TERHADAP BERBAGAI KEHIDUPAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara
Kelas C
Dosen Pengampu Drs. Sumarjono, M. Si.
Oleh : Anggi Eka Saputri (180210302111)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2020 KEDATANGAN BANGSA-BANGSA BARAT DI ASIA TENGGARA Portugis Pada akhir abad pertengahan orang Portugis telah siap sebagai pimpinan usaha orang Eropa melaksanakan kegiatan pada rute perdagangan di Lautan Hindia. Pada saat itu di bawah pimpinan Vasco da Gama, mereka menghadirkan diri untuk pertama kali di Samudera Hindia dengan bekal pengalaman serangkaian eksplorasi panjang dan dengan suatu keinginan nasionalisme yang sangat membara untuk menghancurkan islam. Namun, keinginan Portugis justru menemui halangan dan rintangan. Portugis dihadapi perlawanan ketat dari pedagang Arab dan Muslim lainnya, namun Portugis pun dengan cepat memperluas kekuasaan dan pengaruhnya. Menurut Francisco de Almeida, beliau bertujuan untuk menguasai perdagangan di Pantai Malabar, disaat bersamaan mereka juga memberikan tekanan untuk memperluas pengaruh ke Laut Merah atau Selat Malaka. Namun, menurut Alfonse de Alburqueque dalam hal menegakkan supremasi perdagangan di Samudera Hindia, maka perlu menduduki dan menguasai titik strategis untuk mengendalikan perdagangan yang mengahsilkan pendapatan yang cukup (Hall, 1988) Hubungan Portugis dengan kerajaan yang lebih kuat di daratan Indo-China pun harus puas memainkan peranan yang sederhana daripada di Malaka dan pulau-pulau rempah. Banyak orang dari Portugis menjadi orang bayaran dalam pasukan raja. Dengan perjanjian dagan dengan Siam, mereka diperkenankan berdagang di ibu kota Ayut’ia, di Mergui dan Tennaserim di Teluk Bengala, dan di Patani dan Nakon Srit’ammarat di Pantai Timur Senenanjung Melayu. Di Siam Portugis tidak pernah berusaha mendapatkan kekuasaan pemilikan tanah; raja sangat kuat(Hall, 1988). Jadi hanya di Burma sampai akhir abad XVI Portugis memiliki penguasaan atas tanah. Dan dari Pertengahan abad XVI perampokperampok Portugis bertempat tiggal di dalam jumlah besar di Dianga, dekat Chittagong, kemudian di daerah kekuasaan Arakan. Maka dari itu, penguasaan Portugis di Asia Tenggara cenderung berfokus di daerah Malaka dan di pulaupulau yang menghasilkan rempah-rempah. Spanyol Setelah melihat apa yang dilakukan oleh Portugis, kemudian Spanyol juga melakukan hal serupa. Ekspedisi yang dilakukan Spanyol dipimpin oleh Ferdinand de Magelhaens. Awalanya, ekspedisi yang dilakukan Magelhaens ini hanya dalam rangka keliling dunia. Pada tahun 1521, kapal Magelhaens datang di wilayah Ternate dan Tidore pada saat perjalanan pulang. Pada waktu yang bersamaan, Portugis mengajukan protes pada Spanyol yang menyatakan bahwa munculnya kapal Spanyol berada di Pulau rempah-rempah itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian Tordesillas yang sudah ditandatangani antara kedua negara pada tahun 1494. Keputusan Paus tahun 1493 telah memisahkan dunia kepentingan masing-masing dengan satu garis yang ditarik dari kutub utara ke kutub selatan 100 mile ke barat dan selatan dari Azores dan pulau-pulau Tanjung Verde (Hall, 1988). Namun, tidak ada sesuatu yang dikerjhakan setelah pemisahan dunianya masing masing kedua kekuatan itu sebegitu jauh mengenai bagiannya masing-masing. Sebagai akibat dari protes Portugis itu, diadakan konferensi ahli pada tahun 1524 dan gagal menyepakati lokasi yang tepat dari Maluku. Oleh karena itu,Spanyol mengirim 7 buah kapal melalui selat Magellan untuk melindungi tuntutannya atas pulau itu. Hanya satu dari kapalnya yang mencapai pulau itu dan diterima baik oleh Tidore. Namun, peperangan pun terjadi antara Portugis yang bersekutu dengan Ternate dan Spanyol bersekutu dengan Tidore. Namun, kekurangan bantuan dari Cortez di Meksiko membuat Spanyol harus membuat perjanjian dengan Portugis. Hasilnya, yaitu Spanyol setuju menghentikan eksplorasi 17 derajat ke sebelah timur Maluku (Hall, 1988). Inggris Orang Inggris terlihat terlambat dalam memulai eksploitasi rute Tanjung ke Lautan Hindia dan di luar itu tidak ada jalan lagi kecuali kurangnya perhatian perdagangan di Timur. Pelayaran John Cabot dari Bristol dalam pemerintahan Henry VII dilaksanakan dengan tujuan mencapai pasar-pasar besar rempahrempah dan sutera di Asia Timur(Hall, 1988). Penemuan Amerika sempat membuat ekspedisi ke Asia Timur mengalami penundaan. Setelah melalui beberapa penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Perusahaan Muscovy, Anthony Jenkinson, John Newbery, dan Ralph Fitch hingga pada abad XVI sampai pada kesimpulan bahwa saudagar-saudagar London menyadari bahwa satu-satunya jalan yang praktis adalah mengelilingi Tanjung Harapan. Setelah sekian lama, kesulitan-kesulitan pun muncul menghalangi orang Inggris dalam rangka mengeksploitasi rute Tanjung Harapan ini. Selama bagian abad pertengahan pertama abad XVI kekurangan pengetahuan mengenai perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia cukup menyulitakan Inggris(Hall, 1988). Portugis yang selangkah lebih maju dari Inggris tidak mau menunjukkan operasinya ke Timur itu. Para pelaut Portugis pun tidak ada yang bersedia untuk bekerja di Inggris dan tidak boleh warga Inggris yang ikut berlayar ke Timur dengan Portugis. Walaupun pertengahan abad kedua itu pengetahuan ilmu bumi sudah berkembang pesat, namun Inggris tetap saja mengalami berbagai macam kesulitan yang membuat tidak menghasilkan barang-barang yang laku dijual di negeri tropis itu. Selain itu, kapal-kapal yang digunakan pun harus mampu memuat barang dengan muatan besar sehingga terdapat ruangan yang cukup. Pada saat Philip II menguasai Spanyol berhasil menguasai takhta kerajaan Portugal pada tahun 1580, beliau kemudian mengundang musuh Spanyol untuk menghancurkan kekaisaran Portugis. Seiring berjalannya waktu, justru para saudagar-saudagar Inggir lebih memilih jalan serangan langsung terhadap monopoli daripada mendukung kemerdekaan Portugis. Hal ini dilatarbelakangi oleh kekalahan armada pada tahun 1588 yang membuat para saudagara mengajukan petisi kepada ratu agar memperkuat perdagangan di rute Tanjung. Alhasil pada tahun 1587, Drake berhasil menangkap kapal Portugis San Philipe saat ke luar dari Azores dengan muatan rempah-rempah yang bernilai (Hall, 1988). Dengan itu, mereka menunjukkan bahwa perdagangan dapat dibuka melalui antara India Selatan dan Philipina tanpa melewati benteng Portugis dan Spanyol manapun. Selanjutnya, pada 1591 dikirim ekspedisi dengan tiga buah kapal dari Plymouth di bawah George Raymond dan James Lancaster menuju ke Hindia Timur melalui rute Tanjung. Armada Lanchaster berangkat bulan Pebruari 1601 dan tiba di Aceh tanggal 5 Juli 1602 terus berlayar ke Banten di mana ijin telah diperoleh untu mendirikan kantor dagang. Kemudian pulang dengan membawa muatan rempahrempah. Lancaster tidak mengalami perlawanan dari Belanda yang telah lebih dahulu berdagang di Hindia Timur (Hall, 1988). Banten adalah tempat terbaik bagi kantor dagang Inggris yang pertama itu, karena tempat tersebut menjadi pusat perdagangan baik dari pribumi atau setempat sampai junk-junk Cina yang membeli rempah-rempah, terutama merica dan Banten ini menjadi markas besar perdagangan Inggris di Nusantara sampai tahun 1682. Belanda Ketika Belanda menerima tugas untuk merengkuh perdagangan dari tangan Portugis, mereka sudah memiliki kemajuan tertentu yang menyebabkan mereka selangkah lebih baik dari saingan lainnya. Penangkapan ikan nya yang sudah meluas yang berkorelasi lurus dengan pembinaan kapal yang baik, metode keuangan yang up to date menjadi kelebihan Belanda dari saingannya. Namun, Belanda memiliki keraguan mengenai ekspedisi ini dikarenakan kekurangan pengetahuan mengenai pelayaran di Samudera Hindia. Pada tahun 1592, Jan Huygen van Linschoten yang sempat menghabiskan waktu di Portugis dan Goa selama 4 tahun, kembali ke negaranya dengan membawa pengetahuan mengenai perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia. Kemudian, bukunya berjudul Reysgeschrift van de Navigation der Portugaloysers in Orienten yang diterbitkan tahun 1595, dan itenario, Voyagie ofte Schipvaert van Jan Huygen val Linschoten naar Oost—ofte Portugaels Indien pada tahun 1596, berisi informasi praktis mengenai situasi perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia (Hall, 1988). Dalam tahun 1595 ekspedisi pertama Belanda berangkat ke Hindia Timur melalui rute tanjung. Dibiayai oleh sebuah sindikat yang terkenal sebagai Compagnie van Verre. Ekspedisi ini dipimpin oleh Cornelius de Houtman yang beberapa tahun sempat menjadi pedagang di Lisabon. Beliau telah mempelajari mengenai Samudera Hindia lewat Linschoten dan jalan menuju ke Samudera Hindia telah ditetapkan oleh ahli pembuat peta yang merupakan teman dekat Linschoten, Plancius dan menggunakan Reysgeschrift (Hall, 1988). Dalam tahun 1598 tidak kurang dari 5 ekspedisi, jumlah seluruhnya 22 kapal telah meninggalkan Belanda menuju Hindia Timur, tiga belas kapal melewati Tanjung dan sembilan kapal melewati Selat Magellan. Kapal-kapal tersebut ada yang singgah di Sumatera, Kalimantan, Siam, Manila, Canton, Jepang, dan Banten. Kapal yang dikomandoi Jacob Van Nick dan Van Warwijk dan Van Heemskerck adalah kapal yang membawa keuntungan yang besar (Hall, 1988). Beliau sampai ke Banten dan berbudi baik sehingga beliau dihargai dan dihadiahi piala emas dan membawa kapal yang membawa merica dengan muatan penuh. Tak hanya itu, beliau juga melanjutkan perjalanannya ke Ambon dan menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Banda. Kemudian, ia disana mendirikan kantor dagang di Lonthor dan kembali ke Belanda pada tahun 1599, sedangkan Van Warwijk terus berlayar ke Ternate dan kembali ke Belanda pada tahun 1600. Wybrand van Warwijk memimpin armada pertama yang terdiri dari 15 kapal yang dikirim perusahaan untuk berlayar ke Hindia Timur. Kapal ini ditujukan untuk menyerang Portugis(Hall, 1988). Perusahaan baru kemudian didirikan di Jawa, Ujung Pandang, dan di daratan India (Surat, Masulipatam, dan Petapoli), hubungan-hubungan dijalin dengan Srilankadan hendak melaksanakan hubungan dengan Cina dan Jepang. Tahun 1609, Belanda kembali mendapatkan Kepulauan rempah-rempah yaitu pendudukan Pulau Banda. Untuk menguatkan kedudukan mereka, Belanda mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal Hindia. Dan pada saat yang bersamaan, Inggris mulai mengembangkan usaha perdagangannya hingga menimbulkan persaingan dengan Inggris. Prancis Kedatangan Prancis di Asia Tenggara awalnya dipelopori oleh seorang pendeta atau misionaris gereja Roma Katolik. Nama misionaris tersebut adalah Piedmontese Jesuit Father Giovanni-Maria Leria tiba di Vientiane pada tahun 1615. Ia datang ke Asia Tenggara bertujuan untuk menjalankan misi Kristen di negeri itu. Adapun dalam menjalankan misi Kristen ini, beliau menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut berasal dari Buddhisme dari negara tersebut dan tentangan Pendeta-pendeta Budha (Hall, 1988). Menjelang tahun 1625, misi ke Cochin-China yang diangkat Portugis untuk teritorial Nguyen, mendapat janji manis hingga diputuskan untuk membuka yang lain di Tongking. Ini adalah karya Alexander dari Rhodes yang datang kesana tahun 1627, namun diusir dari tahun 1630(Hall, 1988). Karya yang digunakan oleh Portugis adalah Katekismus yang berbahasa Vietnam dari Alexander Rhodes yang dicetak di Roma pada pertengahan abad. Kemudian pada tahun 1662, Prancis mendirikan basis operasinya di Ayut’ia. Dari sini misi-misi dikirim ke Kamboja, Annam, dan Tongking. Missi di Prancis di Ayut’ia telah mengirim pulang ke negerinya hasil suksesnya yang menyebabkan istana Versailles dengan senang dapat harapan yang menyebabkan perubahan agama orang Siam menjadi Kristen sangat terbuka. Tahun 1673, Mgr. Pallu, yang berkunjung ke Eropa kembali ke Siam membawa surat pribadi Louis XVI untuk raja. Meskipun demikian oposisi dari kedua Jesuit dan Portugis, mereka tetap melanjutkan dan Lambert de la Motte dan Pallu tetap memimpin usaha. Tetapi mereka berbuat hanya menempatkannya sebagai pedagang yang bekerja sama dengan Compagnie des Indes Orien taux ( Perusahaan Hindia Timur). Ketika pada tahun 1682, Belanda memaksa semua saingan eropanya untuk meninggalkan Banten, segera setelah itu Roma melarang missionaris- missionaris terlibat di dalam perdagangan yang sangat mempengaruhi keadaan Prancis di Vietnam(Hall, 1988). Kegagalan campur tangan Prancis di Muangthai menyebabkan keruntuhannya, dan pada tahun 1693 vicariate timur pindah ke Dominican Spanyol di Manila. KONFLIK BANGSA-BANGSA BARAT DI KAWASAN ASIA TENGGARA Konflik di Indonesia Pada tahun 1860 perjuangan menentang Tanam Paksa mendapat semangat baru sebagai akibat dua buah penerbitan. Satu berupa novel, Max Havelaar, ditulis oleh Edward Douwes Dekker. Di situ Dekker menceritakan kariernya sebagai seorang pegawai yang bebas dari Jawa Barat yang telah dilepaskan, menurut keterangannya, karena membela orang-orang Jawa menentang tekanan yang dijalankan terhadap mereka di bawah Tanam Paksa, ini merupakan karya sastra bernilai tinggi, salah satu sumbangan yang paling mengejutkan bagi kesusasteraan prosa Belanda dalam abad XIX. Mendapatkan sokongan luas bagi kampanye Liberal melawan kekuasaan pemerintah atas Tanam Paksa di Jawa. Pengaruhnya ditambah nilainya oleh selebaran-selebaran Isaac Fransen vander Putte, dan terutama satu yang berjudul The Regulation of Sugar Contracts in Java. Ia bekerja pada sebuah pabrik gula yang berhubungan dengan hasil tanam paksa dan kemudian, sebagai penanam tembakau di ujung timur Jawa, menjadi kenal dengan perkebunan bebas. Ia menunjukkan dalam tulisan-tulisannya mempunyai pengetahuan yang begitu baik tentang kondisi di sana hingga tahun 1863 pemimpin Liberal Thorbecke mengangkatnya sebagai Menteri Urusan Koloni di dalam Kabinetnya. (Hall, 1988). Selama masa jabatan Van de Putte (1863-1866) segala sesuatunya bergerak ke arah usaha bebas, kekhususan Liberal untuk mengakhiri tekanan ekonomi. Pandangannya sendiri adalah bahwa pajak langsung harus menggantikan penyerahan-penyerahan dibawah tanaman paksa, dan pengusaha perseorangan harus bebas mendapatkan tanah dan tenaga kerja. Namun, batig saldo tidak dihapuskan. Beberapa kebijakan yang merugikan dihapuskan seperti sistem prosentase misalnya, dimana pejabat-pejabat Eropa menerima komisi atas hasil tanam paksa telah dihapuskan, dan dilarang lebih dari seperlima tanah yang bisa ditanami dipakai untuk tanaman pemerintahan. Pada tahun 1864 ditempuh jalan Comtabiliteitswet, yang mempersyaratkan bahwa dari tahun 1867 seterusnya budget untuk Hindia yang harus disyahkan setiap tahun oleh parlemen negara induk. Tindakan yang lain berguna adalah penghapusan buruh paksa di daerah hutan tahun 1865. (Hall, 1988) Undang-undang Gulanya de Waal tahun 1870 menunjukkan titik puncak perjuangan melawan Tanam Paksa. Ini mengandung bahwa pemerintah akan menarik diri dari penanaman tebu secara bertahap dalam 12 tahun mulai tahun 1878 dan memperkenalkan penjualan bebas tebu itu di Jawa. Undang-undang Agraria de Waal tahun 1870 melahirkan masa keagungan pengusaha pengusaha perseorangan. Maksudnya memberikan kebebasan yang lebih besar dan keamanan bagi pengusaha perseorangan dengan memberikan kemungkinan para kapitalis perseorangan mampu memperoleh dari pemerintak hak sewa yang dapat diturunkan selama kurun waktu sampai 75 tahun, dan untuk menyewa tanah dari pemilik pribumi dengan perjanjian jangka pendek tergantung pada kondisi tertentu. (Hall, 1988) Perkembangan Jawa antara tahun 1830 dan 1870 sangat berlawanan dengan tidak terabaikannya daerah Pendudukan Luar yang merupakan ciri khusus kurun waktu itu. Perang Jawa yang diikuti oleh perjuangan dengan Belgi membalikkan politik yang bersemangat dari yang sedang dijalankan. Hanya dengan kesulitan besar sekali Jenderal Cochius mampu menguasai kekuatan cukup untuk menghentikan Perang Padri tahun 1837 dengan menduduki Bonjol yang telah direbut. Kemudian pemerintahan induk negeri memberikan instruksiinstruki bahwa di masa mendatang harus ada sedikit mungkin campur tangan dalam kekuasaan-kekuasaan pemimpin pribumi di luar Jawa. (Hall, 1988) Ekspedisi Belanda ke pulai Bali tahun 1848 dan 1849 mengahdapi perlawanan yang ganas. Konsekuensi dari yang terakhir itu mereka menganeksir beberapa daerah, dan pemimpin-pemimpin daerah sisanya secara resmi mengakui kedaulatan Belanda. Raja-raja Bugis di Sulawesi juga berbuat banyak untuk menyulitkan, dan terjadi perang hebat tahun 1858 dan 1859 menentang Bone sebelum kekuasaan Belanda sedikit banyak dominan atas bagian barat daya pulau itu, terutama melalui kesetiaan dinasti Aru Palaca. Tetapi keributan lebih besar datang lagi kemudian. (Hall, 1988) Aceh, musush ebuyutan Portugis dalam abad XVI, telah berada di bawah sultan Iskandar pada awal abad XVII merupakan sebuah negara yang banyak menguasai Sumatera. Perjanjian London (1824) telah memberikan tugas kepada Belanda untuk melindungi laut sekitar Aceh dari perompakan, tetapi mereka berpendapat dengan kekuatan sebab orang- orang Aceh merupakan kepala perompak di sana hingga mereka tidak dapat secara memuaskan melaksanakan tugasnya tanpa menduduki pelabuhan-pelabuhan penting negara itu. Berdasarkan perjanjian itu mereka tidak berbuat demikian karena mereka telah berusaha menghormati kedaulatan negara itu. (Hall, 1988) Perang ini juga ternyata yang terlama dan terhebat dalam sejarah kolonial Belanda. Juga menarik lebih banyak pendapat umum di Holland daripada perjuangan kolonial manapun sebelumnya. Mulai April 1873 dengan pengiriman sebuah pasukan expedisi kecil Belanda yang terlalu lemah bagi tugasnya dan harus ditarik. Bulan Desember tahun itu pasukan yang lebih besar dibawah Jenderal Van Swieten mendarat di Aceh dan dalam beberapa minggu merebut Keraton Sultan. Ketika segera sesudah itu, beliau meninggal operasi-operasi mengambang dalam harapan bahwa penggantinya akan menandatangani perjanjian yang menerima kedaulatan Belanda tergantung pada jaminan otonominya dalam masalah yang terjadi dalam negeri. Tetapi sebagai gantinya Belanda menghadapi pemberontakan besar dan umum, dimana pemimpinpemimpin setempat dan pemimpin- pemimpin agama dimana-mana mengambil pimpinan. Perang Gerilya menjadi keharusan pada waktu itu, dan Belanda menghadapi suatu problema yang nampaknya tidak terpecahkan. Ketika mereka mendapatkan beberapa kemenangan dan berusaha berunding, peperangan segera pecah lagi. Pasukan mereka dihancurkan oleh kolera, dan tangan komandan mereka terikat pada perintah-perintah dari atas untuk membatasi operasi militer sejauh mungkin. (Hall, 1988) Antara tahun 1878 dan 1881 Jenderal Karel Van Der Heyden memaksa begitu banyak pemimpin untuk menyerah sehingga Batavia melompat pada kesimpulan bahwa perlawanan telah patah. Karena itu mulai mendirikan pemerintahan sipil. Keputusan itu keputusan yang menghancurkan; peperangan menyala lagi dengan segala kekuatan lamanya, dan pemimpin- pemimpin agama menyatakan perang suci melawan orang-orang kafir. (Hall, 1988) Kolonel Deykerhoff, yang memiliki jabatan tahun 1892, percaya bahwa metode yang paling baik untuk mendapatkan kemenangan atas seorang pemimpin yang paling berkuasa dan memberikan padanya suplay yang diperlukan untuk memungkinkan dia menaklukkan yang tidak patuh. Tahun 1893 Teuku Umar, seorang pemimpin yang telah menyerah, ditarik untuk bekerja pada pemerintah dan diperkenankan membentuk pasukan yang bersenjata lengkap yang terdiri dari 250 orang. Operasinya berhasil dan pasukan Belanda menduduki kembali ditrik yang ditaklukkan kembali dan mendirikan garis baru. Tiba-tiba kemudia bulan Maret tahun 1896 ia dengan pasukannya menyerang pada musuh. (Hall, 1988) Operasinya yang pertama menghasilkan penaklukan ditrik Pidie, jantungnya pemberontakan, dimana penuntut kesultanan, Teuku Umar, dan Panglima Polim pemimpin yang lain, bergabung. Pada tahun 1899 Belanda menguasai Aceh sendiri dan pemimpin- pemimpin pemberontak diburu memasuki teritorial luar tanah Gayo dan Alas Awal tahun itu Teuku Umar, seorang pelarian sejak Pide ditaklukkanm telah diserbu di pantai barat dan terbunuh. Selama tahun itu dan tahun berikutnya semua perlawanan telah dihancurkan dan operasi besarbesaran telah ditinggalkan. Untuk mempertahankan perdamaian dalam negeri dan keributan pemimpin yang masih terjadi maka dibentuk pasukan gerak rapat kecil. Bulan Januari 1903 ia menyerah dan pada waktu yang sama Panglima Polim yang besar itu menyerah. (Hall, 1988) Operasi terakhir adalah kemudian diserahkan oleh van Heutsz kepada Letnan Kolonel van Daalen. Bulan Januari 1904 ketika van Heutsz meninggalkan Aceh menjadi Gubernur Jendral, sebagian besar pemimpin-pemimpin yang penting telah menyerah, tetapi penentang belum lagi terdepak keluar. Perlawanan beberapa diantaranya berlangsung sampai tahun 1908, dan hanya akan berhenti dengan mengasingkan si penuntut kesultanan dan sejumlah pemimpin yang lain ke Ambon. Bahkan kemudian diperlukan untuk mempertahankan pemerintahan militer selama 10 tahun yang lain. (Hall, 1988) Konflik di Malaya Disamping pertengkaran ke dalam di antara pemimpin-peminpin Melayu sendiri, terdapat masalah serangan masal yang sedang tumbuh dari pekerjapekerja tambang Cina di daerah timah dari pertengahan abad itu. Kamp pertambangan dengan ribuan pekerja telah meluas di abad itu. Larut telah diperintah dari tahun 1850 oleh seorang pemimpin Long Ja’far yang telah menghimbau ribuan orang-orang Cina untuk datang ke pertambanganpertambangan timah disana. Mereka terbagi di antara dua masyarakat besar yang bermusuhan, Ghi Hins dan Hai Sans, dan di bawah pemerintahan anaknya, Ngah Ibrahim kelompok mereka yang berkelahi telah menjadi tidak saling menghargai. Tahun 1863 Inggris memulai apa yang disebut Perjuangan diplomasi yang serius dengan Belanda mengenai pelanggaran-pelanggaran mereka yang diumumkan dari perjanjian 1824 dengan memperluas miliknya di Sumatera. Kamar Dagang Singapura telah mengeluh bahwa dengan menguasai pelabuhan-pelabuhan tertentu di pantai Timur yang terbuka bagi perdagangan Inggris Belanda telah memberitahukan raja-raja bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh pendahulu pendahulunya tidak lagi berlaku dalam rangka pertukarannya terjadi bahwa Belanda berkeinginan memenuhi permintaan permintaan Inggris sebagai imbalan secara bebas berhubungan dengan Aceh yang perompakan perompakannya telah menyebabkan kesulitan kedua belah pihak selama setengah abad. (Hall, 1988) Tahun 1873 Belanda mulai dengan perang penaklukan yang panjang di Aceh. Bulan September tahun itu Lord Kimberley memulai perubahan politik di dalam masalah-masalah orang-orang Melayu yang meliputi peninggalan secara terbuka politik non-intervensi. Dalam instruksinya kepada pengganti Ord sebagai Gubernur Straits Settlements, Jenderal Sir Andrew Clark, ia mengatakan padanya untuk menggunakan pengaruhnya dengan pangeran- pangeran pribumi untuk menyelematkan “negeri mereka yang subur dan produktif itu dari kehancuran yang akan menimpanya jika kekacauan yang sekarang terus tidak dapat dikuasai.” Satu fasal berikut dari instruksi Sir Andrew Clark berisi pendapat terbatas mengenai garis pendekatan untuk masalah itu. Tahun berikutnya tindakan keras harus juga dilaksanakan di Persk, dimana tanggal 2 Nopember, J.W.W. Birch, Residennya yang pertama terbunuh. Sir Andrew Clark harus meninggalkan Singapura bulan Mei sebelumnya untuk menjadi anggota Dewan Gubernur Jenderal di India. Penggantinya Sir William Jervois mengunjungi seluruh negara dengan sejumlah kekuatan yang diperlukan melaksanakan penekanan, terutama lembaga penjualan budak, yang secar nyata buruk dalam segala hal. Tindakan dan sikap Birch sendiri merupakan sebab kehancuran itu, harus sejelas-jelasnya dinyatakan bahwa komplotan itu agak menentang Perjanjian Pangkor sendiri daripada terhadap alat yang dipilih untuk melaksanakannya. Pemimpin-pemimpin yang masuk ke dalam Perjanjian itu itu telah dikatakan tadi, apakah tidak atau sepenuhnya menyadari siapa yang terlibat atau, jika mereka menyadari, tidak akan serius perhatiannya untuk menghormati kontrak itu. (Hall, 1988) Pemberontakan itu telah ditekan oleh suatu ekspedisi yang kuat dengan memburu pembunuh-pembunuh dan pembantu-pembantunya. Untuk beberapa waktu terdapat bahya suatu pemberontakan orang-orang Melayu dan diperlukan bebrapa tahun untuk mengebalikan tegaknya hukum dan ketertiban. Tahun 1878, ketika seorang Residen ditugaskan untuk melampaui kekuasannya. Gubernur mengeluarkan peraturan jika residen tidak mengindahkan prinsip yang telah ia nasehatkan saja dan menjalankan fungsi-fungsi seorag raja maka ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap setiap kerusuhan yang timbul. Karena setelah perang Perak tidak ada lagi keributan selanjutnya. Orang-orang Melayu menyerah, pemimpin pemberontakan telah diusir, dan Residen dapat terus dengan tugas pembangunannya dalam situasi yang jauh lebih banyak menyenangkan. (Hall, 1988) Orang-orang Cina terlalu senang tinggal dan bekerja di Larut, dan masyarakat tidak terpengaruh kericuhan yang menggoncangkan bagian Perak yang lain. Semua negara yang terlindungi masih tergantung pada tambang timah untuk pendapatannya. Sampai praktis pada akhir abad itu perkembangan ekonomi Semenanjung hampir seluruhnya di tangan orang Cina. Semua Undederated States itu mempunyai Penasehat-penasehat yang fungsinya berbeda dari penasehat-penasehat Residen. Penasehat mempunyai hak dimintai pendapatnya oleh raja dalam segala masalah, tetapi tidak mengeluarkan perintah apapun. Ia dapat menentang bila raja tidak mengikuti nasehatnya, tetapi biasanya berusaha menghimbaunya untuk menerima pendapatnya dan menggunakan kekuasaannya sesedikit mungkin, bahkan memberi jalan bila masalahnhya tidak penting sekali. (Hall, 1988) Konflik Pada tahun 1847 Prancis mencoba memaksa Thieu-Tri pengganti MinhMang menyerah dengan memamerkan demonstrasi angkatan laut yang berada di Tourane. Komandan lapierre, dengan kapal Glory dan Victoryuse datang untuk meminta jaminan keselamatan bangsa Perancis yang ada di sana. Thieu Tri menunggu sebulan untuk menjawab. Selama itu dia menghimpun sejumlah pasukan di Tourane dengan memberikan alasan sebagai persiapan jamuan besar kepada utusan Prancis. diundang lah 2 perwira kapal dari Perancis Di mana mereka akan dibunuh kapal-kapal mereka diserang dan dibumi hanguskan ketika undangan ditolak kapal milik Vietnam yang berada di pelabuhan menyerang kedua kapal itu. Namun Perancis berhasil menyelamatkan diri. (Hall, 1988:620) Pada tahun 1848 dia digantikan oleh anaknya, kemudian masalahpun muncul, dia yang merupakan seorang penganut konfusius yang taat dan berpengetahuan dalam ia lebih mengabdikan diri kepada pendahulu pendahulunya sebagai idaman untuk menutup negerinya dari pengaruh negara-negara Eropa. Pada masa keemasannya dia menerapkan politik kekerasan salah satunya ialah dengan mengeluarkan peraturan bagi masyarakat yang beragama Kristen, dampaknya ialah hancurnya desa-desa serta pembagian tanah tanah lelaki juga dipisahkan dari wanita dan setiap warga diberi tanda di pipi kiri bertuliskan "ta dao" (kafir) dan pipi kanan nama daerah dari mana yang dikeluarkan. (Hall, 1988:620-621) Pada bulan Mei 1862 Tu-due mengirimkan 2 utusan untuk menanyakan Persyaratan. Kaisar pada saat itu menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terjadi di Tongking cerita ini segera mengakhiri peperangan di Selatan. Pada bulan berikutnya perjanjian telah selesai dibuat, Tu-due menyerahkan perjanjian tersebut kepada pihak Perancis yang berisi penyerahan 3 provinsi di bagian timur Chochin Cina dan bersedia mengganti rugi dengan angsuran selama 10 tahun, juga berisi tentang pembebasan praktek keagamaan Katolik di daerah kekuasaannya serta membuka pelabuhan-pelabuhan Tourane, Balat dan Kuang-An bagi perdagangan prancis. (Hall, 1988:623) Pada bulan April 1882 Riviere berhasil menguasai Hanoi dan pada bulan maret berhasil menguasai Nam-dinh. Akan tetapi pasukan bendera hitam dengan bantuan tu due menyerang dan berhasil membunuh pemimpin Prancis (Hall, 1988:636).Untuk menghadapi pasukan bendera hitam pada tanggal 18 Agustus 1883 Courbet menyerang muara sungai Hue yang merupakan markas dari pasukan bendera hitam Prancis dengan kapal perangnya membombardir bentengbenteng yang ada di sepanjang muara sungai tanpa memberikan kesempatan musuh untuk menyerah peristiwa tersebut menyebabkan kematian yang sangat mengerikan hingga menyebabkan menteri luar negeri Vietnam secara pribadi datang dengan membawa bendera perdamaian perdamaian bendera. Sementara itu dengan perjuangan yang sulit bagi pihaknya yang berada di tongking serta keresahan yang terjadi di wilayah Anam, mengakibatkan Prancis terlibat dalam perang yang tidak diumumkan dengan Cina. Perebutan kota-kota penting sontay dan Bacnih yang dijaga pasukan Cina Dianggap oleh China sebagai perang. Akan tetapi untuk menyelesaikan masalah ini Li Hung Chang dan pihak cinta damai di packing mencari solusi terhadap hal ini. Komandan perbatasan angkatan laut Prancis seorang teman pribadi negara China, menjumpainya di peking untuk berdiskusi pada tanggal 11 Mei 1884 ia menandatangani konvensi, pihak Prancis akan menjamin keamanan perbatasan Cina Wilayah selatan Oma dipihak Cina sebaiknya akan menarik pasukannya dari tongking. (Hall, 1988:638) Konflik Inggris Perancis di Muangthai Pada tahun 1827 pasukan Muangthai di bawah kepemimpinan P'ya Bodin setelah berhasil menguasai kerajaan Laos di Vietnam dikarenakan mencoba untuk mengganggu kemerdekaannya. Ketika ini kerja di negara saudara Vietnam, luang prabang yang telah mengakui kedaulatan dari Muangthai selama 50 tahun menjadi tidak menurut Kemudian pada tahun 1831 dan pada tahun 1832 memberikan rasa hormat kepada Hue dengan harapan Untuk mendapatkan kemerdekaan dengan mengadu domba Satu dengan yang lain. Souka, Seum menggantikannya untuk naik tahta luang prabang pada tahun 1836, yang telah hidup selama 10 tahun sebagai tawanan di Bangkok serta tidak mendapatkan pengakuan dan izin kembali sampai tahun 1839.(Hall, 1988:656) Kemudian saudaranya,Tiantha Koumane menggantikannya pada tahun 1851 Iya menerima penyidik dari Prancis yang bernama Henry Mouhat pada tahun 1861 di desa kecil Ban Naphao. selama pemerintahannya penyidik penyidik lain dari berbagai negeri Eropa melakukan survei ada orang Belanda juga yang telah dikerjakan oleh pantai yang papernya tidak pernah diterbitkan dan rupanya setelah dipakai oleh James M Charthy dalam persiapan penerbitan perannya tentang Muangthai yang diterbitkan oleh Royal geografical sociaty pada tahun 1888. juga ada yang namanya ekspedisi Doudrat de Lagree Garnier yang tiba di luang prabang Pada bulan April 1867 dalam perjalanannya menuju Yunan.(Hall, 1988:657) Ketakutan dari Garnier terhadap Inggris telah membakar dalam laporan laporannya bahwa mereka telah didahului oleh penyidik dari Inggris yang telah memotong di atas mereka dari wilayah Burma yang dekat dengan Chieng kang dikarenakan orang-orang dari Perancis terus memutuskan untuk mati dibandingkan menderita sendiri, kemudian mereka bertemu Duyshart yang berjalan menggilir, seorang Belanda yang suka menyendiri dengan staf yang berasal dari orang-orang pribumi serta menyadari akan kepulihan maka kegiatankegiatannya ini menyebabkan tersebarnya kabar angin yang begitu mengganggu pikirannya. insiden tersebut menarik untuk dicari kejelasannya yang ditimpakan kepada pandangan perancis dalam masalah indo cina. mengenai istilah persaingan Inggris Perancis terlalu bebas terkait dengan hubungan ini. persaingan terutama berada di pihak Prancis yang menggetarkan pikiran dari seorang berkebangsaan Inggris yang sedang melamun yang telah mendahului mereka kemana arah saja mereka bermaksud pergi. (Hall, 1988:657) Kemajuan yang dialami oleh Perancis wilayah Tonking sangat memungkinkan menyebabkan orang-orang dari Muangthai untuk mengeratkan kekuasaannya di negeri Laos pada tahun 1883 Perancis memaksa Vietnam menjadi suatu protektorat sebuah pasukan Laos dan muangthay melakukan penyerbuan ke benteng-benteng Ho di Tran Nihn namun berhasil dikalahkan. (Hall , 1988:659) Ekspedisi Muangthai sudah dipersiapkan dengan begitu rahasianya hingga Comte de Kergaradec, wakil Perancis di Bangkok baru mengetahuinya setelah keberangkatannya. Le Boulanger berpendapat bahwa tindakannya itu dilakukan saran dari penasehat penasehat Inggris karena Inggris memandang generasi Prancis daerah sungai merah mencurigai bahwa terdapat ancaman yang jelas pada rencana mereka untuk mengatasi perdagangan memasuki Yunan.(Hall, 1988:660) Pemerintahan bangkok sangat berhati-hati akan tujuan politik yang terselubung oleh pihak Perancis. Sementara itu serangan Muangthai batas kubu pertahanan ku di Tung Chien- Kham gagal pada tahun 1885. Pada tahun-tahun berikutnya mereka melakukan usaha pagi dengan meminta bantuan yang tidak mendapatkan hasil sedikitpun.(Hall, 1988: 661) Prancis sendiri memiliki misi yaitu rencana ekspedisi ilmiah secara besarbesaran bukan hanya mempelajari ilmu bumi negeri laos tetapi juga untuk menyelidiki daratan serta sungai, membuat tempat tempat dagang, mengumpulkan contoh-contoh, mempelajari prosedur dagang yang ada, yang membuat pernyataan pasti tentang sifat dan nilai hasil-hasil lembah Sungai Mekong.(Hall, 1988 :664) Misi ini mulai dilakukan pada bulan Januari 1890 yang dibagi menjadi beberapa kelompok yang bekerja terpisah di Tran Ninh, Cammon dan Stung Treng dan pimpinannya sendiri berada Luang Prabang, setelah 6 bulan semua anggota berkumpul untuk mengkoordinasikan hasil kerja mereka. Pada akhir tahun tersebut Mereka pergi menggilir Sungai Mekong menuju Saigon dan dari sana menuju bangkok, di mana ia mengharapkan untuk melanjutkan mengendurkan proses dengan mengadakan pembicaraan dengan pemerintah lamun di pihak Muangthai dengan sopan mengelakkan kemajuan yang ada. Mereka kuatir karena Prancis berusaha menanamkan pengaruhnya kepada orangorang di Laos dan ada gerakan yang sedang dijalankan di Prancis bagi hak hak annam yang tidak dapat disengketakan. (Hall, 1988:664) Aneksasi Burma Udik oleh Inggris pada awal tahun 1886 meliputi sejumlah besar negara-negara Shan yang telah menyatakan setia kepada istana Ava sejak abad XVI. Hal ini membawa garis perbatasan di sebelah timur perlu sekali dipertimbangkan. Pendapat secara militer tanggapan Salwen sebagai Batas timur Burma Inggris namun beberapa negeri yang tengah pada raja-raja Burma yang memberontak menyeberangi Sungai itu, bantuan negara sepanjang Salwen yang penting kentung dan Kiang Hung nonton daerah-daerah di sebelah timur Mekong itu nyatanya bagian terkaya kerajaan Kiang Hung berada jauh di seberang sungai tersebut (Hall, 1988:665) Di sisi lain masalah Apa yang akan terjadi atas negara-negara sepanjang salween itu bila Inggris mundur dari tanggung jawab atas negara-negara tersebut? Cina dan bangkai di dalihkan diundang untuk mencaplok menaruh sabuk Ameng antara Inggris dan Tongking.(Hall, 1988:665) Di pihak inggris sendiri memiliki keinginan dalam masalah ini untuk menghindari suatu perbatasan jatuh ke tangan Indochina Perancis serta mencapai persetujuan yang bersahabat dengan Muangthai atas segala masalah perbatasan yang ada. Terdapat beberapa masalah yang dapat diciptakan mengenai Muangthai. Itulah sebabnya Pada tahun 1889 mengangkat komisi Ney Elias untuk mensurvei perbatasan Inggris Muangthai Serta menyelesaikan persengketaan dengan pihak Muangthai. Tidak ada utusan dari Muangthai yang dikirim untuk memenuhi undangan dari Inggris akan tetapi tetap menyelesaikan tugasnya dan menerima keputusan yang ada Di sisi lain dengan Perancis kesulitan pun mulai muncul. (Hall, 1988:666) Pavie telah dikirim untuk misi kedua, dan bungkamnya Perancis atas masalah Muangthai sebagai akibat dari putusan mengirim misi tersebut. Sebelum pendekatan selanjutnya dilakukan pada kantor luar negeri bulan februari 1892, Quad d'Orsay telah mengambil langkah-langkah penting. Telah menambah jumlah agen di Muangthai dengan pembukaan kantor semi perdagangan, dan semi politik di Utene, Bessae dan Stung treng juga menunjuk Pavie sebagai menteri residen di bangkok. Mungthai sendiri telah mengetahui bahwa Perancis telah melakukan pendekatan kepada london dan peking berkenaan dengan masalah Mungthai karena itu sikapnya mulai kaku dan memainkan bantuan Inggris itu. Tujuan missi Pavie untuk melaksanakan pengendoran proses di pusat. Hal ini bukanlah sebuah kebetulan bersamaan pada tanggal 16 Februari 1892, hari setelah penunjukannya di Bangkok Waddington seorang duta perancis memecahkan kebungkaman yang lama antara london dan paris atas masalah Mekong dengan tiba tiba maju dengan solusi baru. (Hall,1988:667) Pada bulan April pihak Perancis mengajukan tuntutan dengan menyusun 3 pasukan yang besar untuk menguasai daerah Mekong pesisir. Pasukan satu bertugas untuk merebut Stung Treng di Mekong dalam perbatasan Muangthai, pasukan kedua maju ke Moung Phine, pasukan ketiga menuju ke Cammon. (Hall, 1988:669) Di pihak bangkok sendiri dihadapkan oleh krisis serta jumlah kekuatan militer yang tidak sanggup untuk melawan Prancis, mereka juga mengajukan permintaan kepada Inggris. Jawaban Lord raspberry ia mendesak Muangthai supaya menjaga agar tidak terjadi perang dengan Prancis. Terjadi serangan pada posisi Perancis di Khone Captain Thoreux komandan perancis Ditawan serta beberapa pasukan Muangthai terbunuh.(Hall, 1988:670) Pada bulan April 1883 di Bangkok ketegangan yang terjadi semakin memanas sampai-sampai Inggris mengirimkan kapal bersenjata Swift, untuk melindungi orang orang Inggris dan barang-barang miliknya. Dua bulan kemudian terdapat sebuah kabar angin bahwa Prancis akan mengirimkan pasukan Angkatan Laut Menuju pelabuhan tersebut. Jika itu benar maka akan terjadi pemberontakan oleh golongan rendah penduduk Cina di kota tersebut. Kemudian Inggris mengirimkan kapal perang yang dikirimkan dari Singapura. Penjelasan mengenai gerakan ini telah dikirim kepada pemerintah Perancis jaminan diberikan bahwa pemerintah Inggris untuk menghimbau Muangthai agar mau mengadakan perjanjian persahabatan dengan Perancis. namun pemerintah Perancis sebaliknya memberikan kesempatan Inggris untuk melaporkan setiap gerakan angkatan lautnya Tetangga Muangthai.(Hall, 1988:671) Selanjutnya kapal perang Perancis Lutin, telah sampai di Menam. Pada bulanjuli Pavie mengabarkan kepada Muangthai bahwa ada dua kapal milik Perancis yang sedang dikirim ke Paknam pada tanggal 13. Kemudian pemerintah Muangthai menjawab dengan perjanjiannya dengan Prancis pada tahun 1856 bahwa tidak akan ada kapal perang dari asing yang boleh melewati Paknam Tanpa izin. Pavie memberitahukan bahwa kapal Inscontan akan terus datang ke Bangkok walaupun dengan cara perlawanan. (Hall, 1988:671) Pada waktu menerima informasi ini Muangthai mulai menutup muara sungai, sementara Lord Rosebery memperingati akan janjinya untuk melapor kepada pemerintahannya di setiap gerakan Armada mereka serta menjelaskan tambahan kapal perang Inggris yang dikirim dari Singapura tidak akan berlayar melewati Paknam. Kemudian dijawab oleh Perancis bahwa tambahan kapal tersebut akan tetap tinggal di luar batang di Paknam. (Hall, 1988:671) Pada hari yang sama Inggris telah menginstruksikan Perancis untuk tetap tinggal diluar tempat tinggal perwakilan titik akan tetapi instruksi tersebut tidak dianggap oleh Komandan Prancis data tetap melancarkan serangan ke pelabuhan Paknam peperangan berlangsung sekitar selama 20 menit Muangthai melancarkan serangan dengan tembakan tembakan pertama untuk menghadapi angkatan laut Prancis. Namun pangeran devawongse Muncul untuk meredakan keadaan tersebut.(Hall, 1988:672) Pavie mengambil kesempatan ini untuk meminta Pasukan Muangthai ditarik dari Mekong dan permusuhan di tangguhkan. Pangeran Devawongse menyetujuinya. Pavie di perintahkan untuk menyampaikan ultimatum yaitu meminta daerah di sebelah kiri tepi mekong dan kekuasaan Luang Prabang harus diserahkan kepada Perancis, ganti rugi sebesar tiga juta frane, serta perwira yang membunuh Grosgurin harus dihukum. Apabila ini tidak dilakukan maka Menan akan di blokade. (Hall, 1988:672) Ultimatum dikirim pada tanggal 20 Juli. Pemerintah Mungthai menyetujui permintaan 2 dan 3 namun untuk permintaan yang ketiga mereka keberatan. Pada tanggal 25 Juli di saat pemerintah Muangthai tidak memberikan kepastian untuk menerima maka Prancis akan terus-menerus melakukan blokade di Menam. Kemudian dua hari setelahnya Muangthai menyetujui syarat-syarat ultimatum tersebut. Pada tanggal 3 Agustus blokade yang dilakukan Perancis ditarik. Karena pasukan Muangthai belum mengosongkan tapi Timur Mekong maka Perancis menduduki Chantabun. (Hall, 1988:673) Akan Tetapi keadaan tidak semakin membaik. Perundingan-perundingan yang dilakukan lebih menguntungkan pada pihak Prancis akan tetapi menurut Lord Rosebery hal ini melanggar kemerdekaan Muangthai. Selama perundingan tersebut Inggris terus-menerus menekan Prancis. pemerintah Muangthai berusaha sekuat tenaga untuk menolak permintaan Perancis akan tetapi Perancis terusmenerus mengajukan Ultimatum dan Muangthai menerima perjanjian tersebut pada tanggal 3 Oktober (Hall, 1988:674) HEGEMONI PERDAGANGAN BANGSA-BANGSA BARAT DI KAWASAN ASIA TENGGARA Ketertarikan bangsa Eropa pada Asia muncul dari keterbelakangan intelektual dan teknologi mereka, sepanjang musim dingin Eropa, kawanan binatang peliharaan tidak dapat bertahan hidup sehingga sebagian besar dari binatang tersebut harus disembelih dan dian dagingnya diawetkan, metode yang digunakan biasanya pengawetan dengan pengguna cuka dan penggaraman padahal pengawetan terbaik sesungguhnya adalah rempah-rempah mahal asal Indonesia, yaitu Lada, buah pala, bunga pala dan terpenting dari semuanya adalah cengkih (Ricklefs,2013). Rempah-rempah ini datang melalui jaringan perdagangan Asia yang didominasi kaum muslim dan tiba di Eropa khususnya melalui Vinesia. sedikit catatan perjalanan yang menceritakan tentang eksotis tanah Asia yang subur dan makmur, satu catatan perjalanan yang paling terkenal adalah kisah Marcopolo. Menurut Ricklefs, pada akhir abad ke-15 bangsa Spanyol dan Portugal yang memiliki tekad dan sarana mencari rute ke Asia, salah satu tujuan utama mereka adalah kepulauan Rempah yang terletak di kepulauan Indonesia bagian timur, walaupun tentunya saja meraka tidak tau tidak tahu dimana kepulauan itu berada, kenyataanya orang Eropa percaya bahwa buah Pala berasal dari Muscat (Oman) dan karena itu buah pala hingga sekarang disebut Muskaatnoot dalam bahasa Belanda, muskatnuss dalam bahasa Jerman, muscade dalam bahas Perancis. Bangsa Spanyol dan Portugis di Asia. Selama abad ke-15 bangsa Portugis melakukan eksploitasi keluar Eropa, koloni Eropa pertama di seberang Selat Gibraltar pada tahun 1415, Ceuta diserahkan kepada Spanyol pada abad ke-17 dan tetap menjadi kota Mandiri di bawah kekuasaan Spanyol satu dari sedikit Koloni Eropa di seberang lautan yang masih ada pada abad ke 21, orang-orang Portugis kemudian bergerak ke selatan menyusuri sepanjang pesisir pantai barat Afrika sambil berharap rute ini akan berbelok ke arah Timur menuju Asia. Menurut Suroyo pada saat itu orang-orang Portugis memiliki keyakinan akan menemukan tempat yang menjadi jalan pusat perdagangan rempah-rempah di Asia, yang disinyalir bertempat di India. Namun orang Portugis hanya mendapatkan rempah-rempah yang berasal dari pedagang Venesia, pedagang Venesia sendiri mendapatkan rempah-rempah tersebut berasal dari pedagang Mameluk, yang mereka mendapatkannya dari India melalui Teluk Persia dan Laut Merah, lalu mereka membawanya dan dijual kepada pedagag Venesia. Portugal memutuskan suatu hal untuk mematahkan monopoli yang terjadi antara pedagang rempah-rempah Venesia dan Mameluk Portugis pernah salah persepsi mengenai penggambaran Dewi Hindu sebagai perawan Maria yang terlihat sedikit janggal, ini menjelaskan bukti bahwa orang Portugis hanya memiliki prospek terbatas dalam perdagangan Asia karena barang-barang Eropa hampir tidak bisa bersaing dengan barang-barang yang sudah tersedia di pasar India, jadi orang Portugis harus mengambil pendekatan berbeda bukannya masuk Asia lewat jalur perdagangan mereka malah mencoba mendominasi perdagangan Asia dengan kekuatan militer, melihat luasnya Asia dengan luas wilayah Portugis membuat rencana ini gagal Walaupun demikian, kerja keras bangsa Portugis menerapkan strategi berani ini memberikan pengaruh signifikan di beberapa tempat. Afonso de Albuquerque yang bisa dibilang sebagai komandan angkatan laut terbaik di zamannya ditugaskan untuk menerapkan strategi ini Oma rencananya adalah merebut titik- titik Strategi dalam rute perdagangan Asia kemudian memproyeksi kekuatan angkatan laut Portugis hingga akhirnya mendominasi perdagangan, tahap pertama adalah penaklukan Socotra yang sekarang menjadi bagian Republik Yaman pada tahun 1507 di dekat Tanduk Afrika, Semenanjung yang terus dilanda krisis, kemudian Goa di pesisir barat India pada tahun 1510 (451 tahun) (Ricklefs, 2013). Albuquerque pun memutuskan menyerang Malaka, Malaka akhirnya jatuh ke tangan orang-orang Eropa setelah melalui serangkaian peperangan perpecahan internal di Malaka. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menjadi pertanda pudarnya keistimewaan kota itu dalam peta perdagangan Nusantara bagian barat bangsa Portugis beranggapan siapapun yang mengontrol kota pasti dapat mendominasi perdagangan Asia. sayangnya perdagangan Asia Ternyata jauh lebih rentan dari perkiraan mereka. para pedagang laut hanya perlu memutuskan untuk berkumpul di suatu tempat yang dimanfaatkan sebagai lokasi jual-beli, Setelah jatuhnya Malaka kegiatan semacam itu Kian ramai dilakukan. Bangsa Portugis serta merta mendapati perdagangan Asia terlepas dari genggaman mereka tetapi hal terbesar adalah kepulauan rempah-rempah yang jaraknya tidak jauh lagi. Pada tahun 1512 pelayaran pertama Portugis mencapai Kawasan kepulauan Maluku, kapal mereka karam di sana. Orang-orang Eropa Utara Menurut Ricklefs musim dingin di Eropa Utara membuat rempah-rempah, bahan pengawet dari kepulauan rempah Indonesia menjadi barang perdagangan terpenting. pada abad ke-16 Portugis menguasai hampir total monopoli pasokan rempah-rempah tersebut ke Eropa. di utara orang-orang Belanda bertindak sebagai makelar Lisbon dalam penjualan rempah-rempah, tetapi, kenyataan mereka beserta orang-orang Eropa Utara lainnya berambisi mendapatkan akses langsung atas Rempah, ini berarti memutuskan hubungan dengan Portugis. Persaingan antara orang Eropa utara dengan orang Iberia bukan hanya perkara komersial semata melainkan juga masalah-masalah agama, dalam konteks tertentu persaingan ini tidak benar-benar soal agama karena kita sedang membahas masalah sebelum nasionalisme menjadi sentimen yang dominan, sebelum konsep modern bangsa dan identitas nasional yang kita kenal sekarang seperti Jerman dan Italian didirikan, ketika kita membahas aktivitas perdagangan V.O.C. perlu dicatat bahwa banyak pejabat yang tidak bisa kita sebut sebagai orang Belanda tetapi orang-orang Skotlandia, Polandia, Swedia, Denmark, Norwegia, Prusia, Bavaria, Wurttemburg, Swis, Irlandia, Inggris dan seterusnya. agama yang merupakan terbentuk dari identitas terpenting, dalam konteks seperti kan ini telah menjebak dalam kebencian mendalam dan berdarah-darah akibat reformasi Protestan (Ricklefs, 2013).. Pelayaran pertama bangsa Belanda ke Asia Tenggara berangkat dari negeri Belanda pada tahun 1595 dan mengundang reaksi beragam, pelayaran ini dipimpin oleh seorang berkebangsaan Belanda yang juga pernah bekerja untuk Portugis yaitu Cornelis de Houtman sayangnya ia bukanlah pemimpin yang kompeten akibatnya sering terjadi konflik di antara awak kapalnya sendiri, dari total awak kapal 249 orang yang berangkat hanya 89 orang dari mereka yang selamat ketiga kembali pulang pada tahun 1597 De Houtman pergi ke Banten pada tahun 1596 yang telah menjadi pelabuhan di berpengaruh muslim, ia bermasuk membeli lada namun malah terjadi konflik dengan penduduk lokal dan juga orang Portugis yang ada di sana. jadi ia pun memutusukan angkat kaki dari tempat itu dan berlayar sepanjang pesisir utara jawa menuju Madura dan Bali tidak jauh berbeda dan sebelumnya ia tetap saja menciptakan konflik di beberapa tempat yang disinggahi, namun walaupun didera permasalahan semacam ini ekspedisi tersebut pulang dengan membawa cukup bahan rempah-rempah untuk menunjukkan keberhasilan mereka tetap meraup untung besar. Menurut Suroyo mulai dibentuknya V.O.C. kegiatan pokoknya ialah berusaha memonopoli perniagaan rempah-rempah. Rempah-rempah yang paling timbul di Maluku ialah pala serta cengkih. sedangkan di Banten ialah lada. Demi kebutuhan tersebut pada 1605. VOC berjaya untuk merampas benteng Portugis yang namanya diganti dengan Fort Victoria. Kemudian tahun 1606 VOC membangun Benteng di Ternate yang diberi nama Fort Oranje. Untuk menyelamatkan monpoli rempah-rempah di Maluku. Meskipun pertamanya VOC hanya menginginkan rempah-rempah di Hindia Timur. mulai l680 persekutuan dagang Belanda telah memperlebar kekuasaannya di Sri Lanka serta lndia. Sri lanka menjadi negara pokok karena menghasilkan kayu manis. sedangkaan lndia tekstil. Tekstil di India laku keras karena orang Eropa sudah menggilai tekstil India. VOC memperolehnya dari kantor dagang di Benggala, Surat dan Coromandel. V.O.C. bukanlah satu-satunya organisasi dagang pertama sebab Inggris sudah membuat struktur perusahaan semacam itu untuk mendukung koloniallisasi di Amerika Utara dan mencampuri urusan perdagangan rempah. kontak Inggris dengan kepulauan rempah di Maluku dimulai ketika Sir Francis Drake berlabuh di sana dalam pelayaran mengelilingi dunia pada tahun 1577 sampai 1580, bahkan sebelum pelayaran pertama Belanda. meskipun demikian Inggris adanya tidak sah antusias negeri tetangga mereka di seberang laut utara dalam perkara-perkara perdagangan rempah (Pusponegoro,2010). Pada 7 Pebruari 1602, tiba di Ternate 5 buah kapal Belanda (Gilderland, Zeeland, Utrecht, de Wachter dan sebuah kapal cepat berukuran kecil). Armada ini dipimpin Walfret Hermanzoon, tetapi tidak lama berada di Ternate karena peristiwa perampokan yang menimpa salah satu kapal mereka. Sebuah kapal kecil Portugis dengan memperalat orang- orang Tidore mendekati armada yang tengah berlabuh. Orang-orang Tidore itu lalu naik ke kapal Belanda dan merampok logistik berupa bahan makanan, tepung gandung, beras, anggur, minyak goreng, dan lainnya. Pada 7 Maret 1602, armada Belanda itu meninggalkan Ternate karena logistiknya telah menipis (Amal, 2006). Pada Juli 1605, tiba di Ternate sebuah kapal Inggris pimpinan Henry Middleton. Sebelumnya, kapal itu singgah di Makian dan membeli 16 ton cengkih. Transaksi ini mendapat reaksi keras terutama dari unsur-unsur VOC yang mulai eksis di Ambon. Henry Middleton adalah pedagang swasta (country trader) Inggris, yang datang membawa sepucuk surat dari Raja James. Isi surat itu meminta Sultan Saidi mengizinkan Inggris mendirikan pos dagangnya di Ternate. Saidi tidak begitu memperhatikan pentingnya nilai pershabatan dengan Inggris ketimbang Belanda. Dalam jawabannya, Saidi menyatakan bahwa orang Inggris tidak pernah membantu Ternate melawan Portugis dan berbuat terlalu sedikit sejak Francis Drake mengunjungi negeri ini pada 1579. Pada saat itu, Sultan Babullah pernah menitipkan sebuah cincin untuk Ratu Elizabeth “untuk memperingati aliansi Ternate-Inggris” (Amal, 2006), tetapi Inggris tidak pernah mengirim bantuan. Karenanya, Saidi menyurati Pangeran Mauritius dari negeri Belanda untuk memohon izin mengirim produk negerinya yang paling eksklusif ke Belanda, “teman danpembebasnya”, sebagai penukar pengiriman senjata yang tengah dinantikan. Sejak awal kedatangan Belanda, hal utama yang menjadi agenda pembicaraan Saidi dengan Belanda adalah soal senjata. Upaya mempertahankan diri adalah kebijakan pemerintahannya yang memperoleh prioritas tinggi. Saidi sadar bahwa antara 1580 hingga 1602, Spanyol telah mengirim 6 ekspedisi militer dari Manila untuk menggempur dan merebut kembali Gamlamo, Pada saat penyerbuan Spanyol atas ibukota Gamlamo terdapat 2 orang bobato Ternate yang berhasil meloloskan diri, masing-masing Jogugu Hidayat dan kapita Laut Kaicil Ali. Jogugu Hidayat memerintahkan Kaicil Ali (ketika itu baru berumur 20 tahun), dengan ditemani Kimalaha Aja segera berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Belanda. Dalam bulan Desember 1606, Kaicil Ali setelah menunggu selama 6 bulan, berhasil juga menemui Laksamana de Jonge yang baru saja tiba dari negeri Belanda. Dalam pertemuannya, Kaicil Ali memaparkan penyerbuan Spanyol atas Gamlamo, penangkapan Sultan Saidi dan keluarganya berikut sejumlah bobato dan pengasingan mereka ke Manila. Ali menjelaskan kepada de Jonge bahwa atas nama kerajaan Ternate dia meminta bantuan kompeni Belanda (VOC) agar mengenyahkan Spanyol dari kerajaannya. Laksamana Matelief de Jonge, setelah mendengar pemaparan Kaicil Ali, setuju memberi bantuan militer Belanda dengan beberapa syarat yang akan dirundingkan setelah de Jonge sendiri dan pasukannya tiba di Ternate. Pada tanggal 29 Maret 1607 de Jonge dan Kaicil Ali bertolak dari Banten menuju Ambon, setelah Kaicil Ali menerima persyaratan yang dituntut VOC atas bantuannya kepada Ternate mengusir Spanyol. Syarat yang diajukan VOC sangat sederhana, yaitu: pemberian hak monopoli perdagangan rempah-rempah, penyediaan sejumlah pasukan tempur, ijin mendirikan benteng dan pemukiman bagi penduduk Belanda, serta tanggungan Ternate atas biaya perang. Ali menyepakati syarat-syarat itu (Amal, 2006). Setelah Malaka jatuh, VOC menjadi tuan atas laut-laut Indonesia. VOC kini dapat mernperketat cengkeramannya pada produksi rernpah di Maluku. Di sini keadaan pada umumnyatelah bergeser dari buruk kemakin buruk. Sistem bayar di muka kepada produsen ataspanen yangbelumjadi masih terus berlangsung, dan pada 1628 gabungan utang penduduk Kepulauan Banda, Ambon, dan Maluku berjumlah 477.390 gulden. Praktis, tidak mungkin utang- utang ini akan bisa terbayar (Vlekke:2008). Penduduk itu sudah bangkrut, dan Kompeni bersiap mernanen konsekuensinya: ia merampas alat-alat produksi dan properti lain milik penduduk pulau itu dan praktis menurunkan derajat mereka jadi sekadar budak (Vlekke, 2008). Pada 1608 VOC mengangkat Gubernur pertama yaitu Paulus van Carden. Setelah tiba di Ternate gubernur VOC ini mulai mengatur serangan-serangan pasukan koalisinya atas Makian sebagai kantong kensentrasi Spanyol. Dan setelah itu Belanda lebih banyak mengurus bisnisnya daripada merancang dan melaksanakan serangan terhadap Spanyol. VOC juga mulai menjalankan hak monopolinya atas perdagangan rempah-rempah dan mengeruk kentungan sangat besar. Oleh sebab itu pada 1612, pimpinan VOC di negeri Belanda mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal VOC pertama yang berkedudukan di Ternate. Pada tahun 1623 sengit persaingan memuncak setelah upaya kerjasama dari kedua belah pihak gagal dengan jatuhnya peristiwa yang di Inggris dikenal dengan pembantaian Amboyna, Belanda menyiksa kemudian menghabisi nyawa 10 orang agen perdagangan Inggris, 10 orang Jepang dan seorang Portugis yang dituding terlibat konspirasi melawan V.O.C. menyusul kemudian skandal diplomatik di Eropa, Inggris mundur dari keterlibatan langsung di maluku dan beralih konsentrasi pada perdagangan lada di kepulauan bagian barat. di masa yang akan datang aktivitas utama E.E.I.C bukan lagi di asia tenggara, tetapi di India di situ E.E.I.Cmemupuk pondasi imperium Inggris. Rempah dan Tekstil Di Asia Tenggara sedikit banyaknya terdapat pelaku-pelaku kapitalis (khususnya dalam perdagangan antarbenua), institusi-institusi kapitalis dan metode-metode kapitalis, seperti juga di Eropa dan tempat-tempat lain. Bahkan kawasan ini dalam puncak kurun niaga telah berkembang lebih jauh dibanding dengan bagian dunia lain yang juga bertumpu pada perdagangan maritim, hanya saja kurang berkembang ke arah akumulasi dan mobilisasi modal milik pribadi dan perusahaan-perusahaan (Raid, 2011). Sementara itu, institusi kapitalis yang paling berhasil di Asia Tenggara (dan mungkin di seluruh dunia) dalam abad ke-17 adalah V.O.C (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Permintaan dunia akan rempah-rempah yang telah mendorong komersialisasi sepanjang kurun niaga itu, menjadi sebab mengapa kekuatan dunia kapitalis yang pertama itu mendirikan pusatnya di Jawa. Para pedagang maritim Asia Tenggara bukan satu-satunya yang dirugikan oleh perdagangan Belanda yang kaya dan solid itu dalam paruh pertama abad ke17, nasib yang sama juga menimpa sebagian orang Eropa. Namun kerugian yang diderita orang Asia Tenggara jauh lebih parah. Kota-kota di Asia Tenggara juga berkepentingan atas pasar yang baik fungsinya, keamanan hak milik, pemerintahan berdasar hukum, tetapi heterogenitas menyebabkan mereka lebih sulit mewujudkan hal-hal itu. Mereka tidak sanggup bertahan menghadapi persaingan ketat dalam abad ke-17, kecuali bila mereka bersatu dalam sebuah negara yang kuat demi kepentingan-kepentingan mereka yang berbeda. Kurun niaga berakhir dalarn krisis abad ke-17, ketika kota-kota dagang yang diperintah orang-orang Asia kehilangan tempatnya baik dalam perdagangan dunia maupun dalam masyarakatnya sendiri. Krisis itu lebih permanen di Asia Tenggara dan mungkin di seluruh Asia, dibandingkan dengan Eropa. Pernah diperkirakan bahwa peranan Asia Tenggara dalam perdagangan antarbenua jatuh baik abad ke-17 maupun abad ke-18 sementara Eropa hanya terhambat dalam abad ke-17 saja dan naik lagi dalam abad ke-18. Narnun pergeseran yang paling penting dalam jangka panjang bukannya menurunnya perdagangan secara mutlak, melainkan berkurangnya kepentingan perdagangan, para pedagang, kota-kota dan kosmopolitanisme dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Abad ke-17 tidak saja ditandai dengan pengunduran diri dari ketergantungan pada pasar internasional namun juga meningkatnya kebencian atas gagasan-gagasan asing. Negara- negara absolut yang terbentuk dalam persaingan perdagangan, perang dan tenaga kerja, makin banyak beralih pada penonjolan simbolis keunggulannya dalam bidang-bidang yang tidak memerlukan persaingan keras. Perubahan yang paling nyata tetapi juga paling mendasar dalam kurun niaga adalah bidang agama dan budaya masyarakat (mentalitas). Orang Islam dan Kristen seperti halnya orang Yahudi dan pengikut agama Cina, pada mulanya berada dalam keadaan yang di Afrika dinamakan "status karantina," diterima sebagai minoritas pedagang tetapi tidak diharapkan akan mengubah agama penduduk setempat atau menerima mereka. Keberhasilan utama Islam di wilayah bawah angin terjadi antara tahun 1400 dan 1650. Perbedaan tingkat hidup antara Asia Tenggara dan Eropa baru tampak sejak abad ke- 19. Sebelum akhir abad ke-17 sudah jelas bahwa Asia Tenggara tidak akan menempuh jalan yang ditempuh negara-negara kuat yang bersikeras menuntut bagiannya dalam perdagangan dunia. Karena kini Asia Tenggara telah kembali pada jalan tersebut sekali lagi, apa pun hasilnya, maka tahapan pertama kurun niaga kini menjadi lebih relevan. Sementara orang- orang Asia Tenggara secara bersemangat sedang membentuk masa kininya, maka mereka tidak perlu diusik oleh era kolonial, dengan kenangan mengenai melemahnya kekuatan politik, stratifikasi sosial dan kekayaan ekonomi yang terpaksa harus dilepas pada orang- orang lain. . Apa yang menyebabkan kemiskinan di Asia Tenggara dilihat dari hubungan antara penguasa dan rakyat, Pada masa itu, di Campa, rakyat tidak bisa memiliki barang berharga. Sedangkan orang Kamboja hanya bisa memiliki harta selama diperkenankan Raja. Di Tongking, Vietnam Utara, sudah menjadi kebijakan lstana untuk tidak membiarkan rakyat kaya karena dengan itu mereka akan sombong. ltulah sebabnya rakyat di Cochin-china, Vietnam Selatan, ingin tampak lebih miskin daripada yang sesungguhnya. Mereka menguburkan uang dan barang-barang berharga. Begitu pula di Siam (Thailand) penduduk berusaha menyembunyikan barang yang bergerak Selama abad keenam belas, produksi lada meluas baik di India maupun wilayah Indonesia guna menanggapi permintaan yang berkembang. Dari Malabar buah lada menyebar ke utara menuju Kannara, dari Sumatera Utara menyebar ke pantai barat pulau itu, masuk ke pedalaman Minangkabau, dan menyeberang ke Semenanjung Malaya. Sementara sekitar tahun 1500 India menyediakan pasokan bagi seluruh Eropa dan Timur Tengah, enam puluh tahun kemudian orang Portugis banyak membeli lada dari bawah angin, sementara kembali maraknya jalur Laut Tengah, sebagian besar mengambil pasokan dari Sumatera. Pada abad ke tujuh belas persaingan yang ketat antara pembeli Belanda, lnggris, Cina, dan Portugis terpusat di Asia Tenggara. Produksi di India 50 persen lebih mahal dan kehilangan keuntungan geografisnya untuk pasaran Eropa dengan dirintisnya jalur mengitari Tanjung Harapan. India sendiri mengimpor lada dari Indonesia pada paruh kedua abad ketujuh belas. Meskipun bercokolnya English East India Company tidak begitu kuat dibandingkan dengan Belanda di wilayah Indonesia, ia mengambil empat perlima dari kebutuhan ladanya dari kepulauan itu pada tahun 1660-an dan 1670an . Kita harus menyimpulkan bahwa sebenamya keseluruhan perkembangan pasaran intemasional dipenuhi oleh produksi Asia Tenggara, yang oleh karena itu produksinya pastilah meningkat dua sampai tiga kali lipat pada abad itu setelah tahun 1520. Menurut Raid pada tahun 1650-an orang Belanda dan Inggris membeli lada India dalam jumlah sangat kecil, karena lada produk Indonesia yang lebih murah menjadi makin melimpah Majunya perdagangan ini secara drastis menjadi kacau sejak tahun 1499 karena masuknya kapal-kapal Portugis ke Samudra Hindia. Orang-orang Portugis ini sedapat mungkin menenggelamkan atau merompak setiap kapal Islam yang mengangkut rempah- rempah. Sama sekali tidak ada rempah-rempah Maluku yang sampai ke bandar Italia melalui Timur Tengah antara 1502 dan 1520. Sebenarnya terdapat juga gangguan jangka pendek, termasuk konflik antara Venesia dengan Ottoman pada tahun 1499 dan dengan Mesir pada tahun 1505-1508, dan keadaan pemerintahan Mamluk yang tidak stabil sebelum ditaklukkan Mesir oleh Turki Ottoman pada tahun 1517. Tetapi yang terutama adalah ulah orang Portugis sehingga pelaut Islam dan bandarbandar di Samudra Hindia yang sudah mantap yang mengirim barang-barang dari Asia Tenggara ke Eropa (dan barangkali juga ke India) menjadi sangat rendah selama tiga dekade pertama abad keenam belas. Orang Portugis sendiri hanya membawa barang kurang dari seperempat dibandingkan dengan yang telah diangkut oleh armada Islam sampai mereka ini menguasai kerajaan Asia Tenggara yaitu Melaka pada tahun 1511. Dari tahun 1513 sampai 1530 orang Portugis mendapat keuntungan lebih baik, mendominasi pasaran Eropa dengan membawa masuk rata-rata lebih dari 30 ton cengkih dan 10 ton pala, sementara jalur Timur Tengah tetap memasukkan jumlah yang sedikit dan tidak teratur. lmpor lada Eropa mengikuti pola ekspansi yang diikuti oleh kemerosotan sekitar tahun 1500, dan baru setelah tahun 1530. Asia Tenggara banyak membantu mengatasinya, zaman perdagangan Asia Tenggara, oleh karena itu harus dibedakan benar dari "epos Vasco da Gama" yang oleh Panikkar dikatakan sejak tahun 1498. Sebaliknya, pertumbuhan permintaan akan basil bumi Asia Tenggara tampaknya dimulai relatif secara tiba-tiba pada tahun 1400, baik jika kita melihat data pasaran Laut Tengah maupun Cina, sementara adanya kemerosotan pada tahun 1500- 1530 terlihat sangat jelas (Raid, 2011). Pedagang Islam Jawa dan Melayu menghindari usaha orang Portugis untuk memonopoli rempah-rempah Maluku dan mengirimkan banyak cengkih dan palanya ke barat melalui jalur yang sama, yaitu melalui Aceh ke Mesir. Pengaruh Portugis di Maluku menurun setelah tahun 1550, dan pada tahun 1575 mereka kehilangan cengkeramannya di Indonesia bagian Timur di Tenate. Setelah itu "penduduk Maluku menolak untuk memberikan cengkihnya kepada orang Portugis, dan menjualnya kepada orang Jawa, yang seterusnya menjualnya di Melaka. Tetapi meskipun hanya membeli cengkih di pasar bebas, orang Portugis menurut catatan berhasil mengapalkan lebih dari 100 ton ke tanah airnya pada tahun 1580-an. Pendapatan cukai dari Melaka Portugis mencapai puncaknya pada tahun 1580-an, dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 1540-an. Keseluruhan pengiriman rempah-rempah yang sampai ke Eropa melalui jalur Portugis dan Islam pada tengah kedua abad keenam belas barangkali dua atau tiga kali lipat dari jumlah tonase yang tercatat oleh orang Portugis, dan sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan puncak pengiriman sebelumnya pada tahun 1490- an. Perdagangan di Manila Spanyol tumbuh dengan cepat dengan nilai tertinggi mencapai lebih dari 600.000 peso setahun pada tahun 1616-1620 dan tetap pada tingkat di atas 500.000 sampai tahun 1645, dan ketika perdagangan merosot secara drastis, nilainya hanya tinggal kurang dari separuh jumlah tersebut orang Belanda dan lnggris terlibat dalam persaingan lada dan rempah-rempah dari tahun 1596, dan berakibat tingginya harga serta sangat meluasnya produksi. Sementara hanya 5-8 kapal rempah-rempah yang sampai ke Eropa dalam setahun melalui jalur Portugis dan Islam-Venesia digabungkan pada dua dekade terakhir abad keenam belas, rata-rata 13,3 kapal Eropa kembali dari Asia setiap tahun pada tahun 1620-an. Hal ini menandai kemenangan menentukan jalur laut mengitari Tanjung Harapan. Beberapa kapal bermuatan Lada dari Aceh tetap dapat mencapai Laut Merah pada tahun 1616, tetapi ini segera hilang seluruhnya pada dekade berikutnya ketika pasar kerajaan Turki mendapatkan lada dari pengusaha kapal Eropa Barat (Raid, 2011). Lada tumbuh terlalu luas di Asia tropis sehingga memaksa VOC untuk memegang monopoli atau memanipulasikan pasar. Tetapi persediaan yang berlimpah berakibat turunnya harga dan bersamaan dengan itu berkurangnya pembelian di Asia. Pola pertukaran pada zaman perdagangan ini adalah, Asia Tenggara bertindak sebagai pengimpor tekstil dari India, perak dari negara-negara di Amerika dan Jepang dan barang tembaga, sutra, keramik, dan manufaktur lain dari Cina. Sebaliknya, Asia Tenggara menukarkannya dengan lada, rempahrempah, kayu-kayuan harum, damar, pernis, kulit penyu, mutiara, kulit rusa, dan gula yang diimpor dari Vietnam dan Kamboja. Penghasil rempah-rempah dan barang-barang ekspor lain sama sekali tidak mendapatkan keuntungan besar dari ledakan permintaan produk mereka. Keuntungan lebih dari 100 persen merupakan ha! yang umum pada setiap tahap dalam jalur yang dilewatinya di seluruh dunia. Tome Pires mencatat bahwa barang dagangan yang dibeli di Melaka seharga 500 rei sudah cukup untuk membeli satu bahar cengkih di Maluku, dan saat kembali ke Melaka akan laku antara 9 dan 12 cruzado-suatu kenaikan tujuh hingga sepuluh kali lipat. Banyak orang yang berbagi keuntungan ini, nakhoda dan anak kapal di berbagai sektor Melaka-Jawa dan Jawa-Maluku, para kapitalis yang mungkin telah memberi uang muka untuk pelayaran tersebut, penguasa dan pejabat pelabuhan Melaka, Temate, satu pelabuhan atau lebih di Jawa barangkali pelabuhan di Bali atau Sumbawa, dan pedagang eceran bahan makanan dan tekstil yang dibawa oleh kapal itu dari Jawa, Bali, atau Sumbawa untuk keperluan perdagangan di Maluku (Raid, 2011). . Pelayaran Bengala dan Koromandel tidak begitu terancam karena saingan dari Eropa dan terus berkembang selama sebagian besar masa abad ketujuh belas. Angka yang dikumpulkan oleh Prakash menunjukkan bahwa jumlah kapal Bengala yang mengangkut tekstil ke Asia Tenggara barangkali berada pada titik paling tinggi pada dasawarsa pertengahan abad itu, ketika terdapat sekitar enam buah perahu dalam perjalanan ke Aceh dan sering lebih banyak pelayaran ke Tenasserim untuk melayani Siam. Pada tahun 1680-an sekitar delapan buah kapal masih melayari seluruh Asia Tenggara, tetapi jumlah ini menurun menjadi tinggal satu atau dua kapal dalam setahun pada tahun-tahun terakhir abad tersebut. Ekspor Koromandel ke Asia Tenggara tampaknya tumbuh secara dramatis pada abad keenam belas dan sampai tahun 1620-an. Sejak itu sampai tahun 1640- an keadaaonya barangkali statis ketika ekspor VOC meningkat, ekspor Portugis dan Denmark merosot, Inggris memuncak pada tahun 1630-an sebelum turun lagi, dan ekspor dengan kapal-kapal Asia menurun perlahan-lahan. Orang Belanda memperkirakan pada tahun 1675 bahwa seluruh pantai Koromandel mengekspor senilai 10-12 juta gulden, setara dengan 100-200 ton perak. Sebagian besar ekspor ini adalah tekstil, untuk itu Asia Tenggara merupakan pasar utama sampai tahun 1650, clan sesudah prosentase itu dengan cepat meningkat, tekstil itu dikirimkan ke Eropa. Sekitar tahun 1620, dua pertiga pembelian tekstil oleh VOC dimaksudkan untuk dijual di Asia Tenggara proporsi ini turun menjadi sedikit di bawah sepertiga pada tahun 1652-1653 dan menjadi sekitar 15 persen pada akhir abad itu. Setelah menambahkan sejumlah kecil tekstil yang dibeli oleh Belanda di Gujarat dan Bengala untuk pasar di Asia Tenggara, tampaknya VOC sendiri memasukkan nilai tekstil India ke Asia Tenggara setara dengan sekitar 5 ton perak sekitar tahun 1620, dan 8-10 ton pada periode tahun 1640-1685, setelah itu jumlahnya menurun dengan cepat. Kecuali dengan usaha yang singkat untuk memonopoli pada tahun 1683-1685, VOC tidak pernah mengambil lebih dari sepertiga ekspor tekstil dari Koromandel. Sebelum tahun 1640 VOC mengambil bagian yang jauh lebih sedikit dari keseluruhan perdagangan ekspor India ke Asia Tenggara. Dan pada tengah kedua abad ketujuh belas, V.O.C memaksakan suatu pemusatan baru untuk penanaman cengkih di Ambon dan kepulauan lain yang berada di bawah pengawasannya di lepas pantai barat Seram. Secara bergilir, di setiap pemusatan, hampir seluruh penduduk pekerja dilibatkan dalam produksi cengkih, paling tidak selama musim panen raya.