Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FUEL CELL


Fuel cell adalah perangkat yang merubah energi kimia secara langsung menjadi energi
listrik. Fuel cell bisa dikatakan juga sebagai perangkat yang menghasilkan daya
dengan kombinasi bahan bakar dan oksigen. Fuel Cell terdiri dari yang memisahkan
katode dan anoda, eletrolit hanya dapat menghantarkan ion saja, sedangkan electron
tidak dapat melewati elektrolit, jadi elektrolit bukan penghantar listrik. Pada anoda
akan dialirkan bahan bakar secara terus menerus dan pada katoda dialarkan oksigen,
pengaliran ini dilakukan secara terpisah. Karena pengaruh katalisator pada elektroda,
maka molekul-molekul dari gas yang dialirkan akan berubah menjadi ion. Reaksi pada
anoda menghasilkan elektron bebas, sedang pada katoda elektron yang bebas akan
diikat.
Ada berbagai jenis fuel cell telah dikembangkan di dunia antara lain
jenis polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC), direct methanol fuel
cell (DMFC), alkaline fuel cell (AFC), phosphoric acid fuel cell (PAFC), molten
carbonate fuel cell (MCFC), solid oxide fuel cell (SOFC), dan Aluminium-Air Fuel
Cell. Kelebihan fuel cell antara lain lebih ramah lingkungan, nol emisi karbon dan anti
bising.

2.1.1 Sejarah Fuel Cell


Gagasan Fuel Cell telah didemonstrasikan pertama kali oleh Sir.William Grove,
seorang hakim Wales, penemu, dan fisikawan, yang diakui sebagai "Bapak dari Fuel
Cell" reproduksi gambar sel bahan bakarnya, dari tahun 1838, dapat dilihat pada
Gambar 2.1 Pada tahun 1839 Grove menemukan bahwa elektrolisis (menggunakan
listrik untuk membagi air menjadi hidrogen dan oksigen) dapat dilakukan secara

6
terbalik dengan katalis yang tepat, menghasilkan listrik. Pada tahun 1842, Grove
mengembangkan setumpuk 50 Fuel Cell, yang ia sebut sebagai "baterai voltaik
gas". Namun, selama hamper 1 abad setelah penemuan grove tidak ada kemajuan
praktis tentang Fuel Cell.

Gambar 2.1 Sel Bahan Bakar yang Pertama Kali Ditemukan


(Philosophical Magazine and Journal of Science 13, 430)

Pada tahun 1937, Francis T. Bacon, seorang Inggris, mulai bekerja pada sel
bahan bakar praktis. Pada akhir 1950-an, ia telah mengembangkan tumpukan 40 sel
yang mampu menghasilkan output sebesar 5 kW. Stack fuel cell itu mampu
menyalakan mesin las, gergaji melingkar dan forklift.
Di Indonesia sendiri, fuel cell dalam skala industri telah banyak dipergunakan
dalam industri telekomunikasi dan pemain utamanya adalah Cascadiant
Indonesia.Tercatat telah ada sedikitnya 600 BTS (Base Transceiver Station) yang
mempergunakan teknologi fuel cell dari Cascadiant. Fuel cell ini dimanfaatkan untuk
back up power apabila terjadi gangguan pasokan listrik dari PLN.

2.2 ALUMINIUM- AIR FUEL CELL


Aluminium-Air Fuel Cell (AAFC) adalah jenis fuel cell yang menggunakan aluminium
sebagai anoda, dan lembaran membran katoda udara pada kedua bagian sisi luar

7
sebagai katoda. AAFC merupakan aplikasi penggunaan aluminium yang menjanjikan,
karena dapat digunakan pada kendaraan maupun sebagai penyimpanan sekunder di
masa depan. Keuntungan penggunaan AAFC dibandingkan dengan baterai yang lain
adalah udara yang digunakan pada sisi katoda memungkinkan penggunanan ruang
yang kecil dan ringan, serta sumber oksigen di atmosfer yang melimpah, sehingga
penggunaan AAFC hanya terbatas pada sisi anoda, yaitu aluminium. Diantara logam
yang berbeda, aluminium mempunyai standar negativ yang tinggi, sebesar 167 Mpa
dan memiliki kepadatan teoritis tinggi, sebessar 8.076 kw-hour/Kg. Selain itu Al
merupakan unsur logam terbanyak ke empat di kerak bumi, berbeda dengan lithium
atau jenis baterai penyimpanan lainya, yang hanya ada dibeberapa negara. Karena
ketersediaan alumminium yang banyak berpengaruh terhadap proses pembuatan
AAFC yang rendah, proses daur ulang yang mudah, serta menghasilkan bahan yang
mudah didapat dan murah (Ilyukhina et al., 2017).

Gambar 2.2 Skematik Sistem Pada AAFC


(M.Pino, D.Herranz, J.Chacon, E.Fatas, & P.Ocon, 2016)

Jika ditulis dengan proses reaksi persamaan (Kindler & Matthies, 2014; Mori,
2015; Pino et al., 2016)

8
Anoda Al:

Al(s) + 3OH̅ (aq) → Al(OH)3(s) + 3e- 2.35 V (2.1)

Katoda Udara :

O2(g) + 2H2O(I) + 4e- → 4OH̅ (aq) -0.4 V (2.2)

Reaksi Anoda dan katoda

4Al(s) + 3O2(g) + 6H2O(I) → 4Al(OH)3(s) 2.75 V (2.3)

Oksigen dari udara dan air yang diperoleh dari elektrolit tereduksi menghasilkan
produk ion 𝑂𝐻 di katoda udara. Ion 𝑂𝐻− berpindah menuju aluminium dan bereaksi
menghasilkan produk reaksi 𝐴𝑙(𝑂𝐻)4− (Dengan et al., 2019)
Untuk mengurangi proses reduksi yang cepat pada anoda (Pino et al., 2016)
menggunakan lapisan karbon pada sisi anoda. Hasil dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa dengan adanya lapisan karbon dapat maenghasilkan
kepadatan arus listrik yang tinggi dan meningkatkan daya tahan AAFC.

9
Gambar 2.3 Perbandingan Pelepasan Anoda Dengan Lapisan Karbon dan Tanpa
Lapisan Karbon
(Pino et al., 2016)

Menurut (Mori, 2014) karena reaktivitas yang lebih rendah dan penanganan
yang lebih aman, baterai berbasis aluminium menawarkan penghematan biaya yang
signifikan dan peningkatan keselamatan melalui platform baterai Li-ion. Oleh karena
itu, aluminium telah lama menarik perhatian sebagai anoda untuk AAFC karena
kapasitas ampere hour teoretisnya yang tinggi dan energi spesifiknya secara
keseluruhan. Hambatan utama komersialisasi adalah laju korosi mandiri aluminium
yang tinggi dalam larutan alkali, baik dalam kondisi sirkuit terbuka maupun selama
pelepasan. Upaya untuk menekan korosi parasit termasuk doping aluminium dengan
kemurnian tinggi (kadar 99,999%) dengan elemen paduan khusus dan memasukkan
penghambat korosi ke dalam elektrolit.
Untuk mencegah pembubaran anoda yang berlebihan, dan untuk mencegah
pembentukan lapisan film yang mengurangi daya oleh Al(OH)3 sejumlah strategi
3,

telah digunakan. Sebagian besar terdiri dari paduan aluminium dengan jumlah kecil
(kurang dari 1% berat) logam lain, atau penambahan aditif ke elektrolit. Dengan
paduan, aluminium ultra murni diperlukan karena kotoran seperti besi dan tembaga
bertindak sebagai situs overpotensial rendah untuk evolusi hidrogen. Dengan cara
tersebut dapat mengurangi pembubaran anoda secara parasit. Di sisi lain, penambahan
10
Ga, Mg, Zn, Pb, Sn, Mn, Hg adalah dipercaya dapat memecah lapisan anodik Al(OH)3
3 dan berfungsi untuk mencegah evolusi hidrogen. Cara ini merupakan konsekuensi dari
fakta bahwa bahan-bahan ini memiliki potensi berlebih yang lebih tinggi untuk evolusi
hidrogen daripada aluminium. Pendekatan lain untuk mencapai hasil yang sama adalah
dengan menggunakan logam yang sama yang digunakan untuk memadukan
aluminium dalam elektrolit itu sendiri (Kindler & Matthies, 2014).
Implementasi sel bahan bakar aluminium-udara terhalang oleh beberapa
masalah yang belum terpecahkan seperti adanya reaksi parasit korosi aluminium
disertai dengan pelepasan hidrogen, pasifisasi film oksida permukaan anoda
aluminium, pengangkatan aluminium hidroksida mengendap dari elektrolit pada tahap
debit akhir. Reaksi ini meningkatkan polarisasi anoda, yang mengarah pada pelepasan
panas sebanding dengan kekuatan sel bahan bakar yang berguna. Kompleksitas proses
elektrokimia dalam sel aluminium-udara, yang disertai dengan efek bersama dari
perpindahan panas dan massa dan kinetik elektrokimia, mengharuskan pengembangan
model matematika yang memadai dari perpindahan panas konjugasi dan kinetik
elektrokimia dalam sel bahan bakar aluminium-udara untuk mengoptimalkan desain
dan kinerjanya, (Sikovsky et al., 2015).

A. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah singkatan dari reaksi reduksi dan oksidasi yang berlangsung pada
proses elektrokimia. Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, reaksi redoks berkaitan
dengan pelepasan atau pengikatan elektron, atom oksigen, dan atom hidrogen (Volta,
2013).
Reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan bilangan oksidasi dan
kenaikan elektron. Dapat dikatakan bahwa reduksi adalah reaksi kimia dimana suatu
zat kehilangan oksigen.
Oksidasi adalah reaksi yang mengalami peningkatan bilangan oksidasi dan
penurunan elektron. Dapat dikatakan bahwa oksidasi adalah reaksi suatu zat yang
mengikat oksigen.
Anoda : Al(s) + 3OH̅ (aq) → Al(OH)3(s) + 3e- ×4 E° = -0.94 V
Katoda : O2(g) + 2H2O(I) + 4e- → 4OH̅ (aq) ×3 E° = +0.40 V

4Al(s) + 12OH̅ (aq) →4 Al(OH)3(s) + 12e-

11
3O2(g) + 6H2O(I) + 12e- → 12OH̅ (aq)

Total = 4Al(s) + 12OH̅ (aq) + 3O2(g) + 6H2O(I) → 4Al(OH)3(s) + 12OH̅ (aq)


= 4Al(s) + 3O2(g) + 6H2O(I) → 4Al(OH)3(s)

B. Elektrokimia
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi
kimia (Volta, 2013).
Sel elektrokimia adalah suatu sel yang disusun untuk mengubah energi kimia
menjadi energi listrik atau sebaliknya.
Sel elektrokimia terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Sel elektrolisis, yaitu sel yang merubah energi listrik menjadi energi kimia. Arus
listrik digunakan untuk melangsungkan reaksi redoks tak spontan.
2. Sel volta/Galvani, yaitu sel yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik.
Reaksi redoks spontan digunakan untuk menghasilkan listrik.

C. Deret Volta
Adalah deret elektrokimia/ kereaktifan logam yang menunjukkan nilai potensial
elektroda standar logam (Eo). Dengan kata lain Voltaic Series adalah suatu urutan
logam-logam yang berasal dari reduktor terkuat sampai dengan reduktor terlemah.
Umumnya, setiap logam memiliki sifat reduktor, hal ini disebabkan karena logam
cenderung akan melepaskan elektron atau mengalami oksidasi. Perlu diketahui bahwa
reduktor terkuat akan sangat mudah untuk teroksidasi, sedangkan reduktor terlemah
akan sangat sulit untuk teroksidasi (Ulia, 2020).

Li K Ba Ca Na Mg Al Mn (H2O) Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb (H) Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au
- - - - - - - - - - - - - - - -
-0,83 0,00 +0,20 +0,30 +0,34 +0,79 +0,80 +1,18 +1,52
3,04 2,92 2,90 2,87 2,71 2,37 1,66 1,18 0,76 0,74 0,44 0,40 0,28 0,28 0,14 0,13

Gambar 2.4 Deret Volta


(Volta, 2013)

Sifat Deret Volta :


1. Semakin ke kanan, logam semakin mudah tereduksi (nilai E° lebih positif)
2. Semakin ke kiri, logam semakin mudah teroksidasi (nilai E° lebih negatif)

12
Nilai potensial elektroda

Eo = Eoreduksi - Eooksidasi (2.4)

Jadi : Eo = Eoreduksi - Eooksidasi


= 0.40 V – (-0.94 V) = 1.34 V

2.2.1 Katoda
Pengoperasian baterai logam / udara yang berhasil bergantung pada elektroda
udara yang efektif. Hasil dari minat dalam sel bahan bakar gas dan baterai logam /
udara selama 30 tahun terakhir, secara signifikan upaya telah ditujukan untuk
meningkatkan elektroda udara tipis tingkat tinggi, termasuk pengembangan katalis
yang lebih baik, struktur fisik yang tahan lama, dan metode fabrikasi berbiaya lebih
rendah elektroda difusi gas tersebut (David Linden, 1995).
Pendekatan alternatif adalah dengan menggunakan katoda udara berbiaya
rendah dengan kinerja yang lebih sederhana, tetapi ini membutuhkan area katoda yang
lebih besar di setiap sel. Gambar 2.5 menunjukkan jenis elektroda yang diproduksi
dengan proses berkelanjutan menggunakan bahan berbiaya rendah. Elektroda ini
terdiri dari dua lapisan aktif yang diikat ke setiap sisi layar pengumpul arus, dengan
lapisan teflon mikropori terikat ke sisi udara elektroda. Lapisan aktifnya adalah dibuat
dengan melewatkan jaringan serat karbon bukan tenunan, lihat Gambar 2.5 (b) melalui
suatu bubur mengandung katalis, zat pendispersi, dan pengikat dalam proses kontinyu,
dengan proses pengeringan dan pemadatan. Lapisan aktif, layar, dan Lapisan teflon
kemudian diikat dalam proses berkelanjutan. Elektroda ini digunakan pada baterai
emergency aluminium udara (David Linden, 1995).

13
Gambar 2.5 (a) Lapisan Katoda Udara. (b) Substrat Karbon Fiber
(David Linden, 1995)

Baterai logam-udara terdiri dari anoda logam, elektroda udara, dan pemisah
yang direndam dalam elektrolit penghantar ion logam, seperti yang ditunjukkan secara
skematis pada Gambar 2.6. Dalam kimia dasar, anoda logam teroksidasi dan
melepaskan elektron ke sirkuit eksternal saat sel habis. Pada saat yang sama, oksigen
berdifusi ke dalam katoda, menerima elektron dari anoda dan direduksi menjadi
spesies yang mengandung oksigen. Ion logam yang terdisosiasi dan spesies tereduksi
oksigen bermigrasi melintasi elektrolit dan bergabung membentuk oksida logam.
Ketika sel diisi (untuk baterai logam-udara yang dapat diisi ulang), prosesnya dibalik,
dengan pelapisan logam di anoda dan oksigen berkembang di katoda. Karena kelarutan
oksigen umumnya rendah dalam elektrolit cair dan diperlukan katalis untuk
memudahkan reduksi, yaitu, yang disebut (zona tiga fase) di elektroda udara.
Akibatnya, sifat transportasi oksigen elektrolit memainkan peran penting dalam
menentukan kinerja baterai. Lebih lanjut, perlu dicatat bahwa reaksi elektrokimia yang
terlibat dan keseluruhan produk dapat berbeda satu sama lain di antara berbagai jenis
baterai logam-udara, tergantung pada logam tertentu, elektrolit dan bahan katalitik
yang digunakan (Cheng & Chen, 2012).

14
Gambar 2.6 Skematis dari struktur dan prinsip
operasi baterai logam-udara dan antarmuka
cairan-gas-padat (katalis) di elektroda udara.
(Cheng & Chen, 2012)

Katoda adalah bagian yang sangat kritis pada Aluminium Air Fuel Cell, dimana
katoda disini harus bisa menurunkan oksigen dari udara, dan yang menentukan
spesifikasi daya dan lifetime sumber daya. Gas-Diffusion Cathode ( GDC ) biasanya
terdiri dari lapisan aktif katalitik, lapisan hidrofobik dan pengumpul arus. Lapisan
aktif katalitik untuk mereduksi oksigen. Lapisan hidrofobik untuk mencegah cairan
elektrolit ke sisi belakang katoda, dan memastikan aliran oksigen tidak terhambat. Dan
kolektor arus biasanya terbuat dari jaring nikel (Ilyukhina et al., 2017).

15
Gambar 2.7 Lembaran Membran Katoda Udara (PT Duta Nichirindo Pratama)

Pada AAFC, katoda yang digunakan adalah membran katoda udara, membran
katoda udara memiliki 3 lapisan yang terdiri dari lapisan membran, separator dan
pengumpul arus yang berbentuk mesh dari logam berjenis nikel. Pada lembaran
membran katoda udara terdapat kode disetiap sisi untuk menentukan sisi (Ulia,
2020)luar dan sisi dalam, kode 10AD13 1st untuk lembara yang menghadap keluar,
dan 2nd untuk sisi membran yang menghhadap ke dalam atau bersentuhan langsung
dengan elektrolit.

2.2.2 Anoda
Anoda (fuel electrode) yaitu komponen yang menjadi tempat bertemunya bahan bakar
dengan elektrolit, sehingga menjadi katalisator dalam reaksi reduksi bahan bakar dan
kemudian mengalirkan elektron dari reaksi tersebut menuju rangkaian di luar
(eksternal sirkuit/beban).
Secara umum, arus mengalir keluar dari katoda ketika perangkat sedang
digunakan. Namun, arah arus berbalik ketika perangkat sedang diisi dan katoda mulai
berfungsi sebagai anoda, sementara anoda menjadi katoda.
Jenis anoda yg digunakan pada Aluminium Air Fuel Cell yaitu aluminium,
aluminium adalah logam yang ringan dengan berat jenis 2.7 gram/cm 3 setelah
Magnesium (1.7 gram/cm3) dan Berilium(1.85 gram/cm3) atau sekitar 1/3 dari berat
jenis besi maupun tembaga. Konduktifitas listriknya 60% lebih dari tembaga
sehingga juga digunakan untuk peralatan listrik. Selain itu juga memiliki sifat

16
penghantar panas, memiliki sifat pantul sinar yang baik sehingga digunakan pula
pada komponen mesin, alat penukar panas, cermin pantul, komponen industri kimia
dll.
Aluminium merupakan logam yang reaktif sehingga mudah teroksidasi
dengan oksigen membentuk lapisan aluminium oksida, alumina (Al2O3) dan
membuatnya tahan korosi yang baik. Namun bila kadar Fe, Cu dan Ni ditambahkan
akan menurunkan sifat tahan korosi karena kadar aluminanya menurun.
Penambahkan Mg, Mn tidak mempengaruhi sifat tahan korosinya.

Tabel 2.1 Karakteristik Aluminium


(Irawan, 2016)

Sifat-Sifat Aluminium Murni

Struktur kristal FCC

Densitas pada 20°C (sat. 103kg/m3) 2.698

Titik cair (°C) 660.1

Koefisien mulur panas kawat 20°~100°C (10-6/K) 23.9

Konduktifitas panas 20°~400°C (W/(m K) 238

Tahanan listrik 20°C (10-8 KΩ m) 2.69

Modulus elastisitas (GPa) 70.5

Modulus kekakuan (GPa) 26.0

A. Macam-macam aluminium dan paduan nya serta kode panamaan

Tabel 2.2 Klasifikasi Aluminium


(Irawan, 2016)
Al Murni ( Seri 1000 )
Paduan Jenis Tidak Dapat Paduan Al-Mn ( Seri 3000 )
Al paduan untuk Diperlakukan Panas
Paduan Al-Si ( Seri 4000 )
dimesin ( Non Heat Teatable )
Paduan Al-Mg( Seri 5000 )
Paduan Al-Cu ( Seri 2000 )

17
Paduan Jenis Dapat Paduan Al-Mg-Si (Seri 6000)
Diperlakukan Panas
Paduan Al-Zn ( Seri 7000 )
(Heat-Treatable)
Paduan Al-Si ( Silumin )
Non Heat Treatable Alloy Paduan Al-Mg (
Al Paduan Untuk Hydronarium )
Coran Paduan Al-Cu ( Lautal )
Heat-Treatable-Alloy Paduan Al-Si-Mg ( Silumin,
Lo-ex

Beberapa macam paduan aluminium tempa/pengerjaan:


1. Paduan Al-Cu
-Paduan aluminium seri 2000, biasanya terkenal dengan sebutan duraluminium atau
super duraluminium.
-Kandungan Si yang lebih banyak pada A2014 dibandingkan A2017 membuat A2014
dapat ditingkatkan kekuatannya dengan melakukan perlakuan panas pendinginan
cepat (quenching) lalu dipanaskan lagi ditemperatur di bawah suhu rekristalisasi dan
didinginkan dalam udara (tempering).
-Kandungan Cu dan Mg yang rendah pada A2117 membuat lebih tidak keras sehingga
digunakan untuk bahan rivet.
-Kandungan Ni yang ditambahkan pada A2018 meningkatkan kekuatan tahan
panasnya sehingga -digunakan untuk komponen tahan panas dengan daerah panas
penggunaan antara 200~250°C.
2. Paduan Al-Mn
-Merupakan paduan aluminum seri 3000.
-Penambahan Mn sekitar 1.2% pada A3003 meningkatkan kekuatan 10% dari pada
aluminium murni dengan sifat tahan korosi dan sifat mampu mesin yang sama dengan
aluminium murni.
-Digunakan untuk peralatan dapur, panel.
3. Paduan Al-Mg
-Merupakan paduan aluminium seri 5000
-A5005 yang memiliki Mg yang rendah digunakan untuk aksesoris.
-Sedangkan paduan yang memiliki Mg antara 2 ~ 5% digunakan untuk material
konstruksi seperti A5052, A5056, A5083.-Untuk meningkatkan kekuatan terhadap
korosi tegangan (stress- -corrosion), Mn dan Cr ditambahkan.
4. Paduan Al-Mg-Si

18
-Merupakan paduan aluminium seri 6000.
-Memiliki sifat tahan korosi dan kekuatan yang tinggi.
-Contoh: A6061 digunakan untuk material konstruksi dan A6063 untuk bingkai
arsitektur
5. Paduan Al-Zn-Mg
-Merupakan paduan aluminium seri 7000.
-Contoh: A7075 memiliki kekuatan yang tinggi sehingga banyak digunakan untuk
material konstruksi pesawat terbang.

B. Pengkodean aluminium umumnya berdasarkan standar AA (Aluminium


Association of America)

Urutan Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7


A X X X X X X
A 1 1 0 0 P H-24
dimana :
 Huruf pertama A adalah singkatan dari Aluminium
 Angka Ke-2 menunjukan jenis paduannya, seperti ditunjukan pada tabel
berikut :
Tabel 2.3 Jenis Paduan Al
(Irawan, 2016)
5 : Paduan Al-Mg
1 : Aluminium murni dengan
kadar 99% atau lebih 6 : Paduan Al-Mg-Si
2 : Paduan Al-Cu-Mg 7 : Paduan Al-Zn-Mg
8 : Paduan selain yang
3 : Paduan Al-Mn disebutkan
4 : Paduan Al-Si 9 : Untuk cadangan penamaan
 Angka ke-3 : menggunakan angka 0  9. 0 menunjukan paduan dasar,
sedangkan 1  9 menunjukn perbaikan paduan.
 Angka ke-4 dan ke-5 menunjukan kadar kemurnian aluminium untuk
aluminium murni.
Contoh : A1100 memiliki unsur paduan total 1% dengan aluminium 99%
A1050 memiliki unsur paduan 0,5% dengan aluminium 99,5%
 Angka ke-6 menunjukan bentuk dari material

19
P : Plate (pelat), W : Wire (kawat), T : Tube (tabung), B : Bar (batang)
 Angka ke-7 menunjukan macam perlakuan panas yang telah dilakukan seperti
pada tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Macam Macam Perlakuan Panas Pada Al


(Irawan, 2016)
Kode Arti Kode Arti
,-,F Murni hasil produksi - T2 Anil total (Full Annealing)
Solution heat treated (didinginkan
seketika dari temperatur cair), lalu
-0 Anil total (Full Annealing) - T3
pengerjaan dingin, lalu dibiarkan
pada suhu ruang (natural aging)
Pengerasan pengerjaan Solution heat-treated, lalu natural
-H - T4
(work hardening) aging
Didinginkan cepat dari
Pengerasan dengan pembentukan suhu tinggi,
- H1n - T5
pengerjaan kemudian di (aging/penuaan)
secara buatan
Pengerasan dengan Solution heat treated lalu penuaan
- H2n pengerjaan lalu dianil - T6 buatan, artificial aging (di atas
sebagian suhu ruang)
Pengerasan pengerjaan
Solution heat-treated lalu
- H3n kemudian dianil dengan - T7
distabilisasi
stabil
n=2 (1/4 pengerasan), 4 (1/2 Solution heat- treated, pengerasan
- T8
pengerasan), 6 (3/4 pengerasan), 8 pengerjaan, penuaan buatan
(pengerasan dengan rasio 75%), 9 Solution heat-treated, penuaan
(pengerasan khusus) - T9
buatan, pengerasan pengerjaan
Setelah pengerjaan/pembentukan
pada suhu tinggi, didinginkan
-T Diperlakukan panas - T10
cepat, pengerasan dengan
pengerjaan, penuaan buatan

20
Tabel 2.5 Contoh Aluminium dan Paduannya (JIS H4000 ~ H4180)
(Irawan, 2016)

Kandungan Kimia (% Berat) Sifat Mekanis

Jenis
Si Fe Cu Mn Mg Zn Cr Ti dll. Tr. B y0.2 El (%)

O 75 30 39
1050 .25 .40 .5 .5 .5 .5 .3
H18 160 145 7
O 90 35 35
1100 ≤1.0 .13 .5 - .10 -
H18 165 150 5
O 185 75 20
2024 .5 .5 4.4 .6 1.5 2.5 .1 .15 Zr+Ti ≤
T4 470 325 20
0.2
O 110 40 30
3003 .6 .7 .13 2.2 - .10 - -
H18 200 185 4
O 195 90 27
5052 .25 .40 .10 .10 2.5 .10 .25 -
H38 290 255 7

O 90 50
6063 .4 .35 .10 .10 .67 .10 .10 .10 ,-, 12
T6 240 215

Zr+Ti ≤ O 230 105 17


7075 .40 .5 1.6 .30 2.5 5.6 .20 -
0.25 T6 570 505 11

Zr ≤ 0.25
7N01 .30 .35 .20 .45 1.5 4.3 .30 .20 T6 430 355 15
V≤0.10

Zr-0.12
8090 .20 .30 1.22 .5 .97 .10 .05 .15 T6 540 490 5
Li -2.21

Keterangan :
Tr. : Treatment
B : Kekuatan Tarik (MPa)
y0.2 : Tegangan Luluh Metode Offset 0,2% (MPa)
El (%) = perpanjangan = elongation %

2.2.3 Elektrolit
Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk ion-ion dan
selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-atom
bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa
senyawa kimia lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa atau garam.
Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu misalnya
pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Elektrolit kuat identik dengan asam, basa,
dan garam kuat.
Menurut (Ilyukhina et al., 2017), AAFC biasanya menggunakan larutan
elektrolit 4 M NaOH atau 7 M KOH. Meskipun KOH memiliki konduktivitas yang

21
lebih tinggi, kelarutan oksigen yang lebih tinggi, dan viskositas yang lebih rendah,
penggunaannya terbatas karena proses regenerasi yang lebih kompleks dan fakta
bahwa produk reaksinya tidak dapat digabungkan ke dalam proses Hall-Heroult
produksi Al. Hal ini membuat larutan NaOH menjadi elektrolit pilihan untuk AAFC.
Namun, pelarutan anodik Al dalam 4 M NaOH disertai dengan pengendapan
aluminium hidroksida terdispersi sempurna, yang memperpendek masa pakai AAFC.
Larutan elektrolit dan non elektrolit memiliki karakteristik sifat yang berbeda.
Perbedaannya adalah sebagai berikut:

Sifat larutan elektrolit:


 Dapat menghantarkan listrik
 Memiliki derajat ionisasi yang berkisar antara 0 < α ≤ 1
 Jika dinyalakan uji daya hantar listrik: gelembung gas yang dihasilkan
banyak, lampu menyala
 Penghantar listrik yang baik
 Derajat ionisasi = 1, atau mendekati 1
 Contoh dari elektrolit kuat (HCl, H2SO4, H3PO4, HNO3, HF); Basa kuat
(NaOH, Ca(OH)2, Mg(OH)2, LiOH).

Sedangkan larutan non elektrolit:


 Tidak dapat menghantarkan listrik karena tidak dapat terionisasi
 Memiliki derajat ionisasi α = 0 (tidak terionisasi)
 Tidak dapat menyalakan lampu dan tidak menghasilkan gelembung pada
elektroda, karena tidak dapat menghantarkan listrik
 Derajat ionisasi = 0, contohnya adalah larutan gula, larutan alkohol, larutan
urea.

Tabel 2.6 Perbandingan Elektrolit Kuat dan Elektrolit Lemah.


(Yohanes, 2019)
Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah
Berupa asam kuat/basa
kuat/garam dari asam-basa Selain elektrolit kuat
kuat
Molaritas Besar Molaritas Kecil
22
Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah
Jumlah ion banyak Jumlah ion sedikit
Derajat ionisasi
Derajat ionisasi α = 1
0<α<1
Nyala lampu terang Nyala lampu redup/mati
Banyak terbentuk Sedikit terbentuk
gelembung gelembung

Selain melakukan percobaan, larutan elektrolit dapat ditentukan kuat atau


lemahnya dengan derajat ionisasi. Derajat ionisasi adalah perbandingan jumlah mol
zat yang terionisasi dengan mol zat mula-mula. Semakin besar derajat ionisasi,
semakin kuat sifat elektrolitnya.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑜𝑛𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖


α= ( 2.1 )
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

dimana :
Elektrolit kuat, α = 1
Elektrolit lemah, 0 < α < 1
Non-elektrolit, α = 0

2.2.4 Current Collector


Current collector atau pengumpul arus berfungsi mengumpulkan arus yang
dihasilkan oleh AAFC yang kemudian dihubungkan ke beban. Current collector
dipasang pada setiap elektroda, (W. M. Yang et al., 2007), .

23
Gambar 2.8 Pemasangan Plat Current Collector Pada Membaran Katoda Udara

2.2.5 Frame AAFC


Frame AAFC terlihat pada Gambar 2.9, dibuat dari material ABS (Acrylonitrile
Butadiene Styrene) dengan metode pembuatan 3D printing. Acrylonitrile Butadiene
Styrene dalam rumus senyawa kimia adalah (C8H8)x, (C4H6)y, (C3H3N)z,
Acrylonitrile Butadiene Styrene adalah bahan polimer amorf maksudnya ABS tidak
memiliki titik leleh yang jelas, nilai yang berbeda, kondisi proses yang yang sangat
berbeda, suhu leleh 217 – 237°C, suhu dekomposisi termal lebih besar dari 250°C.
Acrylonitrile Butadiene Styrene juga dapat dikatakan bahan polimer yang kuat dan
tangguh selama berada pada suhu atau temperatur yang direkomendasikan yaitu 30
sampai 60°C (Peterson, 2019)
Proses 3D printing pembuatan frame AAFC menghabiskan waktu 17jam,
54menit, dan 50 detik. Dengan menghabiskan filament ABS sebanyak 145,3 gram.

24
Gambar 2.9 Desain Frame AAFC Dengan Software SolidWorks

Gambar 2.10 Proses 3D Printing Frame AAFC

25

Anda mungkin juga menyukai