Anda di halaman 1dari 6

PETIKAN MENGINSPIRASI

Hujan malam ini sangat deras ditemani sang kilat yang tak malu untuk menampakan
begitu perkasanya ia. Di tengah suasana seperti ini, seorang gadis baru saja keluar dari sebuah
kedai kopi yang hendak berjalan menuju taman kota untuk mengambil suatu benda berharga
yang ia miliki di dunia ini. “Meko, oh iya MEKO!!!” teriak Roe saat ia memasuki kedai kopi
untuk berteduh. Meko, ialah sebutan Roe untuk gitar akustik nya, gitar yang ia punya sejak
menginjak usia 14 tahun. Ia mendapatkan gitar tersebut melalui lomba seni yang
diselenggarakan oleh walikota.
Roe berlari menerjang hujan yang mengguyur kota pada malam ini, pikirnya ia tak
peduli jika kedua orang tuanya akan menceramahi nya atau bahkan sampai tega
mengomelinya asal meko kembali ditangannya. “Fyuhhh, kuyup semuaa ini... pasti bunda ku
yang super bawel akan mengeluarkan kata-kata mutiaranya malam ini, pasti dengan sangat
panjang tentunya” keluh Roe. Setibanya ia di rumah langsung disambut dengan sapaan mang
Ujang, satpam di rumahnya sejak ia masih kecil. “Ti mana atuh neng malam-malam begini,
hujan-hujanan lagi, si eneng baru balik?” tanya mang Ujang dengan logat Sundanya yang
khas. “Ssst mangg diemm, takut ayah sama bunda denger” bisik Roe dengan perasaan cemas
menyelimuti. “Ya atuh neng, band band an lagi? Sien tehh nanti ayah bunda marah besar
kaya waktu itu lagi” cakap mang Ujang sembari membukakan pagar untuk Roe masuk.
“Makasiii mangg, jangan bilang ayah sama bunda yaa kalau aku bawa gitar lagi, dann kaya
biasa aku nitip sama mang Ujang si meko yaaa hehe, dada mangg” ucap Roe sembari
memasuki rumah yang di dalamnya sudah ada singa siap menunggu mangsanya.
Siapa sangka, Roe kira bunda nya lah yang sudah menunggu nya untuk memberikan
kata-kata terbaiknya untuk anak gadisnya agar sekali saja nurut perkataanya, tetapi Roe salah,
melainkan ayahnya lah yang sudah siap memberinya pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya tak kunjung ditemukan. “Kamu masih ikut live musik di taman kota?” ujar ayah
nya dengan raut wajah dingin. Roe yang mendengar pertanyaan itu sontak terkejut, tetapi ia
mencoba tenang dan tak mau terlihat panik di depan ayahnya. “Ehmm yah, Roe izin bersih-
bersih dulu ya, kuyup banget soalnya”. Setelah mendengar perkataan Roe, ayahnya lalu
mengangguk, memberi jawaban iya. Selagi anak gadis nya bersih-bersih, Aji memandangi
foto-foto yang terletak di rak samping televisi. Terlihat gambar sekumpulan anak band
berfoto bersama dengan banner yang bertuliskan “WILUJENG” nama band yang pernah ia
rintis bersama teman semasa SMA nya, namun takdir tak berpihak padanya serta temannya.
Harapannya menjadi seperti PaulMcCartney seorang anggota dari salah satu band yang
berasal dari kota Liverpool pun pupus, saat ia paham bahwasanya dunia seni tak seindah yang
ia bayangkan. Sejak saat itu, ia berkata bahwa sudah tidak akan berurusan yang berhubungan
dengan yang namanya musik, apapun itu.
Sebenarnya, bakat bermain musik yang dimiliki Roe menurun dari ayahnya, yang
dimana ayahnya menjadi pemain bass saat menjadi anggota band dahulu. “Ehh yah, tadi ayah
nanya apa ya? maaf tadi Roe potong” ujarnya sembari menepuk bahu ayahnya yang sedari
tadi fokus melihat pajangan foto yang terletak di rak samping televisi. “Ehh sudah selesai,
duduk dulu nduk. Ayah tanya tapi kamu jujur ya, kamu masih suka ikut live music yang ada
di taman kota?”. Roe duduk dengan perasaan tidak nyaman. Sedih, takut, khawatir jadi satu.
Lalu ia menjawab pertanyaan ayahnya dengan ragu. “I-i-i-i y-y-ya yah” jawabnya dengan
terbata-bata serta wajah yang tertunduk, ia sangat takut menatap raut wajah ayahnya yang
mungkin akan terlihat raut wajah kekecewaan. “Hmm, sudah ayah duga. Kenapa nduk? kan
sudah ayah bilang, jangan kamu berani menunjukkan bakat bermain musik kamu di depan
banyak orang”. “Tapi kenapa yah? apa alasannya?! Selama ini aku cuma dikasih tau kalau ga
boleh kasih unjuk bakat main musik ke banyak orang, tapi ayah sendiri yang ga ngasih tau
alasan pasti nya apa, sekarang aku tanya, kenapa ayah ngajarin aku main musik tapi ayah
sendiri yang larang aku buat unjuk bakat ku di depan banyak orang? kenapa yah? kenapa?’
sentak Roe. Tidak berapa lama saat Roe mengatakan hal itu kepada ayahnya, bundanya yang
sedari tadi belum Roe lihat pun muncul dari lantai atas sembari berlari kecil menghampiri
Roe dan Aji. “Ada apa sih? Malam-malam gini ribut?” ucap bundanya dengan raut wajah
khawatir. Lalu Aji pun memberi kode kepada Rini, istrinya. Dengan menganggukan kepala,
pertanda bahwa ia telah bertanya pertanyaan yang mengundang perdebatan ini.
Lalu Rini mengajak anak dan suaminya menuju ruang tengah agar percakapan mereka
tidak terdengar sampai luar. “Ono opo seh yah? rak iso tah pertanyaanmu iki besok-besok
saja ditanyakan, atau bahkan tidak usah sama sekali” ujar Rini, ibunda Roe. Melihat raut
wajah kekecewaan yang ada pada anak dan suaminya, Rini pun menghela napas panjang. Ia
sadar, bahwa hal ini akan terjadi. Ia teringat saat dulu, bagaiman Aji suaminya itu sangat
mencintai dunia seni salah satunya musik. Ia juga ingat bagaimana kecewanya Aji saat band
nya rugi sangat besar akibat merilis satu lagu, namun lagu yang dirilisnya tidak laku di
pasaran. Pasalnya suaminya itu, membuat satu lagu yang mengangkat tema keragaman
Indonesia, yang di mana di dalam lagu itu memuat berbagai bahasa daerah yang ada di
Indonesia. Ia masih mengingat betul akan hal itu, hal yang tak pernah ia lupakan.
Bahwasannya Aji yang ia kenal dengan sosok yang humoris, tak gampang menunjukkan
kesedihannya di depan orang lain, tak lagi terlihat sejak kejadian itu. Aji menjadi sosok
pemurung, diam bahkan cenderung menyendiri. Sampai pada ketika hadirlah Roe anak
pertama dari mereka berdua. Hal ini sontak menjadi alasan Aji untuk menata hidupnya
kembali, kecuali impiannya menjadi maestro musik terkenal.
Suasana hening mengiringi mereka bertiga, lalu keheningan tersebut dipecah oleh
pertanyaan Roe. “Yah jawab? Kenapa?” tanya Roe kepada ayahnya dengan mata berkaca-
kaca menahan tangis. “Sudahlah mas, ceritakan saja, toh ia sudah besar sudah bisa
menentukan dirinya mau jadi apa kedepannya” ucap Rini. Aji menghembuskan napasnya
dengan kasar sembari duduk di sofa. “Gini nduk, ada satu hal yang kamu belum paham
tentang dunia yang sedang kamu geluti ini. Ga semuanya tentang yang kita suka. Kadang kita
harus realistis untuk menentukan mau jadi apa kita kedepannya. Ayah ga mau kamu rasain
apa yang ayah rasakan nduk” ujar Aji dengan tatapan nanar. “Sakit nduk, berharap besar
dengan hal yang kita harapkan menjadi sumber kebahagiaan kita” timpal Aji
Hening, hening yang menemani mereka bertiga setelah ucapan yang dilontarkan dari
mulut Aji tersebut. “Apa yah, yang buat sakit? apa yang buat kecewa?” timpal Roe. Lalu Aji
menatap kedua bola mata anaknya yang seolah-olah menyuruhnya menceritakan apa hal yang
membuat dirinya sekecewa ini. Aji pun bergegas ke ruang belakang hendak mengambil entah
apapun itu. Sesaat kemudian ia datang dengan membawa gitar nya, lalu mengatakan “Nduk
kamu mau dengar lagu yang ayah ciptakan?”. Tanya Aji, yang sontak mengundang tanya
antara Rini dan Roe, “Mau yah, banget!” ujar Roe bersemangat. Lalu Aji mulai memetik
gitarnya, dan mulai menyanyikan lagunya tersebut.
“Indonesia ku, negara ibu pertiwi dengan banyaknya ragam suku bangsa.
Ada betawi (Jakarte punye cerite), ada batak (horass!), ada sulawesi (apa kareba)
Dan masih banyak lagi. Indooonesiaaakuu,tanah airkuu....”
Sepenggal lirik lagu ciptaan Aji bersama band nya dahulu, awalnya ia ingin
mengingatkan kepada seluruh anak muda khususnya, bahwa Lagu yang membawakan nuansa
daerah juga tak kalah menarik. Tapi apa boleh buat, selera orang akan lagu yang bernuansa
seperti ini sudah lumayan pudar, kalah dengan lagu-lagu galau ala anak zaman sekarang.
Memang tak salah sesekali mendengarkan lagu yang sesuai dengan keadaan hati kita, tetapi
juga tak boleh melupakan lagu-lagu yang mengandung unsur kebudayaan Indonesia.
Rini terpejam kagum, kharisma yang dimiliki Aji saat bermain musik tidak hilang,
meskipun sudah lama sekali ia tak melihat suaminya itu memainkan alat musik apapun. Aura
itu persis sekali dengan yang Rini lihat waktu saat pertama kali mereka bertemu pada suatu
acara perlombaan musik yang di mana Rini bertugas sebagai crew pada acara tersebut. Ia
langsung jatuh cinta saat melihat penampilan band WILUJENG yang di mana ada Aji di
dalamnya menjadi gitaris. Ia terpesona pada kharisma seorang gitaris band tersebut, yang
berakhir di mana mereka berdua menjadi seorang kekasih dan sampai sekarang, mereka
menjadi sepasang suami istri. Aneh memang, kadang ada hal-hal yang tak mampu kita
prediksi bahwa itu akan terjadi kepada kita.
Roe berdecak kagum, ia tahu betapa hebat ayahnya tersebut memetik senar-senar gitar
tersebut lalu menghasilkan nada-nada yang indah. Contohnya pada lagu yang barusan ia
dengar. “Ehmm yah, boleh ga kalau Roe membawakan lagu itu di taman kota besok pada saat
live music?” tanya Roe berhati-hati. “Boleh sih, tapi apa kamu yakin banyak orang yang akan
suka lagu ini?” jawab Aji. “Ayah tenang aja, banyak ko teman-teman musisi Roe sekarang
yang sudah mulai sadar bahwa lagu daerah perlu dipopulerkan seperti halnya lagu-lagu yang
populer saat ini” timpal Roe. “Ide bagus Roe” ujar bundanya dengan semangat. Ia berharap
dengan hal ini Aji suaminya tidak melulu berpikir bahwa sudah tidak ada lagi anak muda
yang mau mendengarkan lagu yang mengandung unsur daerah. “Kalau begitu Roe, besok
sore ayah ingin sekali melihat pertunjukkan mu” ucap sang ayah dengn senyuman bangga
terlukis di wajahnya
Mentari masih malu-malu menunjukkan keindahannya pada sang pagi, padahal fajar
sebentar lagi sudah mengatakan ingin pamit kepada sang pagi. Harum tanah sehabis hujan
pun menemani sang mentari perlahan muncul. Hujan semalam begitu deras hingga
menyisakan genangan air di sekitar halaman rumah Roe. Roe bangun, lalu beranjak menuju
jendela kamarnya untuk memastikan apakah hari ini sudah berganti malam menjadi pagi atau
belum. Sinaran mentari yang tipis langsung menyambut pagi Roe. Roe hari ini terlihat sangat
gembira, pasalnya ia tak lagi harus bersembunyi dari ayahnya untuk tampil pada live music
hari ini di taman kota. Lalu tiba-tiba Roe mempunyai ide, berhubung hari ini wekeend
pastinya banyak kalangan yang akan datang ke taman kota. Dan banyak juga nanti yang akan
mendengarkan live music dirinya. Lalu ia dengan cepat berlari keluar kamar untuk memberi
tahu kedua orang tuanya, terutama ayahnya bahwa ia akan tampil pagi ini juga.
Roe lalu menemukan kedua orang tuanya di meja makan yang hendak bersiap untuk
sarapan. “Kenapa sih nduk harus lari-lari seperti itu? seperti anak kecil saja kamu” ucap
bundanya yang disambut dengan cengiran milik Roe. “Ayah, bunda Roe tidak jadi tampil
nanti sore melainkan pagi ini juga” ucapnya. “Loh kenpa nduk?” tanya ayahnya. “Udah
pokoknya ayah nanti dateng aja oke” jawabnya sembari mengambil 2 buah roti tawar
panggang buatan ibunya. Lalu Roe bergegas menuju kamarnya untuk bersiap. “Ada-ada saja
anak itu, sudahlah mas mari siap-siap, penasaran apa yang akan dilakukan anak itu” heran
Rini pada tingkah Roe pagi ini.
Aji pun memanaskan mobilnya, Rini dan Roe bergegas menuju mobil untuk segera
menuju taman kota, dan tak lupa Roe untuk mengambil meko yang ia titipkan kepada mang
Ujang. “Pagi mang, izin ambil meko yah” ucap Roe. Dengan tatapan heran mang Ujang
mengangguk seraya mengizinkan Roe untuk mengabil gitar kesayangannya tersebut. “Eleuh
eleuh ada apa ini ya gusti, pa Aji teh mengizinkan neng Roe main musik?” ucap Ujang di
dalam hati.
Lalu mereka bertiga pun akhirnya tiba di taman kota, suasana taman kota sesuai
prediksi Roe, yaitu begitu ramai sekali pengunjung. “Mari yah, bun, biasanya Roe tampil
bersama teman-teman musisi Roe di dekat saung itu” tunjuk Roe. Tempat biasa Roe tampil
memanglah sangat strategis, letaknya berada di tengah-tengah taman tersebut. Pantas saja jika
pada saat sore pengunjung taman ini tertuju pada kegiatan live music yang diadakan oleh Roe
beserta kawan-kawannya. Tentunya Roehanna, pagi ini tidak tampil sendiri melainkan ia
sudah memberi tahu kawan-kawannya tentang ide ini. Saat ini kawan-kawan Roehana sudah
menunggu nya di tempat biasa ia sebelum tampil, yaitu pada stand makanan yang ada di
dalam taman ini. “Ayah, bunda tunggu sini ya Roe izin panggil teman-teman Roe dulu” pamit
Roe. Lalu Roe menghampiri kawannya dan memanggil vokalis yang biasanya bernyanyi pada
live music tersebut.
Gie Mahavir, atau yang sering di sapa Gie. “Gie jadi hari ini lo nyanyi lagu ciptaan
ayah gue yaa, tentang keragaman budaya di Indonesia” ucap Roe. Sesuai dengan tujuan
mereka, ingin memperkenalkan musik kepada semua pengunjung dengan berbagai jenis lagu,
tak terkecuali lagu daerah. “Boleh tuh ide bagus, tapi gue ada saran sebelum kita nyanyi lagu
dari ayah lo, bagaimana kalau kita awali sama medley lagu-lagu daerah yang sering kita
nyanyiin?” tanya Arga sang drummer. “Setuju tuh!” jawab yang lain kompak.
Roe dan kawan-kawannya pun segera menuju ke arah tempat biasanya mereka live
music. Bedanya hari ini mereka tampil pada pagi hari melainkan bukan sore hari seperti
biasanya. “Halo semuanya, perkenalkan aku Roehana dan ini teman-temanku. Mungkin
untuk kalian yang setia mendengarkan live music kami dibuat heran, kenapa pagi hari bukan
sore hari, kami semua ada persembahan menarik untuk kalian semua yang ada disini,
“GUYSSS, LETS GO!” ujarnya dengan semangat. Di awali dengan ketukan drum yang
dimainkan Arga lalu untaian lagu pun mulai masuk.
“sik-sik si batumanikam diparjoged sormadigottam dimanginani sibambangkar jula-
jula. Hey yamko rambe yamko aronawe kombe. Cublak-cublak suweng, suwenge ning
gelenter mambu ketudhug gudek pak gempong lirak-lirik sopo ngguyu dhele kopong.
Bungo jeumpa bungo jeumpa megah di aceh. HEYY... ini Indonesiaku
Negeri tercinta, titipan sang pertiwi
Harus kita jaga apa yang di dalamnya
Budaya bangsa harta Indonesia
Indonesia ku, negara ibu pertiwi dengan banyaknya ragam suku bangsa.
Ada betawi (Jakarte punye cerite), ada batak (horass!), ada sulawesi (apa kareba)
Dan masih banyak lagi. Indooonesiaaakuu,tanah airkuu. (TERIMAKASIH)

Suara tepukan datang dari pengunjung yang ada di taman kota ini, Aji pun juga
memberikan tepukan tersebut dan tak lupa juga Rini. Mereka Berdua sangat bangga pada
anak gadisnya tersebut. “Roehana Sentono”. Pengunjung memandang mereka dengan tatapan
bangga, bahwa anak muda sekarang lagi banyak tahu lagu-lagu daerah yang Indonesia miliki,
serta disajikan dengan paduan modern. Lalu banyak usia sebaya dari mereka terinspirasi,
bahwasanya belajar lagu daerah bisa dari mana saja tak melulu dari sekolah, bisa juga dari
teman-teman dan live music ini. Kita bisa dari mana saja belajar mengenal budaya yang kita
miliki, entah itu dari orang tua, sekolah bahkan teman. Dan jika kita berkompeten di bidang
musik, jadikan bakat kita sebagai ajang pengetahuan bagi orang lain dan inspirasi bagi orang
lain. Tentunya dengan membawakan lagu-lagu daerah yang dimiliki oleh Indonesia, agar
lagu-lagu daerah tentunya tak kalah saing dengan jenis lagu hits sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai