Anda di halaman 1dari 17

Nama : Robi Hari Marhesa

NIM : 206000101111005
Mata Kuliah : Rekayasa Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr. rer.nat. Abdurrouf, S.Si., M.Si

PENERAPAN BIOPORI UNTUK MENINGKATKAN PERESAPAN AIR HUJAN DI


KAWASAN PERUMAHAN

Permasalahan timbulnya genangan air dan banjir di beberapa daerah di Indonesia


pada saat hujan lebat makin sering kita temui, khususnya di wilayah pemukiman penduduk
perkotaan. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas sosial
ekonomi masyarakat, kebutuhan ruang kota untuk kawasan perumahan juga semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan luasan ruang yang ada sangat terbatas, semakin langka
dan mahal sehingga mendorong pemanfaatan ruang yang bersifat memaksimalkan kondisi
ruang yang ada (Samadikun, 2019). Semakin terbatasnya ruang yang ada karena dibangun
sebagai kawasan perumahan ataupun bangunan lainnya membuat area resapan air semakin
berkurang.
Semakin terbatasnya ruang dan berkurangnya area resapan air juga terjadi di
Perumahan Permata Tembalang, yang terletak di Kelurahan Kramas, Kecamatan
Tembalang, Kota Semarang. Hal ini disebabkan karena warga yang tinggal di perumahan
tersebut, seiring berjalannya waktu dan secara bertahap memperluas lahan terbangun di
kavling rumahnya sehingga semakin banyak ditemui warga yang membangun kavling
rumahnya sampai tidak tersisa sedikit pun lahan terbuka untuk peresapan air hujan dalam
tanah (Samadikun, 2019). Menurut Purwoarminta, et..al. (2019) dalam Samadikun (2019),
berkurangnya zona peresapan air hujan menjadi salah satu penyebab menurunnya sumber
daya air tanah. Hal ini bila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan terjadinya
penurunan kuantitas dan kualitas air tanah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatan area resapan air hujan,
khususnya di kawasan perumahan adalah dengan penerapan biopori. Menurut Tim Biopori
IPB (2017) dalam Samadikun (2019), definisi Lubang Resapan Biopori adalah teknologi
tepat guna dan ramah lingkunhan untuk mengatasi banjir dengan cara: (1) meningkatkan
daya resapan air; (2) mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurai emisi gas
rumah kaca (CO2 dan metan); dan (3) memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar
tanaman dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit
demam berdarah dan malaria. Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan
menambah bidang resapan air. Sebagai contoh, bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm
dan kedalaman 100 cm, maka luas bidang resapan akan bertambah banyak sebesar 3.140
cm2. Dengan kata lain, suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm,
yang semula mempunyai bidang resapan 78,5 cm2, setelah dibuat lubang resapan biopori
dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2. Menurut Tim
Biopori IPB (2017) dalam Samadikun (2019), praktik penerapan pembuatan biopori
dilakukan dengan Langkah sebagai berikut:
a. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm.
Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila air
tanahnya dangkal . Jarak antarlubang antara 50 – 100 cm.
b. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm dengan tebal 2 cm di
sekeliling mulut lubang.
c. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman,
dedaunan, atau pangkasan rumput.
d. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah
berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan
e. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim
kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan. Jaga lubang resapan
selalu penuh terisi sampah organik.
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Lubang Resapan Biopori (LRB)

Tabel 1. Harga Satuan Bahan dan Biaya Satuan Pekerja


Harga Satuan
Bahan Harga (Rp) Koefisien Keterangan
(Rp)
Pipa PVC panjjang 131.340,00 0,25 32.385,00 Panjang 1 m
4m diameter 4” dan diameter 10
cm
Semen Holcim 50 kg 61.000,00 0,01 610,00 0,5 kg
Roster Genteng 6.500,00 1,00 6.500,00
Melati (20x20)
Bor Biopori Manual 1 175.000,00 0,001 175,00 Estimasi dapat
unit membuat 100
LRB
Tukang gali tanah (7 50.000,00 0,1 5.000,00 10 lubang per
jam/hari) : 1 orang hari
Jumlah Biaya untuk 1 (Satu Unit) LRB 44.670,00
Sumber: Qaedi, et.al., (2013)

Dari uraian mengenai penerapan biopori dengan segala manfaatnya dan dari
tinjauan biaya yang tidak terlalu besar, maka yang selanjutnya perlu diperhatikan adalah
memperhitungkan kinerja LRB yang dibuat, yang dapat dipengaruhi oleh faktor jumlah LRB
yang dibutuhkan dalam area luasan tertentu, kedalaman LRB, tipe tanah tempat pembuatan
LRB, jenis sampah organik di dalam LRB, lama pengomposan.
1. Jumlah Lubang Resapan Biopori (LRB) yang Dibutuhkan pada suatu Luasan
Tertentu (Metode (1)):
Untuk menentukan jumlah lubang resapan biopori yang ideal pada suatu area,
dilakukan analisis mencari intensitas hujan, luas bidang kedap, dan laju resapan air per
lubang pada persamaan berikut:
𝒎𝒎
𝒊𝒏𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏 ( ) ×𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒊𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒅𝒂𝒑 (𝒎𝟐
𝒋𝒂𝒎
Jumlah LRB = 𝒍𝒊𝒕𝒆𝒓
𝒍𝒂𝒋𝒖 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒔𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒂𝒊𝒓 𝒑𝒆𝒓 𝒍𝒖𝒃𝒂𝒏𝒈 ( )
𝒋𝒂𝒎

Studi Kasus Menghitung Jumlah Lubang Resapan Biopori (LRB) pada Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Data pertama yang dibutuhkan dalam perhitungan adalah data Curah Hujan. Adapun
data curah hujan yang diperoleh dari BMKG Bandung selama 5 tahun (2008-2012)
adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Data Curah Hujan BMKG Bandung (2008-2012)


Bulan
Thn
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2008 240,9 102,8 327,1 327,1 165,4 65,3 3,6 58,6 41,5 137,0 277,3 332,8
2009 208,5 200,5 165,6 165,6 183,8 101,0 24,2 0,5 24,0 234,5 234,5 253,0
2010 353,3 505,0 562,0 92,9 350,6 131,9 220,8 105,2 430,4 292,2 401,4 237,5
2011 63,0 76,7 89,4 381,5 193,4 117,6 77,2 3,1 102,8 103,6 321,4 259,0
2012 82,9 303,7 155,5 290,8 257,1 60,5 34,2 0,0 27,0 125,0 537,0 637,0
Jumlah 802,7 808,3 1170,1 585,6 699,8 298,2 248,2 164,3 495,9 663,7 913,2 823,3
Rata- 267,6 269,4 390,0 195,2 233,3 99,4 99,4 54,8 165,3 221,2 304,4 274,4
rata
Sumber: BMKG Bandung dalam Qaedi, et.al., (2013)

Data berikutnya yang dibutuhkan adalah data luas Gedung Dinas Pendidikan
Data diperoleh dari denah Gedung Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, diperoleh:
Luas tanah keseluruhan = 27.600 m2
Luas seluruh bangunan = 26.204 m2
Tota luas taman utama = 866 m2

Perhitungan Jumlah LRB yang dibutuhkan


Dari data yang didapatkan dari denah Gedung Dinas Pendidikan, terdapat taman atau
daerah yang dapat meresap air yang berukuran 866 m2 dan luas bangunan atau
daerah yang tidak dapat meresap air berukuran 26.204 m2. Untuk intensitas hujan,
dilihat dari data BMKG, curah hujan tertinggi pada bulan Maret, yaitu 390 mm/jam.
Menurut Brata (2008). Suatu keadaan dengan hujan yang lebat memiliki laju resapan
air 3 liter/menit atau 180 liter/jam pada tiap lubang. Berikut adalah perhitungannya:
mm
intensitas hujan ( ) ×Luas bidang kedap (m2
jam
Jumlah LRB = liter
laju peresapan air per lubang ( )
jam

mm
390 ( ) ×26.204m2
jam
Jumlah LRB = liter = 56.775 LRB
180 ( )
jam

Jadi, LRB yang dibutuhkan 56.775 lubang resapan biopori.

2. Jumlah LRB pada Lahan Terbuka (metode 2) dan Pengaruh Jenis Sampah
Organik serta Umur Sampah (Lama Pengomposannya) dalam LRB terhadap Laju
Infiltrasi
Analisis data yang digunakan meliputi kegiatan-kegiatan menganalisis data penentuan
jumlah lubang resapan biopori, debit baniir rencana, dan pemilihan jenis distribusi
curah hujan.
mm
intensitas hujan ( ) ×Luas bidang kedap (m2
jam
Jumlah LRB = liter
laju peresapan air per lubang ( )
jam

Penentuan debit banjir rencana dilakukan dengan cara menganalisis debit Q limpasan
menggunakan persamaan:
Q = 0,2778.C.I.A
Keterangan : Q = debit limpasan (m3/detik)
C = koefisien pengaliran limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran

Setelah menghitung Q limpasan selanjutnya dihitung koefisien pengaliran/limpasan


dan intensitas hujan menggunakan persamaan:

Keterangan : I = Intensita hujan (mm/jam)


t = lama hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) dengan
cara menganalisis curah hujan maksimum dalam setahun)
A = luas daerah pengaliran

Pemilihan jenis distribusi curah hujan akan ditentukan dengan mencocokkan parame.
ter statistik dengan syarat masing-masing distribusi Tabel parameter statistik untuk
penentuan jenis distribusi dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3. Parameter statistik untuk menentukan Jenis Distribusi
No. Distribusi Persyaratan
1 Normal (x±s)=68,27%
(x±2s)=95,44%
Cs ~ 0
Ck ~ 3
2 Log Normal Cs = 1,1502
Ck = 5,4412
3 Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4
4 Log Pearson III Selain dari nilai di atas
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)

Untuk menghitung aliran permukaan air hujan koefisien limpasan (C) perlu diketahui
luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah untuk dapat
memperkirakan persentase jenis pengunaan lahan pada suatu lokasi. Adapun contoh
penggunaan lahan pada suatu lokasi (penggunaan lahan pada Fakultas Teknik
Universitas Teuku Umar Aceh, disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Penggunaan lahan pada suatu lokasi


Jenis Daerah Persentase (%) Luas Daerah Koefisien C CxA
(km2)
Lahan berumput 45 2,622 0,1 0,26222
Jalan Aspal 10 0,583 0,9 0,52443
Gedung 30 1,748 0,5 0,87405
Jalan berbatu 15 0,874 0,7 0,61184
Total 100 5,827 2,27253
C = 0,39

Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)

Bila ditinjau dari persentase penggunaan lahan yang ada pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput, yaitu mencapai
45%.
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis curah hujan, Oleh karena itu
dibutuhkan data curah hujan dalam kurun waktu tertentu. Data curah hujan yang
digunakan merupakan data curah hujan dari BMKG.

Tabel 5. Data Curah Hujan harian maksimum (mm/hari)


Bulan
Thn Max.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2000 132 54 61 75 83 78 97 48 38 69 46 131 132
2001 64 89 58 78 75 39 97 92 69 58 79 57 97
2002 15 17 98 43 59 86 39 97 47 37 83 42 98
2003 96 30 96 70 49 62 131 42 85 95 101 35 131
2004 121 125 62 102 35 48 38 155 80 61 116 82 155
2005 43 73 106 83 68 37 48 46 85 53 72 56 106
2006 50 70 52 42 19 54 66 65 88 107 60 31 107
2007 39 41 31 37 50 37 60 101 35 135 42 94 135
2008 165 100 31 95 94 40 100 100 96 75 77 69 165
2009 25 63 96 107 100 66 45 59 95 45 75 26 107
Sumber: BMKG Stasiun Cut Nyak Dien dalam Ikhsan, et.al., (2017)
Kemudian dilakukan analisis distribusi curah hujan dengan metode distribusi Log
Pearson III, untuk lebih jelasnya data pada tabel di bawah ini

Tabel 6. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


RT (2 th) RT (5 th) RT (10 th)
t (menit)
119.829 141.636 155.705
1 41.542 4.094 21.094
2 26.170 5.571 17.178
3 19.972 6.671 15.233
4 16.486 7.580 13.989
5 14.207 8.371 13.094
6 12.581 9.077 12.405
7 11.353 9.721 11.851
8 10.386 10.315 11.391
9 9.601 10.870 11.001
10 8.950 11.391 10.663
11 8.399 11.884 10.366
12 7.926 12.352 10.102
13 7.514 12.800 9.865
14 7.152 13.228 9.651
15 6.830 13.640 9.456
16 6.543 14.037 9.276
17 6.283 14.420 9.111
18 6.048 14.791 8.958
19 5.834 15.151 8.816
20 5.638 15.500 8.683
21 5.458 15.840 8.558
22 5.291 16.171 8.441
23 5.137 16.494 8.331
24 4.993 16.809 8.226
Max. 41.542 16.809 21.094
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)

Setelah mendapatkan nilai koefisien limpasan yang dihitung berdasarkan tata guna
lahan dan nilai intensitas hujan, selanjutnya menghitung debit (Q) dengan
menggunakan rumus Q = 0,278. C. I. A. yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Debit Aliran dengan Metode Rasional


Kala Ulang Koef.Limpasan Intensitas Hujan Luas Daerah Debit Rencana
10 0,39 21.094 5.827 13.32
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)
Hasil dari data debit limpasan digunakan untuk menghitung jumlah LRB.
Perhitungannya adalah:
mm
intensitas hujan ( ) ×Luas bidang kedap (m2
jam
Jumlah LRB = liter
laju peresapan air per lubang ( )
jam

mm
21.094 ( ) ×582 m2
jam
Jumlah LRB = liter = 68 LRB
180 ( )
jam

Jadi, LRB yang dibutuhkan 68 lubang resapan biopori.

Pengaruh Jenis Sampah Organik dan Umur Sampah (Lama) Pengomposan


terhadap Laju Infiltrasi
Sampah organik yang dimasukkan ke dalam LRB adalah sampah sisa sayur, sampah
sisa sabut kelapa, dan sampah kulit buah yang di masukkan ke tiap lubang biopori
berbeda-beda.

Analisis LRB pada lokasi 1


Tabel 8. Perbandingan Laju Infiltrasi LRB pada Lokasi 1
Waktu LRB sisa sayur LRB Sabut Kelapa LRB Kulit Buah
(liter/detik) (liter/detik) (liter/detik)
7 hari 0,0063 0,0067 0,0071
14 hari 0,0055 0,0048 0,0067
21 hari 0,0038 0,0029 0,0063
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)

Dari pengamatan yang didapat, yang tertuang pada tabel di atas, maka pada minggu
pertama untuk LRB sampah sisa sayur laju infiltrasinya adalah 0,0063 liter/detik, LRB
dengan sampah sisa sabut kelapa 0,0067 liter/detik, dan sampah kulit buah 0,0071
liter/detik. Pada minggu kedua, laju infiltrasi LRB sampah sisa sayur 0,0055 liter/detik,
LRB sabut kelapa 0,0048 liter/detik, dan LRB kulit buah 0,0067 liter/detik. Pada minggu
ke tiga, LRB sisa sayur laju infiltrasinya 0,0038 liter/detik, LRB sabut kelapa 0,0029
liter/detik, dan LRB kulit buah 0,0063 liter/detik. Berikut ditampilkan grafik
perbandingan laju infiltrasi pada ketiga LRB pada lokasi 1 dengan jenis sampah
organik yang berbeda serta umur sampah (lama pengomposan)
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)
Grafik 1. Grafik Perbandingan Laju Infiltrasi LRB pada Lokasi 1 berdasarkan Umur
Sampah dan Jenis Sampah Organik

Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa laju infiltrasi terbesar adalah pada LRB
kulit buah dengan umur sampah (lama pengomposan) 7 hari dengan laju infiltrasi
0,0071 liter/detik.
Analisis LRB pada lokasi 2
Tabel 9. Perbandingan Laju Infiltrasi LRB pada Lokasi 2
Waktu LRB sisa sayur LRB Sabut Kelapa LRB Kulit Buah
(liter/detik) (liter/detik) (liter/detik)
7 hari 0,0065 0,0066 0,0075
14 hari 0,0062 0,0056 0,0063
21 hari 0,0048 0,0040 0,0062
Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)

Dari pengamatan yang didapat, yang tertuang pada tabel di atas, maka pada minggu
pertama untuk LRB sampah sisa sayur laju infiltrasinya adalah 0,0065 liter/detik, LRB
dengan sampah sisa sabut kelapa 0,0066 liter/detik, dan sampah kulit buah 0,0075
liter/detik. Pada minggu kedua, laju infiltrasi LRB sampah sisa sayur 0,0062 liter/detik,
LRB sabut kelapa 0,0056 liter/detik, dan LRB kulit buah 0,0063 liter/detik. Pada minggu
ke tiga, LRB sisa sayur laju infiltrasinya 0,0048 liter/detik, LRB sabut kelapa 0,0040
liter/detik, dan LRB kulit buah 0,0062 liter/detik. Berikut ditampilkan grafik
perbandingan laju infiltrasi pada ketiga LRB pada lokasi 2 dengan jenis sampah
organik yang berbeda serta umur sampah (lama pengomposan)

Sumber: Ikhsan, et.al., (2017)


Grafik 2. Grafik Perbandingan Laju Infiltrasi LRB pada Lokasi 2 berdasarkan Umur
Sampah dan Jenis Sampah Organik
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa laju infiltrasi terbesar adalah pada LRB
kulit buah dengan umur sampah (lama pengomposan) 7 hari dengan laju infiltrasi
0,0075 liter/detik.
LRB dengan sampah kulit buah pada kedua lokasi menunjukkan laju infiltrasi tertinggi.
Hal ini dapat disebabkan karena aroma kulit buah yang sangat kuat dan berasa manis
sehingga mampu menarik lebih banyak mikroba atau organisme pengurai lain seperti
cacing, semut, rayap, dan sebagainya untuk mendekati sampah. Selain itu, permukaan
kulit yang licin/kekasarannya sangat kecil juga berpengaruh dalam melewatkan air
menjadi semakin mudah.

3. Analisis Perbedaan Kedalaman Lubang Biopori terhadap Laju Resapan (Infiltrasi)


Apreliana (2019) melakukan penelitian tentang analisis perbedaan kedalaman
lubang biopori terhadap infiltrasi. Apreliana (2019) membandingkan laju resapan LRB
dengan perbedaan kedalaman LRB yang dibuat di lokasinya melakukan penelitian
dengan hasil penelitian terdahulu di lokasi yang berbeda pula. Adapun perbedaan
lokasi dan desain LRB disajikan pada tabel berikut

Tabel 10. Perbandingan Lokasi Penelitian, Jumlah, Ukuran, dan Kedalaman LRB
No. Lokasi Jumlah Ukuran
1 Penelitian terdahulu (Khairunisa, 10 buah Diameter = 10 cm
et.al., 2014): Kedalaman= 90 cm
Lokasi 1 (Biopori 1)
Kampus 1 Universitas
Muhammadiyah Surakarta
2 Penelitian yang dilakukan 10 buah Diameter = 10 cm
(Apreliana, 2019): Kedalaman= 40 cm
Lokasi 2 (Biopori 2)
SDN 03 Madiun Lor Kota Madiun
Keterangan:
10 LRB pada penelitian terdahulu telah mengalami pengomposan selama 1,5 tahun. Sedangkan lubang
pada penelitian sekarang berjumlah 10, terdapat 4 lubang yang mengalami pengomposan selama setahun
dan 6 lubang belum pernah dilakukan pengomposan.
Sumber: Apreliana, (2019)

Dari eksprimen yang dilakukan, didapatkan hasil perbandingan laju infilrasi pada lokasi
1 dan lokasi 2 yang disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 11. Perbandingan Laju Infiltrasi Biopori pada Lokasi 1 dan Lokasi 2
LRB Biopori Lokasi 1 Biopori Lokasi 2
(ml/menit) (ml/menit)
LRB 1 1282 1034
LRB 2 990 987
LRB 3 926 65,9
LRB 4 2777,8 55,3
LRB 5 301,1 57,7
LRB 6 202,8 78,1
LRB 7 1428,5 62,5
LRB 8 786 786
LRB 9 2765 546
LRB 10 204,4 210
Rata-rata 1166,36 388,25
Standard Deviasi 946,96 410,51
Maximum 2777,8 1034
Minimum 202,8 55,3
Sumber: hasil Olahan Apreliana, (2019)

Dari data pada tabel di atas, selanjutnya dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas
dan dihasilkan data sebagaimana pada tabel di bawah ini

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas


Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Data Biopori .191 10 .200* .854 10 .064
Jurnal (1)
Biopori (2) .275 10 .031 .778 10 .008
a.Lilliefors Significance Correction
* This is a lower bound of the true significance
Sumber: Hasil Olahan Data Apreliana, (2019)

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil Uji Normalitas pada masing-masing


kelompok, pada hasil biopori Jurnal (1) didapatkan hasil masing-masing Uji Normalitas
dengan signifikansi > 0,05 sedangkan pada hasil biopori penelitian sekarang (Biopori
2) didapatkan hasil masing-masing uji normalitas dengan signifikansi <0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak berdistribusi secara normal
sehingga harus dilakukan dengan uji rata-rata dua sampel non-parametrik test.
Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogenity of Variances
Data
Levene
df1 df2 Sig.
Statistic
3.662 1 18 .072
Sumber: Hasil Olahan Data Apreliana, (2019)

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil signifikan sebesar 0,072, dikarenakan hasil
signifikansi 0,072>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok kelas berasal
dari populasi yang homogen (sama).
Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Statistik
Non-Parametrik dengan Uji Man-Whiney dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : hasil biopori penelitian terdahulu (jurnal) dengan biopori penelitian
sekarang tidak berbeda secara signifikan
Ha : hasil biopori penelitian terdahulu (jurnal) dengan biopori penelitian
sekarang berbeda secara signifikan
Dengan ketentuan:
Jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak
Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima
Berdasarkan pengolahan data, didapatkan hasil uji kesamaan dua rata rata dengan uji
man-whiney sebagai berikut:

Tabel 14. Perbedaan Laju Infiltrasi peneliti terdahulu dan Sekarang


Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi P value
Jurnal (Penelitian 1166,36 ml/menit 946,96 ml/menit 0,021
Terdahulu)
Penelitian Sekarang 388,25 ml/menit 410,51 ml/menit
Sumber: Hasil Olahan Data Apreliana, (2019)

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil signifikansi (asymp.sig) sebesar 0,021,


dikarenakan hasil signifikansi sebesar 0,021 <0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil biopori 1 pada penelitian terdahulu (Jurnal)
dengan biopori 2 (penelitian sekarang) hasil berbeda secara signifikan.
Dari hasil kedua penelitian, maka terdapat perbedaan pada penelitian sekarang
dengan penelitian terdahulu secara signifikan. Adapun perbedaan penelitian terdahuliu
dan sekarang adalah:
➢ Laju infiltasi penelitian terdahulu lebih cepat daripada penelitian sekarang.
➢ Dari ukuran, volume LRB pada penelitian terdahulu lebih besar daripada
volume LRB penelitian sekarang. Dengan volume yang besar maka daya
tampung air lebih banyak sehingga laju infiltrasi lebih cepat
➢ Kecepatan infiltrasi pada LRB juga dipengarui oleh tanah yang sudah berpori.
Pada penelitian terdahulu LRB berjumlah 10 telah mengalami pengomposan
selama 1,5 tahun. Sedangkan lubang pada penelitian sekarang berjumlah 10,
terdapat 4 lubang yang mengalami pengomposan selama setahun dan 6
lubang belum pernah dilakukan pengomposan. Laju infilrasi berhubungan erat
dengan jumlah pori tanah. Dengan demikian, kecepatan laju infiltrasi pada
penelitian terdahulu dipengaruhi oleh jumlah pori tanah pada proses
pengomposan.
Berdasarkan kedua penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa :
a) Berdasarkan hasil uji signifikansi uji man-whiney sebesar 0,021, oleh karena
hasil signifikansi 0,021 < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil biopori pada penelitian terdahulu dan sekarang berbeda
secara signifikan
b) Ada hubungan perbedaan kedalaman LRB terhadap laju infiltrasi. Laju infiltrasi
tanah dengan lubang biopori di lokasi sekarang adalah sebesar 388,25
sedangkan laju infiltrasi tanah dengan lubang biopori di penelitian terdahulu
sebesar 1166,36

4. Laju Resapan Biopori terhadap pada Beberapa Tipe Tanah


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pandeirot, et.al. (2019) tentang laju
peresapan biopori pada beberapa tipe tanah, menunjukkan bahwa ada perbedaan laju
resapan tergantung tipe tanah yang digunakan sebagai tempat pembuatan lubang
resapan biopori. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan laju resapan biopori pada
tiap jenis tanah sebagai berikut:
Tabel 15. Jenis Tanah dan Laju Resapan
No. Jenis Tanah Laju resapan (liter/jam)
1 regosol 121,49
2 andisol 8,44
3 alfisol 8,17
4 alluvial 3,06
Sumber: Pandeirot, et.al., (2019)

Bila ditinjau dari sifat tipe tanah, tanah berpasir (regosol) mempunyai porositas
yang besar sehingga laju peresapan air lebih cepat.
5. Pengaruh Jenis Sampah Organik dan Lama Waktu Pengomposan terhadap Laju
Infiltrasi Lubang Resapan Biopori
Febrianti (2021) melakukan penelitian tentang pengaruh jenis sampah organik
dan Lama Waktu Pengomposan terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori
dengan desain penelitian sebagai berikut:
a. Analisis Laju Infiltrasi
Uji resapan air dilakukan dengan pembuatan 4 (empat) lubang resapan biopori
dengan tiap lubang resapan biopori diisi sampah organik jenis berbeda. Lubang
pertama diisi sampah kulit buah, lubang kedua diisi sampah sisa sayur, lubang
ketiga diisi sampah daun, dan lubang keempat diisi dengan sampah kayu lapuk.
Untuk mengukur laju infiltrasi menggunakan Rumus Metode Horton. Adapaun
persamaan Model Horton secara sistematis, yaitu:
F =fc+ (f0-fc). e-kt
Keterangan : F = laju infiltrasi (mm/menit)
f0 = laju infiltrasi awal (mm/menit)
fc = laju infiltrasi konstant (mm/menit)
k = konstanta
t = waktu (menit)

Gambar 3. Kurva Laju Infiltrasi Horton


Sumber: Febrianti (2021)

Data yang telah didapat melalui hasil pengukuran laju infiltrasi di lapangan
menggunakan single ring infiltrometer dengan mistar dan stopwatch yang
dilakukan pada 4 titik biopori dimana titik-titik tersebut dapat mewakili laju infiltrasi
pada lokasi penelitian yang akan diteliti menggunakan Metode Kurva Horton. Dari
hasil perhitungan. Berikut ditampilkan nilai Log (f0-fc) dari titik biopori 1

Tabel 16. Titik 1 (LRB dengan sampah kulit buah untuk nilai Log (f0-fc)
t t penurunan f0 fc f0-fc Log (f0-fc)
menit jam (cm) (cm/jam) (cm/jam) (cm/jam)
10 0,17 13,64 81,84 10,32 71,52 1,8544
20 0,33 9,13 54,78 10,26 44,52 1,6486
30 0,50 6,52 39,12 10,2 28,92 1,4612
40 0,67 5,11 30,66 10,32 20,34 1,3084
50 0,83 3,75 22,5 10,32 12,18 1,0856
60 1 2,44 14,64 10,32 4,32 0,6355
70 1,17 1,72 10,32 10,32 0 0
80 1,33 1,71 10,32 10,32 0 0
90 1,50 1,7 10,32 10,32 0 0
Sumber: Hasil perhitungan, Febrianti (2021)

Kemudian, dibuat grafik Log (f0-fc) terhadap waktu (t/jam), didapat grafik sebagai
berikut:

Gambar 4. Grafik Log (f0-fc) terhadap waktu Metode Horton


Sumber: Febrianti (2021)

Berdasarkan grafik di atas dengan regresi linear diperoleh nilai kemiringan (m)
sebesar -0,592. Selanjutnya nilai m diperoleh dari hasil y yang muncul pada grafik,
kemudian untuk mendapatkan nilai k dihitung dengan persamaan:
m = -0,592
1
m = -k.loge
1
k.Log e = -m
-1
= -0,592

k.Log e = 1,68918
k.Log 2,718 = 1,68918
k (0,4342) = 1,68918
k = 3,89032
Dari nilai k di atas, maka laju infiltrasi terhadap waktu dapat dihitung dengan
memasukkan nilai k, pada persamaan:
f (t) = c+ (f0-fc). e-3,89032t
f (t) = 10,2+ (81,6-10,2). e-3,89032 x 0,17
f (t) = 47,06 cm/jam
Adapun hasil perhitungan lainnya direkap pada tabel berikut
Tabel 17. Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi pada titik 1 dengan biopori
t fo fc ft
e
jam (cm/jam) (cm/jam) (cm/jam)
0,17 81,84 10,32 2,718 47,06
0,33 54,78 10,26 2,718 22,50
0,50 39,12 10,2 2,718 14,34
0,67 30,66 10,32 2,718 11,82
0,83 22,5 10,32 2,718 10,80
1,00 14,64 10,32 2,718 10,41
1,17 10,32 10,32 2,718 10,32
1,33 10,32 10,32 2,718 10,32
1,50 10,32 10,32 2,718 10,32
Sumber: Hasil perhitungan, Febrianti (2021)

Kemudian dibuat grafik waktu (t) terhadap laju infiltrasi seperti berikut ini:

Gambar 5. Grafik Kurva Horton biopori titik I


Sumber: Febrianti (2021)

Berdasarkan grafik di atas, pengukuran laju infiltrasi pada titik I dengan biopori
menunjukkan mulai konstan pada waktu setelah 70 menit dengan laju infiltrasi
sebesar 10,32 cm/jam.
Perhitungan dengan Langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas, juga
dilakukan terhadap titik biopori lainnya. Setelah selesai dilakukan perhitungan
pada semua titik, maka dilakukan Analisa perbedaan laju infiltrasi. Adapun hasil
laju infiltrasi titik biopori dengan sampah organik yang berbeda, nilainya pun
berbeda sebagaimana dituangkan dalam diagram di bawah ini:
Gambar 6. Diagram Laju Infiltrasi setelah adanya Biopori
Sumber: Hasil Analisa, Febrianti (2021)

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa dalam laju peresapan air tanah
untuk semua jenis sampah berbeda. Hal ini disebabkan karena jumlah air yang
meresap tergantung dari proses pembentukan biopori di setiap jenis sampah.
Hasil laju infiltrasi biopori pada interval 10 menit pertama adallah 47,06 cm/jam
untuk sampah kulit buah, 37,59 cm/jam untuk sampah sisa sayur, 35,19 cm/jam
untuk sampah daun, dan 25,37 cm/jam untuk sampah kayu lapuk. Sedangkan
hasil rata-rata laju infiltrasi biopori selama 90 menit pengukuran di keempat lubang
biopori setelah penguraian sampah selama 10 minggu adalah 16,35 cm/jam untuk
sampah kulit buah, 13,53 cm/jam untuk sampah sisa sayur, 12,44 cm/jam untuk
sampah daun dan 9,72 cm/jam untuk sampah jenis kayu lapuk. Dengan demikian,
lubang resapan biopori dengan sampah kulit buah mempunyai laju infiltrasi paling
tinggi.
b. Lama Waktu Pengomposan
Masing-masing jenis sampah (sampah kulit buah, sisa sayur, daun, dan
kayu lapuk) dimasukkan ke dalam lubang biopori yang berbeda. Proses
pengomposan sampah dalam lubang resapan biopori tidak dilakukan perlakuan,
artinya tidak ada penambahan bahan aktif untuk mempercepat proses
pengomposan. Pengomposan dilakukan selama 10 minggu. Hal ini berdasarkan
pada penelitian terdahulu waktu pengomposan pada LRB tanpa aktivator berkisar
65-75 hari dengan penggunaan bahan baku berupa campuran sampah makanan
dan sampah organik dari halaman.
Selama 10 minggu dilakukan pengukuran terhadap kompos yang dilakukan
selama 7 hari sekali. Adapun parameter yang diukur adalah suhu, pH. Pada akhir
pengomposan, dilakukan pengamatan terhadap warna kompos, bau, tekstur
kompos dan dilakukan pula pengujian di laboratorium, yang meliputi parameter
kadar air dan rasio C/N. Setelah itu, membandingkan semua hasil pengukuran,
pengamatan, dan pengujian yang telah dilakukan dengan SNI 19-7030-2004
(terkait kematangan kompos) dan Permentan. Adapun kualitas hasil kompos dari
4 sampel sampah pada biopori disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 18. Perbandingan Kualitas Kompos Dalam Biopori dengan SNI 19-7030-2004
dan Permentan No.70 tahun 2011

Sumber: Hasil Analisa, Febrianti (2021)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa perbandingan kualitas


kompos dengan berbagai jenis sampah yang dikomposkan selama 10 minggu
dapat disimpulkan bahwa kualitas kompos terbaik dengan C/N rasio yang rendah,
yaitu sampah kulit buah sebesar 11,37 dan sampah sisa sayur sebesar 13,53
sedankan kandungan C/N rasio pada sampah daun dan kayu lapuk masih
melebihi batas baku mutu yaitu sebesar 21,05 dan 29,83.

RERENSI:

Apreliana, N.S. 2019. Analisis Perbedaan Kedalaman Lubang Biopori Terhadap Laju Resapan
(Infiltrasi) pada Peneliti Terdahulu dan di SDN 03 Madiun Lor, Kec. Mangunharjo, Kota
Madiun: Skripsi. Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia. Madiun

Febrianti, K.D. 2021. Pengaruh Jenis Sampah Organik dan Lama Waktu Pengomposannya terhadap
Laju Infiltrasi Biopori: Skripsi. Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Sunan Ampel. Surabaya

Ikhsan, M., dan Refiyanni, M. 2017. “Analisis Jumlah Lubang Resapan Biopori pada Lahan Terbuka
Kampus Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar”. dalam Jurnal Teknik Sipil Universitas Teuku
Umar. Vol.3, No.2, Hal: 64-72

Pandeirot, L.A., Kalangi, J.I., dan Thomas, A..2019. “Laju Resapan Biopori pada Beberapa Tipe
Tanah”. Vol.1, No.3 Diakses melalui https:ejournal.unsrat.ac.id pada tanggal 28 April 2021

Qaedi, A., Arafiq, W., dan Utama, P.P. 2013.”Karya Tulis Perencanaan dan Perhitungan Kebutuhan
Lubang Resapan Biopori di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Diakses melalui
https://docplayer.info/67479922-Perencanaan-dan-perhitungan-kebutuhan-lubang-resapan-
biopori-di-dinas-pendidikan-provinsi-jawa-barat.html pada tanggal 28 April 2021

Samadikun, B.P. 2019. “Penerapan Biopori untuk Meningkatkan Peresapan Air Hujan di Kawasan
Perumahan”. dalam Jurnal Presipitasi. Vol.16, No.3, Hal: 126-132

Anda mungkin juga menyukai