Makalah Penngangkutan Kayu
Makalah Penngangkutan Kayu
DISUSUN OLEH
DAFTAR ISI............................................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa puluh tahun lalu, sektor kehutanan menjadi salah satu sumber
penghasil devisa besar Negara dan bahkan sector kehutanan menjadi sector
peneriaan devisa terbesar kedua setelah migas. Namun, kini sumbangannya
makin mengecil, menyusul makin beratnya kerusakan hutan di Indonesia.
Bahkan, setelah era reformasi dan otonomi daerah, pengusahaan hutan
berlangsung tak terkendali. Perusahaan-perusahaan bidang kehutanan tumbuh
pesat termasuk pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dengan alasan memacu
pertumbuhan ekonomi nasional hutan dibabat tanpa henti. Sedangkan upaya
rehabilitasi berlangsung sangat lambat.
Dalam upaya untuk menghasilkan produksi kayu, maka hal yang perlu
juga mendapatkan perhatian serius adalah kegiatan eksploitasi kayu. Salah satu
kegiatan dalam eksploitasi kayu yang perlu diperhatikan adalah kegiatan
pengangkutan. Kegiatan pengangkutan merupakan kegiatan memindahkan kayu
ke tempat penampungan kayu atau ke industry pengolahan kayu.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kayu adalah bahan yang relatif murah per satuan berat dan volume.
2. Volume kayu besar (voluminous) dan bobotnya berat.
3. Hutan-hutan produksi umumnya terletak di tempat yang jauh dan tegakannya
tersebar luas.
4. Pada umumnya wilayah hutan bertopgrafi berat dan arealnya dipotong oleh
lembah dan sungai.
5. Biaya pengangkutan merupakan pos pembiayaan terbesar dalam kegiatan
pemanenan.
6. Modus pengangkutan kayu dibedakan menjadi pengangkutan melalui air dan
pengangkutan melalui darat.
Perakitan log adalah salah satu cara pengangkutan kayu yang paling murah
serta termasuk salah saatu cara pangangkutan kayu yan paling tua untuk
membawa log kepada para pemakai.
4
Kebanyakan kayu Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi merupakan
kayu terapung.
Daerah pemanenan kayu yang dekat dengan sungai yang lebar dan dalam.
Umumnya sumber kayu berada bada bagian hulu dan industry pada bagian
hilir.
Ukurann rakit bisa diatur (fleksibel) tergantung sungai yang akan dilewati.
Cara pengangkutan kayu jarak jauh yang paling tua adalah dengan
menghanyutkannya secara lepas. Namun cara ini sudah lama tidak digunakan
karena mengganggu fasilitas umum dan banyaknya kayu yang hilang di tengah
perjalanan. Sekarang cara umum dipakai adalah perakitan, atau dengan tongkang.
5
2.3 Konstruksi Rakit
Kayu gelondongan (log) yang diangkut melalui air atau sungai dengan sistem rakit,
terlebih dahulu dikumpulkan di logpond. Kayu yang dirakit menjadi satu kesatuan
sehingga mudah dikendalikan. Cara penyusunan kayu menjadi bentuk rakit ada
dua, yaitu konstruksi melintang dan konstruksi membujur.
Konstruksi rakit menurut Juta (1954) dipengaruhi oleh berat jenis kayu yang
dirakit. Ditinjau dari berat jenis kayunya, maka kayu-kayu yang akan dirakit dapat
digologkan sebagai berikut :
a. Terapung
Berat jenis kayu yang dirakit kurang dari satu, misalnya terdiri dari campuran kayu
jati dan berbagai jenis meranti (Shorea Spp.) atau dapat juga berupa ikatan bambu.
b. Melayang
Berat jenis kayu kurang lebih sama dengan satu dan pada umumnya terdiri dari
jenis kayu keruing (Dipterocarpus spp.)
c. Tenggelam
Berat jenis kayu lebih besar dari satu, misalnya kayu besi (Eusideroxylon zwageri).
Putra (1996) menyatakan bahwa bahan-bahan untuk membuat rakit adalah paku U,
paku I (ring), kabel ukuran 1 inchi, kabel ukuran 0,5 inchi dan kayu bam,
sedangkan peralatan yang digunakan adalah kapak dan tonglat pengait (gancu).
Tongkat pengait ini berfungsi untuk membantu menarik kayu agar mudah
menyusunnya. Bentuknya yang runcing, sedikit bengkok dan terbuat dari besi
dengan pegangan kayu yang panjang.
6
2.4 Proses Pembuatan Rakit
Pembuatan rakit dilakukan per rakit kecil (50-100), dimana kayu-kayu yang telah
siap dirakit satu sama lain diikat dengan kabel yang kemudian diPAKU DI
KEDUA UJUNG KAYU. Jenis paku yang digunakan ada dua yaitu paku U dan
paku I. Mula-mula kabel dimasukkan ke dalam lubang paku I, kemudian sambil
kayu disusun dipasangkan kabel pengikat di kedua sisi ujung dan tengah kayu dan
kemudian dipaku. Kayu tengggelam disusun di antara kayu-kayu terapung dengan
perbandingan rata-rata 1 : 2, dimana satu kayu tenggelam terdapat dua kayu
terapung.
Sebagai pembantu dalam mengikat kayu tenggelam digunakan bam, yaitu dibuat
dari kayu dengan diameter sekitar 10 cm dengan panjang 7 meter yang dipasang
melintang di atas rakit dan diikiat dengan kabel. Setelah selesai mengikat kayu
sebanyak 12-21 rakit kecil, lalu satu sama lain digabungkan dengan cara
menyimpulkamatikan ujung kabel rakit satu dengan yang lainnya.
Pembuatan rakit dilakukan pada sat air pasang, keadan air tenang, tidak ada
pukulan ombak, dan arus sungai tidak begitu deras. Pada daerah yang dipengaruhi
oleh pasang surut, pada saat air surut logpond menjadi dangkal dan kayu tertimbun
di daratan sehingga sulit menyusunnya. Oleh karena itu rakit disusun pada saat air
pasang. Pasang surut terjadi dua kali sehari, sehinga perakitan maksimal dua kali
sehari. sebuah rakit terdiri dari 1600 susunan batang kayu dengan volume sekitar
1650 m3.
7
2.5. Sistem Pengangkutan Kayu
Hutan rawa dengan kondisi areal yang tanahnya bergambut dan basah, serta
memilki topografi yang datar (0-8 %) sehingga jenis jalan yang paling sesuai
adalah jaringan jalan rel. Jalan rel ini terdiri dari susunan kayu dan rel besi
sebagi tempat meluncurnya loko dan lori.
Pembuatan jalan rel ini dilakukan secara terus-menerus sepanjang tahun dengan
cara memindahkan rel besi dari satu areal tebangan ke areal tebang yang lain.
Pekerjaan pembuatan jalan rel dimulai dengan pembuatan rencana jaringan
jalan di atas peta, kemudian rintisan sesuai dengan rnecana di peta, pembuatan
galkang dan pemasangan rel. Pembuatan jalan rel ini dilakukan dengan system
borongan.
Panjang jalan rel yang telah direalisasikan sejak beroperasi sampai tahun 1997
sepanjang 373,60 km. Adapun realisasi pembutan jalan rel tahun 1996/1997
adalah 20 km. Jarak rata-rata pengangkutan kayu dengan loko dari betou (Tpn)
ke logpond pada saat penelitian ini adalah 16,375 km.
Pemeliharaan dan perbaikan jalan rel dilakukan oleh regu pekerja harian.
Pemeliharaan jalan angkutan ini dilakukan oleh regu pekerja setiap hari yang
terdiri dari 2 regu dengan anggota empat orang. Tugas dari pekerja ini adalah
memperbaiki jalan rel yang rusak yakni galangan yang rusak (lapuk), paku rel
yang lepas, plat sambungan rel yang lepas, membersihkan jalan rel dari semak
dan membersihkan jika pohon yang tumbang di atas rel.
8
b. Pengangkutan dengan loko dan lori
Persiapan sebelum menuju betou, yakni memansakan mesin dan menunggu loko
depan.
Loko berjalan kosong, yakni loko bergerak meninggalkan log pond sampai loko
berhenti di betou dan siap dimuati.
9
Membongkar peralatan muat bongkar (locak, tongkat pengungkit, tongkattongkat
untuk memantapkan kayu yang dimuat) yang berada di atas lori di betou.
Memasang landasan sebagai tempat menggulingkan kayu dari betou ke atas lori.
Memasang tali pengikat antara lori dengan jari-jari jalan rel agar lori stabil pada
saat pemuatan dilakukan.
Menggulingkan kayu dari atas betou ke atas lori dengan menggunakan locak dan
pengungkit.
Mengatur posisi kayu di atas lori, mengikat kayu di atas lori dan memasang
pengganjal agar kayu tidak jatuh dan stabil pada saat lori berjalan.
Pada saat perjalanan bermuatan ini dilakukan penaburan pasir putih yang
berfungsi untuk meningkatkan daya traksi roda lori dengan rel dan pemasngan
kulit-kulit kayu pada sambungan rel yang berfungsi untuk mengurangi
kemungkinan roda loko dan lori yang keluar dari rel akibat sambungan rel tidak
rata.
10
membongkar muatan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Putra, A.Y. 1996. Analisis Biaya Pengangkutan Melalui Air dengan Sistem Rakit di
Propinsi Riau. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.
Suparto, R.S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.
13