Anda di halaman 1dari 9

Laporan Psikopatologi Sosial

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kekerasan Verbal (Bullying) Pada Pelaku


Siswa-Siswi SMP di Kota Malang

Penulis1 (20090000124 - Moch. Syarif Hidayatullah)


Penulis2 (20090000136 - Mila Alfiana)
Penulis3 (20090000137 - Aisyah)
Penulis4 (20090000139 - Levia Fenoariyusta M.)
Penulis5 (20090000142 - Putri Athirah S. H.)
Penulis6 (20090000148 - Hafiyariqza Ismi Azizah)

Abstract Abstrak
Bullying behavior still often occurs throughout the world, including Perilaku bullying masih sering terjadi di seluruh dunia, termasuk
Indonesia, so there needs to be treatment or efforts that can be made to Indonesia, sehingga perlu adanya penanganan atau upaya yang dapat
prevent bullying behavior. One form of bullying is verbal bullying. Verbal dilakukan untuk mencegah perilaku bullying. Salah satu bentuk bullying
bullying is bullying in the form of ridicule, ridicule, insults, negative insults, adalah verbal bullying. Verbal bullying merupakan pembulian dalam bentuk
degrading words, which, although not visible in real terms, does not mean it ejekan, olokan, hinaan, julikan negative, merendahkan yang meskipun tidak
is not dangerous, this type of bullying actually attacks psychologically and is terlihat secara nyata, namun bukan berarti tidak berbahaya, pembulian
the easiest to do and is the beginning of other bullying and bullying. jenis ini justru menyerang secara psikis dan menjadi yang paling mudah
Furthermore. One effort that can be made is to understand what factors dilakukan dan menjadi awal dari pembulian lainnya dan pembulian lebih
can cause teenagers to engage in bullying behavior. This research aims to lanjut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memahami
determine the factors that influence bullying behavior. ¬The subjects of this faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab remaja melakukan perilaku
research were teenagers, especially those aged 13-15 years, where they were bullying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
junior high school students who carried out verbal bullying as many as 6 mempengaruhi perilaku bullying. Subjek penelitian ini merupakan remaja
respondents. The method used in this research is qualitative with a khususnya yang berusia 13-15 tahun, di mana mereka adalah siswa sekolah
phenomenological approach. The data collection methods used in this menengah pertama yang melakukan verbal bullying sejumlah 6
research are observation and interviews and data analysis using data responden. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif
reduction techniques. The results of this research show that there are dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data yang
several factors that can influence verbal bullying, including family, school, digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara dan
peer factors, as well as television and media broadcasts analisis datanya dengan teknik reduksi data. Hasil dari penelitian ini
diketahui bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi verbal
bullying diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah, teman sebaya, serta
tayangan televisi dan media.

Keyword : junior high school students, teenagers, verbal bullying Kata Kunci : peserta didik SMP, remaja, verbal bullying

LATAR BELAKANG Salah satu diantaranya adalah perilaku bullying (Sulfemi &
Yasita, 2020). Bullying merupakan pemaksaan secara fisik
Masa remaja adalah salah satu masa tumbuh
maupun verbal, melakukan dan menyebarkan penyebaran
kembang manusia dalam kehidupan yang di mana masa
desas-desus palsu, serta pengucilan sosial dengan
ini merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
menggunakan media dari internet ataupun ponsel dengan
menuju masa dewasa. Biasanya masa remaja akan
mengirimkan pesan-pesan jahat yang dilakukan secara
memiliki energi yang besar dan emosi yang bergejolak
berulangkali terhadap korban (Papacosta et al, 2014).
dengan pengendalian diri yang belum sempurna
Perilaku bullying adalah perilaku kekerasan yang
(Agisyaputri et al, 2023). Menurut World Health
menyalahgunakan kekuasaan berlangsung terus-menerus
Organization (WHO), seseorang dinyatakan remaja jika
kepada seseorang yang dirasa lemah dan memiliki fisik
berada pada rentang usia 10-19 tahun yang sedang
tidak berdaya (Agisyaputri et al, 2023).
mengalami perubahan secara fisik, emosional dan sosial
Menurut data yang dipaparkan oleh WHO (2020),
serta mudah terkena masalah kesehatan mental karena
terdapat sekitar 37% perempuan yang menjadi korban dan
adanya paparan terhadap kemiskinan, pelecehan, dan
42% lainnya adalah laki-laki. Jenis perilaku bullying yang
perilaku kekerasan (WHO, 2020).
sering terjadi yaitu kekerasan seksual, pertengkaran fisik,
Pada masa remaja permasalahan yang sering
dan perundungan. Sedangkan berdasarkan data dari
terjadi adalah mengenai emosi, perilaku, dan kognitif.
1
Laporan Psikopatologi Sosial

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), prevalensi partisipan. Observasi non partisipan adalah suatu bentuk
terjadinya bullying di bidang pendidikan yaitu 1567 kasus, observasi di mana pengamat atau peneliti tidak terlibat
yang kemudian didapatkan terdapat 76 kasus remaja langsung ke dalam kegiatan kelompok, atau dapat juga
sebagai korban bullying dan 12 kasus remaja sebagai dikatakan pengamat atau peneliti tidak ikut serta ke
pelaku bullying di sekolah (Sulistiowati et al, 2022). dalam kegiatan yang diamatinya. Dengan kata lain,
Penelitian International Center for Research on pengamat atau peneliti tidak berinteraksi atau
Women (ICRW) menunjukkan 84% anak Indonesia mempengaruhi objek yang diamati. Teknik observasi non
mengalami bullying di sekolah. Angka kasus kekerasan partisipan digunakan karena dalam proses penelitian ini
pada sekolah di Indonesia lebih tinggi dari Vietnam dan peneliti tidak ikut serta ke dalam kegiatan, akan tetapi
Nepal dengan persentase 79%, Kamboja 73% kasus, dan hanya berperan sebagai pengamat kegiatan. Sehingga,
Pakistan dengan persentase sebanyak 43%. Lebih lanjut, peneliti dapat lebih fokus dalam melakukan pengamatan
survei yang dilakukan oleh United Nations International terhadap partisipan yang sedang diamati dan data
Children`s Emergency Fund (UNICEF) sebanyak 50% siswa observasi yang dihasilkan benar-benar valid serta sesuai
berusia 13−15 tahun di Indonesia mengalami bullying di degan kondisi yang sedang terjadi.
sekolah. Hasil survei ini bahkan dianggap sebagai salah Selanjutnya, metode wawancara didefinisikan
satu angka tertinggi di dunia (Dhamayanti, 2021). sebagai suatu proses interaksi antara pewawancara dan
Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa perilaku sumber informasi yang sering disebut sebagai informan.
bullying masih sering terjadi di seluruh dunia, termasuk Metode ini bisa dilakukan melalui komunikasi langsug
Indonesia, sehingga perlu adanya penanganan atau upaya atau dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan
yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku bullying. percakapan tatap muka antara pewawancara dengan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan sumber informasi atau informan. Adapun jenis
memahami faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini
remaja melakukan perilaku bullying. Berdasarkan adalah menggunakan wawancara semi terstruktur.
pemaparan Zakiyah, Humaedi, & Santoso (2017), terdapat Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam
beberapa faktor penyebab terjadinya bullying pada pedoman wawancara. Urutan pertanyaan yang diberikan
remaja, antara lain karena faktor keluarga, sekolah, teman tidak sama pada setiap partisipan, bergantung pada
sebaya, serta tayangan televisi dan media. Pelaku bullying proses wawancara dan jawaban setiap individu. Namun,
seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah, pedoman wawancara menjamin peneliti dapat
misalnya orang tua yang sering menghukum anak dengan mengumpulkan jenis data yang sama dari seluruh
kekerasan, sehingga berakibat pada anak yang meniru partisipan. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan
perilaku tersebut terhadap teman-temannya. Pada sisi dan memutuskan sendiri mana isu yang dimunculkan.
lain, pihak sekolah juga sering mengabaikan keberadaan Dalam metode ini, pedoman wawancara yang digunakan
bullying yang terjadi pada siswanya, sehingga peristiwa ini bisa sedikit panjang dan rinci, walaupun hal itu tidak perlu
berkembang pesat di lingkungan sekolah. Selain itu, diikuti secara ketat. Pedoman wawancara berfokus pada
remaja biasanya akan bertindak berdasarkan teman subjek area tujuan penelitian, tetapi dapar direvisi setelah
sebayanya dan kondisi lingkungan sosial yang wawancara karena ide yang baru muncul belakangan.
membiasakan perilaku kasar. Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan
perspektif partisipan, pewawancara harus ingat bahwa
diperlukan pengendalian diri sehingga tujuan penelitian
METODE dapat dicapai dan topik penelitian tergali. Penggunaan
wawancara semi terstruktur ini dilatarbelakangi karena
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
diharapkan informasi yang digali dapat lebih mendalam
yang di mana pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai
dan pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, namun tetap
salah satu metode ilmiah yang sering digunakan dan
akan tercapai tujuan wawancara karena tetap
dilaksanakan oleh sekelompok peneliti dalam ilmu sosial.
berpedoman pada guide wawancara yang dapat direvisi
Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan untuk
sesuai dengan jawaban setiap partisipan. Dengan hal
mendapatkan pengetahuan melalui pemahaman dan
tersebut, peneliti maupun partisipan akan merasa nyaman
penemuan dari sebuah fenomena atau permasalahan.
saat melakukan proses wawancara, sekaligus terkumpul
Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan metode
data yang dibutuhkan.
observasi dan wawancara sebagai proses pengumpulan
Setelah proses pengumpulan data selesai
data. Metode observasi merupakan teknik pengumpulan
dilakukan dan mendapatkan hasil, peneliti akan
data dengan peneliti turun langsung ke lapangan,
melakukan proses analisa data, yang mana proses ini
kemudian mengamati gejala yang sedang diteliti, setelah
dimaksudkan untuk mengatur urutan data,
itu peneliti bisa menggambarkan masalah yang terjadi.
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kagetori, dan
Adapun bentuk observasi yang akan digunakan dalam
satuan uraian sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
penelitian ini adalah menggunakan observasi non
2
Laporan Psikopatologi Sosial

dirumuskan hipotesis. Analisa data yang digunakan dalam (siswa)


penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, serta
kesimpulan dan verifikasi. 2. Perempuan 5 83,3%
Reduksi data didefinisikan sebagai proses untuk (siswi)
membuat abstraksi dari seluruh data yang diperoleh dari
seluruh pencatatan lapangan selama observasi dan Total 6 100%
wawancara. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis data yang menajamkan, membuang yang tidak
dibutuhkan, dan mengorganisasikan data agar sistematis ii. Deskripsi responden penelitian berdasarkan
serta dapat membuat satu simpulan yang bermakna. kelas
Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan informasi Berdasarkan pengumpulan data yang telah
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan dilakukan, didapatkan bahwa 2 orang
kesimpulan dalam pengambilan tindakan. Proses ini responden menduduki kelas IX (33,3%), 3 orang
dilaksanakan dengan mengungkapkan seluruh data yang responden berada di kelas VIII (50%),
telah diperoleh dengan metode teks yang bersifat naratif. sementara 1 orang lainnya berada di kelas VII
Sedangkan kesimpulan dan verifikasi adalah proses (16,6%). Sebaran data tersebut dapat dilihat
menyimpulkan sebuah temuan yang diperoleh dari pada tabel berikut:
seluruh data yang ada sehingga peneliti dapat
menemukan makna dari data.
Pada proses pengumpulan data di penelitian ini,
peneliti memusatkan perhatian pada siswa-siswi SMP
yang pernah melakukan kekerasan verbal atau bullying. Tabel 3.2
Subjek yang digunakan adalah sebanyak 6 orang yang Responden Berdasarkan Kelas
berada kelas VII, VIII, atau IX dan bersekolah di Sekolah No. Item Frekuensi Persentase
Menengah Pertama yang ada di Kota Mala.ng (Orang)

1. Kelas IX 2 33,3%
HASIL
2. Kelas VIII 3 50%
Fokus daripada penelitian adalah “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Terjadinya Kekerasan Verbal 3. Kelas VII 1 16,6%
(Bullying) Pada Pelaku Siswa-Siswi SMP di Kota Malang”.
Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi Total 6 100%
kualitatif dan penelitian agar dapat memilih kajian yang
relevan dan tidak relevan dengan fenomena.
a. Deskripsi responden penelitian iii. Deskripsi responden penelitian berdasarkan
Responden yang digunakan dalam penelitian ini usia
adalah 6 orang siswa-siswi SMP yang tersebar di Berdasarkan pengumpulan data yang
Kota Malang. Guna melihat responden penelitian dilakukan, didapatkan bahwa responden
berdasarkan jenis kelamin, kelas, dan usia, dapat didominasi oleh usia 15 tahun, yakni sebanyak 4
dilihat pada tabel berikut ini. orang responden (66,6%), sementara lain
i. Deskripsi responden penelitian berdasarkan sisanya masing-masing 1 pada usia 13 tahun
jenis kelamin (16,6%) dan 12 tahun (16,6%). Sebaran data
Berdasarkan pengumpulan data yang telah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
dilakukan, didapatkan bahwa sebagian besar Tabel 3.3
responden berjenis kelamin perempuan, yaitu Responden Berdasarkan Usia
sebanyak 5 orang siswi (83,3%) dan 1 orang No. Item Frekuensi Persentase
siswa (16,6%). Adapun identitas responden (Orang)
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel di bawah ini: 1. 15 tahun 4 66,6%
Tabel 3.1
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 2. 13 tahun 1 16,6%
No. Item Frekuensi Persentase
(Orang) 3. 12 tahun 1 16,6%

1. Laki-laki 1 16,6% Total 6 100%


3
Laporan Psikopatologi Sosial

tetap melakukan perundungan tersebut. Saat


melakukan hal tersebut subjek juga pernah
ketahuan guru BK lalu ditegur untuk tidak
b. Deskripsi Hasil Wawancara melakukan hal seperti itu. Lalu setelah kejadian
(pada bagian ini mendeskripsikan hasil wawancara tersebut subjek sadar awalnya, tetapi masih
measing-masing responden secara lengkap sesuai mengulangi perundungan tadi. Subjek juga
transkip wawancara). tidak pernah meminta maaf kepada korban,
i. Responden 1 (A) subjek merasa sedikit bersalah tetapi perasaan
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan itu lama-lama hilang karena bagi subjek korban
kepada subjek maka diperoleh bahwa subjek memang menjengkelkan.
pernah melakukan pelanggaran disekolahnya iii. Responden 3 (L)
sebanyak 2 kali. Subjek pernah melanggar Dari hasil wawancara yang telah dilakukan
peraturan seperti membawa sisir ke sekolah kepada subjek maka diperoleh hasil bahwa
dan juga pernah membawa hp ke sekolah. subjek sering melanggar aturan sekolah.
Kemudian saat peneliti menanyakan apakah Subjek juga pernah melakukan perundungan
subjek pernah melakukan perundungan subjek seperti menjauhi teman dan membicarakan
pernah melakukannya. Subjek sering mengolok temannya, sering memanggil nama teman
ngolok temannya bahkan sehari sampai 5 kali, dengan nama orang tua, pernah mengatai fisik
tetapi hal tersebut tidak dilakukan setiap hari orang lain, sujek cukup sering melakukan hal
melainkan jika subjek bertemu dengan tersebut. Alasan subjek melakukan hal tersebut
temannya saja. Alasan subjek melakukannya karena mengikuti teman. Setelah peneliti
adalah karena temannya yang memulai duluan. menanyakan perasaan subjek setelah
Kemudian saat peneliti bertanya mengenai melakukan hak tersebut subjek merasa senang
perasaan subjek setelah melakukan hal dengan tindakannya karena baginya korban
tersebut subjek merasa lega karena memang membuat dia kesal. Subjek melakukan hal
temannya yang duluan jadi mungkin dia merasa tersebut terkadang disuruh temannya dan
lega sudah membalasnya. terkadang ia lakukan atas kemauan sendiri.
Lalu saat peneliti menanyakan adakah alasan Subjek sudah pernah ditegor guru BK karena
lain subjek melakukan hal tersebut subjek ketahuan kemudian diperingatkan sampai
mengatakan kalau hal tersebut ia lakukan bahkan pemanggilan orang tua. Setelah
karena memang pertemanan atau ikut-ikut kejadian tersebut subjek sudah tidak
teman. Pembullyan yang dilakukan subjek juga mengulangi lagi perbuatannya. Subjek juga
disekolah hal ini juga pernah diketahui oleh sudah meminta maaf ke korban karena subjek
guru BK dan subjek mendapat hukuman, merasa menyesal.
hukuman yang diberikan seperti iv. Responden 4 (MI)
membersihkan lapangan dari sampah. Dari hasil wawancara yang telah diperoleh,
Kemudian setelah subjek mendapat hukuman maka dapat diketahui bahwa MI merupakan
dia juga sudah tidak melakukan pembullyan siswa SMP kelas 8 yang berumur 15 tahun. Di
tadi, teman yang dibully tadi juga sudah sekolahnya MI diperbolehkan untuk membawa
menjauh. Setelah berhenti membully subjek handphone, jadi biasanya aktivitas yang ia
juga memiliki perasaan bersalah, subjek juga lakukan di sekolahnya seperti bermain
sudah meminta maaf waktu saat dihukum oleh handphone dan juga memakan bekal yang
guru BK. sudah ia bawa dari rumah. Selain melakukan
ii. Responden 2 (T) hal itu MI juga mengatakan bahwa saat jam
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan istirahat ia akan berkumpul bersama teman-
kepada subjek maka diperoleh bahwa subjek temannya dengan mengobrol dan bermain
pernah melanggar peraturan sekolah tetapi handphone. Selanjutnya MI juga menjelaskan
tidak sering. Mengenai perundungan subjek saat ia memiliki waktu luang dirumah biasanya
juga pernah seperti membicarakan temannya ia akan bermain handphone saja.
sampai menjauhi temannya, mengolok-olok Kemudian saat berkumpul bersama teman-
teman. Alasan subjek melakukan hal tersebut temannya MI ini awalnya berkata bahwa ia
adalah karena mengikuti temannya, perasaan tidak perna memanggil nama temannya
subjek setelah melakukan hal tersebut yaitu dengan sebutan nama-nama yang jelek, akan
kasihan tetapi bagi subjek memang temannya tetapi setelah peneliti bertanya lebih lanjut
tersebut membuat ia jengkel sehingga subjek ternyata MI ini pernah memanggil temannya

4
Laporan Psikopatologi Sosial

dengan sebutan yang jelek. Contohnya seperti dicaci maki. Kemudian MI menjelaskan bahwa
memanggil nama temannya dengan kata ia pernah melihat di televisi atau di media social
“gendut”, “pendek”, “item”, dan juga orang-orang yang saling mengejek, contohnya
memanggil dengan menggunakan nama orang seperti meledan dan misuh ke temannya.
tua. Alasan MI melakukan hal tersebut karena Biasanya ia melihat hal itu di Tiktok ataupun
temannya dahulu lah yang memanggil MI Youtube. Setelah MI menonton hal tersebut
dengan menggunakan sebutan yang jelek itu. terkadan ia akan mencontohnya.
Jadi MI membalas temannya dengan panggilan MI mengatakan bahwa saat ia meledek
yang serupa. MI hanya memanggil nama temannya itu merupakan suatu hal yang seru.
temannya dengan sebutan yang jelek, ia tidak Terkadang juga MI merasa bersalah akan hal
pernah mengucapkan kata-kata “kotor” buruk yang telah ia lakukan pada temannya,
kepada temannya.Selanjutnya MI juga dan setelah ia merasa bersalah ia akan
menjelaskan bahwa ia pernah marah pada meminta maaf kepada temannya itu.
temannya karena temannya itu mudah v. Responden 5 (D)
baperan. Saat MI marah ia akan memakai nada Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh
tinggi dan juga memanggil temannya dengan peneliti kepada subjek maka dapat diperoleh
memakai nama orangtua. MI menjelaskan beberapa informasi yaitu subjek pernah
bahwa ia sering memanggil temannya dengan beberapa kali melakukan pelanggaran di
menggunakan nama orang tua. sekolahnya. Contoh pelanggaran yang pernah
Selanjutnya MI menjelaskan bahwa ia pernah ia lakukan seperti bolos saat pelajaran,
menyindir temannya ketika temannya kalah mencontek, dan tidak mengerjakan tugas yang
bermain bola dengannya. MI juga pernah telah diberikan. Kemudian saat subjek ditanya
menertawakan temannya karena temannya ini mengenai perundungan subjek tidak
tidak bisa mengerjakan tugas yang telah mengetahui bahwa perundungan bisa terjadi
diberikan oleh gurunya sehingga temannya dengan menggunakan verbal, subjek hanya
dikeluarkan dari kelas, hal itu yang membuat mengetahui bahwa perundungan itu hanya
MI menertawakan temannya. Meskipun soal kekerasan fisik saja. Setelah peneliti
demikian dari penjelasan MI, ia ini tidak pernah bertanya lebih lanjut, subjek mengatakan
memfitnah teman-temannya. Perilaku-perilaku bahwa ia sering mengolok-olok teman nya
yang dilakukan MI diatas ia lakukan dengan tanpa sebab. Subjek ini juga sering memanggil
sepengetahuan dari keluarga, dari keluarga MI teman-temannya dengan panggilan yang tidak
sendiri tahu akan perilaku ini akan tetapi MI sopan. Contoh panggilan yang ia gunakan
menjelaskan bahwa ia tidak pernah dimarahi seperti memanggil dengan menggunakan
atau dihukum saat ia berbicara kotor atau saat nama orangtua atau dengan menggunakan
ia meledek teman-temannya. Orangtua MI nama binatang. Untuk mengolok-olok sendiri
pernah memarahi MI karena ia sering menggau biasanya subjek sering melakukan body
sang adik. Menurut penjelasan MI, orangtua shaming kepada temannya. Akan tetapi hal
nya juga pernah membentak nya dan ia hanya tersebut subjek anggap hanya sebagai candaan
bisa diam saja. saja, ia tidak mengerti bahwa hal tersebut juga
Pergaulan MI dirumah dan disekolah dapat masuk kedalam perundungan secara
menurutnya berbeda. Jika ia dirumah MI tidak verbal. Subjek juga sudah beberapa kali
pernah meledek temannya dengan melakukan hal tersebut, karena seperti yang
menggunakan nama orangtua, berbeda saat ia dikatakan sebelumnya bahwa subjek tidak
berada di sekolah. MI juga mengatakan bahwa mengerti apabila hal tersebut masuk kedalam
ia meniru perilaku tersebut dari temannya. Di perundungan secara verbal. Ia hanya
sekolahnya MI pernah melihat teman, kakak menganggap bahwa hal tersebut hanya
kelas, atau adik kelas nya saling mengejek candaan biasa terhadap sesama teman.
dengan teman-temannya, contoh ledekan Subjek mengatakan bahwa bahwa tindakan
tersebut seperti “gendut”. Para guru disana seperti mengolok-olok atau memanggil nama
hanya memberi peringatan saja saat ketahuan temannya dengan sebutan tersebut
ada yang berbuat sepeti itu. Biasanya hal merupakan hal yang biasa dilakukan, karena di
pembulyyian secara verbal ini dilakukan saat lingkungan subjek menganggap bahwa hal
jam istirahat dan saat tidak ada guru. Saat di tersebut adalah sebuah candaan saja. Sehingga
lingkungan social MI berkata bahwa ia tidak perbuatan yang dilakukan oleh subjek
pernah mendapatkan perlakuan kasar atau beralasan sebagai sebuah candaan antar

5
Laporan Psikopatologi Sosial

teman. Subjek melakukan perbuatan tersebut tidak pernah mendapatkan hukuman saat
secara spontanitas, setelah melakukan hal melakukan perundungan. Akan tetapi subjek
tersebut subjek terkesan senang karena dapat mengatakan bahwa ketika ada teman subjek
membuat suasana menjadi penuh tawa dan ketahuan oleh gurunya sedang melakukan
candaan. Kemudian apabila subjek ketahuan perundungan, saat ketahuan oleh gurunya ini
oleh gurunya saat mengolok-olok temannya, teman subjek di hukum untuk membersihkan
subjek hanya mendapatkan hukuman ringan toilet dan juga tanda tangan di buku merah
berupa peringatan secara lisan untuk tidak atau di buku pelanggaran.
mengolok-olok temannya lagi. Hal ini Setelah peneliti bertanya lebih lanjut ke subjek,
dikarenakan karena seperti penjelasan akhirnya subjek mengatakan bahwa terdapat
sebelumnya yang menunjukkan bahwa dorongan dari teman-temannya sehingga
lingkungan subjek menganggap hal tersebut subjek melakukan perilaku perundungan ini.
sebagai sebuah candaan, jadi subjek tidak Subjek berkata bahwa ia sering mengikuti
pernah mendapatkan hukuman yang berat. teman-teman nya yang lain. Contoh
Setelah subjek mendapatkan hukuman, subjek pembullyan yang subjek lakukan ini seperti
tidak merasa jera ia tetap melakukan mengejek penampilan temannya.
perbuatan tersebut. Subjek pernah meminta c. Temuan penelitian
maaf kepada temannya yang tidak nyaman Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan
ketika ia olok-olok atau yang tidak suka dengan dengan subjek, ditemukan faktor-faktor yang
panggilan yang diberikan oleh subjek. Akan mempengaruhi terjadinya kekerasan verbal
tetapi subjek tidak merasa bersalah akan hal itu (bullying) pada pelaku siswa-siswi SMP di Kota
karena subjek menanggap bahwa itu bukan Malang. Temuan tersebut dijelaskan di bawah ini:
suatu masalah, ia hanya melakukan candaan i. Responden 1 (A)
dan di lingkungannya sudah biasa akan hal itu. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
vi. Responden 6 (S) kekerasan verbal (bullying) pada subjek A
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh adalah karena teman sebaya, yang mana
peneliti, maka dapat diketahui bahwa subjek melalui wawancara subjek mengatakan bahwa
pernah melanggar peraturan yang ada di ia melakukan bullying karena meniru temannya.
sekolahnya. Subjek mengatakan bahwa ia Hal ini disebabkan teman subjek melakukan hal
pernah melanggar peraturan sebanyak dua yang sama kepada subjek, yakni melakukan
puluh kali saat ia berada di kelas 1 SMP. Saat bullying kepada subjek lebih dulu. Sehingga
subjek ini mengatakan bahwa ia tidak pernah membuat subjek akan cenderung mengikuti
mendat teguran atau hukuman dari guru saat apa yang sudah dilakukan temannya tersebut.
ia melanggar peraturan tersebut, hal itu ii. Responden 2 (T)
dikarenakan sang guru tidak mengetahui Faktor yang mempengaruhi terjadinya
mengenai hal tersebut. Kemudian subjek kekerasan verbal (bullying) pada subjek T
mengatakan bahwa selain melanggar adalah faktor teman sebaya. Di mana subjek
peraturan itu subjek pernah melakukan merasa bahwa orang yang dia bully memang
perundungan atau bullying seperti mengolok- membuat dia kelas, apalagi teman lainnya juga
olok teman atau menghina teman sebanyak merasakan hal yang sama. Sehingga hal
sepuluh kali. Tidak ada alasan tertentu subjek tersebut yang mendorong subjek melakukan
melakukan perundungan itu. Kemudian untuk tindak kekerasan verbal dan tidak merasa
orang yang di bully oleh subjek yaitu teman bersalah. Selain itu, faktor lain yang
satu kelasnya sendiri. Saat setelah subjek mempengaruhi adalah faktor sekolah, di mana
melakukan bully pada temannya itu subjek guru kurang tegas dalam menindaklanjuti
merasakan perasaan bersalah. Setelah sehingga tidak membuat subjek merasa jera.
perasaan bersalah itu muncul subjek akan Akhirnya subjek tetap melakukan tindak
meminta maaf kepada temannya yang telah ia kekerasan verbal (bullying) meskipun sudah
bully itu. Akan tetapi subjek mengatakan diperingatkan oleh guru BK.
setelah ia meminta maaf ia akan melakukan hal iii. Responden 3 (L)
tersebut lagi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
Tindakan bullying ini subjek lakukan di kekerasan verbal (bullying) pada subjek L
lingkungan sekolah. Meskipun hal ini ia lakukan adalah faktor teman sebaya. Subjek melakukan
di sekolah menurutnya guru-guru di sekolahnya tindak kekerasan verbal (bullying) karena bagi
itu tidak tahu mengenai hal ini. Jadi subjek ini subjek hal itu menyenangkan. Subjek juga

6
Laporan Psikopatologi Sosial

merasa bahwa temannya yang membuat hukuman kepada siswa yang melakukan
subjek kesal, sehingga subjek senang bullying. Subjek mengatakan bahwa selama dia
melakukan perundungan. Terkadang, subjek melakukan perundungan, dia tidak pernah
juga merasa kasihan, tetapi subjek kembali menerima hukuman sama sekali. (2) faktor
melakukan bullying karena temannya. teman sebaya, di mana subjek menjalin
iv. Responden 4 (MI) pertemanan yang juga melakukan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya perundungan, sehingga subjek menirukan hal
kekerasan verbal (bullying) pada subjek MI tersebut.
adalah (1) faktor keluarga, di mana subjek
tinggal di keluarga yang bermasalah karena
sering mengabaikan subjek. Keluarga subjek PEMBAHASAN
juga sering melakukan kekerasan verbal
Dalam penelitian yang telah dilakukan, peneliti
kepada subjek dengan membentak dan
mengambil jumlah subjek sebanyak 6 responden, di mana
memarahi subjek menggunakan nada suara
responden merupakan beberapa orang siswa SMP yang
yang tinggi. Hal ini mengakibatkan subjek
pernah melakukan bullying secara verbal. Berdasarkan
meniru hal tersebut dan menganggap cara
hasil yang telah dipaparkan, teman sebaya merupakan
komunikasi tersebut baik untuk dilakukan pada
faktor yang paling banyak memengaruhi responden
temannya juga. (2) Faktor sekolah, yang mana
dalam melakukan bullying secara verbal. Kemudian
subjek sering melihat dan mendengar siswa-
selanjutnya terdapat faktor sekolah, keluarga, dan media
siswi lain, termasuk temannya, yang melakukan
massa juga menjadi faktor lain penyebab bullying verbal
kekerasan verbal. Sehingga lah tersebut
selain faktor teman sebaya.
membuat subjek ikut melakukan bullying. (3)
a. Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying
Faktor teman sebaya, di mana subjek memiliki
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2016)
teman yang juga sering melakukan kekerasan
menjelaskan bahwa pengaruh dari teman sebaya
verbal (bullying) ketika kalah dalam melakukan
pada masa remaja menjadi pengaruh yang
permainan, memberikan nama panggilan yang
dominan dkarenakan remaja cenderung
jelek, bahkan berani memanggil dengan nama
menghabiskan seluruh waktu mereka di sekolah
orang tua. (4) Media massa, di mana subjek
bersama teman sebaya mereka, yang mana hal ini
sering kali melihat dan mendengarkan
menimbulkan terbentuknya kelompok-kelompok
perlakuan bullying di media sosial, seperti
atau genk teman sebaya. Maka dari itu, teman
TikTok dan YouTube. Subjek sering
sebaya menjadi salah satu faktor bullying yang
menemukan hal-hal negatif dalam bersosial
besar di mana teman sebaya mereka memberikan
media, sehingga subjek memiliki keinginan
pengaruh negatif terhadap pelaku, dengan cara
untuk mencontoh tindakan-tindakan tersebut.
memberikan berbagai ide yang pasif maupun aktif
v. Responden 5 (D)
bahwa bullying tidak akan berdampak apapun dan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya
wajar dilakukan.
kekerasan verbal (bullying) pada subjek D
Bagi remaja, penerimaan kelompok merupakan hal
adalah (1) faktor keluarga, di mana dalam
yang penting karena mereka dapat berbagi rasa
tumbuh kembangnya subjek mendapatkan
dan pengalaman dengan teman sebaya dan
pola asuh yang tidak cukup baik. Subjek
kelompoknya. Pencarian identitas diri pada remaja
memiliki keluarga yang bersikap acuh, jarang
dapat melalui penggabungan diri dalam kelompok
terjalin komunikasi, memiliki orang tua yang
teman sebaya atau kelompok yang ia inginkan.
kurang peduli dengan apa yang subjek lakukan.
Terbentuknya genk atau kelompok remaja ini
(2) Media massa, yang mana subjek sering
dapat berimbas postif ataupun negatif, apabila
menonton film dan bermain game yang berbau
orientasi genk terjadi penyimpangan, maka hal ini
dengan kekerasan, dan (3) teman sebaya, yang
dapat mengakibatkan banyak masalah (Lestari,
mana dalam lingkungan pertemanan subjek,
2016).
mereka menormalisasikan perilaku kekerasan
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulki
verbal (bullying) dengan alasan bahwa hal
(2022) menunjukkan bahwa seorang responden
tersebut hanya sebuah candaan.
dari penelitiannya melakukan bullying secara
vi. Responden 6 (S)
verbal dengan cara mengolok-olok kepada teman
Faktor yang mempengaruhi terjadinya
sekelasnya, kemudian setelah diwawancarai lebih
kekerasan verbal (bullying) pada subjek S
dalam ternyata responden suka meniru teman
adalah (1) sekolah, di mana guru yang ada di
sebayanya di mana temannya itu sering
sekolah kurang tegas dalam memberikan
melontarkan kata-kata hinaan dan makian pada
7
Laporan Psikopatologi Sosial

saat bermain bersama, yang kemudian membuat c. Faktor Sekolah sebagai Penyebab Bullying
responden meniru perilaku dari salah satu teman Pada dasarnya sekolah menjadi tempat untuk
sebayanya, dan ia aplikasikan hal tersebut kepada menumbuhkan akhlak terpuji dan berbudi pekerti
teman sekelas responden secara terus menerus. yang baik. Namun, sekolah juga bisa menjadi
Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil tempat yang berbahaya karena terdapat berbagai
wawancara yang dilakukan oleh peneliti, dimana macam karakter dan sifat para siswa. Sebagian
menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki besar perilaku bullying terjadi di dalam sekolah, di
dominasi terhadap jawaban yang diberikan oleh ke- antara para peserta didik. Hal ini bisa didasari oleh
6 responden, hal ini menunjukkan bahwa teman berbagai alasan. Menurut Lestari (2016),
sebaya memiliki peranan penting dalam bagaimana kecenderungan pihak sekolah yang sering
para siswa berperilaku di dalam masyarakat, mengabaikan keberadaan bullying menjadikan
terutama pada lingkungan sekolah. siswa yang menjadi pelaku bullying semakin
b. Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying mendapatkan penguatan terhadap perilaku
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak, di tersebut. Tidak hanya itu, bullying juga dapat
mana ia belajar mengenai hal baru setiap harinya, terjadi jika kurangnya pengawasan dan bimbingan
selain itu rumah juga menjadi tempat pertama etika dari para guru, kedisiplinan sekolah rendah,
sebelum sekolah di mana ia banyak menghabiskan dan peraturan yang tidak konsisten.
seluruh waktunya. Lestari (2016) dalam Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan,
penelitiannya menyatakan bahwa keluarga semua responden menunjukkan perilaku bullying di
merupakan agen sosialisasi primer bagi seorang sekolah. Namun, hanya empat responden saja yang
anak di mana ia akan dibentuk kepribadian dan mendapat teguran atau hukuman dari guru, dan
pemahaman moral sang anak. Namun, tidak semua dua di antaranya hanya sekadar ditegur saja.
orang tua dapat menjalankan peran mereka Responden S menjelaskan bahwa di sekolahnya,
sebagai seseorang yang membentuk sikap bagi guru yang ada di sekolah kurang mempertegas
anak-anak mereka. Hal ini kemudian menjadi hukuman yang diberikan kepada siswa. Sehingga
penyebab sosialisasi anak tidak sempurna yang tiap kali melakukan bullying dirinya tidak pernah
kemudian memiliki kemungkinan dalam melakukan menerima hukuman apapun. Berbeda dengan yang
perilaku menyimpang. terjadi dengan Responden A yang mengaku bahwa
Hasil penelitian yang ditemukan oleh Lestari (2016) dirinya pernah dihukum untuk membersihkan
pada respondennya menunjukkan bahwa anak lapangan dari sampah. Dirinya juga menyadari
yang memiliki orang tua tidak lengkap, peraturan kesalahannya dan meminta maaf setelahnya.
rumah yang ketat, dan keluarga tidak harmonis Sedangkan Responden A dan Responden T,
dapat menyebabkan siswa berperilaku bullying. keduanya mengaku bahwa pernah ditegur oleh
Siswa yang menjadi pelaku di sekolah berasal dari guru BK. Namun yang membedakan disini adalah
keluarga yang tidak utuh, keluarga yang tidak Responden A merasa menyesal hingga meminta
harmonis, serta kurang perhatian orang tuanya. maaf kepada korban, sedangkan untuk Responden
Responden dari peneliti mengakui bahwa mereka T hanya merasa bersalah di awal, tetapi kemudian
jarang berkomunikasi dengan orang tua mereka tetap melakukan verbal bullying lagi kepada
karena orang tua mereka jarang memberikan korbannya. Berdasarkan hasil di atas, dapat
waktu bagi anak mereka, komunikasi dan interaski diketahui bahwa sekolah, terutama guru disini
merupakan hal terpenting pada proses sosialisasi. memiliki peran yang cukup penting untuk
2 dari 6 responden penelitian yang dilakukan oleh mengurangi atau bahkan menghentikan perilaku
peneliti menyatakan bahwa keluarga merupakan bullying yang terjadi pada siswa sekolah.
salah satu faktor yang memengaruhi mereka dalam d. Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying
melakukan bullying verbal, di mana responden MI Masa remaja umumnya adalah masa saat
menyatakan bahwa keluarga sering mengabaikan seseorang sangat mudah untuk dipengaruhi,
responden dan juga melakukan kekerasan verbal karena remaja sedang mencari identitas diri
kepada responden sehingga ia meniru hal tersebut sehingga mereka mudah meniru atau mencontoh
karena dianggap sebagai cara komunikasi yang apa yang dia lihat, seperti pada film, tontonan,
baik terhadap teman sebayanya. Lalu responden D hingga game yang berisikan adegan kekerasan, dan
menyatakan, pola asuh yang ia terima sebagainya. Program televisi atau film yang tidak
memengaruhi bagaimana ia bertindak di sekolah mendidik jelas akan meninggalkan jejak pada
karena orang tuanya yang acuh tak acuh atau cuek pikiran penontonnya. Apalagi jika hal ini ditonton
kepadanya, sehingga apa saja yang responden oleh anak-anak sekolah atau remaja. Media massa
lakukan, orang tuanya tidak peduli. yang saat ini akrab dengan masyarakat sudah tidak

8
Laporan Psikopatologi Sosial

hanya televisi saja, tetapi juga internet dan sosial Lestari, F. A. (2016). Jurnal Metode Penelitian. Diakses 26 Desember
2023 dari https://e-journal.uajy.ac.id/11746/4/EM198283.pdf
media. Video atau tontonan yang beredar saat ini
Lestari, W. S. (2016). Analisis faktor-faktor penyebab bullying di
banyak sekali yang menunjukkan sesuatu yang kalangan peserta didik (studi kasus pada siswa smpn 2 kota
mengandung unsur kekerasan, baik secara fisik tangerang selatan). (Doctoral dissertation, Universitas Islam
hingga verbal. Terlebih kata atau kalimat kotor, Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah).
Muhopilah, P., & Tentama, F. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi
sering diibaratkan sebagai hal yang keren bagi
perilaku bullying. Jurnal Psikologi Terapan Dan Pendidikan, 1(2),
masyarakat khususnya remaja. Hal ini 99.
menimbulkan persepsi bagi remaja-remaja bahwa Mulki, M. (2022). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Perilaku
perilaku yang mereka tonton adalah hal yang Bullying Verbal pada Siswa SMPN 16 Kerinci (Doctoral
dissertation, Universitas Jambi).
normal atau wajar sehingga mereka meniru dan
Rachmawati, I. N. (2007). Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif:
menerapkannya pada sehari-hari mereka. wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(1), 35-40.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, Sahir, S. H. (2021). Metodologi Penelitian. Jogjakarta: Penerbit KBM
terdapat dua responden yang mengaku melakukan Indonesia.
Sulfemi, W. B., & Yasita, O. (2020). Dukungan sosial teman sebaya
verbal bullying ini dikarenakan media massa.
terhadap perilaku bullying. Jurnal Pendidikan, 21(2), 133-147.
Responden MI menjelaskan bahwa dirinya sering Sulistiowati, N. M. D., Wulansari, I. G. A. N. F., Swedarma, K. E., Purnama,
kali melihat dan mendengar perilaku yang A. P., & Kresnayanti, N. P. (2022). Gambaran perilaku bullying
berhubungan dengan verbal bullying di media dan perilaku mencari bantuan remaja SMP di Kota
Denpasar. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 5(1), 47-52.
sosial TikTok dan Youtube. Senada dengan
Suparwati, L., Rasmun, R., Nuryanti, S., & Sukamto, E. (2023). Hubungan
penjelasan terkait faktor media massa di atas, konsep diri dengan perilaku bullying pada siswa sekolah
subjek merasa memiliki keinginan untuk menengah pertama. Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan, 13(1),
mencontoh tindakan-tindakan yang dia lihat dari 50-59.
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang
sosial media, seperti mengejek, menertawakan
mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying. Prosiding
kesalahan orang, hingga menggunakan sebutan Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2).
jelek dan berbicara kasar kepada orang lain.
Sedangkan Responden D menjelaskan bahwa
tayangan film, dan penggunaan media sosial
memang dapat memicu remaja melakukan perilaku
bullying, oleh karena itu dirinya mendapat
pengawasan tiap kali menonton film atau sedang
bermain game yang berbau kekerasan. Responden
D juga berpendapat bahwa jika dirinya tidak
diawasi oleh orang tuanya, maka kemungkinan
besar dirinya akan meniru perilaku yang tidak
pantas seperti bullying.

CONCLUSION
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
dijelaskan sebelumnya, kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitian adalah faktor yang paling banyak
mempengaruhi perilaku verbal bullying adalah faktor
teman sebaya. Kemudian selain faktor teman sebaya,
faktor lain yang mempengaruhi fenomena verbal bullying
adalah faktor sekolah, keluarga, dan media massa.

DAFTAR PUSTAKA
Agisyaputri, E., Nadhirah, N., & Saripah, I. (2023). Identifikasi fenomena
perilaku bullying pada remaja. Jurnal Bimbingan Konseling Dan
Psikologi, 3(1), 19-30.
Apacosta, E. S., Paradeisioti, A., & Lazarou, C. (2014). Bullying
phenomenon and preventive programs in Cyprus's school
system. International Journal of Mental Health Promotion, 16(1),
67-80.
Dhamayanti, M. (2021). Bullying: Fenomena gunung es di dunia
pendidikan. Sari Pediatri, 23(1), 67.

Anda mungkin juga menyukai