(FIQIH WANITA)
Oleh:
Munadia azqa (22184001)
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN AJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI
BABl.................................................................................................................................. iii
PENDAHULUAN.......................................................................................................... iii
1.1Latar Belakang..........................................................................................................iii
1.2 Rumusan masalah................................................................................................… iii
BAB II ..............................................................................................................................iv
PEMBAHASAN...........................................................................................................iv
BAB 1
Hukum najis
1. Seorang wanita melihat najis pada pakaiannya saat menger- jakan shalat:
Dia wajib membatalkan shalat dan membasuh dahulu najis tersebut, kemudian dia memulai
shalat dari awal.
2. Seorang wanita merasa ragu tentang adanya najis pada pa- kaiannya saat
mengerjakan shalat:
Dia tidak boleh membatalkan shalat, sehingga dia merasa yakin dengan keberadaan najis
tersebut.
3. Najis yang jatuh di atas sajadah dan karpet:
Menghilangkan najis tersebut tidak cukup hanya menyapu- nya dengan sapu bulu (tissue),
tetapi harus mengguyurkan air di atasnya sehingga menghilangkan najis yang jatuh di
atasnya; baik najis tersebut berupa air kencing atau najis lainnya. Jika najis itu mempunyai
wujud, maka wajib menghilangkan wujudnya terlebih dahulu, kemudian membasuhnya.
4. Najis yang kering tidak memudaratkan:
jika najis yang sudah kering tersentuh oleh pakaian atau badan yang juga dalam keadaan
kering, maka hal itu tidak memudaratkan
5. Ujung pakaian seorang wanita menyentuh najis.
Ketentuan hukumnya sama dengan ketentuan hukum yang berlaku pada kasus sandal yang
menyentuh najis, di mana jika sandal menyentuh najis, kemudian sandal tersebut digosok
gosok- kan ke tanah yang kering yang dapat menyucikan, maka itu telah menyucikan najis
tersebut.
6. Membasuh (mencuci) najis dari badan orang yang berwudhu atau lainnya tidak
membatalkan wudhu kecuali jika menyentuh aurat, maka hal itu membatalkan
wudhu.
Hukum Berwudhu
1. Keluarnya angin dari vagina seorang wanita tidak mem- batalkan wudhu,
karena angin tersebut tidak keluar dari tempat keluarnya najis
2. Laki-laki menyentuh wanita:
Yang shahih, bahwa hal tersebut tidak membatalkan wudhu, baik wanita itu adalah orang
lain (bukan mahram) atau istrinya atau mahramnya; baik disertai birahi atau tidak, kecuali
jika ber- dap sentuhan tersebut menyebabkan keluarnya madzi atau sejenisnya (mani atau
wadi) dari kelaminnya.
3. Junub dan membaca al-Qur`an:
Orang junub tidak boleh membaca al-Qur`an, sehingga ia mandi terlebih dahulu, baik
membacanya itu langsung dari al- Qur`an atau melalui hafalan.
4. Keluar angin (kentut) terus-menerus:
Seorang wanita yang keluar angin terus-menerus wajib ber- wudhu ketika tiba waktu shalat.
Jika angin keluar terus-menerus dan dia tidak dapat menahannya, maka shalatnya adalah
sah.
5. Mengusap rambut kepala bagi seorang wanita:
Ketentuan hukum dalam berwudhu yang berlaku bagi kaum wanita ialah sama
sebagaimana ketentuan hukum berwudhu yang berlaku bagi kaum laki-laki. Seorang
wanita wajib mengusap semua rambut kepalanya hingga batas tempat tumbuhnya rambut
dari kedua telinga, dan tidak wajib atasnya mengusap rambut yang menjulur dan dipintal,
melainkan hanya disunnahkan.
BAB ll
(3). Jika rambut itu dalam keadaan dikepang maka tidak wajib menguraikannya karena
akan membasuhnya, tetapi wajib me- nyampaikan air ke setiap rambut dengan meletakkan
rambut yang dikepang di bawah saluran air (kran) sambil meremas-remasnya sehingga air
sampai ke seluruh rambutnya.
(1). Jika seseorang mandi junub, kemudian dia meniatkan mandi- nya dengan niat bersuci
dari dua hadats; hadats kecil dan hadats besar, maka mandinya sah untuk kedua hadats
tersebut. Tetapi yang lebih utama adalah beristinja terlebih dahulu, kemudian berwudhu,
kemudian menyempurnakan mandinya karena men- contoh perbuatan Nabi. Demikian juga
dengan seorang wanita yang haid dan nifas.
(2). Sedang jika mandinya bukan untuk mandi junub, misalnya mandi Jum'at, mandi demi
kesegaran atau demi kebersihan, maka mandinya tersebut tidak sah (untuk mengganti)
meskipun diniati berwudhu karena dalam mandi tidak disyaratkan adanya tartib
(mendahulukan anggota badan yang wajib didahulukan dan mengakhirkan anggota badan
yang wajib diakhirkan), karena dalam berwudhu tartib adalah salah satu kewajiban dari
sejumlah kewajiban wudhu.
Tata cara mandi yang sempurna; baik mandi junub atau mandi lainnya:
- Niat.
- Membaca Basmalah.
- Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
- Membasuh kelamin dan anggota badan yang terkena air mani.
- Berwudhu dengan wudhu yang sempurna.
- Memulai mandi dengan membasuh kepala sebanyak tiga kali dan menyempurnakan
basuhan itu sehingga air sampai ke pangkal-pangkal rambut (kulit kepala), kemudian
membasuh anggota badan yang lainnya.
- Memulai basuhan dari bagian sebelah kanan, kemudian bagian yang sebelah kiri sambil
menggosok-gosoknya.
-Menggosok-gosokkan tangan ke berbagai anggota badan yang dapat dijangkaunya.
BAB lll
(1).Pengertian haid:
Haid adalah darah alami yang dikeluarkan rahim selama beberapa waktu tertentu.