Anggi Strory Book
Anggi Strory Book
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana
Teknologi Informasi
Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT Mohammad Fadly Syahputra, B.Sc., M.Sc.IT
NIP. 196210262017042001 NIP. 198301292009121002
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Teknologi Informasi
Ketua,
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Komputer pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan
Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI
USU.
3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc. selaku Ketua Program Studi
S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Sarah Purnamawati, ST., M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi S1
Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Mohammad FadlySyah Putra, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
6. Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
7. Bapak Seniman, S.Kom., M.Kom. selaku Dosen Pembanding I yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
8. Bapak Dedy Arisandi, S.T., M.Kom. selaku Dosen Pembanding II yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
9. Yakita School, yang bersedia membantu dan memberikan informasi tentang
anak dengan autisme kepada penulis yang berguna untuk pengerjaan skripsi ini.
10. Ayahanda Lamsa Lumbanbatu dan Ibunda Ida Glora Silalahi untuk segala kasih
sayang, doa dan nasehat yang tiada henti kepada penulis. Ayahanda dan ibunda
adalah alasan utama penulis menyelesaikan skripsi ini. Kebanggaan ayahanda
dan ibunda adalah kebahagiaan bagi penulis.
11. Lukeria Rumondang Lumbanbatu, A.Md., selaku kakak penulis dan Daud
Edison Tarigan, A.Md., selaku abang ipar penulis yang selalu kasih dan
dukungan yang penulis terima selama pelaksanaan perkuliahan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkah kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 25 Oktober 2017
Penulis
ABSTRAK
Kata Kunci: Social Story, Autism Spectrum Disorder, Augmented Reality, Animasi 3D
ABSTRACT
Augmented Reality is a technique that supports visualizing social story therapies into
virtual world to help interpret and understand social situations and determine
appropriate response in special way and form for children with Autism Spectrum
Disorder (ASD). By observing behaviors of children with ASD who often experience
difficulties in understanding and responding appropriately to certain situations, a
method is needed to apply social story therapy that implement Augmented Reality to
children with ASD. The output from this method is 3D (three dimensional) animation
in social story therapy by detecting markers which is located on actual book sheets
and real-time world images. From the results of testing runs to this system, a
conclusion is obtained that the animation on each scene run properly and the detection
of marker runs stable at a distance of 25cm to 100cm away from camera with angle of
0o to 60o.
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB 1: PENDAHULUAN
5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1 Level Perkembangan Interaksi dan Komunikasi Anak ASD 7
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu 13
Tabel 3.1 Storyboard Game 28
Tabel 4.1 Konfigurasi perangkat keras yang digunakan 31
Tabel 4.2 Konfigurasi perangkat lunak yang digunakan 32
Tabel 4.3 Pengujian Animasi 37
Tabel 4.4 Pengujian jarak deteksi 38
Tabel 4.5 Pengujian sudut kemiringan kamera 39
Tabel 4.6 Skala Likert pada Kuisioner 40
Tabel 4.7 Kuisioner Tingkat Kesetujuan dan Kepuasan 43
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1 Social Story 8
Gambar 2.2 Seorang Anak menggunakan Augmented Reality 10
Gambar 2.3 Marker based-tracking 11
Gambar 2.4 Titik Koordinat Virtual pada Marker 12
Gambar 3.1 Buku dan Ukuran yang digunakan 14
Gambar 3.2 Posisi User saat menggunakan Sistem 15
Gambar 3.3 Marker Social Story 15
Gambar 3.4 Arsitektur Umum 17
Gambar 3.5 Diagram Aktivitas Menu Bantuan 19
Gambar 3.6 Diagram Aktivitas Menu Riwayat 20
Gambar 3.7 Diagram Aktivitas Menu Keluar 21
Gambar 3.8 Proses pada Aplikasi 22
Gambar 3.9 Tampilan Badan 3D Awal 23
Gambar 3.10 Perancangan Badan 3D 24
Gambar 3.11 Pakaian 24
Gambar 3.12 Peletakan Pakaian pada Model 3D 25
Gambar 3.13 Tampilan Obyek 3D dengan Pakaian 25
Gambar 3.14 Animator Controller pada Karakter 26
Gambar 3.15 Tampilan Pengaturan pada State 27
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Menu Utama 33
Gambar 4.2 Tampilan Scene AR Animasi Perkenalan 33
Gambar 4.3 Tampilan Scene AR Animasi Bermain 34
Gambar 4.4 Tampilan Scene AR Animasi Terimakasih 35
Gambar 4.5 Tampilan Halaman Menu Bantuan 36
Gambar 4.6 Tampilan Halaman Menu Riwayat 36
Gambar 4.7 Pengujian Terhadap Anak 40
PENDAHULUAN
Seorang anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) biasanya ditandai dengan
seringnya melakukan kegiatan secara berulang-ulang, kesulitan dalam berkomunikasi
baik secara lisan maupun non-lisan dan mengalami gangguan dalam berinteraksi
sosial (Boelte, et al., 2013). Kesulitan dalam menyadari perubahan emosi, kurangnya
kemampuan berempati dengan orang lain dan kesulitan memberi respon dengan tepat
menjadi gangguan dalam berinteraksi sosial bagi penderita autisme (Sucksmith, et al.,
2013). Kurangnya penanganan serius terhadap gangguan dalam interaksi sosial dapat
mengakibatkan penderita memiliki rasa percaya diri yang rendah serta
ketidakmandirian dalam melakukan aktifitasnya. Salah satu terapi yang digunakan
dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial bagi anak dengan autisme adalah
social story.
Social story merupakan cerita pendek yang dapat digunakan untuk membantu
penderita autisme dalam menafsirkan dan memahami situasi sosial serta dalam
menentukan suatu respon dengan tepat dalam gaya dan format yang ditetapkan secara
khusus (Gray, 1997). Social story dapat berupa tulisan ataupun visual yang dapat
menggambarkan berbagai interaksi sosial, situasi, keterampilan, konsep serta perilaku
yang umum pada masyarakat dengan tujuan berbagi informasi sosial yang akurat,
meyakinkan dan mudah dimengerti oleh anak penderita autisme. Sebelumnya,
penggunaan social story sebagai terapi dilakukan secara langsung oleh terapis kepada
penderita autisme. Hal ini dilakukan dengan cara membacakan cerita secara langsung
tanpa dukungan visual atau dengan dukungan visual namun masih berdimensi dua
(2D) yang dinilai masih kurang akurat. Tampilan yang kurang menarik dapat
mengalihkan perhatian sehingga pesan yang disampaikan oleh cerita tidak akan
sampai dan diterima oleh penderita.
Pada tahun 2010, Chien-Hsu Chen, et al. melakukan penelitian untuk melihat
tingkat efektifitas penggunaan sosial story sebagai terapi untuk anak penderita
autisme. Pada penelitian tersebut, tiga anak yang diteliti menunjukkan perkembangan
dalam menangani situasi sosial dengan lebih baik daripada sebelum melakukan terapi.
Pada tahun 2013, Zhen bai, et al. melakukan penelitian menggunakan Augmented
Reality dalam bentuk pretend play sebagai terapi anak penderita autisme. Pada
penelitian tersebut, anak penderita memainkan sebuah balok yang telah dipasang
marker dimana pada layar, anak tersebut seakan-akan memainkan sebuah mainan alat
transportasi.
Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis mengajukan proposal penelitian
dengan judul “SOCIAL STORY BOOK UNTUK PENDERITA AUTISM
SPECTRUM DISORDER MENGGUNAKAN AUGMENTED REALITY”.
Seorang anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autisme biasanya ditandai
dengan seringnya mengalami hambatan dalam memahami dan memberi respon yang
tepat pada situasi tertentu. Social story merupakan terapi yang menggunakan cerita
pendek untuk membantu penderita Autism Spectrum Disorder (ASD) dalam
menafsirkan dan memahami situasi sosial serta dalam menentukan suatu respon
dengan tepat dalam gaya dan format yang ditetapkan secara khusus. Oleh karena itu,
diperlukan metode yang dapat mendukung memvisualisasikan social story pada anak
penderita autisme yang diimplementasikan dengan Augmented Reality.
2. Analisis Permasalahan
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap studi literatur untuk mendapatkan
pemahaman mengenai gerakan objek virtual agar menyerupai gerakan objek nyata
yang diterapkan melalui penggunaan augmented reality dan pengumpulan data
yang diperlukan.
3. Perancangan
Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur, pengumpulan data, dan
perancangan antarmuka. Proses perancangan ini dilakukan berdasarkan hal yang
ditemukan pada tahap analisis permasalahan yang telah didapatkan.
4. Implementasi
Setelah melakukan perancangan sistem, peneliti melakukan pembangunan aplikasi
berdasarkan analisis dan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya.
5. Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap aplikasi yang telah dibangun dalam
penyampaian social story dengan menggunakan augmented reality untuk anak
penderita autisme serta memastikan aplikasi telah berjalan sesuai dengan yang
direncanakan.
6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan
Pada tahap ini akan dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan mengenai
aplikasi yang dibangun yang bertujuan untuk menunjukkan hasil penelitian ini.
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
Bab 1. Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan latar belakang diangkatnya pemilihan judul skripsi “Social
Story Book untuk Penderita Autism Spectrum Disorder menggunakan Augmented
Reality”, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan dari penyusunan skripsi ini.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini akan membahas teori-teori yang mendukung dalam pembuatan augmented
reality terapi social story untuk anak penderita Autism Spectrum Disorder (ASD).
2.3 Animasi 3D
Pada animasi 3D (tiga dimensi), animasi yang dihasilkan lebih realistis, detail dan
nyata, karena hampir menyerupai bentuk aslinya (Gina, 2009). Terdapat 3 macam
teknik dalam pemodelan pada animasi 3 dimensi yaitu Constructive Solid Geometry,
Implicit Surfaces dan Subdivision Surface. Constructive Solid Geometry merupakan
teknik dasar dalam pemodelan objek 3D karena objek yang digunakan berupa bentuk
kubus, bola, silinder, dan lainnya. Implicit Surface yang biasa disebut dengan NURBS
Modeling. Teknik ini hanya menggunakan curve dan perhitungan matematika.
Sedangkan Subdivision Surface adalah teknik yang digunakan untuk
merepresentasikan bidang halus (Wisantama, 2015).
2.4 Vuforia
Vuforia merupakan Software Development Kit (SDK) yang memungkinkan pembuatan
aplikasi augmented reality. Dulunya lebih dikenal dengan QCAR (Qualcomm
Company Augmented Reality). Vuforia menggunakan teknologi Computer Vision-
Based Augmented Reality untuk mengenali dan mendeteksi image target dan obyek
3D sederhana secara real-time. Vuforia menyediakan Application Programming
Interface (API) pada C++, Java dan Objective-C. Beberapa kemampuan vuforia SDK
antara lain:
1. Mendeteksi image target atau marker, vuforia SDK menggunakan algoritma
untuk mendeteksi citra yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan citra yang
tersimpan dalam database (Ibanez & Figueras, 2013).
2. Virtual Button, daerah yang didefenisikan oleh pengembang pada image target
yang apabila disentuh akan memicu suatu aktivitas (Ibanez & Figueras, 2013).
3. Target Management System, mengijinkan pengembang untuk melakukan
aktivitas upload gambar yang sudah diregistrasi oleh marker dan kemudian
melakukan download target gambar yang akan dimunculkan.
4. QCAR SDK Vuforia, mengijinkan pengembang untuk melakukan koneksi
antara aplikasi yang telah dibuat dengan library static, seperti libQCAR.a pada
iOS atau libQCAR.so pada android
2.6 Marker
Marker merupakan objek nyata yang digunakan sebagai penanda terekam dalam
kamera secara real-time. Marker ini digunakan sebagai pendeteksi yang akan menjadi
peletakan objek yang secara virtual dapat memunculkan animasi 3D. Marker memiliki
titik koordinat virtual yang memiliki fungsi dalam menentukan posisi dari objek
virtual yang akan muncul seakan-akan pada lingkungan nyata. Objek virtual akan
berdiri segaris dengan sumbu Z (posisi bawah ke atas atau sebaliknya) serta tegak
lurus pada sumbu X (posisi kanan ke kiri atau sebaliknya) dan Y (posisi depan ke
belakang atau sebaliknya) dari koordinat virtual marker.
Gambar 2.4 Titik Koordinat Virtual pada Marker (Bai et al., 2012)
Pada tahun 2010, penelitian tentang pengaruh terapi social story pada anak penderita
autisme dilakukan Anastasia Kokina dan Lee Kern. Penelitian ini untuk melihat
keefektifan terapi social story pada perkembangan sosial anak yang menderita
autisme.
Lizbeth Escobedo dan Monica Tentori pada tahun 2014 melakukan penelitian
untuk membantu para guru atau terapis anak penderita autisme dalam memberikan
dukungan visual tambahan melalui penggunaan metode augmented reality MOBIS
(Mobile Object Identification System). Penelitian dilakukan selama 8 minggu di dalam
3 ruangan kelas, dimana masing-masing kelas terdiri dari 7 guru atau terapis dan 14
anak pernderita autisme.
Chien-Hsu Chen, I-Jui Lee dan Ling-Yi Lin pada tahun 2015 melakukan
penelitan tentang kesulitan penderita autisme dalam mengenali dan memahami
ekspresi wajah. Penelitian ini menggunakan facial expression mask sebagai alat bantu
input untuk simulasi ekspresi pada pengguna. Penggunaan metode Augmented Reality
dalam bentuk animasi 3D dapat membantu melatih emosional sang anak penderita
autisme secara real-time.
Bab ini membahas mengenai analisis perancangan dan implementasi metode pada
sistem yang akan dibangun. Adapun dua tahap yang akan dibahas pada bab ini, yaitu
tahap analisis dan tahap perancangan sistem.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah citra yang diambil secara real-time
melalui kamera web. Dalam pengambilan citra secara real-time ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu kualitas kamera web, pencahayaan (lighting) dan jarak
pengambilan citra. Buku sebagai tempat peletakan marker dan ukuran yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
(a) (b)
Gambar 3.1 Buku dan Ukuran yang digunakan
User merupakan anak dengan autisme yang didampingi dan dibimbing oleh terapis
saat menggunakan sistem. Posisi kamera berada diantara monitor dan user agar
kamera dapat merekam citra dengan baik. Posisi user saat menggunakan sistem dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
(a) (b)
(c)
Gambar 3.3 Marker Social Story
1. Cara berkenalan, cerita dimulai dengan pertemuan seorang anak dengan anak
lain di tempat umum. Salah seorang anak mengajak anak lain berkenalan
dengan cara menyapa, mengajak bersalaman dan mengenalkan diri.
2. Mengajak teman baru untuk bermain, setelah berkenalan salah seorang anak
mengajak anak yang lain bermain bersama.
3.4.1 Input
Input merupakan marker yang diletakkan pada sisi kiri pada lembaran-lembaran buku
dimana pada bagian kanan lembaran-lembaran buku akan dijadikan sebagai tempat
untuk menampilkan obyek dan animasi 3D.
3.4.2 Proses
1. Identify Marker
Kamera akan mendeteksi setiap citra yang tertangkap secara terus menerus hingga
sistem mendapatkan citra yang dianggap sebagai citra marker. Citra marker yang
terdapat pada bagian kiri lembaran buku akan dideteksi dan dikenali oleh kamera.
Setelah didapatkan, citra akan diubah ke dalam citra biner (citra yang setiap pikselnya
hanya memiliki dua kemungkinan derajat keabuan yakni 0 dan 1) dan bingkai marker
juga akan dideteksi sehingga didapatkan simbol unik yang terdapat dalam image
marker. Kemudian, posisi dan orientasi 3 dimensi (3D) dari citra marker menuju
kamera akan diperkirakan untuk peletakan objek virtual di sebelah kanan citra marker
nantinya.
2. Database Checking
Setelah itu akan dilakukan penyesuaian symbol unik dari marker yang telah
diidentifikasi sebelumnya dengan symbol unik dari marker yang telah tersedia pada
database. Jika informasi telah sesuai maka akan dilanjutkan pada estimasi peletakan
objek virtual di seelah kanan citra marker yang terdapat pada lembaran buku tadi.
4. Rendering
Rendering atau proses menampilkan grafis merupakan proses akhir dari keseluruhan
proses pemodelan dan animasi komputer. Dalam rendering, semua data-data yang
sudah dimasukkan dalam proses modelling, animasi, texturing, pencahayaan dengan
parameter tertentu akan diterjemahkan dalam sebuah bentuk output (tampilan akhir
pada model dan animasi).
3.4.3 Output
Output merupakan AR (Augmented Reality) yang menampilkan obyek-obyek virtual
berupa animasi cerita social (social story) yang seakan-akan berada di sebelah kanan
marker pada lembaran buku.
USER SISTEM
Tampilan Menu
Utama
USER SISTEM
Tampilan Menu
Utama
USER SISTEM
Tampilan Menu
Utama
Animation state memiliki bentuk persegi panjang pada animation state machine.
Setiap state berisi urutan penggalan gerakan yang akan berjalan disaat karakter berada
dalam keadaan tersebut. Ketika keadaan dalam animasi memicu transisi state, maka
pergerakan karakter pada state sebelumnya akan ditinggalkan untuk menuju urutan
state selanjutnya. Untuk melakukan pengaturan pada gerakan karakter dapat dilakukan
dengan mengklik secara dua kali pada animation state. Tampilan pengaturan pada
Animation state dapat dilihat pada Gambar 3.14
a. Judul frame.
c. Tombol riwayat,
berfungsi untuk masuk
ke panel riwayat
pembuat aplikasi.
d. Tombol keluar,
berfungsi untuk
menutup aplikasi
tersebut.
a. Judul frame
b. Jendela yang
menampilkan animasi
social story dan objek
3D yang menjadi objek
permainan.
a. Judul frame
b. Jendela yang
menampilkan informasi
cara bermain atau
panduan penggunaan
aplikasi.
a. Judul frame
Bab ini membahas mengenai hasil yang didapat dari implementasi dan perancangan
sistem pada Bab 3 serta pengujian sistem yang telah dibangun.
Pada penelitian ini, pembuatan sistem memerlukan perangkat keras dan lunak yang
kompatibel sehingga sistem dapat dibangun sesuai dengan perancangan yang telah
ditentukan. Adapun spesifikasi perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam
membangun sistem ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Halaman menu utama adalah halaman yang akan muncul pertama kali saat user
membuka sistem. Halaman utama ini berisi tombol-tombol yang dapat dipilih untuk
menuju halaman selanjutnya. Beberapa tombol pilihan tersebut diantaranya:
1. Tombol mulai bermain, tombol ini akan menuju ke halaman yang akan
menjalankan Augmented Reality (AR)
2. Tombol bantuan, tombol yang akan menuju ke halaman yang menjelaskan cara
bermain dan menggunakan sistem tersebut
1. Scene AR Perkenalan
Halaman ini berisi scene yang akan muncul pertama kali setelah user memilih tombol
mulai bermain. AR camera akan membaca marker pada lembar pertama buku dan
menampilkan scene animasi pada halaman sebelahnya. Scene yang ditampilkan
merupakan animasi 3D yang menceritakan tentang cara mengajak berkenalan anak
lain disaat pertemuan yang pertama kali. Pada halaman scene ini terdapat tombol
beranda yang berfungsi untuk menuju halaman menu utama pada sistem.
2. Scene AR Bermain
Ketika scene perkenalan berakhir, user akan diminta untuk membuka lembar
berikutnya yaitu lembar kedua. AR camera akan membaca marker pada lembar kedua
buku dan menampilkan scene animasi pada halaman sebelahnya. Scene yang
ditampilkan merupakan animasi 3D yang menceritakan tentang cara mengajak anak
lain bermain bersama. Terdapat tiga jenis permainan berlanjut yang akan diberikan
untuk dimainkan oleh user. Pada halaman scene ini terdapat tombol beranda yang
berfungsi untuk menuju halaman menu utama pada sistem.
(a) (b)
(c)
3. Scene AR Terimakasih
Ketika ketiga scene permainan selesai, user akan diminta untuk membuka lembar
berikutnya yaitu lembar ketiga sekaligus yang terakhir. AR camera akan membaca
marker pada lembar ketiga buku untuk menampilkan scene animasi pada halaman
sebelahnya. Scene yang ditampilkan merupakan animasi 3D yang menceritakan
tentang cara berterimakasih kepada anak lain karena mau bermain bersama. Pada
halaman scene ini terdapat tombol beranda yang berfungsi untuk menuju halaman
menu utama pada sistem.
Halaman menu bantuan adalah halaman yang akan muncul setelah user memilih
tombol bantuan pada halaman menu utama. Halaman bantuan ini berisi informasi
mengenai cara bermain dan cara menggunakan sistem. Pada halaman menu bantuan
ini terdapat tombol beranda yang berfungsi untuk menuju halaman menu utama pada
sistem.
Halaman menu riwayat adalah halaman yang akan muncul setelah user memilih
tombol riwayat pada halaman menu utama. Halaman riwayat ini berisi informasi
mengenai penyusun dan pembimbing dalam pembangunan sistem. Pada halaman
menu bantuan ini terdapat tombol beranda yang berfungsi untuk menuju halaman
menu utama pada sistem.
Pada tabel 4.3 dilakukan pengujian terhadap tiga scene yang dipakai sebagai scene
augmented reality. Pengujian dilakukan dengan memastikan waktu berjalannya
animasi dan sound sesuai dengan waktu AR camera berhasil mendeteksi marker. Pada
scene pertama, waktu dimulainya animasi dan sound berjalan dengan tepat dengan
estimasi waktu 1 menit 20 detik. Pada scene kedua, animasi dan sound juga dapat
berjalan dengan tepat dengan estimasi waktu sekitar 3 menit 30 detik. Pada scene
ketiga, animasi dan sound dapat berjalan dengan tepat juga dengan estimasi waktu 50
detik.
Marker yang digunakan dalam sistem ini merupakan marker dengan ukuran
15cm x 25cm yang diletakan pada lembaran buku yang memiliki ukuran
25cm x 25cm.
Pada tabel 4.3 dilakukan pengujian dengan enam jarak pengujian marker yang dimulai
dari jarak 25cm (centimeter) sampai 150cm. Pengujian dimulai dari jarak 25cm karena
pada jarak kurang dari 25cm, marker dan posisi peletakan obyek 3D sulit dibaca oleh
kamera.
Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan marker tidak terdeteksi. Pada
jarak 25cm marker yang terlihat oleh kamera sebesar 100%. Pada sepuluh kali
percobaan, pendeteksian marker dan peletakkan obyek 3D berhasil dilakukan sebesar
100%. Pendeteksian marker dan peletakan obyek 3D juga dapat dilakukan dengan
hasil 100% pada jarak 50cm, 75cm dan 100cm. Sedangkan pada jarak 125cm, marker
dapat dideteksi dan peletakan obyek 3D dapat berhasil dilakukan hanya dalam
sembilan dari sepuluh kali percobaan dan pada jarak 150cm, marker yang dapat
dideteksi dan peletakan obyek 3D dapat berhasil dilakukan hanya dalam tujuh dari
sepuluh kali percobaan hal ini terjadi karena pada awal percobaan pembacaan marker
terhalang oleh pencahayaan pada marker.
Pada tabel 4.5 dilakukan pengujian dengan lima sudut kemiringan yaitu pada sudut 0o,
30o, 45o, 60o dan 90o. Hasil pengujian pendeteksian marker oleh kamera dengan sudut
0o, 30o, 45o dan 60o dapat dilakukan dengan baik. Terlihat pada saat marker dan
kamera membentuk sudut 0o, 30o, 45o dan 60o marker dapat langsung dideteksi dan
peletakan obyek 3D dapat dilakukan dengan baik. Sedangkan pada sudut 90o marker
dapat dideteksi dan peletakan obyek 3D dapat dilakukan dengan baik hanya dalam
delapan dari sepuluh kali percobaan. Hal ini terjadi karena pada sudut 90o kamera
tidak dapat langsung mendeteksi marker sehingga peletakan obyek 3D menjadi tidak
stabil. Percobaan dilakukan tidak melebihi sudut 90o karena pada saat kamera dan
marker membentuk sudut >90o marker tidak dapat terlihat sepenuhnya. Pengujian ini
hanya untuk menguji pendeteksian marker dalam keadaan marker terlihat sepenuhnya
oleh kamera.
Setelah itu, terapis diperkenankan untuk mengisi kuisioner yang berisi beberapa
pertanyaan dan pernyataan mengenai tingkat kesesuaian terapi terhadap sistem.
Seluruh pertanyaan dan pernyataan tersebut disandingkan dengan skala likert untuk
mendapatkan hasil. Dimana pada skala tersebut tidak setuju (TS) bernilai 1 dan
sangat setuju (SS) bernilai 4 seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.6.
Setuju (S) 3
Adapun pertanyaan dan pernyataan dalam jajak pendapat untuk tingkat kesetujuan
sistem antara lain:
1. Apakah aplikasi social story tersebut dapat digunakan sebagai media
pembelajaran bagi anak autisme?
2. Apakah aplikasi social story membantu pembimbing dalam melakukan proses
pembelajaran?
3. Apakah aplikasi ini dapat memberikan pembelajaran yang sesuai pada
kurikulum tahap pre-akademik?
4. Bagaimanakah penataan konten pada aplikasi?
5. Bagaimanakah penggunaan warna dan gambar pada aplikasi?
6. Tampilan game menarik
7. Game bersifat interaktif dan mudah dimainkan
8. Anak-anak antusias dengan game ini
9. Game ini membuat anak tertarik & berminat dalam melakukan proses
pembelajaran
10. Audio dalam games ini jelas didengar
11. Audio dalam games ini dapat dimengerti maknanya
Dari nilai-nilai dalam skala yang berada pada tabel 4.6 dapat diperoleh nilai rata-rata
dari pertanyaan dan pernyataan pada kuisioner menggunakan cara:
∑ (R x NJ)
Nilai rata-rata = X 100
NJM x RTotal
Keterangan:
R = Responden
NJ = Nilai Jawaban
NJM = Nilai Jawaban Maksimal
Pengujian sistem dilakukan terhadap tiga anak dengan autisme yang masing-
masing didampingi dan dibimbing oleh terapis. Terapis tersebut merupakan responden
dalam pengujian yang dilakukan.
Berdasarkan hasil kuisioner yang telah dilakukan kepada tiga responden, semua
responden memilih setuju bahwa pernyataan pertama sampai kedelapan yang
menyatakan jika aplikasi social story tersebut dapat digunakan sebagai media
pembelajaran bagi anak autism, aplikasi social story membantu pembimbing dalam
melakukan proses pembelajaran, aplikasi ini dapat memberikan pembelajaran yang
sesuai pada kurikulum tahap pre-akademik, penataan konten pada aplikasi sesuai
dengan terapi, penggunaan warna dan gambar pada aplikasi sesuai dengan terapi,
tampilan game menarik, game bersifat interaktif serta mudah dimainkan dan anak-
anak antusias dengan game ini. Dimana persentase rata-rata dari pernyataan ini
sebesar 75%. Pada pernyataan kesembilan, dua responden memilih setuju dan satu
responden lainnya memilih kurang setuju jika game pada sistem ini membuat anak
tertarik & berminat dalam melakukan proses pembelajaran. Dimana persentase rata-
rata dari pernyataan tersebut yaitu 67%. Sedangkan untuk pernyataan kesepuluh dan
kesebelas, satu responden memilih setuju dan dua responden lainnya memilih kurang
setuju bahwa audio dalam games ini jelas didengar dan audio dalam games ini dapat
dimengerti maknanya. Sehingga persentase nilai rata-rata dari pernyataan tersebut
sebesar 58%. Keterangan dari setiap persentase dapat dilihat pada tabel 4.7.
Bab ini membahas tentang kesimpulan dari social story book untuk penderita autism
spectrum disorder (asd) menggunakan augmented reality. Selain itu juga memberikan
saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
1. Animasi dan sound pada terapi social story dapat berjalan pada setiap scene.
2. Aplikasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan saat mendeteksi marker dan
menampilkan obyek 3D dan animasi social story.
3. Sudut ideal pendeteksian marker oleh kamera adalah pada saat marker dan
kamera membentuk sudut 0o, 30o, 45o dan 60o dan jarak ideal pendeteksian
marker oleh kamera yaitu 25cm – 100cm sehingga peletakan obyek 3D dapat
dilakukan dengan baik.
Berdasarkan skala likert dengan persentase nilai rata-rata sebesar 71.18%, responden
setuju bahwa sistem dapat mendukung memvisualisasikan terapi social story untuk
penderita Autism Spectrum Disorder (ASD) dalam menafsirkan dan memahami situasi
sosial di sekitarnya.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lorimer, P.A., Simpson, R.L., Myles, B.S. & Ganz, J.B. 2002. The use of social
stories as a preventative behavioral intervention in a home setting with a child
with autism. Journal of Positive Behavior Interventions, pp. 53–60.
Marnik, J. & Szela, M. 2008. Multimedia Program for Teaching Autistic Children.
Information Tech in Biomedicine, ASC 47, pp. 505–512.
Mason, R.A. & Ganz, J.B. 2011. Seeing is believing: video self-modeling for people
with autism and other developmental disabilities. Focus on Autism and Other
Developmental Disabilities, pp. 63-67.
McPartland, J.C., Webb, S.J., Keehn, B. & Dawson, G. 2011. Patterns of visual
attention to faces and objects in autism spectrum disorder. Journal of Autism
and Developmental Disorders, pp. 148-157.
Pares, N., Masri, P., Wolferen, G. & Creed, C. 2005. Achieving Dialogue with
Children with Severe Autism in an Adaptive Multisensory Interaction: The
“MEDIATE” Project. IEEE Transaction on Visualization and Computer
Graphics, pp. 734-743.
Sansosti, J.F., Powell-Smith, A.K. & Kincaid, D. 2014. A Research Synthesis of
Social Story Interventions for Children With Autism Spectrum Disorders.
International Journal on IEEE, pp. 194-204.
Siregar, M.I.R. 2017. Realistic Shadow Augmented Reality Satwa Langka Indonesia.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Qin, S., Nagai, Y., Kumagaya, S., Ayaya, S. & Asada, M. 2014. Autism Simulator
Employing Augmented Reality : A Prototype. IEEE International Conferences
on Development and Learning and Epigenetic Robotics, pp. 155-156.
Quintana, E. 2012. Object and Gesture Recognition to Assist Children with Autism
during the Discrimination Training. Progress in Pattern Recognition. Image
Analysis, Computer Vision, and Applications, LNCS 7441, Springer, pp. 877-
884.
Vullamparthi, A.J., Nelaturu, S.C., Mallaya, D.D. & Rashtreeya, C.S. 2013. Assistive
Learning for Children with Autism using Augmented Reality. IEEE Fifth
International Conference on Technology for Education, pp. 43-46.
Williams, G., Pérez-González, L.A., & Muller, A. 2005. Using a combined blocking
procedure to teach color discrimination to a child with autism. Journal of
Applied Behavior Analysis, pp. 555–558.
Wisantama, K. 2015. Virtualisasi Fasilitas Umum di Kampus Universitas Sumatera
Utara (USU). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Young, R.L. & Posselt, M. 2012. Using the transporters DVD as a learning tool for
children with autism spectrum disorders (ASD). Journal of Autism and
Developmental Disorders, pp. 984-991.