Anda di halaman 1dari 3

Nama : ateh zakiah sopiah

NIM : 0420221292
Semester : 3

Judul yang saya ambil


Thomas Stamford Raffles adalah figur kunci dalam sejarah pendirian
Singapura pada abad ke-19. Lahir pada tahun 1781 di Inggris, Raffles meniti
karirnya dalam dinas administrasi Inggris di Hindia Timur. Pada tahun 1811, ia
diangkat menjadi Letnan Gubernur di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat yang
saat itu dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau
Perusahaan Hindia Timur Belanda. Raffles memiliki visi yang kuat dalam
mengembangkan kawasan tersebut. Namun, pada tahun 1814, Britania
menyerahkan kembali Pulau Jawa kepada Belanda berdasarkan Traktat London.
Sebagai gantinya, Britania memperoleh Pulau Bengkulu. Hal ini membuat Raffles
membutuhkan tempat strategis sebagai pelabuhan yang tak tergantikan. Pada
tahun 1819, Raffles dan William Farquhar mendirikan pos perdagangan untuk
Britania di Singapura.
Pendirian Singapura menjadi tonggak penting dalam sejarah Raffles. Di
sinilah ia menggambarkan visinya tentang sebuah pelabuhan yang makmur,
menjadi pusat perdagangan yang vital dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi
regional. Raffles mendorong keberagaman budaya, menawarkan kesempatan
kepada berbagai kelompok etnis dan agama untuk tinggal dan berdagang di sana.
Selama masa pemerintahannya, Raffles membuka jalur perdagangan bebas,
memperkenalkan sistem konservasi lingkungan, dan mendorong pelbagai inovasi.
Ia juga memahami pentingnya keberlanjutan dan pemeliharaan alam. Selain itu,
Raffles memahami bahwa pendidikan adalah kunci dalam membangun sebuah
masyarakat yang maju. Oleh karena itu, ia mendirikan institusi-institusi
pendidikan dan museum di Singapura.
Namun, pada tahun 1824, Britania dan Belanda menandatangani
Perjanjian London yang mengakui Singapura sebagai wilayah Britania. Raffles
harus meninggalkan Singapura pada tahun yang sama. Meski begitu, dampak dari
visi dan kerja kerasnya dalam mendirikan Singapura tetap terasa hingga hari ini.
Thomas Stamford Raffles dikenang sebagai figur yang memperkenalkan
Singapura ke panggung dunia. Ia dikenal akan visi progresifnya dalam
membangun pelabuhan yang terbuka dan makmur bagi perdagangan dunia.
Kontribusinya yang besar dalam membentuk dasar-dasar Singapura sebagai pusat
perdagangan dan bisnis internasional masih diakui dan dihargai hingga kini.
Dan saya mengambil arsip dari buku yang berjudul Sumatra's Westkust
Naar Aunleiding Van Het Londensch Tractact Van 13 Augustus 1814". "Sumatra's
Westkust naar Aanleiding van het Londensch Tractact van 13 Augustus 1814"
merupakan judul sebuah karya yang terkait dengan perjanjian antara Inggris dan
Belanda pada tahun 1814, yang mempengaruhi wilayah pantai barat Sumatra.
Pada masa itu, Inggris dan Belanda telah berperang selama beberapa tahun dalam
upaya mereka untuk menguasai wilayah kolonial di seluruh dunia. Perjanjian
tersebut, yang ditandatangani di London pada 13 Agustus 1814, menandai
berakhirnya Perang Napoleon, yang juga mempengaruhi perubahan dalam
struktur penguasaan wilayah kolonial.
Pada periode pasca-perjanjian, banyak wilayah kolonial yang mengalami
perubahan kepemilikan atau pengaruh dari Inggris ke Belanda, atau sebaliknya.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Belanda mendapatkan kembali kendali
atas banyak wilayah yang sebelumnya direbut oleh Inggris, sementara Inggris
juga mendapatkan beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda.
Perjanjian tersebut juga berpengaruh pada wilayah pantai barat Sumatra,
yang merupakan fokus dari karya berjudul "Sumatra's Westkust naar Aanleiding
van het Londensch Tractact van 13 Augustus 1814." Karya ini mengkaji dampak
dari perjanjian tersebut terhadap wilayah-wilayah pesisir di Sumatra bagian barat.
Dampaknya mencakup perubahan dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial di
wilayah tersebut. Perpindahan kekuasaan antara Inggris dan Belanda tidak hanya
memiliki implikasi politik, tetapi juga memengaruhi perdagangan, kebijakan
ekonomi, dan hubungan antar masyarakat di wilayah pantai barat Sumatra.
Karya ini mungkin mengkaji bagaimana wilayah-wilayah tersebut
mengalami perubahan administratif, bagaimana perdagangan berubah, dan
dampak sosialnya terhadap masyarakat setempat. Mungkin juga mengulas
bagaimana pengaruh dan kekuatan politik antara Inggris dan Belanda di wilayah
tersebut memengaruhi kehidupan sehari-hari penduduk setempat serta bagaimana
proses transisi kekuasaan tersebut berlangsung. Selain itu, karya ini mungkin
menyoroti bagaimana kondisi geografis, sumber daya alam, dan aspek budaya
masyarakat lokal mempengaruhi penerapan perjanjian tersebut di wilayah
Sumatra bagian barat. Dengan demikian, karya ini dapat menjadi jendela bagi
pembaca untuk memahami perubahan signifikan dalam wilayah kolonial di masa
pasca-Perang Napoleon dan peran perjanjian internasional dalam mengatur
perpindahan kekuasaan di wilayah-wilayah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai