media tanam menjadi subur.
Jenis tanah di Alahan Panjang adalah tanah Inceptisol. Masalah pada tanah
Inceptisol adalah kesuburan tanah yang rendah seperti tanah bereaksi masam sampai
agak masam. Hasil analisis tanah lokasi penelitian Alahan Panjang yang dilakukan di
Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas menunjukkan
nilai pH = 4,8 serta unsur hara P tersedia dalam tanah yaitu 176,68 ppm (Lampiran
8). Untuk meningkatkan ketersediaan fosfor (P) dalam tanah perlu pemberian pupuk
fosfat. Pupuk fosfat adalah salah satu pupuk yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan produksi optimum. Pupuk fosfat mempunyai fungsi penting dalam
proses fotosintesis, penggunaan gula dan pati, serta transfer energi. Tidak ada pupuk
3

yang dapat menggantikan fungsi pupuk fosfat pada tanaman, sehingga tanaman harus
diberikan pupuk fosfat yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya
(Sumarni et al.,2012). Pupuk fosfat juga berperan sebagai pengedar dan penyimpan
energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, kekurangan pupuk
fosfat pada tanaman dapat menghambat pembentukan buah dan umbi (Rakhmawati,
2011). Hasil penelitian Subhan dan Nunung (2004) menunjukkan bahwa tinggi
tanaman, diameter batang pada masa pertumbuhannya, diameter umbi, bobot basah
dan bobot kering umbi bawang putih dipengaruhi oleh dosis 200 kg/ha P2O5. Tetapi
beberapa petani di Alahan Panjang bahkan memberikan pupuk TSP dalam dosis
tinggi sekitar 1.000 kg/ha.
Unsur hara P tersedia di dalam tanah sekitar 0,05%, tetapi sebagian kecil yang
tersedia untuk tanaman (Kumar et al, 2001) oleh karena itu pemberian konsentrasi
PGPR pada tanaman bawang putih bertujuan untuk melarutkan dan meningkatkan
ketersediaan unsur hara P dan unsur hara makro lainnya. Hasil penelitian Sofiatul et
al. (2018) menunjukkan pemberian dosis pupuk fosfat SP-36 (90 kg P2O5/ha) dengan
waktu aplikasi PGPR A2 (saat tanam, 7 dan 14 hst) dengan konsentrasi PGPR 10
ml/L pada bawang merah varietas Bima mampu menghasilkan rerata bobot segar
umbi per rumpun (121,37 gr), bobot kering umbi per rumpun (100,75 gr), dan bobot
umbi panen (16,23 ton/ha).
Penggunaan beberapa konsentrasi PGPR dan dosis P2O5 diharapkan dapat
memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang putih. Berdasarkan
uraian diatas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Beberapa
Konsentrasi Floraone® PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Dosis
P2O5 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih (Allium Sativum L.)”
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dengan dosis P2O5


pada pertumbuhan dan hasil bawang putih.
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi pemberian PGPR terhadap pertumbuhan dan
hasil bawang putih.
3. Bagaimana pengaruh pemberian dosis P2O5 terhadap pertumbuhan dan hasil
bawang putih.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendapatkan interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 yang
mampu menghasilkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.
2. Mendapatkan pengaruh konsentrasi pemberian PGPR yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.
3. Mendapatkan pengaruh pemberian dosis P2O5 yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan hasil umbi bawang putih terbaik.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan hasil penelitian ini adalah dapat meningkatkan
produksi bawang putih dengan pemberian PGPR yang dikombinasikan dengan dosis
P2O5 agar mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil bawang putih. Selain itu juga bisa
menambah informasi tentang konsentrasi pemberian PGPR yang dikombinasikan
dengan dosis P2O5 pada pertumbuhan dan hasil bawang putih.
5

1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :

1. Ada interaksi antara konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap
pertumbuhan dan hasil bawang putih
2. Ada pengaruh konsentrasi pemberian PGPR terhadap pertumbuhan dan hasil
bawang putih
3. Ada pengaruh pemberian dosis P2O5 terhadap pertumbuhan dan hasil bawang
putih
6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bawang Putih


Menurut Samadi (2000) sistematika tanaman bawang putih adalah sebagai
berikut : (1)Kingdom : Plantae,(2)Divisi : Spermatophyta, (3) Klas:
Monocotyledoneae, (4) Ordo : Liliflorae, (5) Famili : Liliales atau Liliaceae,
(6)Genus : Allium, (7) Spesies : Allium sativum L.
Salah satu tanaman sayuran umbi yang banyak ditanam diberbagai negara di
dunia adalah bawang putih (Allium sativum L). Bawang putih di Indonesia memiliki
banyak nama panggilan seperti orang manado menyebutnya lasuna moputi, orang
Makasar menyebut lasuna kebo dan orang Jawa menyebutnya bawang (Wibowo,
2007). Umumnya bawang putih dimanfaatkan oleh masyarakat hanya bagian umbi
saja, terutama sebagai bumbu dapur. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa
bawang putih memiliki potensi sebagai bahan baku obat-obatan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit (Samadi, 2000).
Bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat bergantung
kepada varietas yang digunakan. Di Indonesia daerah penyebaran bawang putih yaitu
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa
Tenggara Timur. Daerah tersebut merupakan daerah penghasil utama bawang putih
karena mempunyai agroklimat yang sesuai untuk bawang putih (Ditjentan 1997).
Dalam budidaya bawang putih derajat kemasaman tanah (pH) yang paling
disukai adalah 6,5-7,5 sedangkan apabila pH < 6,5 maka tanah harus dikapur. Hasil
percobaan pada tanah Latosol merah kuning Subang (tergolong lahan marginal
dengan pH = 4,8 kebutuhan kapur untuk mencapai pH = 6 setara dengan 9,6 ton/ha
dapat meningkatkan hasil umbi bawang putih (Suwandi, dalam Hilman, 1997). Pada
berbagai tipe tanah dapat ditanami bawang putih. Pada tanah yang ringan, gembur
(bertekstur pasir atau lempung) dan mudah meneteskan air (porous) dapat
menghasilkan umbi bawang putih yang lebih baik dari pada tanah yang berat seperti
liat atau lempung. Bawang putih ditanam pada kondisi tanah yang porous dapat
menstimulir perkembangan akar dan bulu - bulu akar sehingga serapan unsur hara
akan berjalan dengan baik. Pada musim penghujan tanaman bawang putih tidak baik
7

untuk ditanam karena kondisi tanah terlalu basah, temperatur tinggi sehingga
mempersulit pembentukan siung. Curah hujan yang diperlukan untuk menanam
bawang putih yaitu kurang dari 1.500 mm per tahun, suhu antara 15 – 20oC dan
sumber air yang cukup.
Tanaman bawang putih akan berproduksi secara maksimal jika ditanam di
musim kemarau dengan penyinaran yang optimal. Tetapi produksi bawang putih
kurang maksimal jika ditanam pada musim penghujan dikarenakan kelembaban tinggi
sehingga tanaman rentan terhadap serangan patogen dan kurangnya mikroorganisme
yang menguntungkan di daerah perakaran.
Sistem perakaran yang dimiliki bawang putih yaitu sistem perakaran dangkal
yang berkembang dan menyebar disekitar permukaan tanah sampai pada kedalaman
10 cm. Akar yang dimiliki oleh bawang putih yaitu akar serabut dan terbentuk di
pangkal bawah batang sebenarnya (discus). Akar tersebut tertanam dalam tanah
sebagai alat untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Bawang putih memiliki
sistem perakaran yang dapat menyebar ke segala arah, namun tidak terlalu dalam
sehingga tidak tahan pada kondisi tanah yang kering (Samadi, 2000).
Batang yang dimiliki bawang putih adalah batang semu dan berbentuk
cakram. Batang tersebut terletak pada bagian dasar atau pangkal umbi yang terbentuk
dari pusat tajuk yang dibungkus daun-daun. Batang semu bawang putih memiliki
ketinggian mencapai 30 cm (Samadi, 2000). Tanaman bawang putih dapat berbunga
pada varietas tertentu saja. Bawang putih memiliki bunga berupa bunga majemuk
yang berukuran kecil, tangkainya pendek, berbentuk bulat seperti bola, berwarna
merah jambu, dan bentuknya menyerupai umbi bawang. Bunga yang tumbuh dapat
menghasilkan biji. Pada sebagian besar varietas bawang putih, tangkai bunga tidak
tumbuh keluar melainkan hanya sebagian bunga saja yang tampak keluar bahkan
tidak sedikitpun bagian bunga yang keluar karena sudah gagal sewaktu masih berupa
tunas (Wibowo, 2007).
Perkembangan umbi bawang putih dapat terganggu oleh pembungaan sehigga
tidak memiliki nilai ekonomi dan biasanya para petani akan membuangnya. Umbi
kecil pada bawang putih terbentuk di bagian tangkai bunga yang menyebabkan
8

pembengkakan sehingga terlihat seperti bunting. Selama lebih 2 tahun umbi-umbi


kecil tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan secara vegetatif dengan
ditanam secara berulang-ulang (Rukmana, 1995).
Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung yang masing-masing
terbungkus oleh selaput tipis yang sebenarnya merupakan pelepah daun sehingga
tampak seperti umbi yang berukuran besar (Rukmana, 1995). Ukuran dan jumlah
siung bawang putih bergantung pada varietasnya. Umbi bawang putih berbentuk
bulat dan agak lonjong. Siung bawang putih tumbuh dari ketiak daun, kecuali ketiak
daun paling luar. Jumlah siung untuk setiap umbi berbeda tergantung pada
varietasnya. Varietas lokal bawang putih biasanya pada setiap umbinya tersusun 15-
20 siung (Samadi, 2000).
Ketika bawang putih tumbuh dari biji, tanaman allium melewati tahap
vegetatif dan pembungan yang sama secara umum, walaupun pembentukan umbi
menjadi sedikit. Umbi yang terbentuk berkisar antara 1 - 2 umbi (Prayudi et al.,
2014). Proses pembentukan umbi dimulai dari adanya penebalan pada bagian leher
tanaman serta pembengkakan pada daun pelepah pertama. Pematangan umbi akan
tercapai setelah jaringan leher tanaman mulai melunak dan kehilangan turgiditasnya
(Brewster, 1994).
Di Indonesia, para petani bawang putih umumnya lebih menyukai varietas
yang toleran terhadap ketinggian tempat. Terdapat beberapa jenis varietas bawang
putih yang telah dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis bawang putih yang
tergolong varietas unggul adalah Lumbu Hijau. Varietas ini berasal dari Batu Malang
(Jawa Timur) dan banyak di tanam di daerah Batu (Malang), Pacet (Mojokerto), dan
Bali. Bawang putih varietas lumbu hijau tumbuh pada ketinggian 900-1.100 m dpl.
Varietas ini tidak dapat berbunga. Tinggi tanaman bawang putih varietas Lumbu
hijau mencapai 63-75 cm. Diameter batang semu mencapai 1,0-1,2 cm. Umbinya
berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing dan dasarnya rata. Masing – masing
umbi memiliki banyak siung sekitar 6-31 buah. Letak siung seolah bertumpukan
dengan ukuran yang bervariasi. Panjang siung dapat mencapai 2,1 cm dan
diameternya sekitar 1,1-1,2 cm. Aromanya sangat tajam dan kuat. Varietas Lumbu
9

Hijau memiliki umur panen sekitar 95-125 hari, tergantung kesuburan tanah dan
pemeliharaan. Pada kondisi normal umumnya Lumbu Hijau sudah dapat dipanen
pada umur 112-120 hari, dengan produksi rata-rata 8-10 ton umbi kering per hektar.
Sifat lainnya, varietas ini tidak tahan terhadap Alternaria sp (Wibowo, 2009).
Bawang putih varietas Lumbu Kuning juga berasal dari Batu, Malang, Jawa
Timur. Varietas Lumbu Kuning tumbuh baik dengan ketinggian 600-900 m dpl.
Jumlah produksi Lumbu Kuning sedikit lebih rendah dibandingkan Lumbu Hijau,
rata-rata 6-8 ton umbi kering per hektar, namun dapat mencapai 11 ton lebih .Tetapi
umur panen Lumbu Kuning lebih pendek, yaitu sekitar 85-100 dan paling lama 105-
116 hari. Varietas Lumbu Kuning dapat ditanam dua kali dalam setahun karena
memiliki umur yang relatif pendek. Ukuran tanaman, umbi, dan siungnya lebih kecil
dari Lumbu Hijau. Tinggi tanaman Lumbu Kuning dapat mencapai 57-59cm dengan
diameter batang semu 0,9-1,1 cm. Varietas ini tidak dapat berbunga. Masing –
masing umbinya memiliki 14-17 buah siung. Panjang siung 2,0-2,1 cm dan lebarnya
mencapai 1,04-1,10 cm. Varietas Lumbu Kuning ini peka terhadap penyakit
Alternaria sp (Wibowo, 2009).
Salah satu varietas bawang putih yang unggul di dataran rendah (6- 200 m)
yang pertama kali dicoba dan dikembangkan di Yogyakarta adalah varietas Lumbu
Putih. Kemampuannya untuk berdaptasi dengan iklim dan lingkungan dataran rendah
merupakan keistimewaan dari varietas Lumbu Putih. Varietas ini memiliki umbi
sekitar 7 g, diameter 3,5-6,0 cm, panjang 2,6-4,0 cm, dengan 15-20 siung per umbi.
Warna umbi putih dengan garis-garis ungu tidak merata pada ujungnya. Warna siung
putih agak krem. Varietas ini memiliki daun tegak berwarna agak keabuan dan
berdaum sempit kurang dari 1 cm ini memilik produktivitas 4-7 ton/ha. Umur
panennya sekitar 100-110 hari (Wibowo, 2009).
Salah satu varietas bawang putih yang dikembangkan di Denpasar, Pulau
Dewata, Bali adalah varietas Sanur. Varietas Sanur memiliki kemampuan
beradaptasinya yang luas terhadap iklim dan keragaman lingkungan dataran rendah.
Umbi pada varietas Sanur berukuran besar, berdiameter 3,5-4 cm, berat 10-13 g/umbi
dengan 15-20 siung/umbi. Keunggulan yang dimiliki oleh bawang putih varietas
10

Sanur ini diantaranya adalah umbi yang lebih besar dan bobot siung yang lebih berat
sehingga lebih disukai konsumen. Varietas ini pernah dicoba di Bogor, Jawa Barat,
yang ketinggiannya 40 m dpl, dan hasilnya tidak berbeda dari lumbu putih. Umbi
bang putih varietas Sanur memilik kulit berwarna putih dan umbinya sendiri
berwarna kuning dengan susunan siung tidak teratur. Produktivitas varietas Sanur ini
mencapai 4-6 ton/ha (Wibowo, 2009).
Bawang putih Sembalun memiliki umbi berbentuk bulat telur, ujung melebar
dan dasar agak mendatar, jumlah umbi 1 – 4, jumlah suing per umbi 9 – 12 buah,
suing berwarna putih. Bau dan aroma yang ditimbulkan cukup tajam. Tumbuh di
daerah dataran tinggi 900 – 1.100 m dpl dengan umur tanam 105 – 110 hari (Titisari
et al 2015). Bawang putih varietas Sangga Sembalun merupakan varietas yang
berasal dari Sembalun Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Hasil panen mencapai
8,2 ton/ha berat basah dan dapat menghasilkan benih 4,9 ton/ha. Umbi yang
dihasilkan cukup besar dengan berat rata – rata 55,82 gram.
Bawang putih sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Umbi bawang
putih biasanya digunakan sebagai bumbu dapur. Kandungan senyawa yang sudah
ditemukan dalam bawang putih diantaranya adalah allicin dan sulfur amino acid
alliin. Sulfur ammonia acid alliin ini oleh enzim allicin liase diubah menjadi allicin
yang akan mengalami perubahan menjadi diallil sulfide. Senyawa allicin dan diallil
sulfide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan berkhasiat sebagai obat. Bawang
putih dapat digunakan sebagai bakterisida dan fungisida pada pengendalian penyakit
tanaman. Penelitian lain menunjukkan bahwa kandungan allicin dalam ekstrak
bawang putih juga memiliki aktivitas anti jamur dengan cara bergabung dengan
protein sehingga akan menyerang protein mikroba dan akhirnya akan membunuh
mikroba tersebut (Kulsum, 2014).

2.2 Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

Kumpulan bakteri yang hidup bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman


yang dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman adalah Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR). Dalam proses penyerapan unsur hara yang ada di
11

dalam tanah dapat dibantu oleh PGPR. Dengan penggunaan PGPR, tingkat serangan
hama dan penyäkit tanaman dapat diminimalisir. Hal tersebut juga sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Soenandar, et al. (2010) hal. 50 bahwa PGPR dapat
bermanfaat dalam menghasilkan fitohormon (IAA, sitokinin, giberelin, dan senyawa
penghambat produksi etilen), meningkatkan proses penyerapan unsur hara melalui
mineralisasi dan transformasi, serta berperan dalam pengendalian hama dan penyakit
tanaman (biopektan) melalui produksi senyawa ketahanan.
PGPR secara alami dapat dibuat dengan menggunakan akar alang-alang, akar
bambu, akar bayam duri. Dalam akar bambu banyak terdapat bakteri PF
(Pseudomonas fluorescens) yang dapat meningkatkan kelarutan unsur P (Phospor)
dalam tanah (Pratiwi, et al., 2017). Akar alang-alang pun juga banyak terkolonisasi
oleh Rhizobacteria, seperti Azotobacter paspali, Pseudomonas sp. Dan Beijeinckia
sp. Bakteri Azotobacter ini yang dapat memfiksasi N2 dalam menghasilkan zat
pemacu tumbuh tanaman, diantaranya giberelin, sitokinin, asam asetat yang
berfungsi dalam memacu pertumbuhan tanaman (Maulina et al., 2015).
PGPR berpengaruh terhadap tanaman baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung adalah kemampuan menyediakan dan
memobilisasi penyerapan berbagai macam unsur hara dan mengubah konsentrasi
fitohormon pemacu tumbuh. Sementara pengaruh secara tidak langsung adalah
kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau
metabolit seperti antibiotik (husen et al, 2003).
Beberapa bakteri dari kelompok PGPR adalah genus Rhizobium, Azotobacter,
Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas,
Arthrobacter, Bacterium, dan Mycobacterium (Biswas et al., 2000). Bakteri
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat mempunyai fungsi
penting seperti dekomposisi bahan organik seperti protein, karbohidrat, jasad renik,
mineralisasi senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara, nitrifikasi dan denitrifikasi.
12

2.3 Pupuk Fosfat (P2O5)


Salah satu unsur esensial yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan produksi optimum adalah Fosfor. Fosfor merupakan komponen
enzim dan protein, ATP, RNA, DNA, dan fitin yang mempunyai fungsi penting
dalam proses fotosintesis, penggunaan gula dan pati, serta transfer energi. Tidak ada
unsur lain yang dapat menggantikan fungsi fosfor pada tanaman, sehingga tanaman
harus mendapatkan fosfor yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Defesiensi fosfor menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat, lemah, dan kerdil
(Sumarni et al.,2012). Fosfor berfungsi untuk pengambilan dan pengangkutan unsur-
unsur hara ke membran sel,penyimpanan dan pemindahan energi serta pembentukan
gen yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Fosfor juga memainkan peranan
penting dalam semua aktivitas biokimia dalam sel hidup (Foth,1995) seperti transfer
energi, sintesis protein, dan reaksi biokimia lainnya (Poerwowidodo, 1992).
Ketersediaan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada tanah
masam, P akan bersenyawa dengan Al dan Fe membentuk Al-P dan Fe-P, sehingga
efektifitas pemupukan P menjadi rendah karena sebagian P berubah menjadi bentuk
yang tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk fosfat sangat dianjurkan sebagai pupuk
dasar, yaitu digunakan pada saat tanam atau sebelum tanam. Hal ini disebabkan
karena pupuk fosfat merupakan pupuk yang unsurnya tidak cepat atau segera tersedia
dan juga sangat dibutuhkan pada stadia permulaan tumbuh. Pemberian sangat lebih
baik bila ditempatkan pada daerah tangkuman akar. Pupuk fosfat dapat merangsang
pertumbuhan awal bibit tanaman. Pupuk fosfat dapat merangsang pembentukan
bunga, buah, dan biji. Bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat
biji menjadi lebih bernas. Pupuk fosfat sangat diperlukan oleh tanaman yang tumbuh
di daerah dingin, tanaman dengan perkembangan akar yang lambat atau terhambat,
dan tanaman yang seluruh bagiannya dipanen.
Apaila dibandingkan dengan pupuk anorganik sumber P yang lain, pupuk TSP
(Triple Super Pospat) mempunyai kandungan P2O5 lebih tinggi, mencapai 45%
sehingga baik digunakan untuk meningkatkan unsur hara P pada tanah yang
kekuranagan unsur hara fosfat. Menurut SNI (2005) Pupuk TSP memiliki kandungan
13

P2O5 sebesar 45% yang terbuat dari batuan fosfat dengan asam sulfat yang komponen
utamanya mengandung unsur hara fosfor berupa Ca(H2PO4). Hasil Penelitian Samuel
et al (2017) menyatakan bahwa aplikasi pupuk TSP berpengaruh nyata dapat
meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung hingga masa vegetative dimana
bobot kering tajuk tanaman jagung tertinggi terdapat pada aplikasi pupuk TSP pada
taraf perlakuan P2 (58,7 g).
Pemberian pupuk TSP 25 kg/ha sudah mencukupi kebutuhan hara bagi
pertumbuhan tanaman, karena untuk pertumbuhan vegetative yang khususnya adalah
batang. Fosfor penting sebagai sumber energi dalam berbagai aktivitas metabolisme.
Fotosintesis merupakan salah satu aktivitas metabolism. Dengan fosfor yang cukup,
fotosintesis menjadi lebih optimal sehingga asimilat yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk pembentukan dan penyusun oergan tanaman seperti batang, sisanya disimpan
dalam bentuk protein dan karbohidrat (Barus et al, 2014).
Penggunaan pupuk P sampai dosis 100 kg per hektar memberikan
pertumbuhan kedelai yang paling baik. Di samping itu penggunaan dosis ini juga
meningkatkan pertumbuhan akar tanaman sehingga memberikan nisbah tajuk/akar
yang paling rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan dosis 100
kg/ha meningkatkan berat kering akar 3,5 kali dibandingkan dengan kontrol (tanpa
pemberian pupuk P). Penggunaan dosis ini juga meningkatkan berat kering tajuk,
jumlah cabang.jumlah daun dan tinggi tanaman paling besar dibandingkan dengan
dosis P lainnya (Suhardi, 2003).
14

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September 2020 – Januari 2021
(Lampiran 1), di lahan milik petani, Pekan Selasa.Kecamatan Danau Kembar, Alahan
Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Tempat penelitian memiliki ketinggian
tempat 1.400 m dpl.

3.2 Alat dan Bahan


Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary 2 roda, cangkul,
gelas ukur, timbangan digital, timbangan analitik, ember plastik, meteran, label, tali
plastik, mulsa plastik, sprayer, peralatan tulis dan peralatan lain yang mendukung
penelitian. Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi bibit
bawang putih varietas Sangga Sembalun, PGPR cair dari merek dagang Floraone,
pupuk kandang ayam, pupuk TSP, pupuk NPK BASF, DGW daun, Korn kali, kapur
dolomit, insektisida, fungisida, herbisida, kertas label.

3.3 Rancangan Percobaan


Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan
Acak Lengkap (RAL) terdiri atas dua faktor :

Faktor I Konsentrasi PGPR yang terdiri atas 4 taraf perlakuan :

Konsentrasi PGPR 0 ml/L (A0)


Konsentrasi PGPR 5 ml/L (A1)
Konsentrasi PGPR 10 ml/L (A2)
Konsentrasi PGPR 15 ml/L (A3)

Faktor II Dosis P2O5 yang terdiri atas 4 taraf perlakuan :

Pemberian 238 kg/ha P2O5 (B1)


Pemberian 351 kg/ha P2O5 (B2)
Pemberian 463 kg/ha P2O5 (B3)
Pemberian 576 kg/ha P2O5 (B4)
15

Terdapat 16 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali sehingga diperoleh 48


satuan percobaan. Masing – masing satuan percobaan terdiri dari 42 tanaman dengan
jarak tanam 20 cm x 20 cm dan ukuran petakan adalah 1,4 m x 1,2 m sehingga total
tanaman bawang putih pada penelitian ini adalah 2.016 tanaman. Dari setiap satuan
percobaan diambil 6 tanaman yang akan dijadikan tanaman sampel dan tanaman
pinggir tidak digunakan (Lampiran 4). Data dari hasil pengamatan dianalisis secara
statistika dengan menggunakan uji F dengan taraf nyata 5%. Jika berbeda nyata (F
hitung lebih besar dari F tabel), maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple
Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Persiapan Lahan dan Persiapan Bedengan
Pada minggu pertama dilakukan persiapan lahan dimulai dari pembersihan
gulma yang tumbuh pada lahan. Lahan dibajak dengan kedalaman minimal 30 cm
pada dua minggu sebelum tanam. Tujuan pengolahan lahan pertama adalah untuk
membalikan dan menggemburkan tanah sehingga dapat memudahkan tanah untuk
pengolahan yang kedua, menghilangkan gas beracun serta memperbaiki aerase tanah
dan panas hasil dekomposisi sisa tanaman. Pengolahan kedua dilakukan
menggunakan rotary 2 roda kemudian membuat petakan dengan ukuran 140 cm x 120
cm sebanyak 48 petakan. Bedengan dibuat dengan ukuran tinggi 20 cm dengan jarak
antar bedengan sebesar 40 cm. Kemudian dilakukan pengapuran dengan memberikan
dolomit sebanyak 3 ton/ha (Lampiran 5) dengan cara ditebar secara merata di atas
petakan (Lampiran 11. Gambar a).

3.4.2 Pemasangan Mulsa dan Label


Setelah penyiapan lahan dilakukan pemasangan mulsa plastik hitam perak
yang sudah dilubangi dengan diameter 10 cm. Pemasangan mulsa bertujuan untuk
menjaga tekstur tanah dan mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu
tanaman. Jarak tanam bawang putih antar tanaman yaitu 20 cm x 20 cm. (Lampiran
11. Gambar b).
16

Pemasangan label dilakukan setelah pembuatan petakan percobaan. Label


dipasang pada masing – masing petakan percobaan untuk menandai perlakuan yang
akan diberikan dan memudahkan saat melakukan pengamatan. Pemasangan label juga
dilakukan untuk masing – masing tanaman yang dijadikan sebagai sampel pada
petakan.
3.4.3 Persiapan Umbi Bibit
Umbi bibit bawang putih varietas Sangga Sembalun diperoleh dari penangkar
benih di Cianjur, Jawa Barat. Umbi bawang putih yang digunakan sebagai bahan
tanam yang sudah mengalami periode simpan selama 6 bulan setelah panen. Sebelum
ditanam, siung bawang putih dipisah dari umbinya. Siung yang digunakan sebagai
umbi bibit adalah yang berukuran seragam dengan berat rata – rata 1,5 gram.

3.4.4 Penanaman
Lubang tanam dibuat sedalam 3 cm dengan tugal. Bibit ditanam sebanyak satu
siung per lubang dengan posisi tegak lurus, ujung siung diatas dan ¾ bagian siung
tertanam dalam tanah lalu ditaburkan tanah halus kemudian tutup. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 20 cm x 20 cm.

3.4.5 Aplikasi Pemberian PGPR dan Dosis Pupuk P2O5


PGPR yang diberikan berupa cairan dari merek dagang floraone sesuai
dengan konsentrasi perlakuan dan diberikan pada saat awal tanam, 14 HST dan 28
HST. Aplikasi dilakukan dengan cara disiramkan sebanyak 100 ml per tanaman.
Sumber hara fosfor adalah dari pupuk DGW Daun, NPK BASF dan TSP. Dosis 238
kg/ha P2O5 setara dengan 250 kg/ha TSP, 420 kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK
BASF. Dosis 351 kg/ha P2O5 setara dengan 500 kg/ha TSP, 420 kg/ha DGW Daun
dan 420 kg/ha NPK BASF. Dosis 463 kg/ha P2O5 setara dengan 750 kg/ha TSP 420
kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK BASF. Dosis 576 kg/ha P2O5 setara dengan
1000 kg/ha TSP 420 kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK BASF. Pupuk TSP
diberikan saat tanam dengan cara ditaburkan di lubang tanam dengan dosis sesuai
perlakuan (Lampiran 11. Gambar c).
17

3.4.6 Pemupukan
Dalam budidaya bawang putih pemupukan meliputi pemupukan dasar dan
pemupukan lanjutan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang kotoran
ayam. Pupuk kandang kotoran ayam diberikan bersamaan dengan pengolahan lahan
dengan cara disebar dan diaduk secara merata pada lapisan tanah yang diolah
sebanyak 20 ton/ha (Lampiran 11. Gambar a). Selanjutnya dilakukan pemupukan
lanjutan berdasarkan rekomendasi petani yang terdiri dari 420 kg/ha DGW Daun +
280 kg/ha Korn Kali + 420 kg/ha NPK BASF. Pupuk tersebut secara keseluruhan
dicampur hingga merata kemudian diberikan sebanyak 4,48 gram pada masing –
masing tanaman (Lampiran 6).

3.4.7 Pemeliharaan

1) Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang tidak tumbuh dan
umbi bibit yang busuk maupun rusak dengan tanaman sisipan. Penyulaman
dilakukan hingga dua minggu setelah tanam.

2) Penyiangan
Penyiangan pertama setelah tanaman berumur 2 minggu. Penyiangan kedua
dilakukan 1 minggu kemudian. Penyiangan seterusnya dilakukan setiap minggu.
Apabila tanaman bawang putih sudah masuk fase generatif yaitu pada umur 60 HST,
penyiangan tidak lagi dilakukan karena dapat mengganggu proses pembentukan dan
pembesaran umbi. Penyiangan dilakukan secara mekanis dengan mencabut gulma
dilubang tanam dan ditepi bedengan.

3) Penyiraman
Penyiraman dilakukan 1 kali dalam dua hari diawal penanaman dan
seminggu sekali saat masa pembentukan tunas dan pembentukan umbi. Penyiraman
dihentikan saat tanaman sudah tua atau menjelang panen, kira – kira berumur 3
bulan sesudah tanam atau pada saat daun tanaman sudah mulai menguning. Waktu
18

penyiraman dilakukan saat pagi atau sore hari. Setiap tanaman volume pemberian
airnya sama.

3.4.8 Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis dan
menggunakan pestisida. Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan
mencabut tanaman yang terserang penyakit atau pertumbuhannya yang tidak normal.
Tanaman yang telah dicabut dibuang ditempat yang tidak memungkinkan bisa
menular pada tanaman lain.
Pengendalian menggunakan pestisida dilakukan pada saat tanaman sudah
mulai menguning dan terdapat hama penggerek daun, antraknosa, busuk daun dan
ulat. Bahan aktif pestisida yang digunakan yaitu Asefat 75 % untuk mengendalikan
hama penusuk dan pengunyah seperti aphids, larva lephidopthera (termasuk ulat
tanah), penggorok daun dan wereng, Abamektin 18 g/l untuk mengendalikan hama
kutu – kutuan, Metomil 50 % untuk mengendalikan hama ulat hingga telurnya.

3.4.9 Masa Panen dan Pasca Panen


Tanaman bawang putih varietas Sangga Sembalun dapat dipanen pada umur
110 HST. Ciri – ciri siap panen pada tanaman bawang putih adalah 1) umbi mulai
keluar keatas permukaan tanah, 2) warna tangkai daun berubah dari warna hijau
segar menjadi kekuningan, 3) pangkal batang semu tanaman mulai mengeras. Panen
bawang putih dilakukan dengan cara tanaman dicabut secara hati – hati dan jangan
sampai umbi patah. Umbi yang sudah panen kemudian diikat sebanyak 20 – 30
rumpun perikat kemudian dikeringkan. Pengeringan bawang putih dilakukan dengan
cara dikering anginkan selama 10 hari. Tujuan dikering anginkan adalah untuk
menjaga mutu umbi dan memperpanjang masa simpan bawang putih (Lampiran 11.
Gambar d).
19

3.5 Variabel Pengamatan


3.5.1 Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada umur 2 MST hingga 12 MST
dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur mulai
dari pangkal umbi sampai ujung daun dari tanaman sampel. Pengamatan tinggi
tanaman ini diamati setiap dua minggu sekali.

3.5.2 Jumlah Daun (helai)


Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung banyak daun yang
tumbuh pada tanaman sampel bawang putih. Perhitungan jumlah daun dimulai pada
waktu 2 MST hingga 12 MST. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali.

3.5.3 Diameter Umbi (cm)


Pengamatan diameter umbi dilakukan setelah panen, dengan menggunakan
dua cara yaitu secara vertikal dan horizontal. 1. Pengukuran secara vertikal
dilakukan pada pangkal umbi sampai bagian ujung umbi dari tanaman sampel
dengan membuang bagian daun terlebih dahulu. 2. Pengukuran secara horizontal
dilakukan dibagian tengah umbi dari tanaman sampel yang diameternya paling
besar. Pengukuran menggunakan jangka sorong.

3.5.4 Diameter Batang Semu


Pengukuran diameter batang semu pada bawang putih dilakukan setiap dua
minggu sekali pada waktu 2 MST sampai 12 MST. Pengukuran dilakukan pada
ketinggian 2 cm diatas leher umbi dari tanaman sampel menggunakan jangka
sorong.

3.5.5 Bobot Segar Tanaman (gram)


Penimbangan bobot segar tanaman dapat dilakukan dengan cara mengambil
sampel tanaman setelah panen pada umur 14 MST. Penimbangan dilakukan dengan
menggunakan timbangan.
20

3.5.6 Bobot Kering Angin Umbi per Tanaman (gram)

Pengamatan bobot kering angin umbi bawang putih dilakukan setelah umbi
dikering anginkan selama 10 hari. Umbi yang telah dikering anginkan dipisahkan
dari daun dan akar kemudian umbi ditimbang dengan menggunakan timbangan.

3.5.7 Bobot Kering Angin Umbi per Petak (Kg) dan Bobot Kering Angin Umbi
per Hektar (ton)

Penimbangan bobot kering umbi perpetak pada bawang putih dilakukan


setelah umbi dikering anginkan selama 10 hari. Pengamatan bobot kering umbi
dapat diperoleh berdasarkan total hasil dari penimbangan berat kering angin umbi
per tanaman pada satu petak. Perhitungan bobot umbi per hektar didapatkan dari
konversi dari bobot umbi per petakan
Hasil per hektar x

3.5.8 Jumlah Siung per Umbi

Pengamatan jumlah siung per umbi dapat dilakukan dengan menghitung


semua siung pada umbi dari tanaman sampel.

3.5.9 Diameter Siung Terkecil

Pengamatan diameter siung terkecil pada bawang putih dilakukan dengan


mengukur diameter siung ukuran terkecil yang ada pada umbi dari tanaman sampel
bawang putih menggunakan jangka sorong.

3.5.10 Diameter Siung Terbesar

Pengamatan diameter siung terbesar pada bawang putih dilakukan dengan


mengukur diameter siung ukuran terbesar yang ada pada umbi dari tanaman sampel
bawang putih menggunakan jangka sorong.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinggi Tanaman (cm)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap tinggi tanaman bawang putih. Perlakuan
konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan
pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman (Tabel 1).

Tabel 1. Tinggi Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant
Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------cm---------------------------------
PGPR 0 ml/L 39.41 46.83 41.97 40.63 42.21 b
PGPR 5 ml/L 59.52 45.33 56.13 55.08 54.02 a
PGPR 10 ml/L 49.77 54.69 57.41 52.69 53.64 a
PGPR 15 ml/L 53.16 59.05 48.88 52.61 53.43 a
Rata – rata 50.47 51.48 51.10 50.25
KK = 12.63 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang putih yang diberikan


PGPR dengan konsentrasi 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l lebih tinggi dibanding tanaman
yang tidak diberi konsentrasi PGPR. Tinggi tanaman bawang putih pada konsentrasi
pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan pertumbuhan tanaman bawang putih
yang baik sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien.
Hal ini berarti bakteri dalam PGPR seperti Azospirillum sp dapat berfungsi
untuk mempercepat penyerapan unsur hara baik makro maupun mikro melalui akar
tanaman dan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman. Sesuai dengan pendapat
Rahmawati, (2005) bahwa bakteri Azospirillum sp dapat meningkatkan jumlah
rambut akar sehingga meyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam
penyerapan hara. Bakteri dalam PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
secara langsung melalui hormon-hormon pertumbuhan yang dihasilkannya seperti
Giberelin (Gac) dan indole 3-acetic acid (IAA). IAA merupakan hormon
pertumbuhan kelompok auksin yang berguna untuk merangsang pertumbuhan
tanaman. Auksin berguna untuk meningkatkan pertumbuhan sel batang, menghambat
proses pengguguran daun serta merangsang pembentukan buah dan umbi
(Tjondronegoro et al. 1989).
Masnilah et al.,(2009) mengatakan bahwa kemampuan PGPR dalam
menghasilkan fitohormon membuat tanaman dapat menambah luas permukaan akar –
akar halus dan meningkatkan ketersediaan hara didalam tanah sehingga kesehatan
tanaman juga semakin baik. Dengan kesehatan tanaman yang baik, maka ketahanan
tanaman terhadap tekanan juga semakin meningkat. Baik tekanan dari faktor biotik
seperti gangguan OPT, maupun tekanan abiotik seperti suhu dan kelembaban.
Pemberian 238 kg/ha, 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5 memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata pada tinggi tanaman bawang putih. Hal ini berarti
pemberian dosis 238 kg/ha P2O5 sudah menunjukkan pengaruh yang sama dengan
pemberian dosis 576 kg/ha P2O5. Oleh karena itu cukup dengan diberikan dosis 238
kg/ha P2O5 yang setara dengan 250 kg/ha TSP ditambah 420 kg/ha DGW Daun dan
420 kg/ha NPK BASF sudah menunjukkan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman
bawang putih.
Menurut Titisari et al (2019) pada umumnya tanaman bawang putih varietas
Sangga Sembalun dapat tumbuh baik didaerah dataran tinggi sekitar 900 m dpl,
namun dalam penelitian ini tanaman bawang putih varietas Sangga Sembalun
ditanam di Alahan Panjang dengan ketinggian tempat 1.400 m dpl. Hal ini diduga
mengakibatkan tinggi tanaman bawang putih tidak sesuai dengan deskripsi tanaman
bawang putih Sangga Sembalun (Lampiran 2). Dalam SK. Mentan No. 79 tahun 1995
tanaman bawang putih varietas Sangga Sembalun memiliki tinggi tanaman sekitar 80
– 85 cm, sementara pada penelitian yang telah dilakukan, tinggi tanaman bawang
putih varietas Sangga Sembalun diperoleh sekitar 42 – 54 cm. Ketidaksesuaian
ketinggian tempat dan lahan dalam budidaya bawang putih merupakan faktor utama
yang menyebabkan tanaman stress. Tumbuhan pada dasarnya memiliki mekanisme
tertentu untuk bertahan dalam kondisi lingkungan tertentu (Campbel, 2003).
Mekanisme ini sebagai bentuk respon tumbuhan terhadap keadaan lingkungan yang
tidak normal dan tidak sesuai dengan tanaman dapat berupa pengguguran daun,
penurunan laju fotosintesis, dan memperlambat pertumbuhan tanaman.

Gambar 1. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang Putih Pada Berbagai
Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan pertambahan tinggi tanaman bawang putih
terhadap konsentrasi pemberian PGPR yang diamati sekali dalam dua minggu. Dapat
dilihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih dalam sekali dua minggu
bervariasi tergantung pada konsentrasi pemberian PGPR yang di aplikasikan. Grafik
tersebut menunjukkan bahwa pada minggu ke 4 setelah tanam respon konsentrasi
pemberian PGPR sudah terlihat dengan tinggi tanaman bawang putih mengalami
peningkatan. Pada minggu ke 8 hingga minggu ke 12 setelah tanam konsentrasi
pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l menunjukkan tinggi tanaman yang sama.
Namun konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih dibandingkan dengan pemberian
konsentrasi PGPR 0 ml/l. Pada konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l memperlihatkan
tinggi tanaman bawang putih yang rendah dan pertumbuhannya lambat.
Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bawang putih Pada Beberapa
Dosis P2O5 dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke 4 setelah tanam, tanaman
mulai merespon pemberian P2O5 sudah terlihat dengan tinggi tanaman mengalami
peningkatan. Pada minggu ke 6 setelah tanam pemberian dosis 238 kg/ha P2O5
menunjukkan tinggi tanaman meningkat dari pada pemberian dosis 351 kg/ha, 463
kg/ha dan 576 kg/ha P2O5. Pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12 setelah tanam
pemberian dosis 238 kg/ha, 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5 menunjukkan
tinggi tanaman yang sama. Namun pemberian 238 kg/ha P2O5 sudah dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman bawang putih.
4.2 Jumlah Daun (helai)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara


konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap jumlah daun tanaman bawang
putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda
nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap jumlah daun tanaman bawang putih (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah Daun Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant Growt
Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST

P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------helai---------------------------------
PGPR 0 ml/L 6.99 6.88 6.33 6.72 6.73 b
PGPR 5 ml/L 7.88 7.21 8.11 7.55 7.69 a
PGPR 10 ml/L 7.49 7.94 8.05 7.94 7.86 a
PGPR 15 ml/L 8.05 7.94 7.49 7.66 7.79 a
Rata – rata 7.60 7.49 7.50 7.47
KK = 7.21 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman bawang putih yang diberikan PGPR


dengan konsentrasi 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l memberikan jumlah daun yang lebih
banyak dibandingkan dengan tanpa pemberian PGPR 0 ml/l. Jumlah daun tanaman
bawang putih pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan jumlah
daun yang banyak sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih
efisien.
Hal ini berarti pemberian PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif
tanaman. Unsur hara yang berperan dalam meningkatkan penambahan jumlah daun
adalah nitrogen. Bakteri dalam PGPR yang mampu memfiksasi nitrogen adalah
Rhizobium sp dan Azospirillum sp. Bakteri Rhizobium sp dan Azospirillum sp
merupakan mikroba tanah yang mampu mengikat nitrogen bebas di udara menjadi
ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya menjadi
senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Dengan
adanya bakteri Rhizobium sp dan Azospirillum sp dalam tanah maka unsur hara
nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman akan tercukupi sehingga dapat meningkatkan
penambahan jumlah daun pada tanaman bawang putih.
Nelson, L.M (2004) menyatakan bahwa keberadaan bakteri di dalam PGPR
yang berperan sebagai biostimulan menghasilkan respon yang sifatnya sebagai
berikut : giberelin meningkatkan pertumbuhan meristem samping dalam daun dan
antar buku, auksin merangsang pertumbuhan dengan cara pemanjangan sel dan
menyebabkan dominansi ujung, sitokinin merangsang pertumbuhan dengan cara
pembelahan sel, etilen meningkatkan pematangan buah, umbi dan pertumbuhan
horizontal. Menurut Tenuta (2004), kemampuan bakteri PGPR dalam memproduksi
fitohormon seperti IAA, sitokinin giberelin dan etilen akan mampu untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan merangsang organ vegetatif seperti daun
dan organ tanaman lain. Sastrahidayat (2011) menyatakan bahwa bakteri dalam
PGPR menginfeksi perakaran tanaman dan memproduksi jaringan hifa eksternal yang
tumbuh secara ekspansif, sehingga akan meningkatkan kapasitas akar dalam
penyerapan unsur hara yang akan membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Terlihat pertumbuhan panjang tanaman dan jumlah daun yang diperoleh optimal.
Dengan jumlah daun yang lebih banyak maka dapat mendukung proses fotosintesis
sehingga hasil fotosintesis tersebut dapat berguna dalam proses pembentukan umbi
nantinya. Sesuai dengan pendapat Setiyowati et al (2010) menyatakan bahwa
peningkatan jumlah daun perumpun dan disertai dengan penampilan daun yang
berwarna hijau menandakan terjadi peningkatan kandungan klorofil yang
menghasilkan fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pada pemberian 238 kg/ha, 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada pengamatan jumlah daun
tanaman bawang putih. Hal ini diduga karena pemberian dosis 238 kg/ha P2O5 yang
setara dengan 250 kg/ha TSP ditambah 420 kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK
BASF sudah memberikan unsur P yang cukup untuk meningkatkan jumlah daun
tanaman bawang putih. Oleh karena itu cukup dengan diberikan 238 kg/ha P2O5 akan
mampu menghasilkan jumlah daun tanaman bawang putih sampai dengan 7,69 helai.
Dalam SK. Mentan No. 79 tahun 1995, deskripsi tanaman bawang putih
varietas Sangga Sembalun memiliki jumlah daun sebanyak 11 – 12 helai. Namun
pada hasil penelitian yang telah dilakukan, jumlah daun tanaman bawang putih
varietas Sangga Sembalun diperoleh sekitar 6 – 8 helai. Hal ini diduga karena pada
penelitian ini tanaman bawang putih ditanam pada daerah yang sangat tinggi yaitu
1.400 m dpl menyebabkan tanaman bawang putih kurang beradaptasi dengan
lingkungan sehingga vase vegetatif tanaman bawang putih menjadi lebih pendek dan
daun mudah kering serta gugur.

Gambar 3. Grafik Laju Jumlah Daun Tanaman Bawang Putih Pada Berbagai
Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan penambahan jumlah daun tanaman bawang putih
terhadap konsentrasi pemberian PGPR yang diamati sekali dalam dua minggu. Dapat
dilihat bahwa penambahan jumlah daun tanaman bawang putih dari minggu ke 2
sampai minggu ke 6 sama pada semua perlakuan. Pada minggu ke 6 setelah tanam,
tanaman bawang putih yang diberikan konsentrasi PGPR baik 5 ml/l, 10 ml/l dan 15
ml/l mulai menunjukkan adanya penambahan jumlah daun yang sama, sementara
pada tanpa pemberian PGPR jumlah daun lebih sedikit. Tren tersebut terus
berlangsung sampai dengan minggu ke 12 setelah tanam. Konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l dapat meningkatkan jumlah daun tanaman bawang
putih dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l.
Gambar 4. Grafik Laju Jumlah Daun Tanaman Bawang putih Pada Beberapa Dosis
P2O5 dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan penambahan jumlah daun tanaman bawang putih
pada beberapa dosis P2O5 yang diamati sekali dalam dua minggu. Pada minggu ke 4
sampai minggu ke 6 setelah tanam, tanaman bawang putih yang diberikan 351 kg/ha,
463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5 mulai menunjukkan adanya penambahan jumlah daun
yang sama, sementara pada pemberian 238 kg/ha P2O5 cendrung menghasilkan
jumlah daun yang lebih banyak. Namun pada minggu ke 12 setelah tanam jumlah
daun yang dimiliki tanaman bawang putih pada semua perlakuan sama. Pemberian
dosis 238 kg/ha P2O5 sudah dapat meningkatkan penambahan jumlah daun tanaman
bawang putih dibandingkan dengan pemberian 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha
P2O5. Pemberian pupuk fosfat yang berlebihan akan mengakibatkan kandungan P
pada akar menjadi tinggi, sehingga terjadi depresi dan stress terhadap pertumbuhan
tanaman.
4.3 Diameter Batang Semu (cm)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap diameter batang semu tanaman bawang
putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda
nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap diameter batang semu tanaman bawang putih (Tabel 3).

Tabel 3. Diameter Batang Semu Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12
MST

P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.89 0.97 0.89 0.78 0.89 b
PGPR 5 ml/L 1.30 1.04 1.19 1.07 1.16 a
PGPR 10 ml/L 1.12 1.19 1.25 1.19 1.19 a
PGPR 15 ml/L 1.12 1.28 1.03 1.14 1.14 a
Rata – rata 1.11 1.12 1.09 1.05
KK = 16.30 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter batang semu tanaman bawang putih


yang diberikan PGPR dengan konsentrasi 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l memberikan
ukuran diameter batang semu yang sama dari pada tanpa pemberian PGPR 0 ml/l.
Diameter batang semu tanaman bawang putih pada konsentrasi pemberian PGPR 5
ml/l sudah menghasilkan diameter batang semu yang besar sehingga penggunaan
konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien.
Hal ini disebabkan karena bakteri dalam PGPR menghasilkan fitohormon
membuat tanaman dapat menambah luas permukaan akar – akar halus dan
meningkatkan ketersediaan nutrisi didalam tanah dan mempermudah tanaman dalam
menyerap unsur hara sehingga tanaman bawang putih dapat menyerap unsur hara
yang lebih banyak yang akan digunakan untuk proses perbesaran diameter batang.
Pertumbuhan diameter batang tanaman diperlukan untuk membantu menompang
tanaman mulai memasuki fase pengumbian. Batang semu tanaman yang lebih besar
dapat membantu menompang dan tegaknya tanaman agar tanaman tidak mudah
patah. Batang semu berperan dalam penyaluran air dan unsur hara untuk proses
fotosintesis serta penyaluran fotosintat ke seluruh organ tanaman. Maka dari itu
semakin besar diameter batang pada tanaman bawang putih maka semakin baik
penyaluran fotosintat ke seluruh organ tanaman termasuk akar yang akan
mempengaruhi pembentukan umbi (Riskiyah, 2014). Sesuai dengan hasil penelitian
Mardiah et al. (2016) perlakuan PGPR pada benih cabai secara efektif mampu
meningkatkan pertumbuhan diameter batang tanaman dibandingkan dengan kontrol.
PGPR juga mengandung jamur antagonis Trichoderma harzianum dan bakteri
Pseudomonas fluoresenc yang mana Trichoderma harzianum dapat mengurangi
penyakit layu Fusarium pada batang sehingga batang pada tanaman bawang putih
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Yedidia et al, (1999) menyatakan bahwa
Trichoderma harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan
daya serap mineral aktif, dan hara lainnya dari dalam tanah. Hal ini sesuai dengan
laporan Roco and Perez (2003 dalam Triyatno, 2005), bahwa Trichoderma harzianum
mampu merangsang tanaman untuk memproduksi hormon asam giberelin (GA3),
asam indolasetat (IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlah yang lebih besar,
sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan pada
akhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman. Hormon giberelin dan auksin
berperan dalam pemanjangan akar dan batang, merangsang pembungaan dan
pertumbuhan buah serta meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri Pseudomonas
fluoresenc dapat melarutkan unsur hara kalium dan fosfat dalam tanah yang mudah
diserap oleh tanaman sehingga batang semu tanaman bawang putih dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.
Gambar 5. Grafik Laju Diameter Batang Semu Tanaman Bawang Putih Pada
Berbagai Konsentrasi PGPR dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan penambahan ukuran diameter batang semu
tanaman bawang putih terhadap konsentrasi pemberian PGPR yang diamati sekali
dalam dua minggu. Dapat dilihat bahwa penambahan ukuran diameter batang semu
tanaman bawang putih dari minggu ke 2 sampai minggu ke 6 sama pada semua
perlakuan. Pada minggu ke 6 setelah tanam, tanaman bawang putih yang diberikan
konsentrasi pemberian PGPR baik 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l mulai menunjukkan
adanya penambahan diameter batang semu yang sama, sementara pada tanpa
konsentrasi pemberian PGPR diameter batang semu lebih kecil. Tren tersebut terus
berlangsung sampai dengan minggu ke 12 stelah tanam. Dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l dapat memberikan ukuran
diameter batang semu lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR
0 ml/l. Pada konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l memperlihatkan bahwa penambahan
ukuran diameter batang semu pada bawang putih hanya sedikit dan juga lambat.
Gambar 6. Grafik Laju Diameter Batang Semu Tanaman Bawang putih Pada
Beberapa Dosis P2O5 dari 2 MST – 12 MST
Grafik diatas menunjukkan terjadinya peningkatan diameter batang semu
tanaman bawang putih terhadap pemberian dosis P2O5 yang diamati sekali dalam dua
minggu. Pada minggu ke 4 sampai minggu ke 10 setelah tanam, diameter batang
semu tanaman bawang putih meningkat dengan cepat, terutama dari minggu ke 6
sampai dengan minggu ke 8. Namun pada minggu ke 12 setelah tanam, diameter
batang semu mulai melambat, bahkan pada pemberian dosis 576 kg/ha P2O5
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tanaman bawang putih mulai proses
pembentukkan umbi. Namun pada minggu ke 12 setelah tanam diameter batang semu
yang dimiliki tanaman bawang putih pada semua perlakuan sama. Pemberian 238
kg/ha P2O5 sudah dapat meningkatkan penambahan jumlah daun tanaman bawang
putih dibandingkan dengan pemberian 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5.
4.4 Diameter Umbi (cm)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap diameter umbi tanaman bawang putih.
Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang berbeda nyata,
sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap diameter umbi tanaman bawang putih (Tabel 4).

Tabel 4. Diameter Umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR (Plant
Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Pada Umur 12 MST

P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 2.91 2.91 3.02 3.16 3.00 b
PGPR 5 ml/L 4.36 3.98 3.93 3.80 4.02 a
PGPR 10 ml/L 3.88 3.93 4.16 3.96 3.99 a
PGPR 15 ml/L 3.89 4.02 3.57 3.38 3.72 a
Rata – rata 3.76 3.71 3.67 3.58
KK = 10.24 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 4 menunjukkan bahwa diameter umbi tanaman bawang putih yang


diberikan PGPR dengan konsentrasi 5 ml/l, 10 ml/l dan 15 ml/l memberikan ukuran
diameter umbi yang sama dari pada tanpa konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l.
Diameter umbi tanaman bawang putih pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l
sudah menghasilkan diameter umbi yang besar sehingga penggunaan konsentrasi
PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien.
Meningkatnya pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun dan
diameter batang semu pada tanaman yang diberi PGPR sejalan dengan peningkatan
diameter umbi juga. Umbi bawang putih terdiri dari siung-siung yang masing-masing
dibungkus selaput tipis yang kuat dan kering. Siung-siung ini akan dilapisi lagi
bagian luarnya oleh selaput tipis yang kuat sehingga membentuk umbi yang lebih
besar, yang merupakan gabungan dari banyak siung (Wibowo, 1992).
Banyaknya jumlah daun pada tanaman bawang putih akan meningkatkan hasil
fotosintesis pada tanaman. Dengan banyaknya hasil fotosintat pada tanaman sehingga
dapat meningkatnya diameter umbi pada tanaman bawang putih. Hasil fotosintat
berupa karbohidrat yang dapat digunakan oleh tanaman untuk pembesaran umbi.
Semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dari fotosintat maka diameter umbi
semakin besar. Umboh dan Andre (1997) menyatakan bahwa penyerapan unsur hara
yang tinggi menyebabkan proses fotosintesis juga akan tinggi pula dan hal ini akan
meningkatkan pertumbuhan umbi, berbedanya diameter umbi tanaman bawang putih
dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan faktor
lingkungan seperti intensitas cahaya matahari, suhu, air dan sebagainya.
Unsur hara yang diperlukan tanaman bawang putih dalam pembesaran ukuran
umbi adalah unsur hara kalium. Menurut Sukmadewi et al, (2019) PGPR
mengandung mikroba Pseudomonas fluoresenc yang dapat melarutkan unsur hara
kalium dan fosfat dalam tanah. Pseudomonas fluoresenc berperan dalam
meningkatkan ketersediaan kalium dalam tanah. Banyaknya unsur hara kalium yang
diserap oleh tanaman bawang putih, maka dapat memperoleh umbi yang berdiameter
besar.
Pada hasil penelitian Sulistyaningrum et al, (2020) dalam pengamatan
karakteristik fisik dan organoleptik bawang putih varietas Sangga Sembalun
diperoleh diameter umbi sebesar 3,02 cm. Dengan pemberian konsentrasi PGPR 5
ml/l saja dapat menghasilkan rata – rata ukuran diameter umbi sebesar 4,02 cm. Hal
ini membuktikan bahwa dengan pemberian konsentrasi PGPR dapat menambah
ukuran diameter umbi lebih besar dari pada tanpa pemberian konsentrasi PGPR.

4.5 Bobot Segar Tanaman (gram)


Hasil sidik ragam menunjukan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap bobot segar tanaman bawang putih. Rata –
rata bobot segar tanaman bawang putih dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Bobot Segar Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
---------------------------------------gram------------------------------------
PGPR 0 ml/L 13.05a 11.54a 14.71a 16.31a
C B C B
PGPR 5 ml/L 42.60a 33.60ab 30.33b 29.22b
A A AB A
PGPR 10 ml/L 25.88b 31.88ab 39.71a 31.49ab
B A A A
PGPR 15 ml/L 30.55ab 36.94a 22.94b 20.38b
B A BC AB
KK = 26.07 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf besar yang sama menurut baris yang sama dan data yang diikuti huruf kecil
yang sama menurut kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut uji lanjut DNMRT pada
taraf 5 %

Tabel 5 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 0 ml/l pada semua


dosis pemupukan P2O5 menghasilkan bobot segar tanaman yang paling rendah. Pada
konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l menghasilkan bobot segar tanaman bawang putih
terbaik pada 238 kg/ha P2O5 yaitu sebesar 42,60 gram. Pada konsentrasi pemberian
PGPR 10 ml/l menghasilkan bobot segar tanaman bawang putih tertinggi pada 463
kg/ha P2O5 yaitu sebesar 39,71 gram. Pada konsentrasi pemberian PGPR 15 ml/l
menghasilkan bobot segar tanaman bawang putih tertinggi pada 351 kg/ha P2O5 yaitu
sebesar 36,94 gram.
Pada dosis 238 kg/ha P2O5 dengan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l
menunjukkan pengaruh terbaik terhadap bobot segar tanaman bawang putih tertinggi
yaitu sebesar 42,60 gram. Pada dosis 351 kg/ha P2O5 dengan konsentrasi pemberian
PGPR 15 ml/l menunjukkan bobot segar tanaman bawang putih tertinggi yaitu
sebesar 36,94 gram. Pada dosis 463 kg/ha P2O5 dengan konsentrasi pemberian PGPR
10 ml/l menunjukkan bobot segar tanaman bawang putih tertinggi yaitu sebesar 39,71
gram. Pada dosis 576 kg/ha P2O5 dengan konsentrasi pemberian PGPR 10 ml/l
menunjukkan bobot segar tanaman bawang putih tertinggi yaitu sebesar 31,49 gram.
Dari seluruh perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah konsentrasi pemberian PGPR
5 ml/l dengan dosis 238 kg/ha P2O5. Hal ini berarti pemberian PGPR dengan
konsentrasi 5 ml/l dan dosis 238 kg/ha P2O5 sudah mampu mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman bawang putih.
Bakteri dalam PGPR menghasilkan hormone sitokinin yang berfungsi untuk
memperluas sebaran akar pada tanaman bawang putih sehingga dapat menyerap
nutrisi secara optimal. Bakteri yang terdapat dalam PGPR seperti Pseudomonas
fluoresenc memiliki peran tidak hanya efektif memfiksasi nitrogen tetapi juga dapat
memproduksi hormon tumbuh, siderofor, dan mampu melarutkan fosfat (Jalilian et
al, 2012). Bakteri Aspergilus niger dan Azospirilum sp dapat meningkatkan
pertumbuhan dengan memproduksi fitohormon seperti IAA yang dapat memacu
pertumbuhan dan pembelahan sel tanaman (Mittal et al, 2008).
Selain peran PGPR, meningkatnya rerata bobot segar tanaman juga dipengaruhi
oleh cukupnya unsur hara fosfor. Selain mendukung pertumbuhan akar, unsur hara
fosfor juga berperan sebagai pengedar dan penyimpanan energi untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sesuai dengan pendapat Rakhmawati
(2011), fungsi unsur hara fosfor sebagai penyusun asam amino yang merupakan
faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Melalui proses fotosintesis, energi ini digunakan untuk mengikat CO2 dan H2O
menjadi karbohidrat. Jadi dalam proses ini terjadi transformasi dari energi cahaya
yang berupa energi kinetik menjadi energi kimia yang merupakan energi potensial.
Energi kimia ini disimpan dalam bentuk ikatan-ikatan kimia senyawa organik hasil
fotosintesis, yaitu karbohidrat dan senyawa-senyawa organik lainnya. Energi kimia
yang tersimpan dalam karbohidrat dan senyawa organik lainnya akan dipecah melalui
proses respirasi di dalam sel organisme. Dari proses respirasi ini akan dibebaskan
sejumlah energi, yang selanjutnya akan digunakan untuk membentuk senyawa
dengan ikatan fosfat yang mengandung energi tinggi yang disebut Adenosin Tri
Phosfat (ATP).
Kekurangan karbohidrat pada tanaman dapat menghambat pembentukan buah
dan umbi. Peningkatan bobot segar tanaman disebabkan oleh nutrisi dan hara yang
dibutuhkan tanaman berada dalam jumlah yang cukup memadai untuk diserap oleh
tanaman dan dapat menunjang kebutuhan vegetatif serta generatif (Hilman, 1994).
Hara fosfor berpengaruh terhadap pembentukan umbi sehingga jika serapan fosfor
oleh tanaman dilakukan secara optimal maka hasil tanaman akan tinggi. Kekurangan
pupuk fosfat pada tanaman bawang putih akan mengakibatkan tanaman kurang suplai
karbohidrat hasil fotosintesis dan hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan untuk
pengisian umbi. (Theodore et al, 1993).
Pemberian 351 kg/ha P2O5 dapat menghasilkan bobot segar umbi terendah.
Bobot segar tanaman bawang putih pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l terus
menurun sejalan dengan peningkatan dosis P2O5. Tren tersebut juga berlaku sama
dengan tanaman yang diberi konsentrasi pemberian PGPR 15 ml/l. Asandhi et al,
(1990) menyatakan bahwa pemupukan fosfat dengan dosis tinggi tidak selamanya
memberikan manfaat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Sejalan dengan
pernyataan Mangoensoekarjo (2007), bahwa jika pemberian pupuk fosfat yang
berlebihan akan mengakibatkan level kandungan P pada akar menjadi tinggi,
sehingga terjadi depresi dan stress terhadap pertumbuhan tanaman dan memperlambat
penyerapan dan translokasi hara mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu) dan besi (Fe).

4.6 Bobot Kering Angin Umbi Per Tanaman (gram)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi
pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap bobot kering angin umbi per tanaman
bawang putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan pengaruh yang
berbeda nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap bobot kering angin umbi per tanaman bawang putih
(Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l
dan 15 ml/l memberikan pengaruh yang sama namun berbeda dengan tanpa
konsentrasi pemberian PGPR. Bobot kering angin umbi per tanaman bawang putih
pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan bobot kering angin
umbi per tanaman yang besar sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l
dinyatakan lebih efisien. Pemberian dosis P2O5 memberikan pengaruh sama terhadap
bobot kering angin umbi per tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan dosis
238 kg/ha P2O5 saja sudah mencukupi untuk merangsang perkembangan umbi
bawang putih per tanaman, per petak maupun per hektar.

Tabel 6. Bobot Kering Angin Umbi Per Tanaman Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5

P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-----------------------------gram--------------------------------
PGPR 0 ml/L 8.16 7.34 8.33 9.72 8.39 b
PGPR 5 ml/L 23.75 19.66 18.11 16.60 19.53 a
PGPR 10 ml/L 15.77 18.94 21.83 17.77 18.58 a
PGPR 15 ml/L 19.22 22.77 13.61 12.66 17.07 a
Rata – rata 16.73 17.18 15.47 14.19
KK = 26.75 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Raka et al, (2012) menyatakan bahwa aplikasi PGPR mampu meningkatkan


pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang semu, diameter
umbi, bobot segar pada tanaman. Dengan tanaman mencapai tinggi yang maksimal
kemudian jumlah daun yang banyak sehingga hasil fotosintesis menghasilkan
karbohidrat yang berguna untuk cadangan makanan dan cadangan makanan tersebut
berguna untuk proses pembentukan umbi. Bakteri PGPR dapat memberi keuntungan
dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya, seperti memproduksi dan
mengubah konsentrasi fitohormon pemacu tumbuh tanaman, meningkatkan
ketersediaan nutrisi bagi tanaman dengan menyediakan dan memobilisasi atau
memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah dan menekan
perkembangan hama dan penyakit. PGPR berfungsi sebagai biofertilizer yang artinya
dapat membantu dalam menyediakan unsur hara N bagi tanaman dengan cara
memfiksasi N2 dari udara dan mampu mengubah N menjadi NO3- sehingga tersedia
bagi tanaman. Selain itu, PGPR dapat memproduksi fitohormon seperti IAA,
sitokinin, giberelin, etilen dan asam absitat.
4.7 Bobot Kering Angin Umbi Per Petak (kg) dan Bobot Kering Angin Umbi
Per Hektar (ton)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara


konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap bobot kering angin umbi per
petak dan per hektar tanaman bawang putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR
memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot kering angin umbi
per petak dan per hektar tanaman bawang putih (Tabel 7 dan tabel 8).

Tabel 7. Bobot Kering Angin Umbi Per Petak Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------kg----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.43 0.29 0.50 0.46 0.42 b
PGPR 5 ml/L 0.76 0.73 0.70 0.76 0.74 a
PGPR 10 ml/L 0.60 0.59 0.83 0.63 0.66 a
PGPR 15 ml/L 0.60 0.76 0.58 0.60 0.63 a
Rata – rata 0.60 0.59 0.65 0.61
KK = 25.14 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 7 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan


15 ml/l memberikan pengaruh yang sama namun berbeda dengan tanpa pemberian
PGPR. Bobot kering angin umbi per petak bawang putih pada konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan bobot kering angin umbi per petak yang besar
sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien. Hal ini
dikarenakan dalam PGPR terdapat kandungan jenis bakteri yang sangat bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman yaitu Azotobacter sp, Azospirillum sp, Pseudomonas sp
dan Aspergilus niger. Rhizobakteri Pseudomonas terlihat lebih dominan dalam
peningkatan bobot kering umbi bawang putih disebabkan Pseudomonas sp yang
merupakan mikroba yang mampu menghasilkan IAA dan dapat berasosiasi dengan
tanaman, selain itu Pseudomonas sp juga membantu proses dekomposisi bahan –
bahan organik yang terdapat ditanah yang mengakibatkan penyerapan unsur hara oleh
tanaman lebih sempurna dan secara tidak langsung mampu mempengaruhi
peningkatan produktivitas tanaman (Tenuta, 2006).

Tabel 8. Bobot Kering Angin Umbi Per Hektar Bawang Putih Pada Beberapa
Konsentrasi PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
---------------------------------ton-------------------------------------
PGPR 0 ml/L 2.57 1.74 2.99 2.75 2.52 b
PGPR 5 ml/L 4.53 4.38 4.18 4.54 4.41 a
PGPR 10 ml/L 3.56 3.55 4.95 3.78 3.96 a
PGPR 15 ml/L 3.58 4.51 3.49 3.60 3.80 a
Rata – rata 3.56 3.54 3.90 3.66
KK = 25.17 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 8 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan


15 ml/l memberikan pengaruh yang sama namun berbeda dengan tanpa pemberian
PGPR. Bobot kering angin umbi per hektar bawang putih pada konsentrasi pemberian
PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan bobot kering angin umbi per hektar yang besar
sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien.
Hal ini dikarenakan peningkatan bobot umbi dipengaruhi oleh banyaknya
penimbunan karbohidrat yang dihasilkan melalui reaksi biokimia berupa fotosintesis.
PGPR diketahui mampu memproduksi fitohormon yang dapat menunjang
pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Bhatnagar (2005), mekanisme kerja PGPR
dalam memacu tumbuh tanaman diawali dengan keberhasilan PGPR dalam
mengkolonisasi di daerah perakaran tanaman. Bakteri PGPR mensintesis auksin dan
sitokinin yang berperan dalam memacu pembelahan sel tanaman. Pemberian
konsentrasi PGPR baik dalam peningkatan bobot kering per hektar diduga disebabkan
karena kompleksitas peran PGPR bagi pertumbuhan tanaman dan beragamnya
kondisi rizosfir sehingga PGPR dapat memberikan pengaruh terhadap bobot kering
umbi per hektar.
4.8 Jumlah Siung Per Umbi (buah)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara


konsentrasi pemberian PGPR dan dosis P2O5 terhadap jumlah siung per umbi
tanaman bawang putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan
pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah siung per umbi
tanaman bawang putih (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah Siung Per Umbi Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata – rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
------------------------------buah--------------------------------
PGPR 0 ml/L 10.10 8.12 10.16 7.97 9.09 b
PGPR 5 ml/L 14.12 8.72 13.60 14.60 12.76 a
PGPR 10 ml/L 11.77 12.38 15.27 13.44 13.22 a
PGPR 15 ml/L 11.49 12.99 8.99 12.83 11.58 ab
Rata – rata 11.87 10.55 12.01 12.21
KK = 26.64 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 9 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan


15 ml/l dapat meningkatkan jumlah siung per umbi pada bawang putih dibandingkan
dengan tanpa konsentrasi pmberian PGPR. Namun pada konsentrasi pemeberian
PGPR 15 ml/l tidak berbeda nyata dengan tanpa konsentrasi pemberian PGPR. Hal
ini menunjukkan konsentrasi pemberian PGPR 15 ml/l cenderung menurunkan
jumlah siung per umbi pada bawang putih. Jumlah siung per umbi bawang putih pada
konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan jumlah siung per umbi yang
banyak sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih efisien.
Konsentrasi pemberian PGPR yang tinggi menyebabkan pH tanah semakin
masam, sehingga bakteri yang terdapat pada PGPR tidak mampu merombak unsuh
hara didalam tanah dengan baik. Sesuai dengan pernyataan Sudaryono (2009) bahwa
pH tanah yang sudah masam diberikan konsentrasi PGPR yang tinggi maka
meyebabkan tanah semakin masam. Dengan pH tanah yang semakin masam
menyebabkan unsur hara P semakin kurang tersedia. pH tanah dapat mempengaruhi
ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi faktor yang berhubungan dengan kualitas
tanah. pH tanah sangat penting dalam menentukan aktivitas dan dominasi
mikroorganisme tanah yang berhubungan dengan proses – proses yang sangat erat
kaitannya dengan siklus hara. Dengan pemberian konsentrasi PGPR yang tinggi dapat
mengakibatkan pH tanah menjadi masam sehingga unsur hara yang berada didalam
tanah tidak tersedia dan bakteri dalam PGPR tidak dapat berkolonisasi dengan baik.
Apabila bakteri PGPR tidak dapat berkoloni dengan baik maka bakteri PGPR tidak
dapat menghasilkan hormon yang berguna bagi pertumbuhan tanaman sehingga
meyebabkan jumlah suing pada bawang putih rendah.
Konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 10 ml/l menghasilkan jumlah suing
terbanyak yaitu sebanyak 12,76 - 13,22 buah. Akan tetapi yang diinginkan dalam
penelitian ini adalah jumlah suing yang sedikit tetapi berukuran besar. PGPR
berperan mampu memproduksi fitohormon yang dapat menunjang pertumbuhan dan
hasil tanaman. Menurut Bhatnagar dan Monika (2005), mekanisme kerja PGPR
dalam memacu pertumbuhan tanaman diawali dengan bakteri dalam PGPR dapat
berhasil dalam mengkolonisasi didaerah perakaran tanaman. Bakteri dalam PGPR
mensintesis auksin dan sitokinin yang berperan dalam memacu pembelahan sel.
Produksi auksin secara terus menerus akan meningkatkan jumlah sel yang aktif
membelah sehingga tempat untuk penyimpanan pati sebagai cadangan makanan
bertambah banyak sehingga jumlah umbi yang dihasilkan berukuran besar.

4.9 Diameter Siung Terbesar (cm)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara


konsentrasi pemberian PGPR dan berbagai dosis P2O5 terhadap diameter siung
terbesar tanaman bawang putih. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR memberikan
pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan pemberian berbagai dosis P2O5
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap diameter siung terbesar
tanaman bawang putih (Tabel 10).
Tabel 10. Diameter siung Terbesar Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata - rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 1.21 1.37 1.22 1.50 1.33 b
PGPR 5 ml/L 1.62 1.65 1.70 1.34 1.58 a
PGPR 10 ml/L 1.34 1.57 1.53 1.48 1.48 ab
PGPR 15 ml/L 1.62 1.56 1.49 1.36 1.51 ab
Rata – rata 1.45 1.54 1.49 1.42
KK = 14.15 %
Keterangan : Data yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
lanjut DNMRT pada taraf 5 %.

Tabel 10 menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l, 10 ml/l dan


15 ml/l dapat meningkatkan diameter suing besar pada bawang putih dibandingkan
dengan tanpa konsentrasi pemberian PGPR. Namun pada konsentrasi pemberian
PGPR 10 ml/l dan 15 ml/l tidak berbeda nyata dengan tanpa konsentrasi pemberian
PGPR.
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian PGPR 10 ml/l dan 15 ml/l
tergolong konsentrasi yang tinggi sehingga mulai menunjukkan penurunan diameter
siung bawang putih yang berukuran besar. Diameter siung terbesar bawang putih
pada konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l sudah menghasilkan diameter siung
terbesar yang besar sehingga penggunaan konsentrasi PGPR 5 ml/l dinyatakan lebih
efisien.
Hal ini sejalan dengan pembahasan jumlah siung per umbi diatas bahwa
konsentrasi pemberian PGPR yang tinggi dapat menyebabkan tanah menjadi masam.
Dengan tanah menjadi masam, unsur hara dalam tanah menjadi tidak tersedia dan
bakteri PGPR tidak dapat berkolonisasi dengan baik. Apabila bakteri PGPR tidak
dapat berkoloni dengan baik maka bakteri PGPR tidak dapat menghasilkan hormon
yang berguna bagi pertumbuhan tanaman sehingga meyebabkan diameter suing
terbesar pada bawang putih rendah.
Pemberian 238 kg/ha, 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P 2O5 memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata pada diameter siung terbesar bawang putih. Hal
ini berarti pemberian dosis 238 kg/ha P2O5 sudah menunjukkan pengaruh yang sama
dengan pemberian dosis 351 kg/ha, 463 kg/ha dan 576 kg/ha P2O5. Oleh karena itu
cukup dengan diberikan dosis 238 kg/ha P2O5 yang setara dengan 250 kg/ha TSP
ditambah 420 kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK BASF sudah menunjukkan
pengaruh terbaik terhadap diameter siung terbesar bawang putih. Hara fosfor
berpengaruh terhadap diameter siung terbesar bawang putih sehingga jika serapan
fosfor oleh tanaman dilakukan secara optimal maka diameter siung tanaman akan
tinggi. Penyerapan hara fosfor yang optimal pada tanaman bawang putih akan
meningkatkan suplai karbohidrat hasil fotosintesis yang dapat dimanfaatkan untuk
pengisian umbi sehingga diameter siung akan besar.

4.10 Diameter Siung Terkecil (cm)


Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara
konsentrasi pemberian PGPR dan berbagai dosis P2O5 terhadap diameter siung
terkecil tanaman bawang putih. Konsentrasi pemberian PGPR dan berbagai dosis
P2O5 tidak memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 11).

Tabel 11. Diameter Siung Terkecil Bawang Putih Pada Beberapa Konsentrasi PGPR
(Plant Growt Promoting Rhizobacteria) dan Dosis P2O5
P2O5
PGPR Rata - rata
238 kg/ha 351 kg/ha 463 kg/ha 576 kg/ha
-------------------------------cm----------------------------------
PGPR 0 ml/L 0.69 0.76 0.59 0.87 0.73
PGPR 5 ml/L 0.81 0.93 0.70 0.70 0.79
PGPR 10 ml/L 0.78 0.88 0.70 0.74 0.78
PGPR 15 ml/L 0.83 0.79 0.82 0.70 0.79
Rata – rata 0.78 0.84 0.70 0.75
KK = 18.39 %
Keterangan : Data diatas menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %.

Tabel 11 menunjukkan bahwa diameter siung terkecil yang tidak berbeda nyata
karena pada setiap umbi yang dihasilkan mempunyai jumlah suing kecil dan
berdiameter kecil. Menurut Sanggeta et al, (2006) menyatakan bahwa pembentukan
siung dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain ketinggian tempat, suhu, dan
kelembaban yang menyebabkan pembentukan siung menjadi terhambat.
Pada faktor ketinggian tempat sangat mempengaruhi pembentukkan suing.
Pada umumnya tanaman bawang putih varietas Sangga Sembalun cocok ditanam
pada ketinggian tempat 900 m dpl, namun pada penelitian ini tanaman bawang putih
varietas sangga sembalun ditanam pada dataran tinggi dengan ketinggian 1.400 m
dpl. Dengan ditanam ketinggian tempat yang berbeda maka dapat menyebabkan
pembentukkan siung menjadi terhambat.
Bawang putih dikenal sebagai tanaman yang steril yaitu tidak mampu
menghasilkan biji. Bahan tanam atau bibit yang biasa digunakan dalam budidaya
bawang putih adalah siungnya. Pada umumnya ukuran siung yang disukai oleh
konsumen yaitu ukuran diameter siung yang besar dan jumlahnya banyak. Siung –
siung pada bawang putih pada umumnya banyak berada dibagian bawang putih yaitu
terletak di pusta tajuk. Namun siung yang berada di pusta tajuk banyak yang
berukuran kecil sehingga diameter siung banyak yang berukuran kecil. Untuk dapat
meningkatkan ukuran siung perlu adanya kecukupan hara dan air. Dengan terpenuhi
unsur hara dan air pada tanaman maka dapat meningkatkan ukuran siung pada
tanaman bawang putih.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian pengaruh beberapa konsentrasi Floraone® PGPR


(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan dosis P2O5 terhadap pertumbuhan dan
hasil bawang putih (Allium sativum L) dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 238 kg/ha P2O5 memberikan
bobot segar tanaman yang terbaik.
2. Konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter batang semu, diameter umbi, bobot kering umbi
per tanaman, bobot kering umbi per petak dan per hektar, jumlah suing per umbi,
dan diameter siung terbesar dibandingkan dengan konsentrasi pemberian PGPR 0
ml/l.
3. Pemberian P2O5 memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil
umbi.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan percobaan pengaruh beberapa konsentrasi Floraone®


PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan dosis P2O5 terhadap
pertumbuhan dan hasil bawang putih (Allium sativum L.) dapat disarankan untuk
menggunakan konsentrasi pemberian PGPR 5 ml/l dan 238 kg/ha P2O5 yang setara
dengan 250 kg/ha TSP ditambah 420 kg/ha DGW Daun dan 420 kg/ha NPK BASF
dalam budidaya tanaman bawang putih.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.S., M.A Rahim., M.M.A. Hossain., P.W Simon. dan A.K.M.A. Alam. 2010.
Effect of Seed Clove Size on Growth ond Yield of Two Lines of Garlic Under
Dry Land Condition at BAU, Mymensingh. Journal Agroforestry and
environment. 4(2):29-32.

Asandhi, A.A. dan T. Koestoni.1990. Efisiensi Pemupukan pada Pertanaman


Tumpang Gilir Bawang Merah-Cabai Merah. Buletin Penelitian Hortikultura.
19(1):1-6.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2018. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/3/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.

Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2019. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/2/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.

Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Produksi Tanaman Sayuran 2020. Jakarta.
https://www.bps.go.id/indicator/55/61/1/produksi-tanaman-sayuran.html. Di
akses pada tanggal 23 Juni 2021.

Badan Standardisasi Nasional. 2005. Pupuk Triple Super Fosfat. 19 Hal.

Basuki RS. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya
bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. Jurnal
Hortikultura 19 (2). Hal: 214-227.

Bhatnagar, A., M. Bhatnagar. 2005. Microbial Diversity in Dessert Ecosystem.


Current. Science. 89 (1) : 91 - 100

Biswas J.C, J.K. Ladha, dan F.B. Dazzo. 2000. Rhizobial inoculation improves
nutrient uptake and growth of lowland rice. Soil Sci. Soc.Am. J., 64(1): 1644-
1650.

Brewster, JL & Salter, PJ 1980. A Comparison of the effect of regular versus


randomwithin row spacing on the yield and uniformity of size of spring sown
buld onion. Jurnal Hortikultura. Sci, Vol. 55 No.3, Hal: 235 – 38

Brewster J.L. 1994. Onion and other vegetable Alliums. CAB International.
Cambridge.
Buletin Konsumsi Pangan Semester 2. 2019. Neraca Penyediaan Bawang Putih di
Indonesia.http://epublikasi.pertanian.go.id/epublikasi/buletin/konsumsi/2019/B
uletin_Konsumsi_S2_2019/files/assets/basic-html/page31.html

Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L. G. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid
Dua. Penerbit Erlangga Jakarta.Erlangga.

Ditjentan. 1997. Perkembangan luas panen, rata-rata hasil dan produksi sayuran.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta.

Etty, N. Helina dan S.Y.Tyasmoro. (2017). Pengaruh Pemberian PGPR (Plant


Growth Promoting Rhizobacteria) dan Pupuk Kotoran Kelinci Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Hembing M. 2005. Penyembuhan dengan bawang putih dan bawang merah. Jakarta
:Sarana Pustaka Prima.

Hilman, Y. 1994. Pengaruh Cara Aplikasi Fosfat dan Kombinasi Pupuk Nitrogen,
Fosfat, dan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih Ditanam
dengan Sistem Complongan. Buletin Penelitian Hortikultura. 26(3):1-10.

Hilman. Y., A. Hidayat, dan Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih Di Dataran
Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Husen E., R. Sastrawati, dan R.D. Hastuti. 2003. Effect of IAA-producing bacteria on
The growth of hot pepper. Jurnal Mikrobiol. Indonesia 8 (1). Hal: 22-26.

Jalilian,J., S. A.M. M. Savany, S.F. Saberali, and K.S. Asilan. 2012. Effect of
Combination of Beneficial Microbes and Nitrogen on Sunflower Seed Yields
and Seed Quality Traits Under Different Irrigation Regimes. Field Crops
Research.127 (1): 26 – 34.

Jayasumarta ,2012. Pengaruh Sistem Olah Tanah Dan Pupuk Terhadap


Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max Merril)
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Agrium,
Oktober 2012 Volume 17 No 3.

Kementerian Pertanian. 2018. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2018. Pusat


Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Jakarta. 137 hlm

Kumar, V., R.K. Behl, N. Narula. 2001. Establishmet Of Phosphate Solubilizing


Strains Of Azotobacter Chroococcum in The Rhizosphere and Their Effect on
Wheat Cultivar Under Green House Conditions. Journal Of Microbiology 156
(1) : 83 – 84.

Kulsum. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Bawang Putih dan Black Garlic Varietas
Lumbu Hijau dengan Metode Ekstraksi yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans. Skripsi FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta: Tidak di
terbitkan.

Latarang, Burhanuddin dan Syukur, A. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah
(Allium ascalonicum L). Jurnal Agroland. 13(3): 265 – 269.

Mangoensoekarjo, S.2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan.


Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Mardiah, H, Ainun, M dan Hidayah, F. 2012. Pengaruh Varietas dan Dosis Pupuk
Sp 36 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis
hipogaea L.). Jurnal Agrista Vol. 16 No. 1, 2012.

Mardiah, Syamsudin dan Efendi. 2016. Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri


Pemacu Pertumbuhan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Hasil Tanaman
Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Jurnal Floratek 11 (1) : 25 – 35. Jawa
Barat. Bogor

Masnilah, R., P. A. Mihardja, dan T. Arwiyanto. 2007. Efektivitas Isolat Bacillus spp.

Maulina et al. 2015. Potensi Rhizobacteria Yang Diisolasi Dari Rizosfer Tanaman
Graminae Non-Padi Untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Padi. Jurnal Agri. Sci.
And Biortechnol, ISSN: 23020-113. Juli 2015. Hal: 1-8

Mittal, V, O. Singh, H. Nayyar, J. Kaur, R. Tewari. 2008. Stimulatory Effect of


Phosphate Solubiziling Fungal Strains (Aspergillus awamori and Pnicillum
citrinum) on The Yield of Chickpea (Cicer arientinum L. cv. GPF2). Soil
Biology and Bochemistry. 40 (3): 719 – 727.

Mojtahedi, N., J. Masuda, M. Hiramitsu, N. T. L, Hai dan H. Okubo. 2013. Role of


Temperature in Dormancy Induction and Release in One-YearOld Seedlings of
Lilium longiflour. Journal Social Horticulture Science. 82(1) : 63-68.

Murti, B. W. M. Baskara dan M. Santosa. 2016. Pengaruh Biourine dan Jenis Pupuk
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pak Choy (Brassica chinensis L.).
Jurnal Produksi Tanaman 4 (8) : 647 – 653.
Nelson, L. M. (2004). Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): prospects for
new inoculants. Crop Management doi:10.1094/ CM-2004-0301-05-RV

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Nursyamsi, D. O. Supardi, D. Erfandi, Sholeh dan I. P. G. Wijaya Adhi. 1995.


Penggunaan Bahan Organik, Pupuk P dan K untuk Meningkatkan Produktivitas
Tanah Podsolik (Typic Kandiudilt). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor

Nuryani. 2017. Penyiapan Benih Bawang Putih. Universitas Gadjah Mada:


Yogyakarta.

Oldeman, R.L., Irsal Las, and Muladi. 1980. The agro-climatic maps of Kalimantan,
Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara Contrib. No.60.
Centr. Res. Inst.Agrc. Bogor.

Pratiwi et al. 2017. Pengaruh Pemberian PGPR Dari Akar Bambu Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Agrotropika Hayati Vol. 4, No.
2 Mei 2017.

Prayudi B., Pangestuti R., dan Kusumasari A.C. 2014. Produksi Umbi Bawang Putih.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Rachmawati, Ririn. 2011. “Pembuatan Sari Biji Nangka Sebagai Minuman untuk
Memenuhi Kebutuhan Fosfor” (online).
(http://eprints.uny.ac.id/5222/1/THE_MAKING_OF_JACKFRUIT_SEED
_EXTRACT_INTO_BEVERAGES_TO_FULFILL_THE_NEEDS_OF_P
HOSPHORIC.pdf, diakses pada tanggal 12 Agustus 2020).

Rahayu, M., Fitrahtunnisah, Sujudi, Marta, G. 2015. Potensi sumber daya genetic
tanaman lokal bawang putih di kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa
Tenggara Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Genetik
Pertanian „Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal Sebagai Sumber
Pertumbuhan Ekonomi Daerah‟. 1:192-197.

Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Fakultas


Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan
Raka, I. G. N, Khalimi K, Nyana I. D. N dan Siadi I. K. 2012. Aplikasi Rizobakteri
Pantoea Agglomerans untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Jagung (Zea mays L.) Varietas Hibrida BISI-2. Jurnal Agotrop. 2(1):1-9

Rakhmawati, D.A. 2011. Pengaruh Fosfor (P) Terhadap Proses Fisiologi


Tanaman.(online). anayuningrakhmawati.Blogspot.co.id/2011/11/pengaruh-
fosfor-p-terhadap-proses.html. (Diakses 18 Februari 2021).

Rismunandar. 2003. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Sinar Baru Algensindo :


Bandung.

Riskiyah, J. 2014. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat
(Lycopersicum Esculentum Mill). Agroteknologi Studies Program. Faculty of
Agriculture, University of Riau.

Rukmana, R, 1995. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen.


Kanisius, Jakarta.

Samadi, Budi. 2000. Usaha Tani Bawang Putih. Yogyakarta: Kanisius

Samuel T Z Purba, MBB Damanik, Kemala Sari Lubis. Dampak Pemberian Pupuk
TSP dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor
Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala.
Jurnal Agroteknologi. Vol.5. Hal : 638 - 643

Sanggeta, S. Maurya, K. R. dan Chatterjee, D. 2006. Variability Studies in Garlic


(Allium sativum L.). Journal of Applied Biotechnology : 16(1) : 1-5.

Santoso, H.B. 2000.Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Saputra .A dan G. Yelni. 2020. Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Putih (Allium sativum L.) Di Dataran Rendah. Jurnal Sains Agro.
Vol 5. No.1. Muaro Bungo

Sastrahidayat, l. R. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza Dalam Meningkatkan


Produksi Pertanian. Universitas Brawijaya Press. Malang

Setiyowati, S. Haryanti dan R.B Hastuti. 2010. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi


Pupuk Organik Cair Terhadap Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum
L.) J.BIOMA 12 (2) : 44 – 48.

Soenandan et al. 2010. Petunjuk Praktis Membuat Pestisida Organik. Jakarta : PT


Agromedia Pustaka.
Sofiatul Ula, Sunaryo dan N. Barunawati. 2018. Respon Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Merah (Allium cepa var . ascalonicum L) Varietas Bima Terhadap
Dosis Fosfor dan Waktu Aplikasi PGPR. Jurnal Produksi Tanaman. Hal: 2736-
2747

Sorensen, J., Jensen, L. E., and Nybroe, O. 2001. Soil and rhizosphere as habitats
forPseudomonas inoculants: New knowledge on distribution, activity and
physiological state derived from micro-scale and single-cell studies. Plant Soil
232. Hal: 97-108

Subhan dan Nunung. N. 2004. Penggunaan Pupuk Fosfat, Kalium dan Magnesium
Pada Tanaman Bawang Putih Dataran Tinggi. Ilmu Pertanian. Vol. 11 No. 2.
Hal : 56 – 67

Sudaryono. (2009). Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan


Batubara Sanggata, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan, 10(3),
337 – 346. DOI: http://doi.org/10.29122/jtl.vl10i3.1480 (diakses 19 Februari
2021).

Sukmadewi, I. Anas, R. Widyastusti, A. Citraresmini. Peningkatan Kemampuan


Mikroba Pelarut Fosfat dan Kalium Melalui Teknik Mutasi Iradiasi Gamma. J.
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol. 15 . No.2

Sumarni, N., Rosliana R., Basuki R.S., dan Hilman Y. 2012. Respon Pertumbuhan
Tanaman Bawang Merah terhadap pemupukan Fosfat pada Beberapa Kesuburan
Lahan (status P-tanah). J. Hort. 22(2):129 - 137. 2012.

Sulistyaningrum A, Adhitya. M.K, dan Darudryo. 2020. Analisis Regresi Penampilan


Bawang Putih Sangga Sembalun dan Lumbu Kuning Selama Penyimpanan
Dalam Suhu Ruang. J. Agronida. No.1. Vol. 6. Hal : 33 – 43.

Syamsiah dan Tajuddin., 2003, Khasiat & manfaat bawang putih raja antibiotic alam :
Agromedia Pustaka.

Tenuta, M. 2006. Plant Growth Promoting Rhizobacteria : Prospect For Increasing


Nutrient Acquisition and Diseases Control. Jurnal Scientia Horticulture. 58 (1) :
72 – 77.

Theodore M.E. and W.C Plaxton. 1993. Metabolic Adaptations of Plant Respiration
to Nutritional Phosphate Deprivation. Plant Physiol. 101(4):339-344.
Titisari, Andari , Endang Setyorini, Slamet Sutriswanto, dan Heryati Suryantini. Kiat
sukses budi daya bawang putih Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian, 2019. viii, 104 hlm.: ill.; 25 cm.

Tjondronegoro, P. D., M. Natasaputra, A. W. Gunawan, M. Djaelani, dan A.


Suwanto. 1989. Botani Umum. Bogor: PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian
Bogor.

Triyatno, B.Y. 2005. Potensi beberapa Agensia Pengendali terhadap Penyakit Busuk
Rimpang Jahe. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 48 hal (Tidak dipublikasikan).

Tufaila, M. 2014. Aplikasi Kompos Kotoran Ayam Untuk Meningkatkan Hasil


Tanaman Mentimun (cucumis sativus l.) di Tanah Masam. J.AGROTEKNOS. 4
(2): 119-126

Umboh dan Andre. 1997. Petunjuk penggunaan mulsa. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta. 89 hal.

Wahab, Ismail. 2019. Sentra Bawang Putih Tersebar di 110 Daerah di Indonesia.
https://jatimnet.com/sentra-bawang-putih-tersebar-di-110-daerah-di-indonesia
diakses tanggal 22 September 2020.

Wahyudi, A.T. 2009. Rhizobacteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman : Prospeknya


sebagai Agen Biostimulator & Biokontrol. Nano Indonesia. www.nuance.com

Wan Arfiani Barus, Hadriman Khair, M. Anshar Siregar. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.) Akibat Penggunaan Pupuk Cair
dan Pupuk TSP. Vol. 19. Hal : 1- 11

Warohmah, M. A. Karyanto dan Rugayah. 2018. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Zat
Pengatur Tumbuh Alami Terhadap Pertumbuhan SEEDLING. Tanaman
Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Agrotek Tropika 6 (1) : 15 – 20

Wibowo, S. 1992. Budidaya Bawang. penebar Swadaya. Jakarta

Wibowo, S. 2007. Budidaya bawang; Bawang putih. Bawang merah dan Bawang
bombay. Penebar Swadaya, Jakarta

Wibowo, S. 2009. Budidaya Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay.


Penebar Swadaya. Jakarta.
Wiryanta. W dan Bernardinus .T. 2002. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Yazdani, M.A. Bahmanyar, H. Pirdashti dan M.A. Esmaili. 2009. Effect of Phosphate
Solubilization Microorganisms (PSM) and Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) on Yield and Yield Components of Corn (Zea mays L.).
Proceedings of World Academy of Science, Engineerring and Technology.
Vol.3(7). P : 90-92.

Yedidia, I., N. Benhamaou, and I. Chet. 1999. Induction of defense responses in


cucumber plant (Cucumis sativus L.) by the biocontrol agent Trichoderma
harzianum. Applied and Environmental Microbiology 63(3): 1061-1070.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian dari September 2020 – Januari 2021

No Kegiatan Minggu ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Pengolahan Lahan

2. Pemasangan Mulsa dan


Label
3. Persiapan Bibit Tanaman

4. Penanaman

5. Aplikasi Pemberian PGPR


dan Pupuk Fosfat
7. Penyiraman

8. Pemupukan

9. Penyiangan

10. Pengendalian OPT

11. Pengamatan

12. Pemanenan

13. Pengolahan Data


Lampiran 2. Deskripsi Bawang Putih Sangga Sembalun

Asal : Sembalun, Lombok Timur , NTB

Umur : 105 – 110 hari

: 80 – 85 cm
Tinggi tanaman

Diameter batang semu : 0,9 – 1,2 cm

Kemampuan berbunga : tidak berbunga

Bentuk daun : Silindris / pipih

Warna daun : hijau muda

Banyak daun : 11 – 12 helai

: Berserak tegak
Habitus tanaman

Bentuk umbi : Bulat telur, ujung agak runcing dan dasar agak rata

: diameter 4,5 – 5,5 cm


Besar umbi
panjang 3,4 – 4,5 cm
: Putih keunguan
Warna umbi
Jumlah siung per umbi : 12 – 14 siung
Bentuk siung : panjang 2,3 – 2,7 cm, lebar 1,2 – 1,3 cm

: putih keunguan
Warna siung
Bau dan aroma : Tidak terlalu tajam
Rata-rata hasil : 8,7 ton umbi kering per hektar
Susut bobot umbi : 65 %
Ketahanan terhadap : Agak tahan terhadap Alternaria sp dan Puccinin sp
penyakit
Keterangan : Cocok untuk dataran tinggi
Peneliti : M. Zain dan Maman A.
Sumber : SK. Mentan No.79 tahun 1995
Lampiran 3. Denah Lokasi Penempatan Petak Percobaan di Lapangan Menurut
Rancangan Acak Lengkap (RAL)

A3B3 II A0B4 II A0B3 II A0B3 III A2B2 II A3B4 III

A1B1 III A1B2 II A1B2 III A3B3 III A0B2 I A1B4 II

A3B1 I A3B4 I A2B4 I A0B4 III A3B3 I A2B1 III

A3B2 II A2B1 II A1B2 I A0B3 I A1B3 III A3B4 II

A1B1 I A1B4 III A0B1 III A0B2 II A3B1 II A0B2 III

A3B2 I A0B1 I A2B3 II A2B1 I A2B3 III A1B4 I

A2B2 III A1B1 II A1B3 II A0B1 II A3B1 III A2B4 III

A2B2 I A2B4 II A3B2 III A1B3 I A2B3 I A0B4 I

Keterangan : U
A = Konsentrasi PGPR

B = Pemberian Pupuk Fosfat

I, II, III = Ulangan B T


Jarak Tanam = 20 cm x 20 cm

Jarak antar Bedengan = 40 cm

= Arah Mata Angin S


Lampiran 4. Denah Penempatan Tanaman Dalam Petakan

c 140 cm

a
X X X X X X X
b
X X X X X X X

X S X S X
S X
d 120 cm

X X X X X X X

X S X S X S X

X X X X X X X

Keterangan:

Jarak Antar Baris (a) = 20 cm

Jarak Tanaman Dalam Barisan Yang Sama (b) = 20 cm

Panjang Petakan (c) = 140 cm

Lebar Petakan (d) = 120 cm

X = Tanaman Bawang Putih S = Tanaman Sampel


Lampiran 5. Perhitungan Dolomit

Kebutuhan dolomit : 3 ton/ha = 3.000 kg/ha


Luas petakan : 140 cm x 120 cm
: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2
Kebutuhan dolomit per petak = Luas petakan x Dosis anjuran
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 3.000 Kg/ha
10.000 m2
= 0,504 kg/petakan
= 504 g/petakan
Lampiran 6. Perhitungan Kebutuhan Pupuk

A. Kebutuhan Pupuk Kandang Ayam


Kebutuhan pupuk kompos : 20 ton/ha = 20.000 kg/ha
Luas petakan : 140 cm x 120 cm
: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2
Kebutuhan pupuk kompos per petak = Luas petakan x Dosis anjuran
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 20.000 Kg/ha
10.000 m2
= 3,36 Kg/petakan

B. Kebutuhan Pupuk TSP


1. Kebutuhan Pupuk TSP 250 Kg/ha

Kebutuhan pupuk TSP : 250 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2


Kebutuhan TSP per petak = Luas petakan x Dosis perlakuan
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 250 Kg/ha
10.000 m2
= 0,042 kg/petakan
= 42 g/petakan

Kebutuhan TSP per Tanaman = Kebutuhan TSP per petak

Jumlah tanaman

= 42 g/petak

42
= 1 g/tanaman

2. Kebutuhan Pupuk TSP 500 Kg/ha

Kebutuhan pupuk TSP : 500 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2


Kebutuhan TSP per petak = Luas petakan x Dosis perlakuan
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 500 Kg/ha
10.000 m2
= 0,084 kg/petakan
= 84 g/petakan

Kebutuhan TSP per Tanaman = Kebutuhan TSP per petak

Jumlah tanaman

= 84 g/petak

42

= 2 g/tanaman

3. Kebutuhan Pupuk TSP 750 Kg/ha

Kebutuhan pupuk TSP : 750 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2


Kebutuhan TSP per petak = Luas petakan x Dosis perlakuan
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 750 Kg/ha
10.000 m2
= 0,126 kg/petakan
= 126 g/petakan

Kebutuhan TSP per Tanaman = Kebutuhan TSP per petak

Jumlah tanaman

= 126 g/petak

42

= 3 g/tanaman

4. Kebutuhan Pupuk TSP 1000 Kg/ha

Kebutuhan pupuk TSP : 1000 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2


Kebutuhan TSP per petak = Luas petakan x Dosis perlakuan
Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 1000 Kg/ha
10.000 m2
= 0,168 kg/petakan
= 168 g/petakan

Kebutuhan TSP per Tanaman = Kebutuhan TSP per petak

Jumlah tanaman

= 168 g/petak

42

= 4 g/tanaman
C. Kebutuhan Pupuk NPK BASF
Kebutuhan pupuk NPK BASF : 420 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2

Kebutuhan pupuk NPK BASF per petak = Luas petakan x Dosis anjuran

Luas 1 hektar
= 1,68 m2 x 420 Kg/ha
10.000 m2
= 0,07056 kg/petakan
= 70,56 g/petakan

Kebutuhan pupuk NPK BASF per tanaman = kebutuhan pupuk NPK BASF perpetak

Jumlah tanaman
= 70,56 gr/petakan
42
= 1,68 g/tanaman

D. Kebutuhan Pupuk DGW Daun

Kebutuhan pupuk DGW Daun : 420 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2

Kebutuhan pupuk DGW Daun per petak = Luas petakan x Dosis anjuran

Luas 1 hektar

= 1,68 m2 x 420 Kg/ha

10.000 m2

= 0,07056 kg/petakan
= 70,56 g/petakan

Kebutuhan pupuk DGW Daun per tanaman = kebutuhan pupuk DGW Daun perpetak

Jumlah tanaman

= 70,56 gr/petakan

42

= 1,68 g/tanaman

E. Kebutuhan Pupuk Korn Kali


Kebutuhan pupuk Korn Kali : 280 Kg/ha

Luas petakan : 140 cm x 120 cm

: 1,4 m x 1,2 m = 1,68 m2

Kebutuhan pupuk Korn Kali per petak = Luas petakan x Dosis anjuran

Luas 1 hektar

= 1,68 m2 x 280 Kg/ha

10.000 m2

= 0,04704 kg/petakan

= 47,04 g/petakan

Kebutuhan pupuk Korn Kali per tanaman = kebutuhan pupuk Korn Kali perpetak

Jumlah tanaman

= 47,04 g/petakan

42

= 1,12 g/tanaman
Lampiran 7. Merk Dagang dan Kandungan Floraone® PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria)

Kandungan
Merk Dagang
Mikroba PGPR Diperkaya
Mikroba
Rhizobium sp Azospirillum sp
3,4 x 108 CFU/ml 7,3 x 108 CFU/ml
Pseudomonans Aspergillus niger
fluoresenc 3,4 x 107 CFU/ml
9,3 x 108 CFU/ml
Tricoderma
harzianum
1,3 x 107 CFU/ml
Lampiran 8. Data Analisis Tanah Alahan Panjang

Unsur Hara yang


No Sampel Hasil Analisis Kriteria
diamati

pH Tanah (H2O) 4,8 Masam


1. Tanah
P Tersedia (Bray 2) 176,68 ppm Sangat Tinggi

Sumber : Laboratorium Fisika Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.


Tanggal Analisa : 11 September – 18 September 2020
Lampiran 9. Data Curah Hujan dan Suhu Harian di Lokasi Alahan Panjang

1. Curah Hujan Harian bulan Agustus 2020 – Januari 2021

Tanggal Agustus September Oktober November Desember Januari


1 0,6 1 0 2 0 0,6
2 0 0 10,4 0,2 0 1
3 0 15,4 8,2 0,8 0 0,8
4 0,2 2 7 6 0 0
5 0,2 6,2 5 0 0 0
6 0,2 2,2 5 0 0 0
7 0 0,2 0,4 2 0 1,8
8 0 0 1,4 10,2 0 0
9 0 0 4,2 5,6 0 23,8
10 0 5,4 7,2 0 2 0,2
11 0 1,4 0,8 0,2 4,4 0,4
12 0 19,8 0,2 0 0,6 63,6
13 9,4 14 1,2 0 0,6 5,8
14 0 0 0 0 0 2
15 - 0 1,4 2,6 0 0
16 8 0 0,8 13,2 - 0
17 8,8 0 0 10 0 0
18 6 0,2 0 0,8 1 3
19 0 4,6 0 0,2 0,2 1,8
20 0 0 0 5,4 0,4 0
21 0 - 1,6 12,2 0 0
22 9,4 11 6 3,2 0 0
23 0 5,6 0,4 13,2 0 0
24 5,6 4,8 0 11,4 6,8 0
25 0,6 0 2,4 0 1,6 0
26 0 3,8 0 11,6 0 2,4
27 2,4 11,4 0,2 4,2 0 0,2
28 0 0,8 0 0 0 2,6
29 0 14,2 0 0,4 0,8 0,4
30 1 0,2 6 0 3,6 2
31 0 XXX 0,2 XXX 1,2 1,4
Jumlah 52,4 124,2 70 115,4 22 112,4
Keterangan : curah hujan dalam satuan mm, (-) : tidak ada curah hujan, (0) : curah hujan kurang dari 0,1 mm,
(XXX) : batas tanggal
2. Suhu Harian bulan Agustus 2020 – Januari 2021

Tanggal Agustus September Oktober November Desember Januari


1 17,7 17,2 17 17,6 17,8 17,3
2 17,2 17,6 17,1 17,3 17,4 16,6
3 18,3 17,5 16,8 17,2 17,9 16,4
4 16,6 17,5 16,6 17,4 16,3 16,4
5 20,8 16,8 17,1 17,5 17,1 18,5
6 18,6 17,6 17,7 17,7 17,9 16,9
7 19,2 17,2 16,7 17,5 17,6 17,1
8 18,9 16,9 16,1 17,6 18,5 17,5
9 18,4 17,2 16,3 17,8 17,6 16,6
10 18,6 15,8 17,6 18,1 16,2 17,1
11 17,2 17 17,9 17,8 16,4 16,6
12 18,5 16,6 17,1 17,6 16 16,3
13 19,2 17,9 17,6 17,6 16,1 15,8
14 20,2 17,9 17,3 19,2 17,3 16,9
15 17,4 18,1 17,8 17,7 17 17,6
16 17 16,5 17,7 17,5 - 17,7
17 16,2 16,8 17,9 17,5 15,3 17,4
18 17,5 17,1 18,1 18 16,7 15,8
19 17,5 17,4 17,2 18,1 17 15,7
20 18 18,4 18,3 17,4 17,8 16,8
21 17,9 16,8 18,2 16,9 16,6 17,7
22 17,5 17,1 17,7 17,9 17,7 17,4
23 17,7 17,4 18,3 17,2 18,7 16,4
24 17,8 17,7 17,6 16,6 16,8 18,3
25 17,3 16,7 16,6 17 17,4 17,4
26 16,8 15,5 16,6 17 17,1 17
27 16 16,8 16,9 17,2 18 16,7
28 17,8 17,2 17,2 17,1 17,3 16,7
29 16,8 17,6 17 17,7 17,4 17
30 17,7 16,5 17,8 16,9 17,1 15,5
31 17 XXX 17,8 XXX 16,5 16,1
Jumlah 553,3 514,3 537,6 525,6 514,5 523,2
Keterangan : suhu dalam satuan derajat Celsius (0C), (XXX) : batas tanggal

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Alahan


Panjang, 2020 dan 2021
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Masing – masing Variabel Pengamatan
Tanaman Bawang Putih

A. Tinggi Tanaman (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 1188.93 396.31 9.61 * 2.90
TSP 3 11.42 3.80 0.09 tn 2.90
PGPR : TSP 9 670.34 74.48 1.81 tn 2.19
Galat 32 1319.63 41.23
Total 47 3190.33 KK = 12.63 %
Ket = * : Berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

B. Jumlah Daun (buah)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 10.00 3.33 11.35 * 2.90
TSP 3 0.13 0.04 0.16 tn 2.90
PGPR : TSP 9 3.12 0.34 1.18 tn 2.19
Galat 32 9.40 0.29
Total 47 22.67 KK = 7.21 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

C. Diameter Batang Semu (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Besar Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 0.70 0.23 7.42 * 2.90
TSP 3 0.03 0.01 0.40 tn 2.90
PGPR : TSP 9 0.27 0.03 0.96 tn 2.19
Galat 32 1.01 0.03
Total 47 2.04 KK = 16.30 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata
D. Diameter Umbi (cm)

Sumber Derajar Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 8.04 2.68 18.85 * 2.90
TSP 3 0.22 0.07 0.53 tn 2.90
PGPR : TSP 9 1.34 0.14 1.05 tn 2.19
Galat 32 4.54 0.14
Total 47 14.15 KK = 10.24 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

E. Bobot Segar Tanaman (gram)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 2971.63 990.54 20.07 * 2.90
TSP 3 123.37 41.12 0.83 tn 2.90
PGPR : TSP 9 1045.98 116.22 2.35 * 2.19
Galat 32 1579.72 49.36
Total 47 5720.72 KK = 26.07 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

F. Bobot Kering Umbi Per Tanaman (gram)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Total F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 938.13 312.71 17.31 * 2.90
TSP 3 65.16 21.72 1.20 tn 2.90
PGPR : TSP 9 292.32 32.48 1.80 tn 2.19
Galat 32 578.21 18.06
Total 47 1873.83 KK = 26.75 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata
G. Bobot Kering Umbi Per Petak (kg)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 0.67 0.22 9.29 * 2.90
TSP 3 0.02 0.009 0.38 tn 2.90
PGPR : TSP 9 0.22 0.02 1.05 tn 2.19
Galat 32 0.77 0.02
Total 47 1.69 KK = 25.14 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

H. Bobot Kering Umbi Per Hektar (ton)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 23.80 7.93 9.29 * 2.90
TSP 3 0.96 0.32 0.38 tn 2.90
PGPR : TSP 9 8.05 0.89 1.05 tn 2.90
Galat 32 27.34 0.85
Total 47 60.16 KK = 25.17 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

I. Jumlah Siung Per Umbi (buah)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 123.06 41.02 4.25 * 2.90
TSP 3 20.31 6.77 0.70 tn 2.90
PGPR : TSP 9 111.64 12.40 1.29 tn 2.19
Galat 32 308.84 9.65
Total 47 563.87 KK = 26.64 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata
J. Diameter Siung Terbesar (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 0.41 0.13 3.16 * 2.90
TSP 3 0.09 0.03 0.72 tn 2.90
PGPR : TSP 9 0.52 0.05 1.33 tn 2.19
Galat 32 1.39 0.04
Total 47 2.42 KK = 14.15 %
Ket = * : berbeda Nyata
Tn : Berbeda Tidak Nyata

K. Diameter Siung Terkecil (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel
(dB) (JK) (KT)
PGPR 3 0.02 0.008 0.44 tn 2.90
TSP 3 0.12 0.04 2.00 tn 2.90
PGPR : TSP 9 0.20 0.02 1.13 tn 2.19
Galat 32 0.64 0.02
Total 47 1.00 KK = 18.39 %
Ket = Tn : Berbeda Tidak Nyata
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian Pada Percobaan Pengaruh Beberapa
Konsentrasi Floraone® PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria) dan Dosis P2O5 Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Putih (Allium sativum L.)

A. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan :

(a) Persiapan lahan : pemberian pupuk kandang dan dolomit


(b) Persiapan lahan : pemasangan mulsa
(c) Setelah ditanam diberikan konsentrasi PGPR 100 ml per tanaman
(d) Menjemur bawang putih selama 10 hari
B. Dokumentasi Perfoma Tanaman Bawang Putih

(e) (f)

(g) (h)

(i)

Keterangan :

(e) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A0B3)
(f) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A1B1)
(g) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A2B4)
(h) Bawang putih dengan pemberian konsentrasi PGPR dan pupuk fosfat (A3B2)
(i) Daun bawang putih terkena hama lalat penggorok daun (Liriomyza sp)
C. Dokumentasi Hasil Tanaman Bawang Putih Sesuai Perlakuan

A B C D

E F G H

I J K L

M N O P
Keterangan :

A. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A0B1


B. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A0B2
C. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A0B3
D. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A0B4
E. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A1B1
F. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A1B2
G. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A1B3
H. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A1B4
I. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A2B1
J. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A2B2
K. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A2B3
L. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A2B4
M. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A3B1
N. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A3B2
O. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A3B3
P. Hasil bobot segar bawang putih perlakuan A3B4

Anda mungkin juga menyukai