Anda di halaman 1dari 28

RANGKUMAN KEDATANGAN BANGSA BARAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP BERBAGAI KEHIDUPAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara

Kelas C

Dosen Pengampu
Drs. Sumarjono, M. Si.

Oleh :
Anggi Eka Saputri (180210302111)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KEDATANGAN BANGSA-BANGSA BARAT DI ASIA TENGGARA
Portugis
Pada akhir abad pertengahan orang Portugis telah siap sebagai pimpinan usaha orang
Eropa melaksanakan kegiatan pada rute perdagangan di Lautan Hindia. Pada saat itu di
bawah pimpinan Vasco da Gama, mereka menghadirkan diri untuk pertama kali di Samudera
Hindia dengan bekal pengalaman serangkaian eksplorasi panjang dan dengan suatu
keinginan nasionalisme yang sangat membara untuk menghancurkan islam. Namun,
keinginan Portugis justru menemui halangan dan rintangan. Portugis dihadapi perlawanan
ketat dari pedagang Arab dan Muslim lainnya, namun Portugis pun dengan cepat
memperluas kekuasaan dan pengaruhnya. Menurut Francisco de Almeida, beliau bertujuan
untuk menguasai perdagangan di Pantai Malabar, disaat bersamaan mereka juga memberikan
tekanan untuk memperluas pengaruh ke Laut Merah atau Selat Malaka. Namun, menurut
Alfonse de Alburqueque dalam hal menegakkan supremasi perdagangan di Samudera
Hindia, maka perlu menduduki dan menguasai titik strategis untuk mengendalikan
perdagangan yang mengahsilkan pendapatan yang cukup (Hall, 1988)
Hubungan Portugis dengan kerajaan yang lebih kuat di daratan Indo-China pun harus
puas memainkan peranan yang sederhana daripada di Malaka dan pulau-pulau rempah.
Banyak orang dari Portugis menjadi orang bayaran dalam pasukan raja. Dengan perjanjian
dagan dengan Siam, mereka diperkenankan berdagang di ibu kota Ayut’ia, di Mergui dan
Tennaserim di Teluk Bengala, dan di Patani dan Nakon Srit’ammarat di Pantai Timur
Senenanjung Melayu. Di Siam Portugis tidak pernah berusaha mendapatkan kekuasaan
pemilikan tanah; raja sangat kuat(Hall, 1988). Jadi hanya di Burma sampai akhir abad XVI
Portugis memiliki penguasaan atas tanah. Dan dari Pertengahan abad XVI
perampokperampok Portugis bertempat tiggal di dalam jumlah besar di Dianga, dekat
Chittagong, kemudian di daerah kekuasaan Arakan. Maka dari itu, penguasaan Portugis di
Asia Tenggara cenderung berfokus di daerah Malaka dan di pulaupulau yang menghasilkan
rempah-rempah.
Spanyol
Setelah melihat apa yang dilakukan oleh Portugis, kemudian Spanyol juga melakukan
hal serupa. Ekspedisi yang dilakukan Spanyol dipimpin oleh Ferdinand de Magelhaens.
Awalanya, ekspedisi yang dilakukan Magelhaens ini hanya dalam rangka keliling dunia.
Pada tahun 1521, kapal Magelhaens datang di wilayah Ternate dan Tidore pada saat
perjalanan pulang. Pada waktu yang bersamaan, Portugis mengajukan protes pada Spanyol
yang menyatakan bahwa munculnya kapal Spanyol berada di Pulau rempah-rempah itu
merupakan pelanggaran terhadap perjanjian Tordesillas yang sudah ditandatangani antara
kedua negara pada tahun 1494. Keputusan Paus tahun 1493 telah memisahkan dunia
kepentingan masing-masing dengan satu garis yang ditarik dari kutub utara ke kutub selatan
100 mile ke barat dan selatan dari Azores dan pulau-pulau Tanjung Verde (Hall, 1988).
Namun, tidak ada sesuatu yang dikerjhakan setelah pemisahan dunianya masing masing
kedua kekuatan itu sebegitu jauh mengenai bagiannya masing-masing.
Sebagai akibat dari protes Portugis itu, diadakan konferensi ahli pada tahun 1524 dan
gagal menyepakati lokasi yang tepat dari Maluku. Oleh karena itu,Spanyol mengirim 7 buah
kapal melalui selat Magellan untuk melindungi tuntutannya atas pulau itu. Hanya satu dari
kapalnya yang mencapai pulau itu dan diterima baik oleh Tidore. Namun, peperangan pun
terjadi antara Portugis yang bersekutu dengan Ternate dan Spanyol bersekutu dengan Tidore.
Namun, kekurangan bantuan dari Cortez di Meksiko membuat Spanyol harus membuat
perjanjian dengan Portugis. Hasilnya, yaitu Spanyol setuju menghentikan eksplorasi 17
derajat ke sebelah timur Maluku (Hall, 1988).
Inggris
Orang Inggris terlihat terlambat dalam memulai eksploitasi rute Tanjung ke Lautan
Hindia dan di luar itu tidak ada jalan lagi kecuali kurangnya perhatian perdagangan di Timur.
Pelayaran John Cabot dari Bristol dalam pemerintahan Henry VII dilaksanakan dengan
tujuan mencapai pasar-pasar besar rempahrempah dan sutera di Asia Timur(Hall, 1988).
Penemuan Amerika sempat membuat ekspedisi ke Asia Timur mengalami penundaan.
Setelah melalui beberapa penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Perusahaan Muscovy,
Anthony Jenkinson, John Newbery, dan Ralph Fitch hingga pada abad XVI sampai pada
kesimpulan bahwa saudagar-saudagar London menyadari bahwa satu-satunya jalan yang
praktis adalah mengelilingi Tanjung Harapan.
Setelah sekian lama, kesulitan-kesulitan pun muncul menghalangi orang Inggris
dalam rangka mengeksploitasi rute Tanjung Harapan ini. Selama bagian abad pertengahan
pertama abad XVI kekurangan pengetahuan mengenai perdagangan dan pelayaran di
Samudera Hindia cukup menyulitakan Inggris(Hall, 1988). Portugis yang selangkah lebih
maju dari Inggris tidak mau menunjukkan operasinya ke Timur itu. Para pelaut Portugis pun
tidak ada yang bersedia untuk bekerja di Inggris dan tidak boleh warga Inggris yang ikut
berlayar ke Timur dengan Portugis. Walaupun pertengahan abad kedua itu pengetahuan ilmu
bumi sudah berkembang pesat, namun Inggris tetap saja mengalami berbagai macam
kesulitan yang membuat tidak menghasilkan barang-barang yang laku dijual di negeri tropis
itu. Selain itu, kapal-kapal yang digunakan pun harus mampu memuat barang dengan muatan
besar sehingga terdapat ruangan yang cukup.
Pada saat Philip II menguasai Spanyol berhasil menguasai takhta kerajaan Portugal
pada tahun 1580, beliau kemudian mengundang musuh Spanyol untuk menghancurkan
kekaisaran Portugis. Seiring berjalannya waktu, justru para saudagar-saudagar Inggir lebih
memilih jalan serangan langsung terhadap monopoli daripada mendukung kemerdekaan
Portugis. Hal ini dilatarbelakangi oleh kekalahan armada pada tahun 1588 yang membuat
para saudagara mengajukan petisi kepada ratu agar memperkuat perdagangan di rute
Tanjung. Alhasil pada tahun 1587, Drake berhasil menangkap kapal Portugis San Philipe
saat ke luar dari Azores dengan muatan rempah-rempah yang bernilai (Hall, 1988). Dengan
itu, mereka menunjukkan bahwa perdagangan dapat dibuka melalui antara India Selatan dan
Philipina tanpa melewati benteng Portugis dan Spanyol manapun. Selanjutnya, pada 1591
dikirim ekspedisi dengan tiga buah kapal dari Plymouth di bawah George Raymond dan
James Lancaster menuju ke Hindia Timur melalui rute Tanjung.
Armada Lanchaster berangkat bulan Pebruari 1601 dan tiba di Aceh tanggal 5 Juli
1602 terus berlayar ke Banten di mana ijin telah diperoleh untu mendirikan kantor dagang.
Kemudian pulang dengan membawa muatan rempahrempah. Lancaster tidak mengalami
perlawanan dari Belanda yang telah lebih dahulu berdagang di Hindia Timur (Hall, 1988).
Banten adalah tempat terbaik bagi kantor dagang Inggris yang pertama itu, karena tempat
tersebut menjadi pusat perdagangan baik dari pribumi atau setempat sampai junk-junk Cina
yang membeli rempah-rempah, terutama merica dan Banten ini menjadi markas besar
perdagangan Inggris di Nusantara sampai tahun 1682.
Belanda
Ketika Belanda menerima tugas untuk merengkuh perdagangan dari tangan Portugis,
mereka sudah memiliki kemajuan tertentu yang menyebabkan mereka selangkah lebih baik
dari saingan lainnya. Penangkapan ikan nya yang sudah meluas yang berkorelasi lurus
dengan pembinaan kapal yang baik, metode keuangan yang up to date menjadi kelebihan
Belanda dari saingannya. Namun, Belanda memiliki keraguan mengenai ekspedisi ini
dikarenakan kekurangan pengetahuan mengenai pelayaran di Samudera Hindia. Pada tahun
1592, Jan Huygen van Linschoten yang sempat menghabiskan waktu di Portugis dan Goa
selama 4 tahun, kembali ke negaranya dengan membawa pengetahuan mengenai
perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia. Kemudian, bukunya berjudul Reysgeschrift
van de Navigation der Portugaloysers in Orienten yang diterbitkan tahun 1595, dan itenario,
Voyagie ofte Schipvaert van Jan Huygen val Linschoten naar Oost—ofte Portugaels Indien
pada tahun 1596, berisi informasi praktis mengenai situasi perdagangan dan pelayaran di
Samudera Hindia (Hall, 1988).
Dalam tahun 1595 ekspedisi pertama Belanda berangkat ke Hindia Timur melalui
rute tanjung. Dibiayai oleh sebuah sindikat yang terkenal sebagai Compagnie van Verre.
Ekspedisi ini dipimpin oleh Cornelius de Houtman yang beberapa tahun sempat menjadi
pedagang di Lisabon. Beliau telah mempelajari mengenai Samudera Hindia lewat Linschoten
dan jalan menuju ke Samudera Hindia telah ditetapkan oleh ahli pembuat peta yang
merupakan teman dekat Linschoten, Plancius dan menggunakan Reysgeschrift (Hall, 1988).
Dalam tahun 1598 tidak kurang dari 5 ekspedisi, jumlah seluruhnya 22 kapal telah
meninggalkan Belanda menuju Hindia Timur, tiga belas kapal melewati Tanjung dan
sembilan kapal melewati Selat Magellan. Kapal-kapal tersebut ada yang singgah di
Sumatera, Kalimantan, Siam, Manila, Canton, Jepang, dan Banten. Kapal yang dikomandoi
Jacob Van Nick dan Van Warwijk dan Van Heemskerck adalah kapal yang membawa
keuntungan yang besar (Hall, 1988). Beliau sampai ke Banten dan berbudi baik sehingga
beliau dihargai dan dihadiahi piala emas dan membawa kapal yang membawa merica dengan
muatan penuh. Tak hanya itu, beliau juga melanjutkan perjalanannya ke Ambon dan
menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Banda. Kemudian, ia disana mendirikan
kantor dagang di Lonthor dan kembali ke Belanda pada tahun 1599, sedangkan Van Warwijk
terus berlayar ke Ternate dan kembali ke Belanda pada tahun 1600.
Wybrand van Warwijk memimpin armada pertama yang terdiri dari 15 kapal yang
dikirim perusahaan untuk berlayar ke Hindia Timur. Kapal ini ditujukan untuk menyerang
Portugis(Hall, 1988). Perusahaan baru kemudian didirikan di Jawa, Ujung Pandang, dan di
daratan India (Surat, Masulipatam, dan Petapoli), hubungan-hubungan dijalin dengan
Srilankadan hendak melaksanakan hubungan dengan Cina dan Jepang. Tahun 1609, Belanda
kembali mendapatkan Kepulauan rempah-rempah yaitu pendudukan Pulau Banda. Untuk
menguatkan kedudukan mereka, Belanda mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal
Hindia. Dan pada saat yang bersamaan, Inggris mulai mengembangkan usaha
perdagangannya hingga menimbulkan persaingan dengan Inggris.
Prancis
Kedatangan Prancis di Asia Tenggara awalnya dipelopori oleh seorang pendeta atau
misionaris gereja Roma Katolik. Nama misionaris tersebut adalah Piedmontese Jesuit Father
Giovanni-Maria Leria tiba di Vientiane pada tahun 1615. Ia datang ke Asia Tenggara
bertujuan untuk menjalankan misi Kristen di negeri itu. Adapun dalam menjalankan misi
Kristen ini, beliau menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut berasal dari
Buddhisme dari negara tersebut dan tentangan Pendeta-pendeta Budha (Hall, 1988).
Menjelang tahun 1625, misi ke Cochin-China yang diangkat Portugis untuk teritorial
Nguyen, mendapat janji manis hingga diputuskan untuk membuka yang lain di Tongking. Ini
adalah karya Alexander dari Rhodes yang datang kesana tahun 1627, namun diusir dari
tahun 1630(Hall, 1988). Karya yang digunakan oleh Portugis adalah Katekismus yang
berbahasa Vietnam dari Alexander Rhodes yang dicetak di Roma pada pertengahan abad.
Kemudian pada tahun 1662, Prancis mendirikan basis operasinya di Ayut’ia. Dari
sini misi-misi dikirim ke Kamboja, Annam, dan Tongking. Missi di Prancis di Ayut’ia telah
mengirim pulang ke negerinya hasil suksesnya yang menyebabkan istana Versailles dengan
senang dapat harapan yang menyebabkan perubahan agama orang Siam menjadi Kristen
sangat terbuka. Tahun 1673, Mgr. Pallu, yang berkunjung ke Eropa kembali ke Siam
membawa surat pribadi Louis XVI untuk raja.
Meskipun demikian oposisi dari kedua Jesuit dan Portugis, mereka tetap melanjutkan
dan Lambert de la Motte dan Pallu tetap memimpin usaha. Tetapi mereka berbuat hanya
menempatkannya sebagai pedagang yang bekerja sama dengan Compagnie des Indes Orien
taux ( Perusahaan Hindia Timur). Ketika pada tahun 1682, Belanda memaksa semua saingan
eropanya untuk meninggalkan Banten, segera setelah itu Roma melarang missionaris-
missionaris terlibat di dalam perdagangan yang sangat mempengaruhi keadaan Prancis di
Vietnam(Hall, 1988). Kegagalan campur tangan Prancis di Muangthai menyebabkan
keruntuhannya, dan pada tahun 1693 vicariate timur pindah ke Dominican Spanyol di
Manila.
KONFLIK BANGSA-BANGSA BARAT DI KAWASAN ASIA TENGGARA
Konflik di Indonesia
Pada tahun 1860 perjuangan menentang Tanam Paksa mendapat semangat baru
sebagai akibat dua buah penerbitan. Satu berupa novel, Max Havelaar, ditulis oleh Edward
Douwes Dekker. Di situ Dekker menceritakan kariernya sebagai seorang pegawai yang
bebas dari Jawa Barat yang telah dilepaskan, menurut keterangannya, karena membela
orang-orang Jawa menentang tekanan yang dijalankan terhadap mereka di bawah Tanam
Paksa, ini merupakan karya sastra bernilai tinggi, salah satu sumbangan yang paling
mengejutkan bagi kesusasteraan prosa Belanda dalam abad XIX. Mendapatkan sokongan
luas bagi kampanye Liberal melawan kekuasaan pemerintah atas Tanam Paksa di Jawa.
Pengaruhnya ditambah nilainya oleh selebaran-selebaran Isaac Fransen vander Putte, dan
terutama satu yang berjudul The Regulation of Sugar Contracts in Java. Ia bekerja pada
sebuah pabrik gula yang berhubungan dengan hasil tanam paksa dan kemudian, sebagai
penanam tembakau di ujung timur Jawa, menjadi kenal dengan perkebunan bebas. Ia
menunjukkan dalam tulisan-tulisannya mempunyai pengetahuan yang begitu baik tentang
kondisi di sana hingga tahun 1863 pemimpin Liberal Thorbecke mengangkatnya sebagai
Menteri Urusan Koloni di dalam Kabinetnya. (Hall, 1988).
Selama masa jabatan Van de Putte (1863-1866) segala sesuatunya bergerak ke arah
usaha bebas, kekhususan Liberal untuk mengakhiri tekanan ekonomi. Pandangannya sendiri
adalah bahwa pajak langsung harus menggantikan penyerahan-penyerahan dibawah tanaman
paksa, dan pengusaha perseorangan harus bebas mendapatkan tanah dan tenaga kerja.
Namun, batig saldo tidak dihapuskan. Beberapa kebijakan yang merugikan dihapuskan
seperti sistem prosentase misalnya, dimana pejabat-pejabat Eropa menerima komisi atas hasil
tanam paksa telah dihapuskan, dan dilarang lebih dari seperlima tanah yang bisa ditanami
dipakai untuk tanaman pemerintahan. Pada tahun 1864 ditempuh jalan Comtabiliteitswet,
yang mempersyaratkan bahwa dari tahun 1867 seterusnya budget untuk Hindia yang harus
disyahkan setiap tahun oleh parlemen negara induk. Tindakan yang lain berguna adalah
penghapusan buruh paksa di daerah hutan tahun 1865. (Hall, 1988)
Undang-undang Gulanya de Waal tahun 1870 menunjukkan titik puncak perjuangan
melawan Tanam Paksa. Ini mengandung bahwa pemerintah akan menarik diri dari
penanaman tebu secara bertahap dalam 12 tahun mulai tahun 1878 dan memperkenalkan
penjualan bebas tebu itu di Jawa. Undang-undang Agraria de Waal tahun 1870 melahirkan
masa keagungan pengusaha pengusaha perseorangan. Maksudnya memberikan kebebasan
yang lebih besar dan keamanan bagi pengusaha perseorangan dengan memberikan
kemungkinan para kapitalis perseorangan mampu memperoleh dari pemerintak hak sewa
yang dapat diturunkan selama kurun waktu sampai 75 tahun, dan untuk menyewa tanah dari
pemilik pribumi dengan perjanjian jangka pendek tergantung pada kondisi tertentu. (Hall,
1988)
Perkembangan Jawa antara tahun 1830 dan 1870 sangat berlawanan dengan tidak
terabaikannya daerah Pendudukan Luar yang merupakan ciri khusus kurun waktu itu. Perang
Jawa yang diikuti oleh perjuangan dengan Belgi membalikkan politik yang bersemangat dari
yang sedang dijalankan. Hanya dengan kesulitan besar sekali Jenderal Cochius mampu
menguasai kekuatan cukup untuk menghentikan Perang Padri tahun 1837 dengan menduduki
Bonjol yang telah direbut. Kemudian pemerintahan induk negeri memberikan
instruksiinstruki bahwa di masa mendatang harus ada sedikit mungkin campur tangan dalam
kekuasaan-kekuasaan pemimpin pribumi di luar Jawa. (Hall, 1988)
Ekspedisi Belanda ke pulai Bali tahun 1848 dan 1849 mengahdapi perlawanan yang
ganas. Konsekuensi dari yang terakhir itu mereka menganeksir beberapa daerah, dan
pemimpin-pemimpin daerah sisanya secara resmi mengakui kedaulatan Belanda. Raja-raja
Bugis di Sulawesi juga berbuat banyak untuk menyulitkan, dan terjadi perang hebat tahun
1858 dan 1859 menentang Bone sebelum kekuasaan Belanda sedikit banyak dominan atas
bagian barat daya pulau itu, terutama melalui kesetiaan dinasti Aru Palaca. Tetapi keributan
lebih besar datang lagi kemudian. (Hall, 1988)
Aceh, musush ebuyutan Portugis dalam abad XVI, telah berada di bawah sultan
Iskandar pada awal abad XVII merupakan sebuah negara yang banyak menguasai Sumatera.
Perjanjian London (1824) telah memberikan tugas kepada Belanda untuk melindungi laut
sekitar Aceh dari perompakan, tetapi mereka berpendapat dengan kekuatan sebab orang-
orang Aceh merupakan kepala perompak di sana hingga mereka tidak dapat secara
memuaskan melaksanakan tugasnya tanpa menduduki pelabuhan-pelabuhan penting negara
itu. Berdasarkan perjanjian itu mereka tidak berbuat demikian karena mereka telah berusaha
menghormati kedaulatan negara itu. (Hall, 1988)
Perang ini juga ternyata yang terlama dan terhebat dalam sejarah kolonial Belanda.
Juga menarik lebih banyak pendapat umum di Holland daripada perjuangan kolonial
manapun sebelumnya. Mulai April 1873 dengan pengiriman sebuah pasukan expedisi kecil
Belanda yang terlalu lemah bagi tugasnya dan harus ditarik. Bulan Desember tahun itu
pasukan yang lebih besar dibawah Jenderal Van Swieten mendarat di Aceh dan dalam
beberapa minggu merebut Keraton Sultan. Ketika segera sesudah itu, beliau meninggal
operasi-operasi mengambang dalam harapan bahwa penggantinya akan menandatangani
perjanjian yang menerima kedaulatan Belanda tergantung pada jaminan otonominya dalam
masalah yang terjadi dalam negeri. Tetapi sebagai gantinya Belanda menghadapi
pemberontakan besar dan umum, dimana pemimpinpemimpin setempat dan pemimpin-
pemimpin agama dimana-mana mengambil pimpinan. Perang Gerilya menjadi keharusan
pada waktu itu, dan Belanda menghadapi suatu problema yang nampaknya tidak terpecahkan.
Ketika mereka mendapatkan beberapa kemenangan dan berusaha berunding, peperangan
segera pecah lagi. Pasukan mereka dihancurkan oleh kolera, dan tangan komandan mereka
terikat pada perintah-perintah dari atas untuk membatasi operasi militer sejauh mungkin.
(Hall, 1988)
Antara tahun 1878 dan 1881 Jenderal Karel Van Der Heyden memaksa begitu banyak
pemimpin untuk menyerah sehingga Batavia melompat pada kesimpulan bahwa perlawanan
telah patah. Karena itu mulai mendirikan pemerintahan sipil. Keputusan itu keputusan yang
menghancurkan; peperangan menyala lagi dengan segala kekuatan lamanya, dan pemimpin-
pemimpin agama menyatakan perang suci melawan orang-orang kafir. (Hall, 1988)
Kolonel Deykerhoff, yang memiliki jabatan tahun 1892, percaya bahwa metode yang
paling baik untuk mendapatkan kemenangan atas seorang pemimpin yang paling berkuasa
dan memberikan padanya suplay yang diperlukan untuk memungkinkan dia menaklukkan
yang tidak patuh. Tahun 1893 Teuku Umar, seorang pemimpin yang telah menyerah, ditarik
untuk bekerja pada pemerintah dan diperkenankan membentuk pasukan yang bersenjata
lengkap yang terdiri dari 250 orang. Operasinya berhasil dan pasukan Belanda menduduki
kembali ditrik yang ditaklukkan kembali dan mendirikan garis baru. Tiba-tiba kemudia bulan
Maret tahun 1896 ia dengan pasukannya menyerang pada musuh. (Hall, 1988)
Operasinya yang pertama menghasilkan penaklukan ditrik Pidie, jantungnya
pemberontakan, dimana penuntut kesultanan, Teuku Umar, dan Panglima Polim pemimpin
yang lain, bergabung. Pada tahun 1899 Belanda menguasai Aceh sendiri dan pemimpin-
pemimpin pemberontak diburu memasuki teritorial luar tanah Gayo dan Alas Awal tahun itu
Teuku Umar, seorang pelarian sejak Pide ditaklukkanm telah diserbu di pantai barat dan
terbunuh. Selama tahun itu dan tahun berikutnya semua perlawanan telah dihancurkan dan
operasi besarbesaran telah ditinggalkan. Untuk mempertahankan perdamaian dalam negeri
dan keributan pemimpin yang masih terjadi maka dibentuk pasukan gerak rapat kecil. Bulan
Januari 1903 ia menyerah dan pada waktu yang sama Panglima Polim yang besar itu
menyerah. (Hall, 1988)
Operasi terakhir adalah kemudian diserahkan oleh van Heutsz kepada Letnan
Kolonel van Daalen. Bulan Januari 1904 ketika van Heutsz meninggalkan Aceh menjadi
Gubernur Jendral, sebagian besar pemimpin-pemimpin yang penting telah menyerah, tetapi
penentang belum lagi terdepak keluar. Perlawanan beberapa diantaranya berlangsung sampai
tahun 1908, dan hanya akan berhenti dengan mengasingkan si penuntut kesultanan dan
sejumlah pemimpin yang lain ke Ambon. Bahkan kemudian diperlukan untuk
mempertahankan pemerintahan militer selama 10 tahun yang lain. (Hall, 1988)
Konflik di Malaya
Disamping pertengkaran ke dalam di antara pemimpin-peminpin Melayu sendiri,
terdapat masalah serangan masal yang sedang tumbuh dari pekerjapekerja tambang Cina di
daerah timah dari pertengahan abad itu. Kamp pertambangan dengan ribuan pekerja telah
meluas di abad itu. Larut telah diperintah dari tahun 1850 oleh seorang pemimpin Long Ja’far
yang telah menghimbau ribuan orang-orang Cina untuk datang ke
pertambanganpertambangan timah disana. Mereka terbagi di antara dua masyarakat besar
yang bermusuhan, Ghi Hins dan Hai Sans, dan di bawah pemerintahan anaknya, Ngah
Ibrahim kelompok mereka yang berkelahi telah menjadi tidak saling menghargai.
Tahun 1863 Inggris memulai apa yang disebut Perjuangan diplomasi yang serius
dengan Belanda mengenai pelanggaran-pelanggaran mereka yang diumumkan dari perjanjian
1824 dengan memperluas miliknya di Sumatera. Kamar Dagang Singapura telah mengeluh
bahwa dengan menguasai pelabuhan-pelabuhan tertentu di pantai Timur yang terbuka bagi
perdagangan Inggris Belanda telah memberitahukan raja-raja bahwa perjanjian yang telah
dibuat oleh pendahulu pendahulunya tidak lagi berlaku dalam rangka pertukarannya terjadi
bahwa Belanda berkeinginan memenuhi permintaan permintaan Inggris sebagai imbalan
secara bebas berhubungan dengan Aceh yang perompakan perompakannya telah
menyebabkan kesulitan kedua belah pihak selama setengah abad. (Hall, 1988)
Tahun 1873 Belanda mulai dengan perang penaklukan yang panjang di Aceh. Bulan
September tahun itu Lord Kimberley memulai perubahan politik di dalam masalah-masalah
orang-orang Melayu yang meliputi peninggalan secara terbuka politik non-intervensi. Dalam
instruksinya kepada pengganti Ord sebagai Gubernur Straits Settlements, Jenderal Sir
Andrew Clark, ia mengatakan padanya untuk menggunakan pengaruhnya dengan pangeran-
pangeran pribumi untuk menyelematkan “negeri mereka yang subur dan produktif itu dari
kehancuran yang akan menimpanya jika kekacauan yang sekarang terus tidak dapat
dikuasai.” Satu fasal berikut dari instruksi Sir Andrew Clark berisi pendapat terbatas
mengenai garis pendekatan untuk masalah itu.
Tahun berikutnya tindakan keras harus juga dilaksanakan di Persk, dimana tanggal 2
Nopember, J.W.W. Birch, Residennya yang pertama terbunuh. Sir Andrew Clark harus
meninggalkan Singapura bulan Mei sebelumnya untuk menjadi anggota Dewan Gubernur
Jenderal di India. Penggantinya Sir William Jervois mengunjungi seluruh negara dengan
sejumlah kekuatan yang diperlukan melaksanakan penekanan, terutama lembaga penjualan
budak, yang secar nyata buruk dalam segala hal. Tindakan dan sikap Birch sendiri merupakan
sebab kehancuran itu, harus sejelas-jelasnya dinyatakan bahwa komplotan itu agak
menentang Perjanjian Pangkor sendiri daripada terhadap alat yang dipilih untuk
melaksanakannya. Pemimpin-pemimpin yang masuk ke dalam Perjanjian itu itu telah
dikatakan tadi, apakah tidak atau sepenuhnya menyadari siapa yang terlibat atau, jika mereka
menyadari, tidak akan serius perhatiannya untuk menghormati kontrak itu. (Hall, 1988)
Pemberontakan itu telah ditekan oleh suatu ekspedisi yang kuat dengan memburu
pembunuh-pembunuh dan pembantu-pembantunya. Untuk beberapa waktu terdapat bahya
suatu pemberontakan orang-orang Melayu dan diperlukan bebrapa tahun untuk mengebalikan
tegaknya hukum dan ketertiban. Tahun 1878, ketika seorang Residen ditugaskan untuk
melampaui kekuasannya. Gubernur mengeluarkan peraturan jika residen tidak mengindahkan
prinsip yang telah ia nasehatkan saja dan menjalankan fungsi-fungsi seorag raja maka ia akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap setiap kerusuhan yang timbul. Karena setelah perang
Perak tidak ada lagi keributan selanjutnya. Orang-orang Melayu menyerah, pemimpin
pemberontakan telah diusir, dan Residen dapat terus dengan tugas pembangunannya dalam
situasi yang jauh lebih banyak menyenangkan. (Hall, 1988)
Orang-orang Cina terlalu senang tinggal dan bekerja di Larut, dan masyarakat tidak
terpengaruh kericuhan yang menggoncangkan bagian Perak yang lain. Semua negara yang
terlindungi masih tergantung pada tambang timah untuk pendapatannya. Sampai praktis pada
akhir abad itu perkembangan ekonomi Semenanjung hampir seluruhnya di tangan orang
Cina.
Semua Undederated States itu mempunyai Penasehat-penasehat yang fungsinya
berbeda dari penasehat-penasehat Residen. Penasehat mempunyai hak dimintai pendapatnya
oleh raja dalam segala masalah, tetapi tidak mengeluarkan perintah apapun. Ia dapat
menentang bila raja tidak mengikuti nasehatnya, tetapi biasanya berusaha menghimbaunya
untuk menerima pendapatnya dan menggunakan kekuasaannya sesedikit mungkin, bahkan
memberi jalan bila masalahnhya tidak penting sekali. (Hall, 1988)
Konflik
Pada tahun 1847 Prancis mencoba memaksa Thieu-Tri pengganti MinhMang
menyerah dengan memamerkan demonstrasi angkatan laut yang berada di Tourane.
Komandan lapierre, dengan kapal Glory dan Victoryuse datang untuk meminta jaminan
keselamatan bangsa Perancis yang ada di sana. Thieu Tri menunggu sebulan untuk
menjawab. Selama itu dia menghimpun sejumlah pasukan di Tourane dengan memberikan
alasan sebagai persiapan jamuan besar kepada utusan Prancis. diundang lah 2 perwira kapal
dari Perancis Di mana mereka akan dibunuh kapal-kapal mereka diserang dan dibumi
hanguskan ketika undangan ditolak kapal milik Vietnam yang berada di pelabuhan
menyerang kedua kapal itu. Namun Perancis berhasil menyelamatkan diri. (Hall, 1988:620)
Pada tahun 1848 dia digantikan oleh anaknya, kemudian masalahpun muncul, dia
yang merupakan seorang penganut konfusius yang taat dan berpengetahuan dalam ia lebih
mengabdikan diri kepada pendahulu pendahulunya sebagai idaman untuk menutup negerinya
dari pengaruh negara-negara Eropa. Pada masa keemasannya dia menerapkan politik
kekerasan salah satunya ialah dengan mengeluarkan peraturan bagi masyarakat yang
beragama Kristen, dampaknya ialah hancurnya desa-desa serta pembagian tanah tanah lelaki
juga dipisahkan dari wanita dan setiap warga diberi tanda di pipi kiri bertuliskan "ta dao"
(kafir) dan pipi kanan nama daerah dari mana yang dikeluarkan. (Hall, 1988:620-621)
Pada bulan Mei 1862 Tu-due mengirimkan 2 utusan untuk menanyakan Persyaratan.
Kaisar pada saat itu menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terjadi di Tongking cerita ini
segera mengakhiri peperangan di Selatan. Pada bulan berikutnya perjanjian telah selesai
dibuat, Tu-due menyerahkan perjanjian tersebut kepada pihak Perancis yang berisi
penyerahan 3 provinsi di bagian timur Chochin Cina dan bersedia mengganti rugi dengan
angsuran selama 10 tahun, juga berisi tentang pembebasan praktek keagamaan Katolik di
daerah kekuasaannya serta membuka pelabuhan-pelabuhan Tourane, Balat dan Kuang-An
bagi perdagangan prancis. (Hall, 1988:623)
Pada bulan April 1882 Riviere berhasil menguasai Hanoi dan pada bulan maret
berhasil menguasai Nam-dinh. Akan tetapi pasukan bendera hitam dengan bantuan tu due
menyerang dan berhasil membunuh pemimpin Prancis (Hall, 1988:636).Untuk menghadapi
pasukan bendera hitam pada tanggal 18 Agustus 1883 Courbet menyerang muara sungai Hue
yang merupakan markas dari pasukan bendera hitam Prancis dengan kapal perangnya
membombardir bentengbenteng yang ada di sepanjang muara sungai tanpa memberikan
kesempatan musuh untuk menyerah peristiwa tersebut menyebabkan kematian yang sangat
mengerikan hingga menyebabkan menteri luar negeri Vietnam secara pribadi datang dengan
membawa bendera perdamaian perdamaian bendera.
Sementara itu dengan perjuangan yang sulit bagi pihaknya yang berada di tongking
serta keresahan yang terjadi di wilayah Anam, mengakibatkan Prancis terlibat dalam perang
yang tidak diumumkan dengan Cina. Perebutan kota-kota penting sontay dan Bacnih yang
dijaga pasukan Cina Dianggap oleh China sebagai perang. Akan tetapi untuk menyelesaikan
masalah ini Li Hung Chang dan pihak cinta damai di packing mencari solusi terhadap hal ini.
Komandan perbatasan angkatan laut Prancis seorang teman pribadi negara China,
menjumpainya di peking untuk berdiskusi pada tanggal 11 Mei 1884 ia menandatangani
konvensi, pihak Prancis akan menjamin keamanan perbatasan Cina Wilayah selatan Oma
dipihak Cina sebaiknya akan menarik pasukannya dari tongking. (Hall, 1988:638)
Konflik Inggris Perancis di Muangthai
Pada tahun 1827 pasukan Muangthai di bawah kepemimpinan P'ya Bodin setelah
berhasil menguasai kerajaan Laos di Vietnam dikarenakan mencoba untuk mengganggu
kemerdekaannya. Ketika ini kerja di negara saudara Vietnam, luang prabang yang telah
mengakui kedaulatan dari Muangthai selama 50 tahun menjadi tidak menurut Kemudian pada
tahun 1831 dan pada tahun 1832 memberikan rasa hormat kepada Hue dengan harapan Untuk
mendapatkan kemerdekaan dengan mengadu domba Satu dengan yang lain. Souka, Seum
menggantikannya untuk naik tahta luang prabang pada tahun 1836, yang telah hidup selama
10 tahun sebagai tawanan di Bangkok serta tidak mendapatkan pengakuan dan izin kembali
sampai tahun 1839.(Hall, 1988:656)
Kemudian saudaranya,Tiantha Koumane menggantikannya pada tahun 1851 Iya
menerima penyidik dari Prancis yang bernama Henry Mouhat pada tahun 1861 di desa kecil
Ban Naphao. selama pemerintahannya penyidik penyidik lain dari berbagai negeri Eropa
melakukan survei ada orang Belanda juga yang telah dikerjakan oleh pantai yang papernya
tidak pernah diterbitkan dan rupanya setelah dipakai oleh James M Charthy dalam persiapan
penerbitan perannya tentang Muangthai yang diterbitkan oleh Royal geografical sociaty pada
tahun 1888. juga ada yang namanya ekspedisi Doudrat de Lagree Garnier yang tiba di luang
prabang Pada bulan April 1867 dalam perjalanannya menuju Yunan.(Hall, 1988:657)
Ketakutan dari Garnier terhadap Inggris telah membakar dalam laporan laporannya
bahwa mereka telah didahului oleh penyidik dari Inggris yang telah memotong di atas mereka
dari wilayah Burma yang dekat dengan Chieng kang dikarenakan orang-orang dari Perancis
terus memutuskan untuk mati dibandingkan menderita sendiri, kemudian mereka bertemu
Duyshart yang berjalan menggilir, seorang Belanda yang suka menyendiri dengan staf yang
berasal dari orang-orang pribumi serta menyadari akan kepulihan maka kegiatankegiatannya
ini menyebabkan tersebarnya kabar angin yang begitu mengganggu pikirannya. insiden
tersebut menarik untuk dicari kejelasannya yang ditimpakan kepada pandangan perancis
dalam masalah indo cina. mengenai istilah persaingan Inggris Perancis terlalu bebas terkait
dengan hubungan ini. persaingan terutama berada di pihak Prancis yang menggetarkan
pikiran dari seorang berkebangsaan Inggris yang sedang melamun yang telah mendahului
mereka kemana arah saja mereka bermaksud pergi. (Hall, 1988:657)
Kemajuan yang dialami oleh Perancis wilayah Tonking sangat memungkinkan
menyebabkan orang-orang dari Muangthai untuk mengeratkan kekuasaannya di negeri Laos
pada tahun 1883 Perancis memaksa Vietnam menjadi suatu protektorat sebuah pasukan Laos
dan muangthay melakukan penyerbuan ke benteng-benteng Ho di Tran Nihn namun berhasil
dikalahkan. (Hall , 1988:659)
Ekspedisi Muangthai sudah dipersiapkan dengan begitu rahasianya hingga Comte de
Kergaradec, wakil Perancis di Bangkok baru mengetahuinya setelah keberangkatannya. Le
Boulanger berpendapat bahwa tindakannya itu dilakukan saran dari penasehat penasehat
Inggris karena Inggris memandang generasi Prancis daerah sungai merah mencurigai bahwa
terdapat ancaman yang jelas pada rencana mereka untuk mengatasi perdagangan memasuki
Yunan.(Hall, 1988:660)
Pemerintahan bangkok sangat berhati-hati akan tujuan politik yang terselubung oleh
pihak Perancis. Sementara itu serangan Muangthai batas kubu pertahanan ku di Tung Chien-
Kham gagal pada tahun 1885. Pada tahun-tahun berikutnya mereka melakukan usaha pagi
dengan meminta bantuan yang tidak mendapatkan hasil sedikitpun.(Hall, 1988: 661)
Prancis sendiri memiliki misi yaitu rencana ekspedisi ilmiah secara besarbesaran
bukan hanya mempelajari ilmu bumi negeri laos tetapi juga untuk menyelidiki daratan serta
sungai, membuat tempat tempat dagang, mengumpulkan contoh-contoh, mempelajari
prosedur dagang yang ada, yang membuat pernyataan pasti tentang sifat dan nilai hasil-hasil
lembah Sungai Mekong.(Hall, 1988 :664)
Misi ini mulai dilakukan pada bulan Januari 1890 yang dibagi menjadi beberapa
kelompok yang bekerja terpisah di Tran Ninh, Cammon dan Stung Treng dan pimpinannya
sendiri berada Luang Prabang, setelah 6 bulan semua anggota berkumpul untuk
mengkoordinasikan hasil kerja mereka. Pada akhir tahun tersebut Mereka pergi menggilir
Sungai Mekong menuju Saigon dan dari sana menuju bangkok, di mana ia mengharapkan
untuk melanjutkan mengendurkan proses dengan mengadakan pembicaraan dengan
pemerintah lamun di pihak Muangthai dengan sopan mengelakkan kemajuan yang ada.
Mereka kuatir karena Prancis berusaha menanamkan pengaruhnya kepada orangorang di
Laos dan ada gerakan yang sedang dijalankan di Prancis bagi hak hak annam yang tidak
dapat disengketakan. (Hall, 1988:664)
Aneksasi Burma Udik oleh Inggris pada awal tahun 1886 meliputi sejumlah besar
negara-negara Shan yang telah menyatakan setia kepada istana Ava sejak abad XVI. Hal ini
membawa garis perbatasan di sebelah timur perlu sekali dipertimbangkan. Pendapat secara
militer tanggapan Salwen sebagai Batas timur Burma Inggris namun beberapa negeri yang
tengah pada raja-raja Burma yang memberontak menyeberangi Sungai itu, bantuan negara
sepanjang Salwen yang penting kentung dan Kiang Hung nonton daerah-daerah di sebelah
timur Mekong itu nyatanya bagian terkaya kerajaan Kiang Hung berada jauh di seberang
sungai tersebut (Hall, 1988:665)
Di sisi lain masalah Apa yang akan terjadi atas negara-negara sepanjang salween itu
bila Inggris mundur dari tanggung jawab atas negara-negara tersebut? Cina dan bangkai di
dalihkan diundang untuk mencaplok menaruh sabuk Ameng antara Inggris dan
Tongking.(Hall, 1988:665)
Di pihak inggris sendiri memiliki keinginan dalam masalah ini untuk menghindari
suatu perbatasan jatuh ke tangan Indochina Perancis serta mencapai persetujuan yang
bersahabat dengan Muangthai atas segala masalah perbatasan yang ada. Terdapat beberapa
masalah yang dapat diciptakan mengenai Muangthai. Itulah sebabnya Pada tahun 1889
mengangkat komisi Ney Elias untuk mensurvei perbatasan Inggris Muangthai Serta
menyelesaikan persengketaan dengan pihak Muangthai. Tidak ada utusan dari Muangthai
yang dikirim untuk memenuhi undangan dari Inggris akan tetapi tetap menyelesaikan
tugasnya dan menerima keputusan yang ada Di sisi lain dengan Perancis kesulitan pun mulai
muncul. (Hall, 1988:666)
Pavie telah dikirim untuk misi kedua, dan bungkamnya Perancis atas masalah
Muangthai sebagai akibat dari putusan mengirim misi tersebut. Sebelum pendekatan
selanjutnya dilakukan pada kantor luar negeri bulan februari 1892, Quad d'Orsay telah
mengambil langkah-langkah penting. Telah menambah jumlah agen di Muangthai dengan
pembukaan kantor semi perdagangan, dan semi politik di Utene, Bessae dan Stung treng juga
menunjuk Pavie sebagai menteri residen di bangkok. Mungthai sendiri telah mengetahui
bahwa Perancis telah melakukan pendekatan kepada london dan peking berkenaan dengan
masalah Mungthai karena itu sikapnya mulai kaku dan memainkan bantuan Inggris itu.
Tujuan missi Pavie untuk melaksanakan pengendoran proses di pusat. Hal ini bukanlah
sebuah kebetulan bersamaan pada tanggal 16 Februari 1892, hari setelah penunjukannya di
Bangkok Waddington seorang duta perancis memecahkan kebungkaman yang lama antara
london dan paris atas masalah Mekong dengan tiba tiba maju dengan solusi baru.
(Hall,1988:667)
Pada bulan April pihak Perancis mengajukan tuntutan dengan menyusun 3 pasukan
yang besar untuk menguasai daerah Mekong pesisir. Pasukan satu bertugas untuk merebut
Stung Treng di Mekong dalam perbatasan Muangthai, pasukan kedua maju ke Moung Phine,
pasukan ketiga menuju ke Cammon. (Hall, 1988:669)
Di pihak bangkok sendiri dihadapkan oleh krisis serta jumlah kekuatan militer yang
tidak sanggup untuk melawan Prancis, mereka juga mengajukan permintaan kepada Inggris.
Jawaban Lord raspberry ia mendesak Muangthai supaya menjaga agar tidak terjadi perang
dengan Prancis. Terjadi serangan pada posisi Perancis di Khone Captain Thoreux komandan
perancis Ditawan serta beberapa pasukan Muangthai terbunuh.(Hall, 1988:670)
Pada bulan April 1883 di Bangkok ketegangan yang terjadi semakin memanas
sampai-sampai Inggris mengirimkan kapal bersenjata Swift, untuk melindungi orang orang
Inggris dan barang-barang miliknya. Dua bulan kemudian terdapat sebuah kabar angin bahwa
Prancis akan mengirimkan pasukan Angkatan Laut Menuju pelabuhan tersebut. Jika itu benar
maka akan terjadi pemberontakan oleh golongan rendah penduduk Cina di kota tersebut.
Kemudian Inggris mengirimkan kapal perang yang dikirimkan dari Singapura. Penjelasan
mengenai gerakan ini telah dikirim kepada pemerintah Perancis jaminan diberikan bahwa
pemerintah Inggris untuk menghimbau Muangthai agar mau mengadakan perjanjian
persahabatan dengan Perancis. namun pemerintah Perancis sebaliknya memberikan
kesempatan Inggris untuk melaporkan setiap gerakan angkatan lautnya Tetangga
Muangthai.(Hall, 1988:671)
Selanjutnya kapal perang Perancis Lutin, telah sampai di Menam. Pada bulanjuli
Pavie mengabarkan kepada Muangthai bahwa ada dua kapal milik Perancis yang sedang
dikirim ke Paknam pada tanggal 13. Kemudian pemerintah Muangthai menjawab dengan
perjanjiannya dengan Prancis pada tahun 1856 bahwa tidak akan ada kapal perang dari asing
yang boleh melewati Paknam Tanpa izin. Pavie memberitahukan bahwa kapal Inscontan akan
terus datang ke Bangkok walaupun dengan cara perlawanan. (Hall, 1988:671)
Pada waktu menerima informasi ini Muangthai mulai menutup muara sungai,
sementara Lord Rosebery memperingati akan janjinya untuk melapor kepada
pemerintahannya di setiap gerakan Armada mereka serta menjelaskan tambahan kapal perang
Inggris yang dikirim dari Singapura tidak akan berlayar melewati Paknam. Kemudian
dijawab oleh Perancis bahwa tambahan kapal tersebut akan tetap tinggal di luar batang di
Paknam. (Hall, 1988:671)
Pada hari yang sama Inggris telah menginstruksikan Perancis untuk tetap tinggal
diluar tempat tinggal perwakilan titik akan tetapi instruksi tersebut tidak dianggap oleh
Komandan Prancis data tetap melancarkan serangan ke pelabuhan Paknam peperangan
berlangsung sekitar selama 20 menit Muangthai melancarkan serangan dengan tembakan
tembakan pertama untuk menghadapi angkatan laut Prancis. Namun pangeran devawongse
Muncul untuk meredakan keadaan tersebut.(Hall, 1988:672)
Pavie mengambil kesempatan ini untuk meminta Pasukan Muangthai ditarik dari
Mekong dan permusuhan di tangguhkan. Pangeran Devawongse menyetujuinya. Pavie di
perintahkan untuk menyampaikan ultimatum yaitu meminta daerah di sebelah kiri tepi
mekong dan kekuasaan Luang Prabang harus diserahkan kepada Perancis, ganti rugi sebesar
tiga juta frane, serta perwira yang membunuh Grosgurin harus dihukum. Apabila ini tidak
dilakukan maka Menan akan di blokade. (Hall, 1988:672)
Ultimatum dikirim pada tanggal 20 Juli. Pemerintah Mungthai menyetujui permintaan
2 dan 3 namun untuk permintaan yang ketiga mereka keberatan. Pada tanggal 25 Juli di saat
pemerintah Muangthai tidak memberikan kepastian untuk menerima maka Prancis akan
terus-menerus melakukan blokade di Menam. Kemudian dua hari setelahnya Muangthai
menyetujui syarat-syarat ultimatum tersebut. Pada tanggal 3 Agustus blokade yang dilakukan
Perancis ditarik. Karena pasukan Muangthai belum mengosongkan tapi Timur Mekong maka
Perancis menduduki Chantabun. (Hall, 1988:673)
Akan Tetapi keadaan tidak semakin membaik. Perundingan-perundingan yang
dilakukan lebih menguntungkan pada pihak Prancis akan tetapi menurut Lord Rosebery hal
ini melanggar kemerdekaan Muangthai. Selama perundingan tersebut Inggris terus-menerus
menekan Prancis. pemerintah Muangthai berusaha sekuat tenaga untuk menolak permintaan
Perancis akan tetapi Perancis terusmenerus mengajukan Ultimatum dan Muangthai menerima
perjanjian tersebut pada tanggal 3 Oktober (Hall, 1988:674)
HEGEMONI PERDAGANGAN BANGSA-BANGSA BARAT DI KAWASAN ASIA
TENGGARA
Ketertarikan bangsa Eropa pada Asia muncul dari keterbelakangan intelektual dan
teknologi mereka, sepanjang musim dingin Eropa, kawanan binatang peliharaan tidak dapat
bertahan hidup sehingga sebagian besar dari binatang tersebut harus disembelih dan dian
dagingnya diawetkan, metode yang digunakan biasanya pengawetan dengan pengguna cuka
dan penggaraman padahal pengawetan terbaik sesungguhnya adalah rempah-rempah mahal
asal Indonesia, yaitu Lada, buah pala, bunga pala dan terpenting dari semuanya adalah
cengkih (Ricklefs,2013).
Rempah-rempah ini datang melalui jaringan perdagangan Asia yang didominasi
kaum muslim dan tiba di Eropa khususnya melalui Vinesia. sedikit catatan perjalanan yang
menceritakan tentang eksotis tanah Asia yang subur dan makmur, satu catatan perjalanan
yang paling terkenal adalah kisah Marcopolo.
Menurut Ricklefs, pada akhir abad ke-15 bangsa Spanyol dan Portugal yang memiliki
tekad dan sarana mencari rute ke Asia, salah satu tujuan utama mereka adalah kepulauan
Rempah yang terletak di kepulauan Indonesia bagian timur, walaupun tentunya saja meraka
tidak tau tidak tahu dimana kepulauan itu berada, kenyataanya orang Eropa percaya bahwa
buah Pala berasal dari Muscat (Oman) dan karena itu buah pala hingga sekarang disebut
Muskaatnoot dalam bahasa Belanda, muskatnuss dalam bahasa Jerman, muscade dalam bahas
Perancis.
Bangsa Spanyol dan Portugis di Asia.
Selama abad ke-15 bangsa Portugis melakukan eksploitasi keluar Eropa, koloni Eropa
pertama di seberang Selat Gibraltar pada tahun 1415, Ceuta diserahkan kepada Spanyol pada
abad ke-17 dan tetap menjadi kota Mandiri di bawah kekuasaan Spanyol satu dari sedikit
Koloni Eropa di seberang lautan yang masih ada pada abad ke 21, orang-orang Portugis
kemudian bergerak ke selatan menyusuri sepanjang pesisir pantai barat Afrika sambil
berharap rute ini akan berbelok ke arah Timur menuju Asia.
Menurut Suroyo pada saat itu orang-orang Portugis memiliki keyakinan akan
menemukan tempat yang menjadi jalan pusat perdagangan rempah-rempah di Asia, yang
disinyalir bertempat di India. Namun orang Portugis hanya mendapatkan rempah-rempah
yang berasal dari pedagang Venesia, pedagang Venesia sendiri mendapatkan rempah-rempah
tersebut berasal dari pedagang Mameluk, yang mereka mendapatkannya dari India melalui
Teluk Persia dan Laut Merah, lalu mereka membawanya dan dijual kepada pedagag Venesia.
Portugal memutuskan suatu hal untuk mematahkan monopoli yang terjadi antara pedagang
rempah-rempah Venesia dan Mameluk
Portugis pernah salah persepsi mengenai penggambaran Dewi Hindu sebagai perawan
Maria yang terlihat sedikit janggal, ini menjelaskan bukti bahwa orang Portugis hanya
memiliki prospek terbatas dalam perdagangan Asia karena barang-barang Eropa hampir tidak
bisa bersaing dengan barang-barang yang sudah tersedia di pasar India, jadi orang Portugis
harus mengambil pendekatan berbeda bukannya masuk Asia lewat jalur perdagangan mereka
malah mencoba mendominasi perdagangan Asia dengan kekuatan militer, melihat luasnya
Asia dengan luas wilayah Portugis membuat rencana ini gagal Walaupun demikian, kerja
keras bangsa Portugis menerapkan strategi berani ini memberikan pengaruh signifikan di
beberapa tempat.
Afonso de Albuquerque yang bisa dibilang sebagai komandan angkatan laut terbaik di
zamannya ditugaskan untuk menerapkan strategi ini Oma rencananya adalah merebut titik-
titik Strategi dalam rute perdagangan Asia kemudian memproyeksi kekuatan angkatan laut
Portugis hingga akhirnya mendominasi perdagangan, tahap pertama adalah penaklukan
Socotra yang sekarang menjadi bagian Republik Yaman pada tahun 1507 di dekat Tanduk
Afrika, Semenanjung yang terus dilanda krisis, kemudian Goa di pesisir barat India pada
tahun 1510 (451 tahun) (Ricklefs, 2013).
Albuquerque pun memutuskan menyerang Malaka, Malaka akhirnya jatuh ke tangan
orang-orang Eropa setelah melalui serangkaian peperangan perpecahan internal di Malaka.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menjadi pertanda pudarnya keistimewaan kota itu dalam
peta perdagangan Nusantara bagian barat bangsa Portugis beranggapan siapapun yang
mengontrol kota pasti dapat mendominasi perdagangan Asia. sayangnya perdagangan Asia
Ternyata jauh lebih rentan dari perkiraan mereka. para pedagang laut hanya perlu
memutuskan untuk berkumpul di suatu tempat yang dimanfaatkan sebagai lokasi jual-beli,
Setelah jatuhnya Malaka kegiatan semacam itu Kian ramai dilakukan. Bangsa Portugis serta
merta mendapati perdagangan Asia terlepas dari genggaman mereka tetapi hal terbesar adalah
kepulauan rempah-rempah yang jaraknya tidak jauh lagi. Pada tahun 1512 pelayaran pertama
Portugis mencapai Kawasan kepulauan Maluku, kapal mereka karam di sana.
Orang-orang Eropa Utara
Menurut Ricklefs musim dingin di Eropa Utara membuat rempah-rempah, bahan
pengawet dari kepulauan rempah Indonesia menjadi barang perdagangan terpenting. pada
abad ke-16 Portugis menguasai hampir total monopoli pasokan rempah-rempah tersebut ke
Eropa. di utara orang-orang Belanda bertindak sebagai makelar Lisbon dalam penjualan
rempah-rempah, tetapi, kenyataan mereka beserta orang-orang Eropa Utara lainnya berambisi
mendapatkan akses langsung atas Rempah, ini berarti memutuskan hubungan dengan
Portugis.
Persaingan antara orang Eropa utara dengan orang Iberia bukan hanya perkara
komersial semata melainkan juga masalah-masalah agama, dalam konteks tertentu persaingan
ini tidak benar-benar soal agama karena kita sedang membahas masalah sebelum
nasionalisme menjadi sentimen yang dominan, sebelum konsep modern bangsa dan identitas
nasional yang kita kenal sekarang seperti Jerman dan Italian didirikan, ketika kita membahas
aktivitas perdagangan V.O.C. perlu dicatat bahwa banyak pejabat yang tidak bisa kita sebut
sebagai orang Belanda tetapi orang-orang Skotlandia, Polandia, Swedia, Denmark, Norwegia,
Prusia, Bavaria, Wurttemburg, Swis, Irlandia, Inggris dan seterusnya. agama yang merupakan
terbentuk dari identitas terpenting, dalam konteks seperti kan ini telah menjebak dalam
kebencian mendalam dan berdarah-darah akibat reformasi Protestan (Ricklefs, 2013)..
Pelayaran pertama bangsa Belanda ke Asia Tenggara berangkat dari negeri Belanda
pada tahun 1595 dan mengundang reaksi beragam, pelayaran ini dipimpin oleh seorang
berkebangsaan Belanda yang juga pernah bekerja untuk Portugis yaitu Cornelis de Houtman
sayangnya ia bukanlah pemimpin yang kompeten akibatnya sering terjadi konflik di antara
awak kapalnya sendiri, dari total awak kapal 249 orang yang berangkat hanya 89 orang dari
mereka yang selamat ketiga kembali pulang pada tahun 1597
De Houtman pergi ke Banten pada tahun 1596 yang telah menjadi pelabuhan di
berpengaruh muslim, ia bermasuk membeli lada namun malah terjadi konflik dengan
penduduk lokal dan juga orang Portugis yang ada di sana. jadi ia pun memutusukan angkat
kaki dari tempat itu dan berlayar sepanjang pesisir utara jawa menuju Madura dan Bali tidak
jauh berbeda dan sebelumnya ia tetap saja menciptakan konflik di beberapa tempat yang
disinggahi, namun walaupun didera permasalahan semacam ini ekspedisi tersebut pulang
dengan membawa cukup bahan rempah-rempah untuk menunjukkan keberhasilan mereka
tetap meraup untung besar.
Menurut Suroyo mulai dibentuknya V.O.C. kegiatan pokoknya ialah berusaha
memonopoli perniagaan rempah-rempah. Rempah-rempah yang paling timbul di Maluku
ialah pala serta cengkih. sedangkan di Banten ialah lada. Demi kebutuhan tersebut pada 1605.
VOC berjaya untuk merampas benteng Portugis yang namanya diganti dengan Fort Victoria.
Kemudian tahun 1606 VOC membangun Benteng di Ternate yang diberi nama Fort Oranje.
Untuk menyelamatkan monpoli rempah-rempah di Maluku.
Meskipun pertamanya VOC hanya menginginkan rempah-rempah di Hindia Timur.
mulai l680 persekutuan dagang Belanda telah memperlebar kekuasaannya di Sri Lanka serta
lndia. Sri lanka menjadi negara pokok karena menghasilkan kayu manis. sedangkaan lndia
tekstil. Tekstil di India laku keras karena orang Eropa sudah menggilai tekstil India. VOC
memperolehnya dari kantor dagang di Benggala, Surat dan Coromandel.
V.O.C. bukanlah satu-satunya organisasi dagang pertama sebab Inggris sudah
membuat struktur perusahaan semacam itu untuk mendukung koloniallisasi di Amerika Utara
dan mencampuri urusan perdagangan rempah. kontak Inggris dengan kepulauan rempah di
Maluku dimulai ketika Sir Francis Drake berlabuh di sana dalam pelayaran mengelilingi
dunia pada tahun 1577 sampai 1580, bahkan sebelum pelayaran pertama Belanda. meskipun
demikian Inggris adanya tidak sah antusias negeri tetangga mereka di seberang laut utara
dalam perkara-perkara perdagangan rempah (Pusponegoro,2010).
Pada 7 Pebruari 1602, tiba di Ternate 5 buah kapal Belanda (Gilderland, Zeeland,
Utrecht, de Wachter dan sebuah kapal cepat berukuran kecil). Armada ini dipimpin Walfret
Hermanzoon, tetapi tidak lama berada di Ternate karena peristiwa perampokan yang
menimpa salah satu kapal mereka. Sebuah kapal kecil Portugis dengan memperalat orang-
orang Tidore mendekati armada yang tengah berlabuh. Orang-orang Tidore itu lalu naik ke
kapal Belanda dan merampok logistik berupa bahan makanan, tepung gandung, beras,
anggur, minyak goreng, dan lainnya. Pada 7 Maret 1602, armada Belanda itu meninggalkan
Ternate karena logistiknya telah menipis (Amal, 2006).
Pada Juli 1605, tiba di Ternate sebuah kapal Inggris pimpinan Henry Middleton.
Sebelumnya, kapal itu singgah di Makian dan membeli 16 ton cengkih. Transaksi ini
mendapat reaksi keras terutama dari unsur-unsur VOC yang mulai eksis di Ambon. Henry
Middleton adalah pedagang swasta (country trader) Inggris, yang datang membawa sepucuk
surat dari Raja James. Isi surat itu meminta Sultan Saidi mengizinkan Inggris mendirikan pos
dagangnya di Ternate. Saidi tidak begitu memperhatikan pentingnya nilai pershabatan dengan
Inggris ketimbang Belanda. Dalam jawabannya, Saidi menyatakan bahwa orang Inggris tidak
pernah membantu Ternate melawan Portugis dan berbuat terlalu sedikit sejak Francis Drake
mengunjungi negeri ini pada 1579. Pada saat itu, Sultan Babullah pernah menitipkan sebuah
cincin untuk Ratu Elizabeth “untuk memperingati aliansi Ternate-Inggris” (Amal, 2006),
tetapi Inggris tidak pernah mengirim bantuan. Karenanya, Saidi menyurati Pangeran
Mauritius dari negeri Belanda untuk memohon izin mengirim produk negerinya yang paling
eksklusif ke Belanda, “teman danpembebasnya”, sebagai penukar pengiriman senjata yang
tengah dinantikan. Sejak awal kedatangan Belanda, hal utama yang menjadi agenda
pembicaraan Saidi dengan Belanda adalah soal senjata. Upaya mempertahankan diri adalah
kebijakan pemerintahannya yang memperoleh prioritas tinggi. Saidi sadar bahwa antara 1580
hingga 1602, Spanyol telah mengirim 6 ekspedisi militer dari Manila untuk menggempur dan
merebut kembali Gamlamo,
Pada saat penyerbuan Spanyol atas ibukota Gamlamo terdapat 2 orang bobato Ternate
yang berhasil meloloskan diri, masing-masing Jogugu Hidayat dan kapita Laut Kaicil Ali.
Jogugu Hidayat memerintahkan Kaicil Ali (ketika itu baru berumur 20 tahun), dengan
ditemani Kimalaha Aja segera berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Belanda. Dalam
bulan Desember 1606, Kaicil Ali setelah menunggu selama 6 bulan, berhasil juga menemui
Laksamana de Jonge yang baru saja tiba dari negeri Belanda. Dalam pertemuannya, Kaicil
Ali memaparkan penyerbuan Spanyol atas Gamlamo, penangkapan Sultan Saidi dan
keluarganya berikut sejumlah bobato dan pengasingan mereka ke Manila. Ali menjelaskan
kepada de Jonge bahwa atas nama kerajaan Ternate dia meminta bantuan kompeni Belanda
(VOC) agar mengenyahkan Spanyol dari kerajaannya. Laksamana Matelief de Jonge, setelah
mendengar pemaparan Kaicil Ali, setuju memberi bantuan militer Belanda dengan beberapa
syarat yang akan dirundingkan setelah de Jonge sendiri dan pasukannya tiba di Ternate. Pada
tanggal 29 Maret 1607 de Jonge dan Kaicil Ali bertolak dari Banten menuju Ambon, setelah
Kaicil Ali menerima persyaratan yang dituntut VOC atas bantuannya kepada Ternate
mengusir Spanyol. Syarat yang diajukan VOC sangat sederhana, yaitu: pemberian hak
monopoli perdagangan rempah-rempah, penyediaan sejumlah pasukan tempur, ijin
mendirikan benteng dan pemukiman bagi penduduk Belanda, serta tanggungan Ternate atas
biaya perang. Ali menyepakati syarat-syarat itu (Amal, 2006).
Setelah Malaka jatuh, VOC menjadi tuan atas laut-laut Indonesia. VOC kini dapat
mernperketat cengkeramannya pada produksi rernpah di Maluku. Di sini keadaan pada
umumnyatelah bergeser dari buruk kemakin buruk. Sistem bayar di muka kepada produsen
ataspanen yangbelumjadi masih terus berlangsung, dan pada 1628 gabungan utang penduduk
Kepulauan Banda, Ambon, dan Maluku berjumlah 477.390 gulden. Praktis, tidak mungkin
utang- utang ini akan bisa terbayar (Vlekke:2008). Penduduk itu sudah bangkrut, dan
Kompeni bersiap mernanen konsekuensinya: ia merampas alat-alat produksi dan properti lain
milik penduduk pulau itu dan praktis menurunkan derajat mereka jadi sekadar budak
(Vlekke, 2008).
Pada 1608 VOC mengangkat Gubernur pertama yaitu Paulus van Carden. Setelah
tiba di Ternate gubernur VOC ini mulai mengatur serangan-serangan pasukan koalisinya atas
Makian sebagai kantong kensentrasi Spanyol. Dan setelah itu Belanda lebih banyak
mengurus bisnisnya daripada merancang dan melaksanakan serangan terhadap Spanyol. VOC
juga mulai menjalankan hak monopolinya atas perdagangan rempah-rempah dan mengeruk
kentungan sangat besar. Oleh sebab itu pada 1612, pimpinan VOC di negeri Belanda
mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal VOC pertama yang berkedudukan di
Ternate.
Pada tahun 1623 sengit persaingan memuncak setelah upaya kerjasama dari kedua
belah pihak gagal dengan jatuhnya peristiwa yang di Inggris dikenal dengan pembantaian
Amboyna, Belanda menyiksa kemudian menghabisi nyawa 10 orang agen perdagangan
Inggris, 10 orang Jepang dan seorang Portugis yang dituding terlibat konspirasi melawan
V.O.C. menyusul kemudian skandal diplomatik di Eropa, Inggris mundur dari keterlibatan
langsung di maluku dan beralih konsentrasi pada perdagangan lada di kepulauan bagian
barat. di masa yang akan datang aktivitas utama E.E.I.C bukan lagi di asia tenggara, tetapi di
India di situ E.E.I.Cmemupuk pondasi imperium Inggris.
Rempah dan Tekstil
Di Asia Tenggara sedikit banyaknya terdapat pelaku-pelaku kapitalis (khususnya
dalam perdagangan antarbenua), institusi-institusi kapitalis dan metode-metode kapitalis,
seperti juga di Eropa dan tempat-tempat lain. Bahkan kawasan ini dalam puncak kurun niaga
telah berkembang lebih jauh dibanding dengan bagian dunia lain yang juga bertumpu pada
perdagangan maritim, hanya saja kurang berkembang ke arah akumulasi dan mobilisasi
modal milik pribadi dan perusahaan-perusahaan (Raid, 2011).
Sementara itu, institusi kapitalis yang paling berhasil di Asia Tenggara (dan mungkin
di seluruh dunia) dalam abad ke-17 adalah V.O.C (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Permintaan dunia akan rempah-rempah yang telah mendorong komersialisasi sepanjang
kurun niaga itu, menjadi sebab mengapa kekuatan dunia kapitalis yang pertama itu
mendirikan pusatnya di Jawa.
Para pedagang maritim Asia Tenggara bukan satu-satunya yang dirugikan oleh
perdagangan Belanda yang kaya dan solid itu dalam paruh pertama abad ke17, nasib yang
sama juga menimpa sebagian orang Eropa. Namun kerugian yang diderita orang Asia
Tenggara jauh lebih parah. Kota-kota di Asia Tenggara juga berkepentingan atas pasar yang
baik fungsinya, keamanan hak milik, pemerintahan berdasar hukum, tetapi heterogenitas
menyebabkan mereka lebih sulit mewujudkan hal-hal itu. Mereka tidak sanggup bertahan
menghadapi persaingan ketat dalam abad ke-17, kecuali bila mereka bersatu dalam sebuah
negara yang kuat demi kepentingan-kepentingan mereka yang berbeda. Kurun niaga berakhir
dalarn krisis abad ke-17, ketika kota-kota dagang yang diperintah orang-orang Asia
kehilangan tempatnya baik dalam perdagangan dunia maupun dalam masyarakatnya sendiri.
Krisis itu lebih permanen di Asia Tenggara dan mungkin di seluruh Asia, dibandingkan
dengan Eropa. Pernah diperkirakan bahwa peranan Asia Tenggara dalam perdagangan
antarbenua jatuh baik abad ke-17 maupun abad ke-18 sementara Eropa hanya terhambat
dalam abad ke-17 saja dan naik lagi dalam abad ke-18.
Narnun pergeseran yang paling penting dalam jangka panjang bukannya menurunnya
perdagangan secara mutlak, melainkan berkurangnya kepentingan perdagangan, para
pedagang, kota-kota dan kosmopolitanisme dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara.
Abad ke-17 tidak saja ditandai dengan pengunduran diri dari ketergantungan pada pasar
internasional namun juga meningkatnya kebencian atas gagasan-gagasan asing. Negara-
negara absolut yang terbentuk dalam persaingan perdagangan, perang dan tenaga kerja,
makin banyak beralih pada penonjolan simbolis keunggulannya dalam bidang-bidang yang
tidak memerlukan persaingan keras.
Perubahan yang paling nyata tetapi juga paling mendasar dalam kurun niaga adalah
bidang agama dan budaya masyarakat (mentalitas). Orang Islam dan Kristen seperti halnya
orang Yahudi dan pengikut agama Cina, pada mulanya berada dalam keadaan yang di Afrika
dinamakan "status karantina," diterima sebagai minoritas pedagang tetapi tidak diharapkan
akan mengubah agama penduduk setempat atau menerima mereka. Keberhasilan utama Islam
di wilayah bawah angin terjadi antara tahun 1400 dan 1650.
Perbedaan tingkat hidup antara Asia Tenggara dan Eropa baru tampak sejak abad ke-
19. Sebelum akhir abad ke-17 sudah jelas bahwa Asia Tenggara tidak akan menempuh jalan
yang ditempuh negara-negara kuat yang bersikeras menuntut bagiannya dalam perdagangan
dunia.
Karena kini Asia Tenggara telah kembali pada jalan tersebut sekali lagi, apa pun
hasilnya, maka tahapan pertama kurun niaga kini menjadi lebih relevan. Sementara orang-
orang Asia Tenggara secara bersemangat sedang membentuk masa kininya, maka mereka
tidak perlu diusik oleh era kolonial, dengan kenangan mengenai melemahnya kekuatan
politik, stratifikasi sosial dan kekayaan ekonomi yang terpaksa harus dilepas pada orang-
orang lain. .
Apa yang menyebabkan kemiskinan di Asia Tenggara dilihat dari hubungan antara
penguasa dan rakyat, Pada masa itu, di Campa, rakyat tidak bisa memiliki barang berharga.
Sedangkan orang Kamboja hanya bisa memiliki harta selama diperkenankan Raja. Di
Tongking, Vietnam Utara, sudah menjadi kebijakan lstana untuk tidak membiarkan rakyat
kaya karena dengan itu mereka akan sombong. ltulah sebabnya rakyat di Cochin-china,
Vietnam Selatan, ingin tampak lebih miskin daripada yang sesungguhnya. Mereka
menguburkan uang dan barang-barang berharga. Begitu pula di Siam (Thailand) penduduk
berusaha menyembunyikan barang yang bergerak
Selama abad keenam belas, produksi lada meluas baik di India maupun wilayah
Indonesia guna menanggapi permintaan yang berkembang. Dari Malabar buah lada menyebar
ke utara menuju Kannara, dari Sumatera Utara menyebar ke pantai barat pulau itu, masuk ke
pedalaman Minangkabau, dan menyeberang ke Semenanjung Malaya. Sementara sekitar
tahun 1500 India menyediakan pasokan bagi seluruh Eropa dan Timur Tengah, enam puluh
tahun kemudian orang Portugis banyak membeli lada dari bawah angin, sementara kembali
maraknya jalur Laut Tengah, sebagian besar mengambil pasokan dari Sumatera. Pada abad ke
tujuh belas persaingan yang ketat antara pembeli Belanda, lnggris, Cina, dan Portugis
terpusat di Asia Tenggara. Produksi di India 50 persen lebih mahal dan kehilangan
keuntungan geografisnya untuk pasaran Eropa dengan dirintisnya jalur mengitari Tanjung
Harapan.
India sendiri mengimpor lada dari Indonesia pada paruh kedua abad ketujuh belas.
Meskipun bercokolnya English East India Company tidak begitu kuat dibandingkan dengan
Belanda di wilayah Indonesia, ia mengambil empat perlima dari kebutuhan ladanya dari
kepulauan itu pada tahun 1660-an dan 1670an . Kita harus menyimpulkan bahwa sebenamya
keseluruhan perkembangan pasaran intemasional dipenuhi oleh produksi Asia Tenggara,
yang oleh karena itu produksinya pastilah meningkat dua sampai tiga kali lipat pada abad itu
setelah tahun 1520.
Menurut Raid pada tahun 1650-an orang Belanda dan Inggris membeli lada India
dalam jumlah sangat kecil, karena lada produk Indonesia yang lebih murah menjadi makin
melimpah Majunya perdagangan ini secara drastis menjadi kacau sejak tahun 1499 karena
masuknya kapal-kapal Portugis ke Samudra Hindia. Orang-orang Portugis ini sedapat
mungkin menenggelamkan atau merompak setiap kapal Islam yang mengangkut rempah-
rempah. Sama sekali tidak ada rempah-rempah Maluku yang sampai ke bandar Italia melalui
Timur Tengah antara 1502 dan 1520. Sebenarnya terdapat juga gangguan jangka pendek,
termasuk konflik antara Venesia dengan Ottoman pada tahun 1499 dan dengan Mesir pada
tahun 1505-1508, dan keadaan pemerintahan Mamluk yang tidak stabil sebelum ditaklukkan
Mesir oleh Turki Ottoman pada tahun 1517. Tetapi yang terutama adalah ulah orang Portugis
sehingga pelaut Islam dan bandarbandar di Samudra Hindia yang sudah mantap yang
mengirim barang-barang dari Asia Tenggara ke Eropa (dan barangkali juga ke India) menjadi
sangat rendah selama tiga dekade pertama abad keenam belas. Orang Portugis sendiri hanya
membawa barang kurang dari seperempat dibandingkan dengan yang telah diangkut oleh
armada Islam sampai mereka ini menguasai kerajaan Asia Tenggara yaitu Melaka pada tahun
1511.
Dari tahun 1513 sampai 1530 orang Portugis mendapat keuntungan lebih baik,
mendominasi pasaran Eropa dengan membawa masuk rata-rata lebih dari 30 ton cengkih dan
10 ton pala, sementara jalur Timur Tengah tetap memasukkan jumlah yang sedikit dan tidak
teratur. lmpor lada Eropa mengikuti pola ekspansi yang diikuti oleh kemerosotan sekitar
tahun 1500, dan baru setelah tahun 1530.
Asia Tenggara banyak membantu mengatasinya, zaman perdagangan Asia Tenggara,
oleh karena itu harus dibedakan benar dari "epos Vasco da Gama" yang oleh Panikkar
dikatakan sejak tahun 1498. Sebaliknya, pertumbuhan permintaan akan basil bumi Asia
Tenggara tampaknya dimulai relatif secara tiba-tiba pada tahun 1400, baik jika kita melihat
data pasaran Laut Tengah maupun Cina, sementara adanya kemerosotan pada tahun 1500-
1530 terlihat sangat jelas (Raid, 2011).
Pedagang Islam Jawa dan Melayu menghindari usaha orang Portugis untuk
memonopoli rempah-rempah Maluku dan mengirimkan banyak cengkih dan palanya ke barat
melalui jalur yang sama, yaitu melalui Aceh ke Mesir. Pengaruh Portugis di Maluku menurun
setelah tahun 1550, dan pada tahun 1575 mereka kehilangan cengkeramannya di Indonesia
bagian Timur di Tenate. Setelah itu "penduduk Maluku menolak untuk memberikan
cengkihnya kepada orang Portugis, dan menjualnya kepada orang Jawa, yang seterusnya
menjualnya di Melaka.
Tetapi meskipun hanya membeli cengkih di pasar bebas, orang Portugis menurut
catatan berhasil mengapalkan lebih dari 100 ton ke tanah airnya pada tahun 1580-an.
Pendapatan cukai dari Melaka Portugis mencapai puncaknya pada tahun 1580-an, dua kali
lipat dibandingkan dengan tahun 1540-an. Keseluruhan pengiriman rempah-rempah yang
sampai ke Eropa melalui jalur Portugis dan Islam pada tengah kedua abad keenam belas
barangkali dua atau tiga kali lipat dari jumlah tonase yang tercatat oleh orang Portugis, dan
sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan puncak pengiriman sebelumnya pada tahun 1490-
an.
Perdagangan di Manila Spanyol tumbuh dengan cepat dengan nilai tertinggi mencapai
lebih dari 600.000 peso setahun pada tahun 1616-1620 dan tetap pada tingkat di atas 500.000
sampai tahun 1645, dan ketika perdagangan merosot secara drastis, nilainya hanya tinggal
kurang dari separuh jumlah tersebut orang Belanda dan lnggris terlibat dalam persaingan lada
dan rempah-rempah dari tahun 1596, dan berakibat tingginya harga serta sangat meluasnya
produksi. Sementara hanya 5-8 kapal rempah-rempah yang sampai ke Eropa dalam setahun
melalui jalur Portugis dan Islam-Venesia digabungkan pada dua dekade terakhir abad keenam
belas, rata-rata 13,3 kapal Eropa kembali dari Asia setiap tahun pada tahun 1620-an. Hal ini
menandai kemenangan menentukan jalur laut mengitari Tanjung Harapan. Beberapa kapal
bermuatan Lada dari Aceh tetap dapat mencapai Laut Merah pada tahun 1616, tetapi ini
segera hilang seluruhnya pada dekade berikutnya ketika pasar kerajaan Turki mendapatkan
lada dari pengusaha kapal Eropa Barat (Raid, 2011).
Lada tumbuh terlalu luas di Asia tropis sehingga memaksa VOC untuk memegang
monopoli atau memanipulasikan pasar. Tetapi persediaan yang berlimpah berakibat turunnya
harga dan bersamaan dengan itu berkurangnya pembelian di Asia.
Pola pertukaran pada zaman perdagangan ini adalah, Asia Tenggara bertindak sebagai
pengimpor tekstil dari India, perak dari negara-negara di Amerika dan Jepang dan barang
tembaga, sutra, keramik, dan manufaktur lain dari Cina. Sebaliknya, Asia Tenggara
menukarkannya dengan lada, rempahrempah, kayu-kayuan harum, damar, pernis, kulit
penyu, mutiara, kulit rusa, dan gula yang diimpor dari Vietnam dan Kamboja. Penghasil
rempah-rempah dan barang-barang ekspor lain sama sekali tidak mendapatkan keuntungan
besar dari ledakan permintaan produk mereka. Keuntungan lebih dari 100 persen merupakan
ha! yang umum pada setiap tahap dalam jalur yang dilewatinya di seluruh dunia. Tome Pires
mencatat bahwa barang dagangan yang dibeli di Melaka seharga 500 rei sudah cukup untuk
membeli satu bahar cengkih di Maluku, dan saat kembali ke Melaka akan laku antara 9 dan
12 cruzado-suatu kenaikan tujuh hingga sepuluh kali lipat. Banyak orang yang berbagi
keuntungan ini, nakhoda dan anak kapal di berbagai sektor Melaka-Jawa dan Jawa-Maluku,
para kapitalis yang mungkin telah memberi uang muka untuk pelayaran tersebut, penguasa
dan pejabat pelabuhan Melaka, Temate, satu pelabuhan atau lebih di Jawa barangkali
pelabuhan di Bali atau Sumbawa, dan pedagang eceran bahan makanan dan tekstil yang
dibawa oleh kapal itu dari Jawa, Bali, atau Sumbawa untuk keperluan perdagangan di
Maluku (Raid, 2011). .
Pelayaran Bengala dan Koromandel tidak begitu terancam karena saingan dari Eropa
dan terus berkembang selama sebagian besar masa abad ketujuh belas. Angka yang
dikumpulkan oleh Prakash menunjukkan bahwa jumlah kapal Bengala yang mengangkut
tekstil ke Asia Tenggara barangkali berada pada titik paling tinggi pada dasawarsa
pertengahan abad itu, ketika terdapat sekitar enam buah perahu dalam perjalanan ke Aceh dan
sering lebih banyak pelayaran ke Tenasserim untuk melayani Siam. Pada tahun 1680-an
sekitar delapan buah kapal masih melayari seluruh Asia Tenggara, tetapi jumlah ini menurun
menjadi tinggal satu atau dua kapal dalam setahun pada tahun-tahun terakhir abad tersebut.
Ekspor Koromandel ke Asia Tenggara tampaknya tumbuh secara dramatis pada abad
keenam belas dan sampai tahun 1620-an. Sejak itu sampai tahun 1640- an keadaaonya
barangkali statis ketika ekspor VOC meningkat, ekspor Portugis dan Denmark merosot,
Inggris memuncak pada tahun 1630-an sebelum turun lagi, dan ekspor dengan kapal-kapal
Asia menurun perlahan-lahan.
Orang Belanda memperkirakan pada tahun 1675 bahwa seluruh pantai Koromandel
mengekspor senilai 10-12 juta gulden, setara dengan 100-200 ton perak. Sebagian besar
ekspor ini adalah tekstil, untuk itu Asia Tenggara merupakan pasar utama sampai tahun 1650,
clan sesudah prosentase itu dengan cepat meningkat, tekstil itu dikirimkan ke Eropa.
Sekitar tahun 1620, dua pertiga pembelian tekstil oleh VOC dimaksudkan untuk dijual
di Asia Tenggara proporsi ini turun menjadi sedikit di bawah sepertiga pada tahun 1652-1653
dan menjadi sekitar 15 persen pada akhir abad itu. Setelah menambahkan sejumlah kecil
tekstil yang dibeli oleh Belanda di Gujarat dan Bengala untuk pasar di Asia Tenggara,
tampaknya VOC sendiri memasukkan nilai tekstil India ke Asia Tenggara setara dengan
sekitar 5 ton perak sekitar tahun 1620, dan 8-10 ton pada periode tahun 1640-1685, setelah
itu jumlahnya menurun dengan cepat. Kecuali dengan usaha yang singkat untuk memonopoli
pada tahun 1683-1685, VOC tidak pernah mengambil lebih dari sepertiga ekspor tekstil dari
Koromandel. Sebelum tahun 1640 VOC mengambil bagian yang jauh lebih sedikit dari
keseluruhan perdagangan ekspor India ke Asia Tenggara.
Dan pada tengah kedua abad ketujuh belas, V.O.C memaksakan suatu pemusatan baru
untuk penanaman cengkih di Ambon dan kepulauan lain yang berada di bawah
pengawasannya di lepas pantai barat Seram. Secara bergilir, di setiap pemusatan, hampir
seluruh penduduk pekerja dilibatkan dalam produksi cengkih, paling tidak selama musim
panen raya.

Anda mungkin juga menyukai