Abstrak:
Makalah ini membahas tentang manajemen keuangan dalam perspektif Islam, dengan fokus pada
praktik keuangan Islami yang diatur oleh Al-Quran dan Hadis. Manajemen keuangan, juga dikenal
sebagai pengelolaan pembiayaan adalah pengaturan uang yang melibatkan sumber, alokasi,
penggunaan, dan tanggung jawab dana yang digunakan untuk memenuhi tujuan organisasi atau
institusi. Kinerja keuangan akan lebih efisien jika organisasi / institusi memiliki pengelolaan keuangan
yang baik mengambil tinjauan literatur dan teknik analisis serta menggunakan pendekatan analisis
deskriptif untuk memperoleh data yang telah dianalisis.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa ayat-ayat Alquran yang relevan dengan konsep pengelolaan
keuangan ditemukan di surat al-Furqan ayat 67, yang membahas segala hal yang berkaitan dengan
manajemen keuangan, termasuk hemat, tidak mewah, efisien, dan tepat, serta terbuka dan transparan.
Surah As-al-Hasyr ayat 18 berbicara tentang memperhatikan apa yang telah dilakukan untuk
merencanakan masa depan. Karena semua undang-undang pada dasarnya kembali ke al-Quran dan
Hadist, pengelolaan keuangan dimanfaatkan sebagai referensi dalam pelaksanaannya dan dapat
mengatasi tantangan dalam administrasi keuangan perusahaan atau institusi.Makalah ini juga akan
menjelaskan perbedaan antara manajemen keuangan dalam Islam dengan manajemen keuangan
konvensional. Selain itu, makalah ini akan menguraikan beberapa macam bentuk transaksi yang
diperbolehkan dalam Islam.
Rumusan Masalah :
Pembahasan:
I. Praktik keuangan merujuk pada serangkaian tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu,
perusahaan, atau lembaga untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber daya keuangan mereka.
Praktik keuangan bertujuan untuk mencapai tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang,
seperti menghasilkan laba, memaksimalkan nilai perusahaan, mempertahankan stabilitas keuangan, dan
memastikan keberlanjutan keuangan.
ٰۤي َا ُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَّتُقوا َهّٰللا َو ْلَتـْنُظْر َنـْفٌس َّم ا َقَّد َم ْت ِلَغ ٍد ۚ َو ا َّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َخ ِبْيٌر ِۢب َم ا َتْع َم ُلْو َن
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
Maksud dalam ayat diatas adalah tentang memperhatikan apa yang telah dilakukan untuk
merencanakan masa depan. Karena semua undang-undang pada dasarnya kembali ke al-Quran dan
Hadist
Praktik keuangan Islam merujuk pada prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadis
mengenai ajaran dan contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang mengatur bagaimana
seseorang harus mengelola atau mengontrol keuangan mereka dengan cara yang sesuai dengan ajaran
agama Islam. Tujuan utama praktik keuangan Islam adalah untuk mencapai keadilan, keberkahan, dan
keberlanjutan dalam pengelolaan keuangan individu dan masyarakat.
َو ا َّلِذ ْيَن ِاَذ ۤا َاْنَفُقْو ا َلْم ُيْس ِرُفْو ا َو َلْم َيْقُتُرْو ا َو َكا َن َبْيَن ٰذ ِلَك َقَو ا ًم ا
"Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar,"
Maksud dalam ayat diatas adalah membahas segala hal yang berkaitan dengan manajemen keuangan,
termasuk hemat, tidak mewah, efisien, dan tepat, serta terbuka dan transparan.
2. Pengelolaan kas: Melibatkan manajemen aliran masuk dan keluar uang tunai untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari serta mengoptimalkan penggunaan dana yang tersedia.
3. Pengelolaan risiko: Melibatkan identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko yang terkait dengan
keuangan, seperti risiko pasar, risiko kredit, atau risiko operasional.
Praktik keuangan yang baik melibatkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum, regulasi keuangan, dan standar etika bisnis. Dengan menerapkan praktik keuangan yang baik,
individu, perusahaan, atau lembaga dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya keuangan
mereka, mengurangi risiko, dan mencapai keberlanjutan keuangan jangka panjang.
Manajemen keuangan dalam Islam mencakup berbagai prinsip dan praktik yang ditentukan oleh ajaran
Al-Quran dan Hadis. Praktik keuangan Islami didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang mengatur
etika, keadilan, dan transparansi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan keuangan.
Dalam kontras, manajemen keuangan konvensional lebih mengutamakan keuntungan finansial tanpa
mempertimbangkan aspek moral dan etika.
Beberapa prinsip dasar praktik keuangan Islam yang ditentukan dalam Al-Qur'an dan Hadis meliputi:
1. Larangan Riba: Riba, atau bunga, dianggap haram dalam Islam. Al-Qur'an dengan tegas melarang
transaksi bunga dan menganggapnya sebagai bentuk eksploitasi. Sebagai gantinya, Islam mendorong
adanya pembiayaan yang berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) atau penjualan dengan
keuntungan (murabahah).
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang beriman."
Serta sebuah hadist yang diriwayatkan oleh At-Tabrani, Rasulullah SAW bersabda :
“Jauhilah oleh kalian semua dosa-dosa yang tidak diampuni”. Dan beliau menyebutkan salah satunya
adalah memakan riba“. (HR. At-Tabrani)
2. Larangan Maysir dan Qimar: Maysir dan Qimar mengacu pada perjudian dan praktik spekulasi yang
dianggap merugikan dan tidak adil. Islam mendorong individu untuk menghindari segala bentuk
perjudian dan spekulasi dalam investasi atau transaksi keuangan mereka.
ٰۤي َا ُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْۤو ا ِاَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو ا ْلَم ْيِس ُر َو ا َاْل ْنَص ا ُب َو ا َاْل ْز اَل ُم ِرْج ٌس ِّم ْن َع َمِل الَّش ْيٰط ِن َفا ْج َتِنُبْو ُه َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala,
dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Serta sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda :
كالغامِس يدُه في دِم خنزيٍر، والالعُب بهما غير قماٍر، الالعُب بالفصين قمارًا ؛ كآكِل لحِم الخنزيِر
Artinya: “Bermain dengan dua mata dadu ini dalam rangka berjudi seperti orang yang makan daging
babi. Dan orang yang bermain dengan kedua mata dadu tapi tanpa taruhan, seperti orang yang
mencelupkan tangannya di darah babi. (HR. Bukhari)
beberapa contoh diatas merupakan prinsip-prinsip praktik keuangan Islam yang terdapat dalam Al-
Qur'an dan Hadis. Ada banyak lagi aspek yang lebih mendetail dalam praktik keuangan Islam, dan bagi
mereka yang ingin menerapkannya secara menyeluruh, sebaiknya berkonsultasi dengan cendekiawan
dan pakar keuangan Islam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan spesifik sesuai
dengan situasi dan kebutuhan individu.
II. Perbedaan adalah suatu kondisi atau keadaan di mana terdapat variasi, variasi, atau
ketidakseragaman antara dua atau lebih hal, entitas, konsep, atau individu. Perbedaan dapat muncul
dalam berbagai aspek, seperti sifat, karakteristik, ukuran, bentuk, fungsi, tujuan, pandangan, pendapat,
budaya, dan sebagainya.
Perbedaan dapat ditemukan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam konteks sosial, budaya,
agama, politik, ilmiah, dan sebagainya. Perbedaan bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada
bagaimana mereka dipandang dan dikelola.
Secara umum, perbedaan merupakan fenomena yang alami dan melibatkan variasi yang ada di dunia ini.
Menghargai dan mengelola perbedaan dengan bijak adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang
harmonis dan saling menghormati antara individu, kelompok, dan masyarakat.
Maka dari itu najemen keuangan dalam Islam memiliki beberapa perbedaan mendasar dibandingkan
dengan manajemen keuangan konvensional. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara
keduanya:
1. Sumber Hukum
Manajemen Keuangan Islam: Manajemen keuangan dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip syariah
yang berasal dari Al-Quran dan Hadis, serta pandangan ulama tentang keadilan, etika, dan nilai-nilai
Islam.
ُيْو ِص ْيُك ُم ُهّٰللا ِفْۤي َاْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُاْل ْنَثَيْيِن ۚ َفِا ْن ُك َّن ِنَس ٓاًء َفْو َق اْثَنَتْيِن َفَلُهَّن ُثُلَثا َم ا َتَرَك ۚ َوِا ْن َكا َنْت َو ا ِح َد ًة َفَلَها الِّنْص ُف ۗ َو َاِل َبَو ْيِه
ِلُك ِّل َو ا ِح ٍد ِّم ْنُهَم ا الُّسُدُس ِمَّم ا َتَرَك ِاْن َكا َن َلٗه َو َلٌد ۚ َفِا ْن َّلْم َيُك ْن َّلٗه َو َلٌد َّو َو ِرَثۤٗه َاَبٰو ُه َفُاِل ِّمِه الُّثُلُث ۗ َفِا ْن َكا َن َلۤٗه ِاْخ َو ٌة َفُاِل ِّمِه الُّسُدُس ِم ْۢن َبْع ِد
َوِص َّيٍة ُّيْو ِص ْي ِبَهۤا َاْو َد ْيٍن ۗ ٰا َبٓا ُؤ ُك ْم َو َا ْبَنٓا ُؤ ُك ْم ۚ اَل َتْد ُرْو َن َاُّيُهْم َاْقَر ُب َلـُك ْم َنْفًعاۗ َفِرْيَض ًة ِّم َن ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َكا َن َع ِلْيًم ا َحِكْيًم ا
"Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu)
bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu
semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai
anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana."
telah tertuang dalam Penjelasan Pasal 49 huruf (b) UU No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah dijelaskan mengenai beberapa ketentuan prosedural
dalam penyelesaian perkara waris.
2. Bunga
Manajemen Keuangan Islam: Prinsip utama dalam manajemen keuangan Islam adalah larangan
terhadap riba (bunga). Dalam transaksi keuangan Islam, penghasilan dari bunga dianggap tidak halal
(haram). Sebagai gantinya, manajemen keuangan Islam mendorong prinsip keadilan, berbagi risiko, dan
berbasis pada prinsip bagi hasil.
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang beriman."
Serta sebuah hadist yang diriwayatkan oleh At-Tabrani, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya:
“Jauhilah oleh kalian semua dosa-dosa yang tidak diampuni”. Dan beliau menyebutkan salah satunya
adalah memakan riba“. (HR. At-Tabrani)
Manajemen Keuangan Konvensional: Bunga adalah elemen utama dalam manajemen keuangan
konvensional. Institusi keuangan konvensional memberikan pinjaman dengan bunga, dan bunga
dianggap sebagai biaya penggunaan uang.
suku bunga adalah harga dari penggunaan modal serta menekankan pentingnya suku bunga untuk
mencapai efisiensi ekonomi(Friedman Milton,1962)
Manajemen Keuangan Islam: Prinsip keuangan Islam melarang spekulasi dan gharar (ketidakpastian
yang berlebihan). Transaksi harus didasarkan pada aset yang nyata dan jelas, dengan informasi yang
transparan dan jelas.
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu
mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikit pun dari padanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya),
atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki,
maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk
batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih
dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu
merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika
kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual-beli, dan janganlah penulis
dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Maksud ayat diatas adalah setiap aktivitas atau kegiatan transaksi harus dilakukan transparansi
informasi agar tidak timbul kefasikan pada umat muslim.
(َع َلْيُك ْم ِبالِّص ْد ِق َفِاَّن الِّص ْد َق َيْهِد ْي ِاَلى اْلِبِّر ِاَّن اْلِبِّر َيْهِد ْي ِاَلى اْلَج َّنِة (رواه البخارى ومسل
Artinya:
“Hendaknya kamu selalu jujur karena kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu
akan membawa ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
proses yang dilakukan dengan sengaja untuk mempengaruhi atau mengendalikan orang lain atau situasi
dengan cara yang tidak jujur, biasanya untuk kepentingan pribadi atau untuk mencapai tujuan
tertentu(Chomsky Noam,2014)
III. Bentuk transaksi mengacu pada cara atau metode yang digunakan dalam melaksanakan suatu
transaksi. Transaksi sendiri merujuk pada pertukaran atau transfer barang, jasa, atau nilai antara dua
pihak atau lebih.Dalam Islam, bentuk transaksi merujuk pada cara atau metode yang digunakan dalam
melakukan transaksi bisnis atau jual-beli. Prinsip utama yang harus dipatuhi dalam bentuk transaksi
menurut Islam adalah adanya keadilan, kejujuran, dan kebersihan dalam transaksi tersebut. Beberapa
bentuk transaksi yang diperbolehkan dalam Islam antara lain:
1. Dalam islam disebut Murabahah: Transaksi jual beli dengan keuntungan yang telah disepakati sejak
awal antara penjual dan pembeli. Penjual menyampaikan harga jual kepada pembeli, dan pembeli setuju
untuk membeli barang atau jasa dengan harga tersebut ditambah keuntungan yang telah ditentukan
sebelumnya.
َاَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َيُقْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُقْو ُم اَّلِذ ْي َيَتَخ َّبُطُه الَّش ْيٰط ُن ِم َن اْلَم ِّس ۗ ٰذ ِلَك ِبَا َّنُهْم َقا ُلْۤو ا ِاَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر ٰب واۘ َو َا َح َّل ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم
الِّر ٰب واۗ َفَم ْن َج ٓاَء ٗه َم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبٖه َفا ْنَتٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَف ۗ َو َا ْم ُر ۤٗه ِاَلى ِهّٰللاۗ َوَم ْن َعا َد َفُا وٰٓلِئَك َاْص ٰح ُب الَّنا ِرۚ ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan
riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya."
Serta sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda :
الَّتاِج ُر الَّصُد ْو ُق اَألِم ْيُن َم َع الَّنِبِّيْيَن َو لِّصِّدْيِقْيَن َو الُّش َهَداِء – رواه الترمذى: َع ْن َأِبى َسِع ْيٍد َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل
Artinya: “Dari Abi Sa’id, dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Pedagang yang jujur dan terpercaya
bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada,” (HR Tirmidzi).
2. Musyarakah: Transaksi kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk mendirikan atau mengelola suatu
usaha. Setiap pihak menyumbangkan modal, tenaga, atau keahlian mereka. Keuntungan dan kerugian
dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan.
ٰۤي ـَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْۤو ا َاْم َو ا َلـُك ْم َبْيَنُك ْم ِبا ْلَبا ِط ِل ِاۤاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج ا َر ًة َع ْن َتَر ا ٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َتْقُتُلْۤو ا َاْنـُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َكا َن ِبُك ْم َرِح ْيًم ا
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
- َش ْط ُر-صلى هللا عليه وسلم- َأَّنُه َد َفَع ِإَلى َيُهوِد َخ ْيَبَر َنْخ َل َخ ْيَبَر َو َأْر َضَها َع َلى َأْن َيْعَتِم ُلوَها ِم ْن َأْم َو اِلِهْم َو ِلَر ُسوِل ِهَّللا-صلى هللا عليه وسلم
َثَم ِر َها
bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyerahkan kepada bangsa Yahudi Khaibar kebun
kurma dan ladang daerah Khaibar, agar mereka yang menggarapnya dengan biaya dari mereka sendiri,
dengan perjanjian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan separuh dari hasil panennya.”
4. Ijarah: Transaksi sewa-menyewa yang melibatkan pemilik barang (mu'jir) yang menyewakan barang
kepada penyewa (musta'jir) untuk jangka waktu tertentu dan harga sewa yang telah disepakati.
َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث َس َك ْنـُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم َو اَل ُتَض ٓا ُّر ْو ُهَّن ِلُتَض ِّيُقْو ا َع َلْيِهَّن ۗ َوِا ْن ُك َّن ُاواَل ِت َحْمٍل َفَا ْنِفُقوا َع َلْيِهَّن َح ّٰت ى َيَض ْع َن َحْم َلُهَّن ۚ َفِا ْن
َاْر َض ْع َن َلـُك ْم َفٰا ُتْو ُهَّن ُاُجْو َر ُهَّن ۚ َو ْأَتِم ُرْو ا َبْيَنُك ْم ِبَم ْع ُرْو ٍف ۚ َوِا ْن َتَع ا َس ْر ُتْم َفَس ُتْر ِض ُع َلۤٗه ُاْخ ٰر ى
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri
yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka
melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah
imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."
ُأْع ُطوا اَأْلِج ْيَر ُأْج َر َتُه َقْبَل َأْن َيِج َّف َعَر ُقُه: َأَّنُه َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل
“Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: berikanlah upahnya buruh sebelum kering keringatnya.” (HR.
Ibn Majah dan al-Baihaqi)
Perlu diingat bahwa prinsip-prinsip syariah harus dipatuhi dalam setiap transaksi dalam Islam, seperti
larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan maysir (perjudian).
Bentuk transaksi dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan lingkungan bisnis yang terlibat.
Beberapa bentuk transaksi umum meliputi:
1. Transaksi Tunai: Transaksi di mana pembayaran dilakukan secara langsung dengan menggunakan
uang tunai. Ini bisa melibatkan pembayaran langsung di tempat atau melalui sistem pembayaran tunai
seperti mesin kasir.
2. Transaksi Non-Tunai: Transaksi di mana pembayaran tidak melibatkan uang tunai secara fisik. Ini
meliputi penggunaan kartu kredit, kartu debit, transfer elektronik, pembayaran melalui aplikasi seluler,
atau sistem pembayaran elektronik lainnya.
3. Transaksi Online: Transaksi yang dilakukan melalui internet. Ini termasuk pembelian barang atau jasa
melalui toko online, pembayaran tagihan melalui portal online, atau transfer dana antara rekening bank
melalui perbankan elektronik.
4. Transaksi B2B (Business-to-Business): Transaksi antara dua bisnis atau perusahaan. Ini melibatkan
pembelian, penjualan, atau pertukaran barang atau jasa antara perusahaan-perusahaan tersebut.
5. Transaksi B2C (Business-to-Consumer): Transaksi antara bisnis dan konsumen. Ini mencakup
penjualan langsung kepada konsumen melalui toko fisik atau toko online.
Setiap bentuk transaksi dapat bervariasi tergantung pada industri, teknologi yang tersedia, dan
preferensi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Kesimpulan :