Halida Yasmin (11222001)a , Andyta Ceria P.H (11422006)b , Sintiya Anzeli (11422019)c Samuel B.
S. (11422028)d, Rysta Elsana (11422048)e , Kemala Asadilah. A.P (11422064)f , Yusi Khalisa Z. H
(11922060)g, Muniratur Rahmi A(15719031)h , Tsazkia Aurelia (15720003)i, Rubbanayah Salwa R
(15721010)j
Abstrack
Cadre is still a hot topic of discussion, especially for students at ITB. Cadre is the initial stage
before becoming a member of an organization, committee, unit, or agency. The various goals and
stigmas of regeneration are important, especially about a sense of belonging and the 2nd Precept of
Pancasila. This study aims to determine the relationship of regeneration activities with the application
of a sense of belonging, determine the relationship of the second precept of Pancasila with a sense of
belonging, and determine the relationship between regeneration and the second precept of Pancasila.
The method used is qualitative with an interview approach and literature review. An important finding
in this research is the study of the correlation between regeneration with the second precept and the
sense of belonging. The benefit of this research is that it can add insight, especially regarding
regeneration, the 2nd precept, and a sense of belonging in the ITB campus environment so that this
research can be a guide in the problem of regeneration activities and the use of a sense of belonging.
1
publik yang dihasilkan oleh pemerintah. Hal ini
PENDAHULUAN penting karena setiap kebijakan publik yang
dibuat oleh pemerintah selalu memiliki
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
implikasi luas dalam masyarakat. Kebijakan
menyelidiki dan mengevaluasi sejauh mana
publik harus selalu berorientasi kepada
peran partisipasi publik dalam mengelola
kepentingan publik, bukan kepentingan pejabat
pemerintahan dengan penekanan pada
pemerintahan dan elit politik. Partisipasi publik
mewujudkan prinsip-prinsip Good
dalam pembuatan kebijakan publik merupakan
Governance. Dalam konteks ini, partisipasi
satu satunya cara untuk meyakinkan
publik merujuk pada keterlibatan aktif
masyarakat bahwa pembuatan kebijakan publik
masyarakat dalam proses pengambilan
dilakukan secara demokratis dan untuk
keputusan pemerintahan, baik melalui
kepentingan publik secara keseluruhan. Banyak
mekanisme resmi maupun nonresmi. Penerapan
keuntungan yang diperoleh, bagi masyarakat
Good Governance menjadi suatu kebutuhan
dan pemerintah jika pembuatan kebijakan
esensial bagi mayoritas penduduk guna
publik dilakukan secara demokratis.
menciptakan suatu sistem politik dan
Keuntungan pertama adalah adanya
pemerintahan yang lebih berorientasi pada
peningkatan kualitas kebijakan publik yang
kepentingan rakyat, sesuai dengan prinsip-
dihasilkan oleh pemerintah. Peningkatan
prinsip demokrasi secara universal. Konsep
kualitas kebijakan publik pada gilirannya
penerapan di suatu negara bukan sekadar tradisi
sangat menguntungkan bagi masyarakat yang
atau model pemerintahan baru dalam era
menjadi sasaran kebijakan publik tersebut,
globalisasi saat ini, tetapi mencerminkan makna
Kedua adalah mendatangkan keuntungan bagi
pemerintahan sebagai organisasi dinamis yang
masyarakat (Wagle, 2000). Partisipasi publik
perlu terus beradaptasi dalam kondisi tertentu.
dalam proses pembuatan kebijakan publik
Hal ini akan menjadikan konsep Good
menurut Smith dan Ingram (1993) juga akan
Governance sebagai dasar yang mendorong
memberi manfaat bagi pemerintah. Sebab
pemerintahan untuk selalu berubah demi
pemerintah akan menjadi lebih kuat dalam arti
memberikan pelayanan terbaik kepada
ada peningkatan kapasitas kelembagaan dalam
masyarakat secara menyeluruh.
pembuatan kebijakan yang akan berimplikasi
Keberhasilan penerapan Good pada peningkatan dukungan publik terhadap
Governance tidak hanya menjadi tanggung pemerintah, misalnya pemberian suara
jawab pemerintah semata, melainkan hasil dari pemilihan umum. Ilmuwan politik lainnya,
kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Sample (1993), Webler, Kastenho,Z, dan Renn
Menurut Wagle (2000), demokrasi hanya akan (1995) yang dikutip oleh Glicken (2000)
memiliki arti ketika warga negara sebagai mengatakan partisipasi publik dalam proses
stakeholders utama selalu dilibatkan dalam pembuatan keputusan akan mendatangkan
proses pembuatan seluruh jenis kebijakan keuntungan, yakni memberikan kontribusi
2
terhadap peningkatan kompetensi para pembuat METODE PENELITIAN
keputusan melalui pengembangan pembuatan
kebijakan yang berkualitas, memberikan Metode penelitian yang digunakan
legitimasi yang lebih besar terhadap keputusan- adalah metode penelitian kualitatif dengan
keputusan yang dibuat karena partisipasi publik teknik wawancara terstruktur. Metode
dapat meningkatkan akuntabilitas publik dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif analisis
memberikan citra positif sebagai suatu Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami
masyarakat demokratis. Oleh karena itu, perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan
ditingkatkan dan diarahkan untuk mendukung cenderung subjektif namun tetap berlandaskan
prinsip-prinsip Good Governance menjadi pada dasar teori dan rumusan masalah yang ada
sangat penting. Dalam kerangka ini, perlu untuk menjaga pokok bahasan agar tetap berada
dilakukan analisis rinci terkait faktor-faktor di dalam ruang lingkupnya (Zakariah et al.,
dapat ditemukan temuan yang substansial untuk maupun formal. Wawancara dapat dilakukan
memberikan wawasan mendalam tentang secara lisan langsung, lisan jarak jauh, angket,
keterkaitan antara partisipasi publik dan kuisioner, maupun pendekatan secara personal
peran masyarakat dalam proses pengambilan beberapa jenis, diantaranya terstruktur, tidak
strategi dan rekomendasi kebijakan yang dapat yang dipilih oleh peneliti adalah wawancara
meningkatkan peran partisipasi publik sebagai terstruktur yang mana merupakan wawancara
komponen integral dalam pembangunan dan dengan pertanyaan tepat dan pemilihan sampel
3
dibebaskan metode wawancaranya, apakah Apakah ada keterkaitan dengan sila ke-2
online maupun secara lisan langsung. Terdapat Pancasila atau tidak? dan (8) Apakah penting
dua target spesifik wawancara, pertama, memahami sila ke-2 Pancasila dalam konteks
mahasiswa ITB mulai tahun kedua sebagai sense of belonging dalam proses kaderisasi?
pihak panitia kaderisasi yang telah merasakan
kaderisasi dan merancang suatu kaderisasi dan
kedua, mahasiswa TPB ITB sebagai pihak yang HASIL DAN PEMBAHASAN
belum, sedang, dan akan melakukan kaderisasi
di masa mendatang. Wawancara dua target ini A. Peserta Kaderisasi
bertujuan untuk mencari korelasi dan solusi
Hasil pembahasan ditulis berdasarkan
terkait stigma dan pandangan terhadap
hasil wawancara yang dilakukan pada
kaderisasi di ITB.Adapun pertanyaan yang
mahasiswa ITB dengan total responden
diajukan untuk pihak panitia kaderisasi,
sebanyak 4 orang. Mahasiswa yang menjadi
diantaranya: (1) Bagaimana definisi dan fungsi
target responden merupakan mahasiswa yang
kaderisasi menurut respondens? (2) Apakah ada
telah melewati masa kaderisasi baik organisasi
stigma negatif terkait kaderisasi dan bagaimana
maupun unit/kepanitian. Mahasiswa tersebut
respondens menyikapi stigma negatif tersebut?
diantaranya yaitu Fadhilah (Teknik Metalurgi
(3) Nilai-nilai apa saja yang ditanamkan selama
2020), Shinta (SITH-R 2023), Shilfina (SAPPK
proses kaderisasi? (4) Bagaimana metode yang
23), dan Esa (SITH-R 2023).
digunakan untuk mencapai nilai-nilai yang
ditanamkan selama proses kaderisasi? dan (5) a. Stigma Kaderisasi
Bagaimana hubungan antara nilai yang
ditanamkan dengan nilai-nilai pada sila Stigma merupakan perasaan atau
sense of belonging menurut respondens? (7) lima responden memiliki stigma negatif
4
terhadap kaderisasi. Kaderisasi dianggap individu (Sitinjak & Kadu, 2016).
suatu hal yang menyimpang atau buruk Seperti yang dikatakan oleh
karena cenderung keras dan menggunakan responden, kaderisasi itu belum tentu
intensi tinggi. Akan tetapi, stigma hanyalah bisa dianggap baik atau buruk,
suatu pemikiran yang timbul di benak tergantung bagaimana seseorang
seseorang sebelum orang tersebut meresponnya. Anggapan bahwa
merasakan apa yang sebenarnya. Stigma kaderisasi adalah sesuatu yang buruk
belum tentu benar atau salah, karena itu dan menakutkan, itu karena seseorang
hanya berdasarkan pikiran seseorang. Satu memiliki persepsi yang buruk
dari lima responden ada yang menjawab terhadap kaderisasi. Persepsi
bahwa kaderisasi itu belum tentu baik atau merupakan bagaimana individu
buruk. Hal ini tergantung bagaimana mengamati dunia luar dengan
respon seseorang dalam menerima sistem menggunakan alat inderanya
dan metode yang diterapkan dalam (Walgito, 2004). Persepsi adalah
kaderisasi. Kaderisasi akan dianggap buruk proses yang menyangkut masuknya
ketika seseorang tidak merespon kaderisasi pesan atau informasi ke dalam otak
tersebut dengan baik. Begitu pula manusia sehingga akan terjadi
sebaliknya, kaderisasi akan dianggap baik hubungan antara manusia dengan
ketika seseorang merespon kaderisasi lingkungannya melalui indera-
dengan baik. inderanya yaitu indera penglihatan,
pendengaran, peraba, perasa, dan
b. Faktor yang Mempengaruhi
penciuman (Slameto, 1995).
kaderisasi itu muncul karena dipengaruhi buruk atau salah ketika seseorang
oleh beberapa faktor. Terdapat dua faktor memiliki persepsi yang buruk
yang mendasari yaitu faktor internal dan terhadap kaderisasi, serta menafsirkan
5
kaderisasi tersebut ternyata adalah kaderisasi misalnya merubah pola
salah. pikir, mendapat banyak teman dan
relasi, menjadi pribadi yang lebih baik,
Selain itu, mentalitas dan melatih skill manajemen waktu.
merupakan salah satu faktor yang
2. Faktor Eksternal
menimbulkan stigma buruk pada
kaderisasi. Mentalitas peserta Faktor eksternal merupakan
kaderisasi menentukan bagaimana faktor yang dipengaruhi oleh
respon mereka terhadap kaderisasi. lingkungan luar atau dari luar diri
Kaderisasi akan dianggap suatu hal seseorang. Faktor eksternal adalah
baik jika saat itu mental para peserta faktor yang berasal dari luar seseorang
kaderisasi sedang dalam kondisi baik. (Rooijakkers, 2000). Stigma buruk
Kesehatan mental yang baik adalah akan kaderisasi dapat dipengaruhi oleh
kondisi ketika batin kita berada dalam faktor eksternal, misalnya karena
keadaan tentram dan tenang, sehingga pengaruh orang lain atau karena
memungkinkan kita untuk menikmati kondisi lingkungan atau budaya yang
kehidupan sehari-hari dan menghargai melekat pada suatu daerah. Pengaruh
orang lain di sekitar (Kemenkes, orang lain memiliki dampak yang
2018). Kondisi mental yang baik besar dalam persepsi seseorang.
mampu membuat seseorang menjadi Pengaruh merupakan kekuasaan yang
menghargai orang lain, sehingga tidak mengakibatkan perubahan perilaku
akan mudah menyimpulkan sesuatu orang lain atau kelompok lain (Sitinjak
yang tidak dia sukai adalah hal yang & Kadu, 2016). Apabila seseorang
buruk. Hal ini karena mereka memberikan pengaruh buruk pada
berpikiran positif akan kaderisasi. seseorang, biasanya seseorang
Pikiran positif akan kaderisasi dapat cenderung tergerus dan mengikuti
diwujudkan dengan memikirkan hal- pengaruh tersebut. Apabila ada
hal positif dari kaderisasi, misalnya seseorang yang memberi pengaruh
pikiran positif akan serunya kegiatan bahwa kaderisasi adalah hal yang
kaderisasi dan menganggap bahwa buruk, seseorang yang belum terjun
kaderisasi adalah hal yang menantang dalam kaderisasi tersebut akan
bagi mereka. Dengan metalitas yang percaya dan akhirnya menganggap
baik, seseorang pasti akan merasakan bahwa kaderisasi adalah hal yang
impact yang dia didapatkan setelah salah.
mengikuti suatu kegiatan. Responden
menuturkan bahwa mereka merasakan
impact atau manfaat setelah mengikuti
6
Selain itu, lingkungan atau c. Keterkaitan Sense of Belonging
budaya yang melekat pada diri dengan Pancasila ke-2 (Berdasarkan
seseorang juga menjadi salah satu Hasil Wawancara)
faktor timbulnya stigma buruk.
Sense of belonging merupakan
Metode dalam kaderisasi dapat
perasaan suatu individu terhadap rasa
dianggap buruk ketika tidak sesuai
diterima atau layak berada dalam suatu
dengan budaya yang melekat pada
bagian baik organisasi atau wilayah.
seseorang. Misalnya budaya di Suku
Berdasarkan hasil wawancara, keempat
Sunda tentu ada beberapa yang
responden menjawab sense of belonging
berbeda dengan Suku Jawa. Budaya
adalah rasa diterima, keterikatan,
adalah faktor yang mendasar dalam
kepemilikkan, dan kekeluargaan. Hal-hal
pembentukan norma-norma yang
tersebut dirasakan sebagai bentuk dari
dimiliki seseorang yang kemudian
sense of belonging. Sense of belonging
membentuk atau mendorong
menurut Goodenaw adalah rasa
keinginan dan perilaku seseorang,
penerimaan, dihargai, merasa termasuk
budaya dalam hal ini meliputi hal-hal
atau terlibat, mendapatkan dorongan dari
yang dapat dipelajari dari keluarga,
orang lain dan lingkungannya, serta
tetangga, teman, guru maupun tokoh
perasaan bahwa dirinya adalah bagian
masyarakat (Iskandar, 2015).
yang penting dan berharga dalam aktifitas
Perbedaan budaya inilah yang
maupun kehidupan kelompok (Shofi,
melahirkan perbedaan persepsi dan
2019). Dalam keterkaitan sense of
stigma seseorang dalam menilai
belonging dan Pancasila sila ke-2, keempat
apakah suatu kaderisasi itu baik atau
responden menjawab adanya keterkaitan
buruk. Biasanya, kaderisasi akan
seperti rasa saling menghargai, adil dan
dianggap baik ketika sesuai dengan
beradab, serta rasa kemanusian yang
budaya dan norma yang berkembang
memicu hubungan yang sehat, rasa
di masyarakat tersebut. Begitu pula,
kekeluargaan yang meningkat, dan
kaderisasi akan dianggap buruk ketika
keterikatan sesama anggota dalam
tidak sesuai atau menyimpang dari
organisasi. Hal-hal itu merupakan bentuk
nilai dan budaya yang diajarkan di
sense of belonging sehingga sense of
lingkungan masyarakat tersebut.
belonging dan Pancasila ke-2 mempunyai
kaitan seperti yang diketahui bahwa
pancasila ke-2 menerapkan saling
menghargai satu sama lain, tidak boleh
melakukan diskriminasi, serta menjaga
adab dan etika pergaulan dalam
7
melakukan segala aktivitas (Sutadi et al., mahasiswa ITB, yaitu Faqih (Rekayasa
2023). Infrastruktur Lingkungan 2021), Amy
(Rekayasa Infrastruktur Lingkungan 2019),
d. Keterkaitan Kegiatan Kaderisasi
Tarida (Teknik Dirgantara 2015), Amanda Lyra
dengan Sila ke-2 Pancasila
Kalista Sahab (Manajemen 2020) sebagai
Kaderisasi adalah tahap awal panitia kaderisasi 8eh, dan Shinta Puspita (
pembentukkan karakter dan sifat pada Teknologi Pascapanen 2022) sebagai panitia
seorang individu sebelum memasuki suatu kaderisasi Gamais dan panitia lapangan TPB
8
esensi kaderisasi dan didasarkan nilai- b. Keterkaitan Sense of Belonging
nilai kemanusiaan dan keadilan. dengan Kaderisasi
Kaderisasi juga memerlukan batasan
1. Hubungan Sense of Belonging
tertentu agar tidak terjadi hal yang tidak
dalam Kaderisasi
mengenakkan dan menimbulkan
stigma negatif. Adanya stigma negatif Kaderisasi umumnya
yang muncul bisa diakibatkan karena merupakan suatu pembekalan dari
kurang pahamnya kader tentang makna suatu organisasi atau kepanitiaan bagi
kaderisasi tersebut. Selain itu, stigma peserta yang tujuannya positif. Adanya
negatif juga bisa muncul karena kurang kaderisasi ini tidak terlepas dari
tepatnya pelaksanaan kaderisasi dari rangkaian kegiatannya, seefektif apa
pengkader. kegiatan yang ada agar kaderisasi ini
Berdasarkan respon dari lima bisa berdampak bagi para pesertanya.
responden tentang “bagaimana Para panitia dari kaderisasi sendiri akan
tanggapan tentang adanya stigma merangkai berbagai kegiatan yang
negatif” didapatkan hasil bahwa sekiranya efektif untuk diterima
biasanya stigma negatif muncul karena dengan baik oleh para peserta. Salah
adanya cerita-cerita terdahulu dan satu nilai yang ada dalam rangkaian
biasanya tentang ajang balas dendam kegiatan kaderisasi ini yaitu sense of
pengkader. Walaupun memang benar belonging. Menurut jawaban
terkadang stigma negatif itu benar responden dari pihak panitia maupun
terjadi, namun sebagian besar hal peserta merasa nilai sense of belonging
tersebut tidaklah benar karena memang penting untuk dikembangkan
kaderisasi dijalankan atas batasan- dalam kaderisasi. Sense of belonging
batasan tertentu dan sesuai dengan merupakan hal yang penting, karena
esensi kaderisasi. Untuk meminimalisir peserta akan merasa aman, nyaman,
adanya stigma negatif, diharapkan jika dan termotivasi untuk terlibat dalam
kader merasa ada hal yang dirasa organisasi atau kepanitiaan yang dituju.
kurang perlu dilakukan atau dirasa Dalam penelitian menunjukkan bahwa
tidak nyaman untuk disampaikan ke sense of belonging ini akan
pengkader agar pengkader bisa berhubungan dengan persepsi peserta
membuat metode kaderisasi yang lebih terhadap lingkungan dan pengalaman
tepat dan kader merasa lebih nyaman emosional mereka di lingkungan
dalam proses kaderisasi. tersebut (O’Meara et al., 2017).
9
2. Cara Menumbuhkan Sense of kaderisasi yang ideal dan sesuai dengan
Belonging esensinya sudah berhasil tercapai.
10
kenyataan kegiatan kaderisasi secara SIMPULAN
nyata di lingkungan kampus ITB. Di
mana dari 5/5 responden wawancara Menurut peserta, kaderisasi memiliki
yang merupakan panitia aktif dalam stigma negatif walaupun mengakui bahwa
kepanitiaan di ITB mengatakan bahwa awal peserta terhadap kegiatan tersebut. Stigma
kaderisasi dan sila kedua pancasila tersebut dipengaruhi oleh faktor internal yang
Menurut responden, Setelah peserta mentalitas serta faktor eksternal yang meliputi
kader lulus dari suatu kaderisasi lingkungan dan sugesti sesama. Menurut
tidak sadar akan selalu memiliki sifat Keterkaitan sense of belonging dengan sila
simpati dan empati terhadap sesama. kedua Pancasila termuat dalam nilai-nilai saling
Sehingga, jika dihadapkan dengan menghargai, adil dan beradab, serta rasa
secara natural akan menangani ini sehat, rasa kekeluargaan yang meningkat, dan
dengan asas keadilan. Selain dari sisi keterikatan sesama anggota dalam organisasi.
menjadikan para kader atau peserta kekeluargaan dan keterikatan, sehingga mampu
merah dari ketiga hal yang selalu kita Kaderisasi dapat dinilai baik jika dijalankan
bahas, yaitu Kaderisasi, Sila Kedua sesuai dengan esensi kaderisasi dan didasarkan
dilandaskan dengan tujuan salah keterkaitan antara kaderisasi dengan sila kedua
Belonging, yang berarti kegiatan belonging, melalui kaderisasi, kader yang telah
11
mengedepankan rasa keadilan dan Lala, A. (2019). Implementasi Nilai
kemanusiaan. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Dalam
Pembangunan Hukum Pidana Nasional. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(5).
12
Sitinjak, L., & Kadu, A. U. (2016).
Faktor Internal Dan Eksternal Yang
Mempengaruhi Kesulitan Belajar Mahasiswa
Semester IV Akper Husada Karya Jaya Tahun
Akademik 2015/2016. Jurnal Akademi
Keperawatan Husada Karya Jaya, 2(2), 23-27.
13