OLEH KELOMPOK 2
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………...............................................................................................................
2
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
4
1. Latar Belakang…………………..…..…................................................. 4
2. Rumusan Masalah…………………........................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN…...............................................................................
6
1. Menjelaskan tentang pendaftaran tenaga kerja............................................................
6
2. Menjelaskan tentang Latihan kerja..............................................................................
7
3. Memahami penempatan tenaga kerja……………………………………………….. 8
4. Menjelaskan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia………………………….
11
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini kita panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah “ASPEK HUKUM SEBELUM HUBUNGAN KERJA
PEMBINAAN, PENDAFTARAN, DAN PELATIHAN KERJA” dapat
tersusun hingga selesai. Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu Tugas
Hukum Ketenagakerjaan. Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca dan Dosen demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih . Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
3
Makassar 8 Mei 2023
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan Ketenagakerjaan adalah serangkaian upaya pemerintah
dalam memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan pembangunan nasional dan daerah,
memberikan perlindungan tenaga kerja, serta meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja dan keluarganya. pembangunan ketenagakerjaan dimaksud
diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melaui koordinasi fungsional
lintas sektoral pusat dan daerah. tujuan pembangunan ketenaga kerjaan antara
lain sebagai berikut.
a. Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja dilakukan melalui
perencanaan tenaga kerja yaitu proses penyusunan rencana ketenaga kerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan tenaga kerjaan yang
berkesinambungan pendaya gunaan tenaga kerja dilakukan melalui pelayanan
4
penempatan tenaga kerja yaitu kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja
dan pemberi kerja.
b. Pemerataan kesempatan kerja dan Penyediaan tenaga kerja
Pemerataan kesempatan kerja dilakukan dengan mendorong pertumbuhan
lapangan kerja di setiap daerah wilayah Indonesia untuk memungkinkan
terwujudnya penyerapan tenaga kerja melalui program perluasan kesempatan
kerja dan penempatan tenaga kerja. Penyediaan tenaga kerja dilakukan
meliputi di antaranya melalui pelatihan kerja yaitu keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pendaftaran Tenaga Kerja
Hukum ketenagakerjaan meliputi bidang-bidang yang berkaitan dengan
tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama bekerja maupun sesudah berhenti
bekerja. Aspek hukum ketenagakerjaan sebelum bekerja yaitu berkenaan
dengan mempersiapkan calon tenaga kerja hingga memiliki keterampilan yang
cukup untuk memasuki dunia kerja. Hal ini terdapat pada Bab IV s/d Bab VIL,
meliputi: Perencanaan dan Informasi Ketenagakerjaan, Pelatihan Kerja,
Penempatan Tenaga Kerja, dan Perluasan Kesempatan Kerja.
Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja untuk memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada pencari kerja termasuk penempatan tenaga
kerja yang tepat guna, untuk itu diperlukan data mengenai keadaan lowongan
pekejaan sehingga pemerintah dapat mengatur penyebaran tenaga kerja secara
efektif dan efisien.
Pendaftaran pencari kerja dapat dilakukan pada setiap Kabupaten/ Kota
yang telah mendapat izin dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Masa
6
berlaku pendaftaran tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Depnaker adalah
selama 6 bulan sejak pendaftaran tersebut dicatatkan di kantor Depnaker
setempat.
Untuk memperoleh data mengenai keadaan lowongan pekerjaan maka
setiap perusahaan atau pengusaha wajib melaporkan secara tertulis mengenai
setiap ada atau akan ada lowongan pekerjaan sesuai dengan Keputusan
Presiden No. 4 Tahun 1980, laporan tersebut harus memuat: 1) jenis tenaga
kerja yang dibutuhkan, 2) jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang
digolongkan ke dalam jenis kelamin, usia, pendidikan, keterampilan/keahlian
pengalaman dan syarat-syarat lain yang diperlukan. Mengenai Perencanaan
dan informasi ketenagakerjaan ini sudah diatur di dalam Pasal 7 - 8 UU No. 13
Tahun 2003.
7
Di dalam UU No. 11 Tahun 2020 Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalamPasal 13
ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
Bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat penyertaan modal
asing, Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan. kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
9
dalam Keputusan Menteri TK No. 2 Tahun 1994. Karena hanya diatur dengan
Keputusan Menteri maka perlindungan yang diberikan Kepada TKI tidak bisa
maksimal dan kekuatan hukumnya juga tidak kuat. Pada Tahun 2017
Pemerintah mengundangkan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan
Buruh Migran, UU ini mencabut UU No.39 Tahun 2004.
Pasal 33
Penempatan tenaga kerja terdiri dari:
a. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan
b. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Pasal 34
Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf (b) diatur dengan undang-undang. UU yang
dimaksud adalah diatur dalam UU No. 39 Tahun 2009 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri yang sudah diganti dengan UU No. 18 Tahun
2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran (PPMI).
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia adalah segala upaya untuk
melindungi kepentingan Calon Pekerja Migran Indonesia dan/ atau Pekerja
Migran Indonesia dan keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya
pemenuhan haknya dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama
bekerja, dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial diatur
dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Buruh Migran.
Pertimbangan diterbitkannya UU 18 Tahun 2017, ada beberapa hal yang
menyebabkan UU No. 39 Tahun 2004 tidak berlaku lagi yakni:
10
bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi,
dihormati, dan dijamin penegakannya sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
negara menjamin hak, kesempatan, dan memberikan perlindungan bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan keahlian,keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan;
pekerja migran Indonesia harus dilindungi dari perdagangan manusia,
perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan,
kejahatan atas harkat dan martabat manusia
12
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, di dalam Bab VI
Pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Perusahaan penanam modal berhak
menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan
keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketentuan ini memberi peluang kepada pemodal asing untuk
mempergunakan TKA yang akan bekerja di perusahaannya dengan
syarat harus ada alih teknologi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
13
d) pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin
tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, kecuali bagi
perwakilan negara asing yang mempergunakan TKA sebagai
pegawai diplomatik dan konsuler tidak wajib memiliki izin;
e) pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA;
sebagaimana disebutkan di atas bahwa yang boleh
mempekerjakan TKA hanya lah perusahaan berbadan hukum,
untuk perusahaan atau badan lain diperbolehkan asal ditentukan
oleh UU. Menurut Permenakertrans No. 16 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penggunaan TKA, yang menyatakan bahwa Pemberi
Kerja TKA adalah badan hukum atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
f) pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus
memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan oleh menteri;
g) TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan
kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Berkaitan dengan
pekerjaan yang dibolehkan untuk TKA diatur dalam berbagai
peraturan pelaksana, misalnya:
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No.13
Tahun 2015 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki Oleh
Tenaga Kerja Asing pada Kategori Jasa Persewaan,
Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha
Lainnya, Kelompok Jasa Penyeleksian dan Penempatan
Tenaga Kerja Dalam Negeri.
14
Kepmenaker No. 14 Tahun 2015 tentang Jabatan yang
Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori
Industri Pengolahan, Subgolongan Industri Furnitur.
Kepmenaker No. 12 Tahun 2015 tentang Jabatan yang
Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Golongan Peternakan.
Kepmenaker No. 15 Tahun 2015 tentang Jabatan yang
Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori
Industri Pengolahan, Subgolongan Industri Alas Kaki.
Kepmenaker No. 16 Tahun 2015 tentang Jabatan yang
Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
Golongan Pokok Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan
Makanan dan Minuman.
Kepmenaker No. 17 Tahun 2015 tentang Jabatan yang
Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori
Industri Pengolahan, Subgolongan Industri Rokok dan
Cerutu.
Terakhir diatur di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 229 tahun 2019 tentang Pekerjaan yang boleh diberikan
kepada TKA semakin luas jenis pekerjaan yang tidak
memerlukan keahlian tertentu untuk melakukan pekerjaan
tersebut. Hal ini bertentangan UU No. 13 Tahun 2003 yang
membatasi pekerjaan yang bole diabat oleh TKA.
15
Sesuai dengan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan bahwa yang berwenang
memberikan izin penggunaan TKA adalah Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat
yang ditunjuk. Berkaitan dengan perizinan penggunaan TKA, melalui
Permenaker No. 16 Tahun 2015 penerbitan izin tenaga kerja, IMTA, RPTKA,
termasuk rekomendasi TA.01 telah didelegasikan kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BPM) dan pelayanan permohonan untuk mendapatkan
perizinannya dilakukan secara élektronik/online melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu/PTSp BPM. Hal ini merupakan konsekuensi reorganisasi PTSP
BKPM, sesuai perintah Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jo. Permenaker No. 25 Tahun
2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang
Ketenagakerjaan di BKPM.
Sedangkan untuk pemberian perpanjangan izin kewenangannya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana disebutkan di dalam Pasal
4 huruf c Permenakertrans No. 16 Thun 2015, bahwa perpanjangan izin
mempekerjakan TKA dapat dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota
untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam satu (1) wilayah Kabupaten/ Kota.
Pengajuan perpanjangan izin mempekerjakan TKA dapat dilakukan oleh
pemberi kerja kepada Kepala Dinas kabupaten/Kota paling lambat 30 hari
kerja sebelum IMTA berakhir.
Pemberi kerja TKA wajib untuk menunjuk TKI sebagai tenaga
pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian
dari TKA, selain itu wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi TKI
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA.
Dalam rangka menghadap dan melaksanakan berlakunya Kesepatan MEA
Tahun 2015, Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana dari UU
No. Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan) di mana beberapa di antara peraturan
16
tersebut ada yang tidak sejalan satu sama lain misalnya adanya penghapusan
syarat harus bisa berbahasa Indonesia sehingga ada kesan mempermudah
syarat bagi TKA padahal salah satu syarat utama penggunaan TKA adalah
untuk alih teknologi. Bagaimana mungkin bisa alih teknologi jika TKA yang
didampingi oleh TKI tidak bisa berkomunikasi? Peraturan yang dibentuk
sebelum dan sesudah MEA berlaku adalah:
Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan TKA serta
pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Pendamping. Peraturan
ini mengatur tentang pemberi kerja yang dapat menggunakan TKA
adalah Instansi Pemerintah, perwakilan negara asing, kantor berita asing
yang melakukan kegiatan di Indonesia, perusahaan swasta asing yang
berusaha di Indonesia, badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
idonesia tau badan asing yang terdaftar pada instansi yang berwenang,
lembaga sosial, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan dan usaha jasa
impresariat. Setiap pemberi kerja TKA wajib mengutamakan
penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang
tersedia. Jika jabatan yang tersedia belum dapat diduduki oleh tenaga
kerja Indonesia maka jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
Selanjutnya ditentukan bahwa setiap pemberi kerja wajib mempunyai
Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) yang digunakan sebagai dasar
untuk memperoleh izin mempekerjakan TKA (IMTA), kewajiban ini
hanya ditujukan pada pemberi kerja swasta, sedangkan untuk instansi
pemerintah, perwakilan negara asing dan badan-badan internasional
tidak diperlukan izin dan RPTKA. RPTKA berlaku untuk jangka waktu
5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dengan
memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
17
IMTA berlaku untuk jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 1 tahun dan tidak melebihi jangka waktu RPTKA. Khusus
untuk jabatan komisaris dan direksi izin berlaku untuk 2 tahun dengan
ketentuan tidak boleh melebihi jangka waktu RPTKA. Menurut Perpres
ini setiap pemberi kerja wajib menunjuk TKI sebagai tenaga
pendamping dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, kecuali untuk jabatan
komisaris dan direksi. Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja
pendamping dapat dilakukan di dalam negeri (Indonesia) dan atau di
luar negeri. Kementrian Tenaga Kerja mempunyai kewajiban untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberi kerja TKA.
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA setiap 6 bulan
kepada Menteri TK yang berkaitan dengan pelaksanaan penggunaan
TKA dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja
pendamping.
Permenaker No. 16 Tahun 2015 in menggantikan Peraturan Menteri No.
12 Tahun 2013. Ada hal yang sangat prinsip diatur di dalam Permenaker
tahun 2015 ini yang pada Permenaker sebelumnya diatur yakni syarat
bagi TKA harus mempunyai pendidikan S1 dan kemampuan berbahasa
Indonesia dihilangkan. Menghilangkan syarat S1 dan kemampuan
berbahasa Indonesia menimbulkan gejolak pada masyarakat karena
dikhawatirkan akan menjadi penghalang di dalam transfer ilmu dan alih
teknologi yang diharapkan dan sebagai tujuan penggunaan TKA di
Indonesia. Namun keresahan masyarakat tersebut tidak menjadi
perhatian bagi pemerintah, bahkan baru-baru ini Presiden mengeluarkan
pernyataan agar pemberian izin bagi pekerja Asing jangan dipersulit. 33
Selain penghapusan tersebut, Permenaker ini juga memuat hal baru
18
yakni kewajiban bagi pemberi kerja TKA untuk menyerap TKI
sekurang-kurangnya 10 orang untuk setiap 1 orang TKA dan adanya
kewajiban untuk menjadi peserta jaminan sosial nasional bagi TKA yang
bekerja lebih dari 6 bulan di Indonesia. Perubahan lainnya berkaitan
dengan kewajiban memiliki RPTKA dan IMTA dari Menteri TK bagi
TKA yang menduduki jabatan direksi dan komisaris, atau anggota
pembina, anggota pengurus, anggota pengawas yang berdomisili di luar
negeri4 yang sebelumnya tidak diwajibakan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penggunaan TKA. Permenaker No.35 Tahun 2015 ini mengubah
beberapa ketentuan yang terdapat pada Permenaker 16 Tahun 2015,
perubahan tersebut adalah: pertama menghapus kewajiban perusahaan
pengguna TKA untuk merekrut minimal 10 orang pekerja
lokal/Indonesia untuk penggunaan 1 orang TKA padahal ketentuan
sebelumnya sudah mengatur kewajiban tersebut tercantum di dalam
Pasal 3 ayat (1). Pemerintah beralasan bahwa penghapusan tersebut
adalah untuk memudahkan alih teknologi di berbagai perusahaan.
Apakah alasan tersebut tepat? Jika alasasan untuk memudahkan alih
teknologi seharusnya mampu berbahasa Indonesia yang dijadikan syarat
dan tidak dihapuskan. Ketentuan in malah dihapuskan pada Permenaker
No. 16 Tahun 2015. Persyaratan untuk merektur tenaga kerja lokal
minimal 10 orang untuk satu orang TKA bertujuan untuk memberikan
kesempatan kerja yang luas dengan masukya investasi asing di
Indonesia. Selain penghapusan tentang persyaratan di atas, Permanaker
Nomor 35 ini mengatur hal yang baru yang berkaitan dengan larangan
untuk jabatan komisaris untuk pekerja asing pada perusahaan modal
dalam negeri. Ketentuan in sebenarnya tidak begitu menimbulkan
19
persoalan karena selama in pun jarang pekerja asing yang diberi
kedudukan komisaris pada perusahaan dalam negeri, namun demikian
ketentuan in dapat dipahami karena dengan UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman modal, tidak ada lagi pemisahan pengaturan antara
perusahaan pemodalnya apakah orang asing atau orang Indonesia.
Ketentuan lain adalah kewaiiban bagi pengguna TKA membayar dana
kompensasi penggunaan (DKP TKA) sebesar USD100 (seratus dolar)
/jabatan setiap bulan dalam bentuk uang rupiah. Kewajiban pembayaran
dalam bentuk uang Rupiah dihapuskan, dengan kata lain perusahaan
pengguna TKA yang membayarkan DKP TKA tidak harus
mengkonversikan ke mata uang Rupiah karena bisa membayar dalam
bentuk uang Dolar AS dengan alasan merujuk pada Peraturan Bank
Indonesia yang menentukan bahwa IMTA merupakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pada Tahun 2018 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 20
tentang Penggunaan TKA di Indonesia. Peraturan Presiden No.20 Tahun
2018 secara umum mash sama isinya dengan Permenaker No. 15 Tahun
2015 yang member beberapa persyaratan yang lebih ringan dari UU
Ketenagakerjaan. Yang menjadi persoalan adalah penggunaan TKA
berubah pengaturan yang tadinya dengan Peraturan Menteri sekarang
diatur melalui Peraturan Presiden yang tentu daya ikatnya makin kuat.
Peraturan Presiden adalah sebagai salah satu bentuk Peraturan
Perundang-undangan. Penggunaan TKA berdasarkan Peraturan Presiden
No. 20 Tahun 2018 ini mempermudah proses pemberian izin yang
memberikan cenggang waktu dua (2 ) hari apabila penggunaan TKA
sanga. meresanst sebagaimana terdapat pada Pasal 13 bahwa untur
pekerjaan yang bersifar darurat dan mendesak, Pemberi Kerja TKA
20
danat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohona,
pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja. Selain itu TKA bisa
berpindah tempat kerja dari pemberi kerja ke pemberi kerja lain untuk
pekerjaan yang sama tapa melalui pemerintah sebagaimana ditentukan
di dalam Pasal 6 yang menyebutkan bahwa Pemberi Keria TKA pada
sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan
oleh Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama, paling
lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak
kerja TKA dengan Pemberi Keria TKA pertama.
Jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA ditentukan lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri. Dari berbagai peraturan pelaksana
penggunaan TKA di Indonesia mengalami perubahan yang sangat
dinamis menimbulkan berbagai pertanyaan, kenapa pemerintah sangat
reaktif sekali dalam menyikapi penggunaan TKA dan membingungkan
karena perubahan-perubahan tersebut bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi yakni UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan.
21
pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan
oleh Pemerintah pusat.
2) Pasal 42 ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi: Huruf (c) tenaga kerja asing yang dibutuhkan
oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti
karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up)
berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka
waktu tertentu. Semakin banyak TKA yang bisa dipekerjaan oleh
Pemberi Keria dengan alasan tersebut di atas.
Kewajiban mendapatkan RPTKA tidak berlaku bagi:
1) direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau
pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2) pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara
asing; atau
3) tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis
kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi,
perusahaan rintisan (start-up), kunjungan bisnis, dan penelitian
untuk jangka waktu tertentu.
Hal-hal yang mash diatur di dalam UU Cipta kerja sebagaimana
ditentukan di dalam UU No. 13 Tahun 2003 adalah:
1) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan
tenaga kerja asing.
2) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam
hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta
memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
22
3) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi
personalia.
4) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5) Ketentuan Pasal 43 isi pasal yang dihapus tersebut adalah Isi
ketentuan ini menjadi materi pada Pasal 42 ayat (1) yang
mengganti isi Pasal 42 tentang kewajiban memiliki izin tertulis
penggunaan TKA.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja dilakukan melalui
perencanaan tenaga kerja yaitu proses penyusunan rencana ketenaga kerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan tenaga kerjaan yang
berkesinambungan pendaya gunaan tenaga kerja dilakukan melalui pelayanan
23
penempatan tenaga kerja yaitu kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja
dan pemberi kerja.
24