Anda di halaman 1dari 72

LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH FENOMENA FEAR OF MISSING OUT (FOMO)


DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MEDIA SOSIAL
TERHADAP AKHLAQ SANTRI TINGKAT MU’ALIMIN
(Studi Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol)
Telah disetujui dan disahkan sebagai Persyaratan Pengajuan Tugas Akhir
Karya Tulis Ilmiah
Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol

Oleh:

ZIAD AKMAL HAQIQI


NIS : 0210221.2993

Bandung,..........................2023

Menyetujui,
Asatidz Pengampu

Rahma Wilda, S.KM,.M.Pd

Asatidz Pembimbing

Taufiq Hidayatuddin,S.Pd.I.,M.Pd

i
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ZIAD AKMAL HAQIQI


NIS : 0210221.2993
Tahun Akademik : 2023-2024

Dengan ini menyatakan Karya Tulis Ilmiah saya yang berjudul


“PENGARUH FENOMENA FEAR OF MISSING OUT (FOMO) DALAM
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MEDIA SOSIAL TERHADAP
AKHLAQ SANTRI TINGKAT MU’ALLIMIN PPI 34 CIBEGOL” (Studi
Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol) adalah hasil karya saya sendiri
dan saya tidak menjiplak dengan cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku
dalam masyarakat akademis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dan apabila di
kemudian hari terjadi sesuatu yang tidak diinginkan saya bersedia untuk
menerima segala resikonya.

Bandung,.................2023 M
Penulis

Ziad Akmal Haqiqi


NIS : 0210221.2993

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “PENGARUH FENOMENA FEAR OF
MISSING OUT (FOMO) DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
MEDIA SOSIAL TERHADAP AKHLAQ SANTRI TINGKAT
MU’ALLIMIN” (Studi Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol) .
Penyusunan Tugas Laporan ini adalah untuk memenuhi mata pelajaran
Karya Tulis Ilmiah. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini, tidak sedikit hambatan serta rintangan
yang penulis hadapi. Namun, karena adanya dukungan serta bimbingan, penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dengan terselesainya tugas ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Allah
Swt. sebagai penolong utama atas terselesainya tugas ini, guru pengampu, serta
peran orang tua yang tak henti-hentinya memanjatkan do’a untuk penulis dalam
segenap langkahnya.
Akhirul kalam, penulis berharap mudah-mudahan dengan adanya Karya
Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.
Bandung,.................2023 M
Penulis

Ziad Akmal Haqiqi


NIS : 0210221.2993

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.


Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peenulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Sekaligus, penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas bantuannya, teriring
do’a, Jazaakumullahu Khoeron Katsiiron kepada :
1. Mamah dan Bapak tersayang yang selama ini telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, mendo’akan serta berperan
dalam penulisan karya tulis ilmiah ini dalam segi material.
2. Al-Ustadz KH. Muhammad Romli, selaku Mudir ‘am Pesantren Persatuan
Islam 34 Cibegol yang selalu mengingatkan dan menasehati para santrinya
demi tercapainya generasi Tafaqquh Fiddien.
3. Al-Ustadz H.I Shodikin MS selaku Wakil Mudirul ‘Am Pesantren
Persatuan Islam 34 Cibegol yang selalu menasehati para santri demi
terciptanya generasi Tafaqquh Fiddien.
4. Al-Ustadz H. Luqman Hakim, selaku Mudir khos Mu’allimin Pesantren
Persatuan Islam 34 Cibegol yang selalu mendidik, memotivasi dan
menasehati para santri dngan nasihat yang tidak bisa diukur dengan
apapun.
5. Al-Ustadz M. Syarif Hidayat, selaku wali kelas XII B Mu’allimin yang
senantiasa mendidik, mendukung dan memberikan nasihat kepada penulis.
6. Al-Ustadzah Rahma Wilda, S.KM.,M.Pd, selaku guru Karya Tulis Ilmiah
Kelas XII Mu’allimin dan pembimbing yang senantiasa membina dan
membimbing penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.
7. Seluruh Asatidz dan Asatidzah Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol yang
telah membimbing dan mendidik kami sebagai santri.
8. Teman dekat, yang senantiasa memberikan masukan, saran, kritikan dan
dukungan kepada penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

iv
9. Seluiruh rekan seperjuangan, Sadulur 26 Generation yang senantiasa
mendukung penulis dalam karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Besar harapan penulis, semoga Karya Tulis ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membutuhkan.

Bandung,.................2023 M
Penulis

Ziad Akmal Haqiqi


NIS : 0210221.2993

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................iv

DAFTAR ISI .........................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Kerangka Pmikiran ....................................................................... 5
E. Metode dan Tekhnik Penelitian .................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN ........................ 9

A. Landasan Teori ........................................................................... 9


1. Pondok Pesantren ................................................................. 9
a. Pengertian Pondok Pesantren ........................................... 9
b. Karakteristik Pondok Pesantren ..................................... 10
c. Peran dan Fungsi Pondok Pesantren ............................... 10
d. Tujuan Terbentuknya Pondok Pesantren ........................ 12
2. Fear of Missing Out (FoMO).............................................. 12
a. Pengertian Fear of Missing Out (FoMO) ....................... 12
b. Indikator Penyebab Terjadinya Fear of Missing Out
(FoMO) .......................................................................... 13

vi
c. Ciri-Ciri Fear of Missing Out (FoMO)........................... 14
3. Media Sosial ........................................................................ 15
a. Pengertian Media Sosial ................................................. 15
b. Karakteristik Media Sosial ............................................. 16
c. Jenis-Jenis Media Sosial ................................................. 17
d. Faktor Penyebab Penggunaan Media Sosial ................... 19
e. Pengaruh Penggunaan Media Sosial............................... 24
4. Akhlaq ................................................................................. 26
a. Pengertian Akhlaq .......................................................... 26
b. Macam-Macam Akhlaq .................................................. 27
c. Proses Pembentukan Akhlaq .......................................... 31
d. Tujuan Pembentukan Akhlaq ......................................... 33
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlaq ................... 33
5. Santri ................................................................................... 34
a. Pengertian Santri ............................................................ 34
b. Konsep Santri ................................................................. 34
B. Pembahasan .............................................................................. 35
1. Profil Pesantren ................................................................... 35
2. Faktor-Faktor Penyebab Santri Tingkat Mu’allimin PPI 34
Cibegol Terpengaruh Fenomena Fear of Missing Out
(FoMO) ................................................................................. 38
3. Pengaruh Teknologi Media Sosial Terhadap Akhlaq Santri
Tingkat Mu’allimin PPI 34 Cibegol ..................................... 42
4. Upaya Penanggulangan/meminimalisir Fear of Missing Out
(FoMO) Terhadap Akhlaq Santri ........................................ 47

BAB III SIMPULAN DAN SARAN .................................................. 49

A. SIMPULAN ............................................................................... 49
B. SARAN ...................................................................................... 50

vii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 52

RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 54

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 55

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA .................................... 55

PROFIL PESANTREN ....................................................................... 56

Hasil Wawancara (Informan 1) ............................................................. 57

Hasil Wawancara (Informan 2) ............................................................. 58

Hasil Wawancara (Informan 3) ............................................................. 58

Hasil Wawancara (Informan 4) ............................................................. 59

Hasil Wawancara (Informan 5) ............................................................. 60

Hasil Wawancara (Informan 6) ............................................................. 60

Hasil Wawancara (Informan 7) ............................................................. 61

Hasil Wawancara (Informan 8) ............................................................. 61

Hasil Wawancara (Informan 9) ............................................................. 62

Hasil Wawancara (Informan 10) ........................................................... 62

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Diagram Hasil Angket Kecanduan Teknologi Media Sosial


Gambar 2 : Diagram Hasil Angket Penggunaan Teknologi Media Sosial

Gambar 3 : Diagram Hasil Angket Pengaruh Penggunaan Media Sosial Terhadap


Akhlaq Santri

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Teknologi merupakan tata cara atau sistem yang digunakan manusia untuk
menyampaikan pesan atau informasi seiring dengan perkembangan teknologi dan
peralatan komunikasi modern, teknologi dan informasi dapat diartikan sebagai
pemanfaatan perangkat komputer sebagai alat untuk memproses, menyajikan
serta mengelola data dan informasi dengan berbasis pada peralatan komunikasi.
Di dalam perkembangan teknologi ini maka muncullah media sosial yang
memproses data dari gambar, video serta alat komunikasi.
Media sosial merupakan media online dengan para penggunanya (user)
bisa dengan mudah berpartisifasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual yang di sokong oleh teknologi
multimedia yang canggih.1
Di era globalisasi sekarang, media yang paling dekat dengan masyarakat
yaitu media sosial. Masyarakat begitu terikatnya dengan media sosial, bahkan ada
beberapa menganggap bahwa media sosial termasuk sebagai kebutuhan utama
selain sandang, pangan dan papan. Kapan saja dan di mana saja, masyarakat
dengan mudah dapat mengakses informasi serta saling berkomunikasi melalui
media sosial. Di Kalangan remaja sekarang khususnya di indonesia, media sosial
menjadi ketergantungan tidak dapat ditinggalkan sama sekali. Aplikasi media
sosial yang sering digunakan para remaja ialah instagram, whatsapp, Twitter, Line
dan Facebook. Setiap media sosial tersebut mempunyai kelebihan tersendiri
dalam menarik perhatian para pengguna.

1
Tim pusat Humas Kementrian Perdagangan RI. Panduan Optimalisasi, Hal.25

1
2

Rentang usia 18-34 tahun merupakan generasi milenial yang tidak bisa
berlama-lama tanpa menggunakan media sosial, karena generasi milenial
merupakan penduduk terbesar dengan usia produktif, dimana salah satu ciri utama
generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban
komunikasi, media dan teknologi digital. Selain itu generasi milenial dibesarkan
oleh kemajuan teknologi, generasi yang melibatkan teknologi dalam segala aspek
kehidupan.
Fenomena kekhawatiran karena up to date terhadap apa yang terjadi
dikenal dengan istilah Fear of Missing Out atau disingkat dengan istilah FoMO.
Fenomena sindrom FoMO merupakan salah satu fenomena komunikasi
intrapersonal dimana seseorang merasakan kekhawatiran, kecemasan, hingga
ketakutan jika ketinggalan informasi yang tertinggal di media sosial.
Dikatakan FoMO apabila ia mengalami gejala-gejala seperti tidak dapat
melepaskan diri dari ponsel, cemas dan gelisah jika belum mengecek akun media
sosial, lebih mementingkan berkomunikasi dengan rekan-rekannya di media
sosial, terobsesi dengan status dan postingan orang lain, dan selalu ingin eksis
dengan men-share setiap kegiatannya dan merasa depresi jika sedikit orang yang
melihat akunnya. Hal tersebut sesuai dengan semua pernyataan subjek yang kami
teliti, bahwa mereka merasa tidak dapat lepas dari smartphone miliknya, selalu
mengecek media sosial, selalu memposting mengenai apapun, seperti kegiatan,
hal-hal yang disukai, perasaan yang sedang dirasakan, dan moment yang dianggap
berharga dan tidak boleh dilewatkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya Fear
of Missing Out (FoMO) membawa pengaruh terhadap kehidupan salah satunya
akhlaq santri.
Santri merupakan seseorang yang mempelajari atau memperdalam ilmu
agama dilingkungan pesantren. Masuknya budaya Fear of Missing Out (FoMO)
terhadap kehidupan santri tentu mempengaruhi akhlaq santri, baik pengaruh
positif maupun negatif, mengingat bahwasannya santri saat ini dituntut harus siap
dan mampu dalam menghadapi tantangan kehidupan dan pergaulan.
3

Dalam agama islam, akhlaq menduduki kedudukan yang istimewa, hal ini
berdasarkan kaidah Rasulullah Saw. menepatkan penyempurnaan akhlaq sebagai
misi pokok risalah islam. Seperti dalam hadits Rasulullah Saw. bersabda :
ِ ‫َار َم األَ ْخ‬ ُ ُ ‫ِإنَّ َما ب ُِع ْث‬
‫الق‬ ِ ‫ت ألتَ ِّم َم َمك‬
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq
mulia.” HR. Al-Baihaqi pada As-Sunan Al-Kubra, No.20571, Al-Bazzar,
No.8949 dari Abu Hurairah
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas, Rasulullah Saw. diutus
untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia, maksud akhlaq yang mulia yaitu:
mematuhi perintah Allah, berkata baik, bersyukur kepada Allah, tolong menolong
terhadap sesama manusia, tawakal, dan ikhlas. Sebagaimana Allah Swt.
Berfirman:
ِ َّ ِ‫َر َوتُ ْؤ ِمنُونَ ب‬
َ‫ٱَّلل ۗ َولَوْ َءا َمن‬ ِ ‫ُوف َو َت ْنهَوْ نَ َع ِن ٱ ْل ُمنك‬ ِ ‫اس ت َْأ ُمرُونَ بِٱ ْل َم ْعر‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُم ۚ ِّم ْنهُ ُم ٱ ْل ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ٱ ْل َٰفَ ِسقُون‬ ِ َ‫أَ ْه ُل ٱ ْل ِك َٰت‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah.” ( Q.s Al-Imran (3):110)
Ayat diatas menjelaskan bahwa mereka (Umat Nabi Muhammad Saw)
adalah sebaik-baik umat manusia yang paling bermanfaat untuk umat manusia,
karena itu dalam firman selanjutnya disebutkan “menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah Swt.”
Kata Akhlaq berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jama’ dari
kata khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabi’at dan muru’ah.2
Akhlaq merupakan sesuatu yang melekat pada jiwa dan muncul dalam
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.3

2
Samsul Munir Amin, ilmu akhlaq, hal 1
3
Suhayib, studi akhlaq, hal 7
4

Untuk mencapai kesempurnaan akhlaq (Akhlaqul Karimah) dibutuhkan


adanya pembentukkan akhlaq. Selain keluarga dalam diri seseorang anak juga
diperlukan. Sebab, akhlaq merupakan hasil usaha mendidik dan melatih dengan
sungguh-sungguh terhadap potensi rohani yang terdapat dalam diri manusia. Jika
program pembentukkan akhlaq menghasilkan orang-orang yang berakhlaqul
karimah, disinilah letak peran dan fungsi pondok pesantren.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang
keberadaannya dituntut untuk dapat meningkatkan partisipasinya dalam
mewarnai pola kehidupan dilingkup pesantren. Adapun tujuan yang hendak
dicapai dengan adanya pondok pesantren secara umum adalah adanya perubahan
tingkah laku atau perubahan akhlaqul karimah tujuan khususnya tazkiyatun Nafs
(menyucikan hati), pendekatan diri kepada Allah melalui mujahadah.
Hal ini dapat dilihat di pesantren persis 34 Cibegol yang mana di pesantren
ini santri dibebaskan menggunakan teknologi media sosial sebagai media
informasi dan hiburan asalkan tidak berlebihan dalam menggunakannya, tidak
mengganggu belajar, tetap menjaga muru’ah santri, beretika yang baik dalam
menggunakan teknologi modern dan tidak menyalahi syari’at. Berdasarkan
penelitian awal di Pesantren Tingkat Mu’allimin PPI 34 Cibegol mengenai
penggunaan teknologi media sosial didapatkan hasil bahwa dari sekitar 95% santri
menggunakan teknologi media sosial, dan 56% santri mengalami kecanduan
menggunakan teknologi media sosial. Informan juga menyebutkan bahwa
pengaruh teknologi modern terhadap akhlaq santri memiliki pengaruh positif dan
negatif. Secara keseluruhan pengaruh positifnya yaitu meningkatkan atau
menambah wawasan santri terhadap informasi-informasi positif dalam cakupan
yang lebih luas. Seperti motivasi-motivasi sehingga santri menjadi lebih semangat
dalam mencari ilmu dan senantiasa berakhlaqul karimah. Sedangkan pengaruh
negatifnya adalah santri tidak bisa menyaring informasi yang didapat teknologi
dari teknologi sehingga berdampak negatif pada akhlaq seperti ketergantungan,
lupa akan waktu, santri kehilangan muru’ahnya, dan meniru hal-hal negatif yang
ditemukan diantaranya; ucapan, penampilan, dan prilaku.
5

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa budaya Fear of Missing Out
(FoMO) dapat mempengaruhi akhlaq santri. Dengan demikian peneliti tertarik
untuk mengangkat judul “PENGARUH FENOMENA FEAR OF MISSING
OUT (FOMO) DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MEDIA
SOSIAL TERHADAP AKHLAQ SANTRI TINGKAT MU’ALLIMIN
(Studi Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan faktor penelitian ini, maka yang menjadi faktor rumusan masalah
adalah:
1. Apa saja faktor-faktor penyebab santri Tingkat Mu’allimin PPI 34 Cibegol
terpengaruh fenomena Fear of Missing Out (FoMO)?
2. Bagaimana pengaruh teknologi media sosial terhadap akhlaq santri Tingkat
Mu’allimin PPI 34 Cibegol?
3. Bagaimana upaya penanggulangan/meminimalisir Fear of Missing Out
(FoMO) terhadap akhlaq santri?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh teknologi terhadap akhlaq santri Tingkat
Mu’allimin PPI 34 Cibegol
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab santri Tingkat Mu’allimin PPI 34
Cibegol terpengaruh fenomena Fear of Missing Out (FoMO)
3. Untuk mengetahui penanggulangan/meminimalisir Fear of Missing Out
(FoMO) terhadap akhlaq santri
D. Kerangka Pemikiran

Fear Of Missing Out (FOMO) jika dilihat dalam persfektif islam, hal ini
mengarah pada sifat hasad (iri hati); yaitu tidak mampu mengikuti atau memiliki
sesuatu yang orang lain miliki.
6

Jika hal ini terjadi, pada akhirnya menimbulkan kecemasan yang berlebih
atau rasa kesal dan gelisah dalam hati. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an itu
sendiri Allah Swt. memerintahkan kita untuk tidak iri hati.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

‫صيب ِّم َّما‬ ِ ‫ض هك ْم َعلَى بَعْض ۚ لِّل ِّر َجا ِل ن‬


ِ َ‫َصيب ِّم َّما ٱ ْكتَ َسبهوا ۖ َولِلنِّ َسآ ِء ن‬ َّ ‫ض َل‬
َ ‫ٱّلله بِِۦه بَ ْع‬ َّ َ‫َو َل تَ َت َمنَّوْ ا َما ف‬
َ َّ ‫ٱّلل ِمن فَضْ لِِۦٓه ۗ إِ َّن‬
ْ ‫ٱّلل َكانَ بِ هك ِّل ش‬
‫َىء َعلِي ًما‬ َ َّ ‫ٱ ْكتَ َسبْنَ ۚ َوسْـَلهوا‬

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan
Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian
dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-
Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.s An-Nisa (4) :32)

Allah telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an. Iri hati ini memang pasti
akan rentan terjadi pada manusia. Secara istilah memang boleh berbeda, namun
hakikat value yang diajarkan itu sama. Untuk itu Allah telah memberikan pula
solusi dan obat untuk mencegah hal tersebut.
Di dalam ayat lain pun Allah menjelaskan agar kita terhindar dan tidak
terjebak dalam perasaan hasad atau Fear of Missing Out (FoMO) ini.

َ‫ك لِ ْل ُم ْؤ ِم ِنيْن‬ ْ ‫ك اِ َٰلى َما َمتَّ ْعنَا ِبهٖٓ اَ ْز َواجًا ِّم ْنهُ ْم َو َل تَحْ ز َْن َعلَ ْي ِه ْم َو‬
َ ‫اخفِضْ َجنَا َح‬ َ ‫َل َت ُمدَّنَّ َع ْي َن ْي‬

“Jangan sekali-kali engkau (Muhammad) tujukan pandanganmu kepada


kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara
mereka (orang kafir), dan jangan engkau bersedih hati terhadap mereka dan
berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman.” (Q.s Al-Hijr (15): 88)
Jika hidup kita selalu berlandaskan dengan nilai dan aturan Al-Qur’an, In
syaa Allah segala permasalahan dunia akan mudah dihadapi.
7

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Toritis
Yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya/menambah
wawasan/ konsep atau teori terutama dalam pendidikan islam mengenai
bahayanya menggunakan media sosial terlalu berlebihan sehingga dapat
menimbulkan Fear of Missing Out (FoMO).
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukkan bagi para pembaca dan masyarakat pada
umumnya untuk dapat mengetahui tentang pengaruh fenomena Fear of
Missing Out (FoMO) terhadap akhlaq santri yang dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya penurunan akhlaq dikalangan santri.

F. Metode Penelitian dan Tekhnik Penelitian


1. Metode Penelitian
Metode yang peneliti gunakan dalam karya tulis ini adalah metode
deskriptif analitik. Metode Deskriptif Analitik adalah metode untuk mendapatkan
data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna dan secara signifikan
dapat mempengaruhi substansi penelitian. (Sugiyono : 2018)
2. Tekhnik Penelitian
1. Tekhnik penelitian ini menggunakan tekhnik studi kepustakaan dan
kuesioner.
a. Studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca
dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. (Zed : 2003)
b. Angket atau kuesioner merupakan tekhnik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. (Sugiyono :
2017)
8

c. Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk


menelusuri data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok
orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sangat
berguna dalam penelitian kualitatif. (Yusuf : 2014)
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pesantren secara etimologi berasal dari kata santri kemudian
mendapat awalan pe- dan akhiran -an, yang berarti “tempat tinggal para
santri.”
Kata santri merupakan penggabungan antara suku kata sant
(manusia baik) dan tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat
diartikan sebagai tempat pendidik manusia yang baik. Dhofier
menyebutkan bahwa menurut Prof. Johns, istilah santri berasal dari Bahasa
Tamil, yang berarti guru mengaji. CC Berg berpendapat bahwa istilah
santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang
yang tahu buku-buku suci Agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab
Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari bahasa shastra yang berarti buku-
buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Lebih jelas dan sangat terperinci, Nurcholish mengupas asal usul
perkataan santri. Ia berpendapat bahwa santri asal kata dari sastri
(sansekerta) berarti melek huruf, dikonotasikan sebagai kelas literary,
orang yang tahu tentang Agama (melalui kitab-kitab) paling tidak dapat
membaca Al-Qur’an sehingga membawa sikap lebih serius dalam
memandang Agama. Perkataan santri juga berasal dari bahasa Jawa,
Cantrik, yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemana
guru itu menetap (ingat pada pewayangan) dengan tujuan untuk belajar
dari guru mengenai suatu keahlian.

9
10

Secara definitif pondok pesantren adalah Lembaga Pendidikan


tradisional Islam dalam rangka menyebarkan, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (tafaqquh Fiddin) dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari. Dengan kata lain pondok pesantren dapat
disimpulkan sebagai sebuah tempat mengajar ajaran Islam bagi santri
dengan menekankan pentingnya moral Agama Islam sebagai pedoman
hidup bermasyarakat sehari-hari.
b. Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang
bertujuan untuk membuat insan yang mulia dan berakhlaq yang baik serta
memahami ajaran-ajaran Islam, pondok pesantren berbeda dengan
Lembaga lainnya baik dari aspek sistem Pendidikan maupun unsur yang
dimilikinya.
Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan apabila memenuhi
elemen-elemen pokok pesantren ini adalah: masjid, pondok, santri, kyai,
pelajaran kitab-kitab kuning.
c. Peran dan Fungsi Pondok Pesantren
Pondok pesantren memiliki fungsi:
1) Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Pemahaman fungsi pondok pesantren sebagai Lembaga
Pendidikan Islam terletak pada kesiapan pesantren dalam menyiapkan
diri untuk ikut serta dalam pembangunan dibidang pendidikan dengan
jalan adanya perubahan sistem pendidikan sesuai dengan arus
pengembangan Jama’ah dan era teknologi secara global. Oleh karena
itu kedudukan pesantren sebagai patner yang intensif dalam
pengembangan pendidikan. Dalam pendidikan pondok pesantren
mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan
dalam Lembaga Pendidikan pada umumnya, yaitu:
11

a) Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh


dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan
2 arah antara kyai dan santri.
b) Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi,
karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non
kurikuler mereka sendiri.
c) Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar
dan Ijazah, karena sebagian pesantren tidak mengeluarkan Ijazah,
sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa
adanya Ijazah tersebut. Hal ini karena tujuan utama mereka hanya
ingin mencari keridhoan Allah semata.
d) Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan,
idealisme, persaudaraan persamaan, rasa percaya diri, dan
keberanian hidup.
2) Pondok Pesantren sebagai Lembaga Dakwah

Keberadaan pesantren merupakan suatu lembaga yang


bertujuan mengangkat kalimat Allah dalam arti penyebaran ajaran
Agama Islam agar pemeluknya memahami deengan sebenarnya. Oleh
karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka dakwah
Islamiyah. Mengajak manusia menuju Agama Allah merupakan salah
satu ibadah yang agung, manfaatnya menyangkut orang lain. Bahkan
dakwah menuju Agama Allah merupakan perkataan yang paling baik.
Allah Swt. berfirman:

َ‫صالِحًا َوقَا َل إِنَّنِي ِمنَ ا ْل ُم ْسلِ ِمين‬ ِ َّ ‫َو َم ْن أَحْ َسنُ قَوْ ًل ِم َّم ْن َدعَا إِلَى‬
َ ‫َّللا َو َع ِم َل‬

“Dan Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang


yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah
diri?" (Q.s Fushilat (41):33)
12

Jadi dakwah Islamiyah dapat diartikan sebagai penyebaran atau


penyiaran ajaran dari pengetahuan Agama Islam yang dilakukan secara
Islami, baik itu berupa ajakan atau seruan untuk meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswah hasanah (contoh yang
baik). Dakwah Islamiyah yang dilakukan pondok pesantren yang
bersifat seruan atau ajakan secara lisan dapat dipahami sebuah dakwah
unruk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
senantiasa ada dan cukup relevan dengan apa yang terjadi dewasa ini.
Berdasarkan kedua fungsi di atas dapat dipahami bahwa
keadaan pondok pesantren beserta kaitan-kaitannya dapat berpartisipasi
dalam mewarnai pola kehidupan para santri. Dan yang menjadi fokus
penelitian disini adalah pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan
Islam dalam pembentukkan akhlaq santri.
d. Tujuan Terbentuknya Pondok Pesantren
Tujuan dari adanya pondok pesantren yaitu:
1) Tujuan umum untuk membimbing anak didik untuk menjadi manusia
yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu Agamanya ia sanggup
menjadi mubaligh Islam dalam penerapan dikehidupan sehari-hari
melalui ilmu dan amalnya.
2) Tujuan khusus untuk mempersiapkan para santri untuk menjadi orang
alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan
serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Fear of Missing Out (FoMO)
a. Pengertian Fear of Missing Out (FoMO)
Istilah Fear of Missing Out (FoMO) pertama kali dikemukakan
oleh seseorang Ilmuan asal Inggris bernama Doktor Andrew K. Przybylski
dan Istilah ini pun sudah tercantum di dalam Oxford English Dictionary
sejak tahun 2013. Fear of Missing Out (FoMO) merupakan perilaku anak
13

muda yang selalu merasa khawatir berlebihan dan merasakan takut akan
tertinggal tren yang sedang berjalan.
Fear of Missing Out (FoMO) mengacu pada pemahaman bahwa
seseorang tak tahu atau melewatkan informasi, peristiwa, pengalaman,
atau keputusan yang dapat membuat hidup mereka lebih baik. Ketika
media sosial mulai menunjukkkan efek negatifnya, istilah itu di rujukkan
pada keadaan pengguna media sosial yang memiliki perasaan atau
persepsi bahwa orang lain mengalami kehidupan lebih menyenangkan,
lebih baik, atau mengalami hal yang lebih dibanding dirinya.
Ada juga yang menyebutkan bahwa Fear of Missing Out (FoMO)
mengacu pada keadaan seseorang yang cemas atau khawatir jika suatu
kegiatan atau peristiwa berlangsung tanpa kehadirannya. Ini ditandai
dengan terus menerus dirinya memeriksa media sosial yang diikuti untuk
mengetahui apa yang dilakukan teman/ follower agar tidak ketinggalan.
Fear of Missing Out (FoMO) dikaitkan dengan suasana hati dan kepuasan
hidup yang lebih rendah dan tingkat keterlibatan media sosial yang lebih
tinggi. Penderitanya merasa tertekan yang menyebabkan perasaan cemas,
kesepian dan tidak mampu.
b. Indikator Penyebab Terjadinya Fear of Missing Out (FoMO)
Situs media sosial telah menjadi faktor yang berkontribusi besar
terhadap sensasi Fear of Missing Out (FoMO). Seseorang
mengembangkan perasaan dan emosi negatif dari situs media sosial karena
iri terhadap postingan dan kehidupan orang lain. Media sosial telah
menciptakan tempat yang mudah diakses dan pusat bagi orang yang
update untuk mencari tahu apa yang dilakukan orang lain pada saat itu.
Orang yang mengalami Fear of Missing Out (FoMO) lebih cenderung
menggunakan situs media sosial karena mereka perlu untuk selalu tetap
terhubung.
Berdasarkan penelitian Przybylski et al (2013) peneliti
mendapatkan 3 Indikator Fear of Missing Out (FoMO). Indikator-
14

Indikator ini didasarkan pada rangkuman dari tulisan populer dan survei
Industri oleh Przybylski et al tentang Fear of Missing Out (FoMO).
Indikator-Indikator tersebut sebagai berikut:
1) Ketakutan: diartikan sebagai keadaan emosional yang timbul pada
seseorang yang merasa terancam ketika seseorang sedang
terhubung atau tidak terhubung pada suatu kejadian, pengalaman,
atau percakapan dengan pihak lain.
2) Kekhawatiran: diartikan sebagai perasaan yang timbul ketika
seseorang menemukan bahwa orang lain sedang mengalami
peristiwa yang menyenangkan tanpanya dan merasa telah
kehilangan kesempatan tertentu dengan orang lain.
3) Kecemasan: diartikan respons seseorang terhadap sesuatu yang
tidak menyenangkan ketika seseorang sedang terhubung atau tidak
pada suatu kejadian, pengalaman serta percakapan dengan pihak
lain.
c. Ciri-Ciri Fear of Missing Out (FoMO)
Fear of Missing Out (FoMO) merupakan kondisi situasional saat
tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis pada automomy (adanya
perasaan terpaksa). Compotence (ingin lebih baik dari orang lain) dan
relatedness (ingin selalu berhubungan dengan orang lain). Seseorang
apabila ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka Individu akan
merasa dirinya takut atau gagal sehingga timbul perasaan cemas yang
berlebihan (Pzybylski : 2013).
Seseorang dapat dikatakan Fear of Missing Out (FoMO) apabila ia
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tidak mampu lepas dari gadget.
2) Merasa cemas jika tidak memeriksa akun media sosial.
3) Lebih menjalin komunikasi dengan orang lain di media sosial dari
pada di dunia nyata.
15

4) Selalu ingin menunjukkan eksitensi dirinya dengan membagikan


postingan foto atau video tentang setiap kegiatan yang dilakukannya.
5) Merasa depresi jika tidak ada satupun orang yang melihat akunnya.
(Abel 2016).
Kehadiran syndrom Fear of Missing Out (FoMO) akhirnya
memotivasi banyak pengguna media sosial untuk berlomba-lomba
menciptakan kehidupan virtual yang menarik dengan alasan tidak
ingin tertinggal oleh orang lain dan jadilah mereka mengunggah
segala hal yang berhubungan dengan kehidupan mereka.
3. Media Sosial
a. Pengertian Media Sosial
Media sosial adalah media yang berupa situs dan aplikasi yang
melibatkan teknologi internet. Media berbasis teknologi internet ini
mendorong penggunanya saling terhubung dengan siapa saja, baik orang
terdekat hingga orang asing yang tidak pernah kenal sebelumnya.
Media sosial pada hakikatnya seperangkat alat online yang
mendukung interaksi sosial antar pengguna. Istilah ini berbeda dengan
median tradisional seperti televisi dan buku yang menyampaikan pesan
pada khalayak massa namun tidak memfasilitasi terjadinya interaksi yang
dialogis antara pengguna media sosial untuk membicarakan isi pesan.
Media sosial telah mengubah komunikasi yang bersifat monolog (satu ke-
banyak) ke dalam komunikasi dialogis (banyak ke-banyak). Hal ini
menunjukkan sebuah tahapan perkembangan teknologi media sosial yang
senantiasa memperlihatkan kondisi sosiologis penggunanya. Media sosial
yang berkembang pada saat ini diantaranya email, facebook, Instagram,
twitter, YouTube, WhattsApp, dan sebagainya.
Sistem media sosial hadir dalam berbagai bentuk dan mendukung
berbagai jenis interaksi. Meskipun media sosial menghubungkan secara
individual antar pengguna yang satu dengan yang lainnya, media sosial
16

melakukannya dengan cara yang sangat berbeda tergantung pada


karakteristik media sosial seperti apa yang diinginkannya.
Para teknokrat media sosial sukses menciptakan forum email dan
diskusi, pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk memenuhi
beragam kebutuhan individu dan masyarakat. Meskipun kita semua dapat
mengenal sistm media sosial dengan baik, penting untuk membedakan
antara sistem yang berada seperti email, wiki, dan game video multiplayer
secara besar-besaran sambil mengenali kesamaannya. Menurus Hasen dkk
(2011:12-14) salah satu cara untuk memahami karakteristik media sosial
dengan mempertimbangkan sekumpulan dimensi kunci berdasarkan
layanan media sosial. Pendekatan ini menyediakan konsep dan kerangka
kerja yang dapat digunakan untuk membandingkan jenis media sosial
yang satu dengan media yang lainnya. Ada beberapa aspek yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk membedakan media sosial diantaranya:
1) Ukuran populasi komunikator dan komunikan
2) Kecepatan interaksi
3) Jenis elemen dasar
4) Pengendalian elemen dasar
5) Retensi isi pesan
b. Karakteristik Media Sosial
Karakteristik media sosial tidak jauh beda dengan media siber
(cyber) dikarenakan media sosial adalah salah satu platform yang muncul
di media siber. Namun demikian, media sosial memiliki karakteristik
diantaranya:
1) Jaringan (Network)
Kata “jaringan” (network) bisa dipahami dalam terminologi
bidang teknologi seperti ilmu komputer yang berarti infrastruktur
yang menghubungkan antara komputer maupun perangkat keras
(hardware).
17

Koneksi ini diperlukan karena komunikasi bisa terjadi jika


antar komputer terhubung termasuk didalamnya perpindahan data.
2) Informasi (Information)
Informasi menjadi etensitas penting di media sosial karena
pengguna media sosial mengkreasikan identitasnya, memproduksi
konten, dan melakukan interaksi berdasarkan informasi.
3) Arsip (Arcive)
Bagi pengguna media, arsip menjadi sebuah karakter yang
menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan biasa diakses
kapan pun dan melalui perangkat apa pun.
4) Interaksi (Interactivity)
Media sosial adalah terbentuknya jaringan antar pengguna.
Jaringan ini tidak sekedar memperluas hubungan antar pertemanan
atau pengikut (follower) di internet semata, tetapi juga dibangun
dengan intraksi antar pengguna tersebut.
5) Simulasi (Simulation of Society)
Media sosial memiliki karakter sebagai medium
berlangsungnya masyarakat (society) di dunia virtual. Media sosial
memiliki keunikan dan pola yang banyak dalam kasus bisa berbeda
dan tidak dijumpai dalam tatanan masyarakat yang real.
6) Konten oleh Pengguna (User-generated Content)
Di media sosial konten sepenuhnya milik dan berdasarkan
kontribusi pengguna atau pemilik akun. UGC merupakan relasi
simbiosis dalam budaya media baru yang memberikan kesempatan
dan keleluassaan pengguna berpartisipasi (tradisional) dimana
khalayaknya sebatas menjadi objek atau sasaran yang pasif dalam
distribusi pesan.
c. Jenis-Jenis Media Sosial
Setidaknya ada enam kategori besar untuk melihat pembagian
media sosial, yakni:
18

1) Media Jejaring Sosial (Social Networking)


Social Networking atau jaringan sosial merupakan medium
yang paling popular dalam media sosial. Medium ini
merupakan sarana yang bisa digunakan pengguna untuk
melakukan hubungan sosial, termasuk konsekunsi atau efek
dari hubungan sosial tersebut, pengguna membentuk jaringan
pertemanan, baik terhadap pengguna yang sudah diketahuinya
dan kemungkinan bertemu di dunia nyata (offline) maupun
membentuk jaringan pertemanan baru.
2) Jurnal Online (Blog)
Blog merupakan media sosial yang memungkinkan
penggunanya untuk mengunggah aktivitas keseharian, saling
mengomentari dan berbagi, baik tautan web lain, informasi,
dan sebagainya. Pada awalnya blog merupakan suatu bentuk
situs pribadi yang berisi kumpulan tautan ke situs lain yang di
anggap menarik dan diperbarui setiap harinya, pada
perkembangan selanjutnya blog memuat ia banyak jurnal
(tulisan keseharian pribadi) pemilik media dan terdapat kolom
komentar yang bisa diisi oleh pengunjung. Tidak hanya itu
bahwa kehadiran blog telah membawa medium pemberitahuan
yang bersaing dengan media massa pada umumnya.
3) Jurnal online sederhana atau Microblog (Microblogging)
Microblogging merupakan jenis media sosial yang
memfasilitasi pengguna untuk menulis mempublikasikan
aktivitas serta atau pendapatnya. Kehadiran jenis media sosial
ini merujuk pada munculnya Twitter yang hanya menyediakan
ruang tertentu atau maksimal 140 karakter.
Sama seperti media sosial lainnya, di Twitter pengguna
bisa menjalin jaringan dengan pengguna lain, menyebarkan
informasi, mempromosikan pendapat/ pandangan pengguna
19

lain, sampai membahas isu terhangat (Trending Topic) saat itu


juga dan menjadi bagian dari isu tersebut dengan turut berkicau
(tweet) menggunakan fagar (hastag) tertentu.
4) Media Berbagi (Media Sharing)
Media Sharing merupakan jenis media sosial yang
memfasilitasi penggunanya untuk berbagi media, mulai dari
dokumen (file), video, audio, gambar, dan sebagainya.
5) Media Berbagi (Social Bookmarking)
Social Bookmarking merupakan yang bekerja untuk
mengorganisasi, menyimpan, mengelola, dan mencari
informasi atau berita tertentu secara online.
6) Media Konten dan Wiki
Wiki atau media konten merupakan situs yang kontennya
hasil kolaborasi dari beberapa penggunanya.
d. Faktor Penyebab Penggunaan Media Sosial
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penggunaan
memiliki arti proses, cara perbuatan memakai sesuatu, atau
pemakaian. Penggunaan merupakan kegiatan dalam menggunakan
atau memakai sesuatu seperti sarana atau barang. Menurut Ardianto
dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Massa”, tingkat
penggunaan media sosial dapat dilihat dari frekuensi dan durasi dari
penggunaan media tersebut.
Lometti, Reeves, dan Bybee penggunaan media oleh individu
dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:
1) Jumlah waktu, hal ini berkaitan dengan frekunsi, intensitas,
dan durasi yang digunakan dalam mengakses situs.
2) Isi media, yaitu memilih media dan cara yang tepat agar pesan
yang ingin disampaikan dapat dikomunikasikan dengan baik.
3) Hubungan media dengan individu dalam penelitian ini adalah
keterkaitan pengguna dengan media sosial.
20

Media sosial sendiri didefinisikan sebuah media online,


dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisifasi,
berbagi, dan menciptakan isi di seluruh dunia, Andreas Kaplan dan
Michael Haenlein mendifinisikan media sosial sebagai sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar
meputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog,
jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang
paling umum digunakan oleh masyarakat diseluruh dunia.
Media sosial adalah media online yang mendukung
interaksi sosial. Sosial media menggunakan teknologi berbasis
web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Beberapa situs media sosial yang populer sekarang ini anatara lain:
Blog, Twitter, Facebook, Instagram, Path, dan Wikipedia. Definisi
lain dari media sosial juga dijelaskan oleh Van Dijk media sosial
adalah platform media yang memfokuskan pada eksitensi
pengguna yang memfasilitasi mereeka dalam beraktivitas maupun
berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai
fasiliator online yang menguatkan hubungan antar pengguna
sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.
Menurut Shirky, media sosial dan perangkat lunak sosial
merupakan alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk
berbagi (to share) bekerja sama (to cooperate) diantara pengguna
dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada
diluar kerangka institusional maupun organisasi. Media sosial
adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang
saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk
menciptakan kreasi, berpikir, berdebat, menemukan orang yang
bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun
sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan
kita sebagai diri sendiri.
21

Menurut Soeparno & Sandra, dunia maya seperti layaknya


media sosial merupakan sebuah revolusi besar yang mampu
mengubah perilaku manusia dewasa ini, di mana relasi pertemanan
serba dilakukan melalui medium digital menggunakan media baru
(internet) yang dioperasikan melalui situs-situs jejaring sosial.
Realitas menjadi bersifat Augmented dan maya yang harus di
adaptasi dan diintegrasikan dalam kacamata kajian psikologi sosial
kontemporer yang Ubiquitous (ada dimana-mana) serta Perpasive
(dapat menembus berbagai bidang ilmu dan kajian). Pada saat ini,
media sosial tengah ramai digunakan masyarakat seluruh dunia
sebagai sarana saling memberi dan menerima informasi, menjalin
pertemanan, mengunggah tulisan, undangan acara, foto atau video
yang dapat melibatkan keberadaan orang lain melalui komentar
atau pemberian emotikon. Seiring perkembangannya, media sosial
sangat berpotensi untuk dimanfaat kan oleh khalayak, namun di
sisi lain akses yang ditimbulkan juga tidak sedikit.
Menurut Soliha, individu dengan kecemasan sosial yang
tinggi memiliki tingkat ketergantungan terhadap media sosial yang
tinggi pula. Seseorang dengan tingkat kecemasan: sosial yang
tinggi atau orang-orang yang mengalami gangguan kondisi sosial
di lingkungannya akan mendorong ia untuk menggunakan media
sosial dan terlibat dalam komunikasi daring secara mendalam.
Mereka mencari rasa nyaman dengan cara masuk dan berinteraksi
dengan ruang siber. Sebab inilah satu-satunya cara bagi mereka
untuk memperoleh koneksi, membangun, dan mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
Nurmandia, Wigati & Mastuchah juga menjelaskan bahwa
terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kemampuan
sosialisasi dan kecanduan jejaring sosial. Hal ini berarti bahwa
individu dengan kemampuan sosialisasi rendah akan semakin
22

sering menggunakan jejaring sosial karena dianggap sebagai


sarana hiburan, pengalihan, bahkan rutinitas yang tidak boleh
dilewatkan. Sebaliknya, kemampuan sosialisasi yang tinggi
cenderung tidak akan membuat individu mengalami adiksi jejaring
sosial karena mereka mementingkan (kualitas) sosialisasi secara
nyata dari pada hanya di dunia maya. Terkait dengan permasalahan
di atas, maka dalam chapter ini akan dibahas mengenai perilaku
pengguna media sosial yang akhir-akhir ini menjalin hegemoni.
Pemahaman perilaku para pengguna media sosial ini diharapkan
dapat memberikan implikasi bagi penanganan isu-isu terkait
penggunaan media sosial.
Di media sosial, setiap orang bisa berkomunikasi, bergaul,
berinteraksi, bahkan bertransaksi bisnis. Media sosial menjadi
dunia sendiri, dunia yang dihuni oleh ratusan juta orang yang
memang senang berhubungan dengan sesamanya.
Ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Fasilitas yang diberikan media sosial juga tidak sederhana. Di
dalamnya terdapat fasilitas standar yang dibutuhkan manusia
dalam berkomunikasi di dunia maya. Facebook misalnya,
menyediakan notes untuk mengekspresikan perasaan dan
pemikiran kita. Adapula grup dan fanpage yang menjembatani
upaya merengkuh banyak orang dalam satu komunitas. Disediakan
juga fasilitas chat untuk berkomunikasi lebih pribadi dengan orang
lain.
Berbagi fasilitas yang diberikan media sosial ini sangat
bermanfaat untuk kepentingan tertentu. Seseorang dapat dengan
mudah terhubung dan berkenalan dengan orang lain termassuk
dengan orang yang belum pernah dikenal. Jika hal ini dialami oleh
orang-orang yang belum siap terhadap perkenalan luass di media
23

sosial dampaknya akan berbeda, seperti apabila terjadi terhadap


remaja, maka bisa saja media sosial akan menjadi boomerang.
Usia remaja merupakan fase yang memiliki kekhasan
berkaitan dengan kebutuhannya menjalin interaksi dengan teman-
temannya atau dengan siapa saja yang ingin dijadikannya sebagai
teman.
“Remaja menginginkan teman yang memiliki minat dan
nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya
merasa aman, dan yang kepadanya ia dapat mempercayakan
masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat
dibicarakan dengan orang tua maupun guru,” begitu ungkap
Elizabeth B. Hurlock.
Dengan adanya media sosial, mencari orang dapat
dipercaya, dapat diajak bicara, dan dapat diandalkan tidaklah sulit-
setidaknya menurut asumsi remaja itu sendiri, walau kemudian
terbukti bahwa asumsi tentang orang tersebut ternyata keliru.
rpokg
Seorang Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Mayke
S. Tedjasaputra mengungkapkan betapa dahsyatnya facebook-
salah satu media sosial mempengaruhi perilaku remaja dalam
menjalin perkenalan. “Mereka bisa berkenalan dengan seseorang
yang memanfaatkan mereka, mengajarkan hal-hal yang
mengagumkan sampai anak-anak terkesima, mengajarkan perilaku
tertentu, hingga yang negatif seperti ajakan berhubungan intim,”
Ada kekhawatiran orang tua terhadap aktivitas anak remaja
di media sosial. Alih-alih menjadi aktivitas yang prinal sehingga
orang tua tidak tahu apa yang dilakukan anaknya, anak remaja
justru memberikan banyak informasi pribadi di dunia maya
sehingga orang lain bisa mengetahui lebih banyak tentang dirinya.
24

Sebuah jejak pendapat dilakukan oleh Common Sense


Media dan Zogby International terhadap 2.100 orang di Amerika
Serikat pada Agustus 2010. Hasilnya, sebanyak 92% orang tua
khawatir bahwa anaknya memberikan terlalu banyak informasi di
dunia maya. Sebanyak 85% orang tua mereka mengatakan lebih
peduli tentang privasi di dunia maya dibandingkan lima tahun
sebelumnya. Bahkan 79% para remaja mengatakan bahwa
temannya telah membagi terlalu banyak informasi pribadi di dunia
maya.
e. Pengaruh Penggunaan Media Sosial
Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi
sosial. Sosial media menggunakan teknologi berbasis web yang
mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Beberapa situs
media sosial yang populer sekarang ini anatara lain: Blog, Twitter,
Facebook, Instagram, Path, dan Wikipedia. Definisi lain dari media
sosial juga dijelaskan oleh Van Dijk media sosial adalah platform
media yang memfokuskan pada eksitensi pengguna yang
memfasilitasi mereeka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi.
Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai fasiliator online yang
menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah
ikatan sosial.
Seorang Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Mayke S.
Tedjasaputra mengungkapkan betapa dahsyatnya facebook-salah
satu media sosial mempengaruhi perilaku remaja dalam menjalin
perkenalan. “Mereka bisa berkenalan dengan seseorang yang
memanfaatkan mereka, mengajarkan hal-hal yang mengagumkan
sampai anak-anak terkesima, mengajarkan perilaku tertentu, hingga
yang negatif seperti ajakan berhubungan intim,”
Ada kekhawatiran orang tua terhadap aktivitas anak remaja
di media sosial. Alih-alih menjadi aktivitas yang prinal sehingga
25

orang tua tidak tahu apa yang dilakukan anaknya, anak remaja justru
memberikan banyak informasi pribadi di dunia maya sehingga
orang lain bisa mengetahui lebih banyak tentang dirinya.
Media sosial memiliki beberapa pengaruh lain, pengaruh
media sosial dapat dilihat dari beberapa aspek:
1) Individu
Penggunaan media sosial akan mendapat pengaruh
besar jika menggunakan dengan intensitas tinggi. Di satu sisi,
pengguna bisa mengekspresikan segala ide, gagasannya
melalui media sosial, namun sisi lain, seseorang bisa menjadi
individualis jika menggunakan media sosial dengan intensitas
yang tinggi tanpa bersosialisasi dengan dunia nyata.
2) Ekonomi
Pengguna media sosial menunjang perkembangan
ekonomi melalui ecomerce atau komunikasi elektronik.
Penggunanya sangat memungkinkan adanya ruang
pemasaran dan marketing sendiri di media sosial. Selain itu
akses mendapatkan material atau bahan pun lebih mudah,
namun disisi yang berbeda juga dapat mengubah perilaku
masyarakat.
3) Politik
Howard menyampaikan bahwa internet merupakan
komponen baru dalam sistem komunikasi politik. Website
dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide dari politikus,
pejabat negara, dan sebagainya.
4) Sosial Kultural
Media sosial telah mengubah banyak komunikasi
yang dilakukan selama ini. Pola perilaku komunikasi ini juga
mampu mempengaruhi perubahan pada pola interaksi
26

masyarakat yang beralih dari dunia nyata ke dunia maya


(digital).
4. Akhlaq
a. Pengertian Akhlaq
Pengertian akhlaq menurut bahasa berasal dari bahasa Arab
akhlaqo, Dalam Bahasa Indonesia kata akhlaq sama dengan budi
pekerti, adab, sopan santun, susila dan tata krama. Hamzah Ya’kub
menyebut arti akhlaq sama dengan perangai, tingkah laku dan pekerti.
Di dalam Kamus Istilah Agama Islam (KIAI) disebutkan bahwa
akhlaq menurut bahasa adalah tindik-tindik atau kebiasaan-kebiasaan.
Ada juga yang mengartikan akhlaq dengan agama, hal ini
berkepedoman pada firman Allah Swt.
‫َظ ٍيم‬ ٍ ُ‫ك لَ َعلَىَٰ ُخل‬
ِ ‫قع‬ َ َّ‫َوإِن‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (Q.s Al-Qalam:4)
Kata khuluq pada ayat 4 surat Al-Qalam tersebut menurut
versi penafsiran Abdullah bin Abbas R.A. diterjemahkan dalam kata
ad diin yang berarti agama.
Berdasarkan bahasa aslinya (Arab), kata ini diucapkan dalam
dua bentuk pengucapan, yaitu akhlaq dalam bentuk jamak dan
khuluqun dalam bentuk tunggal, seperti:
1) Al-Akhlaq Al-Karimah (budi pekerti yang baik)
2) Al-Akhlaq Al-Madzmumah (budi pekerti tercela)
3) Khuluqun ‘Adzhim (budi pekerti agung)
4) Kana Khuluquhu Al-Qur’an (budi pekertinya adalah Al-
Qur’an)
Akhlaq memegang peranan yang penting dalam kehidupan
manusia, tanpa akhlaq manusia dalam kehidupannya menuju arah
yang rendah baik dihadapan Allah Swt. atau manusia karena tidak
mengenal perbedaan perbuatan baik dan perbuatan buruk.
27

Dalam agama Islam akhlaq menempati kedudukan yang


istimewa, hal ini berdasarkan kaidah bahwa Rasulullah Saw.
menempatkan penyempurnaan akhlaq sebagai misi pokok risalah
Islam. Seperti dalam Hadits Rasulullah Saw.
ِ ‫َار َم األَ ْخ‬ ُ ُ ‫ِإنَّ َما ب ُِع ْث‬
‫الق‬ ِ ‫ت ألتَ ِّم َم َمك‬
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan
akhlaq mulia.” HR. Al-Baihaqi pada As-Sunan Al-Kubra, No.20571,
Al-Bazzar, No.8949 dari Abu Hurairah.
Berdasarkan hadits diatas dapat dipahami bahwa untuk
mencapai kesempurnaan akhlaq (akhlaqul karimah) dibutuhkan
adanya pembentukkan akhlaq. Selain dikeluarga dalam diri seorang
anak juga diperlukan. Sebab, akhlaq merupakan hasil usaha mendidik
dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap potensi rohani yang
terdapat dalam diri manusia. Jika program pembentukkan akhlaq itu
dirancang dengan baik, maka akan menghasilkan orang-orang yang
berakhlaqul karimah, disinilah peran dan fungsi pondok pesantren.
b. Macam-Macam Akhlaq
1) Akhlaq Terpuji (Akhlaq Al-Karimah)
Akhlaq terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan yang
berasal dari bahasa Arab akhlaq mahmudah. Mahmudah
merupakan bentuk maf’ul dari kata hamidah yang berarti “dipuji”.
Akhlaq terpuji disebut pula dengan akhlaq Al-Munziylat (akhlaq
yang menyelamatkan pelakunya dari perbuatan buruk) atau
makarim al-akhlaq (akhlaq mulia). Pendapat lain menyatakan
bahwa akhlaq al-karimah adalah segala tingkah laku yang baik
atau terpuji (mahmudah) juga bisa dinamakan fadillah (kelebihan).
Adapun macam-macam akhlaqul karimah diantaranya:
a) Sabar, adalah kemampuan seseorang mengundang
derita atas musibah dan ketidak sanggupan seseorang
tekun dalam suatu kewajiban.
28

b) Benar, memberitahukan (menyatakan) sesuatu yang


sesuai dengan kenyataan.
c) Amanah, secara bahasa adalah kesetiaan, ketulussan,
atau kepercayaan.
d) Adil, yakni memberi hak kepada yang mempunyai hak.
e) Kasih sayang atau belas kasih
f) Hemat menggunakan segala sesuatu yang bersedia
berupa harta benda, waktu dan tenaga, menurut ukuran
keperluan, mengambil jalan tengah, tidak kurang dan
tidak berlebihan.
g) Berani (berani membela kebenaran)
h) Kuat
i) Malu
j) Menepati janji
2) Akhlaq Tercela (Akhlaq Madzmumah)
Akhlaq tercela merupakan tingkah laku yang tercela, yang
dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya
sebagai manusia. Pendapat lain mengungkapkan Akhlaq
Madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin dari
tutur kata, tingkah laku, dan sikap yang tidak baik pada diri
manusia, cenderung melekat dalam bentuk yang tidak
menyenangkan orang lain
Sebagaimana Allah Swt. berfirman:
َ‫ْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ ِ َّ‫ت أَ ْي ِدي الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذيقَهُ ْم بَع‬ ْ َ‫ظَهَ َر ا ْلفَ َسا ُد فِي ا ْلبَ ِّر َوا ْلبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan


karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S Ar-Rum : 41)
29

Perbuatan-perbuatan yang termasuk sifat-sifat tercela


(Akhlaqul Madzmumah) adalah:
a) Syirik
Syirik secara bahasa adalah menyampaikan dua hal.
Sedangkan menurut istilah, terdiri atas definisi umum dan
definisi khusus. Definisi umum adalah menyamakan
sesuatu dengan Allah dalam hal-hal yang secara khusus
dimiliki Allah. Berdasarkan definisi tersebut ada 3 macam
syirik:
(1) Asy-Syrik fi Ar-Rububiyyah yaitu menyamakan Allah
Swt. dengan makhluk-Nya. Mengenai pemeliharaan
alam.
(2) Asy-Syrik Al-Asma’wal Ash-Shifat yaitu menyamakan
Allah Swt. dengan makhluk-Nya mengenai nama dan
sifat.
(3) Asy-Syrik fi Al-Uluhiyyah yaitu menyamakan Allah
Swt. dengan makhluk-Nya mengenai ketuhanan.
b) Kufur
Kufur dalam bahasa berarti menutupi. Kufur
merupakan kata sifat dan kafir. Menurut syara, kufur
adalah tidak beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
c) Nifak dan Fasik
Secara bahasa nifak berarti lubang tempat
keluarnya yarbu (binatang sejenis tikus) dari sarangnya.
Jika ia dicari dari lubang satu ia keluar dari lubang yang
lain. Secara syara yaitu menampakkan Islamnya dan
kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan
kejahatan.
d) Takabur dan Ujub
30

Takabur dibagi menjadi dua yaitu batin dan lahir.


Takabur batin adalah perilaku dan akhlaq diri. Sedangkan
takabur batin adalah perbuatan-perbuatan anggota tubuh
yang muncul dari batin.
e) Dengki
Dalam bahasa Arab dengki disebut hasad yaitu
perasaan yang timbul dari diri seseorang setelah
memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi
dimiliki orang lain, kemudian menyebarkan batin bahwa
harta yang diperoleh oleh orang tersebut dengan tidak
sewajarnya.
f) Gibah (Mengumpat)
Gibah adalah membicarakan aib orang lain dan
tidak ada keperluan dalam penyebutannya. Pendapat lain
mengatakan gibah adalah membicarakan keburukan orang
lain yang tidak pada tempatnya walaupun keburukan itu
memang ada padanya.
g) Riya’
Kata riya’ diambil dari kata masdar A-ru’yah
artinya memancing perhatian orang lain agar dinilai orang
baik. Riya’ adalah melibatkan diri kepada orang lain,
maksudnya beramal, beribadah bukan karena Allah Swt.
tetapi karena semua perbuatan buruk manusia dapat dilihat
dari akhlaqnya (tingkah laku), perbuatan tersebut
merupakan murka Allah dan tidak ada untungnya. Akhlaq
tercela dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, dapat
menimbulkan permusuhan, pertikaian dan menuju jalan
kesesatan.
31

c. Proses Pembentukkan Akhlaq


Untuk membentuk akhlaq seseorang diperlukan proses tertentu.
Berikut ini proses pembentukkan akhlaq pada diri manusia.
1) Qudwah atau Uswah (Keteladanan)
Orang tua dan guru yang biasa memberikan teladan yang
baik, biasanya ditiru oleh anak-anak dan muridnya. Oleh
karena itu, tidak berlebihan Imam Al-Ghazali pernah
mengibaratkan bahwa orang tua itu seperti cermin bagi anak-
anaknya.
Keteladanan orang tua sangat penting bagi pendidikan
moral anak. Bahkan hal itu jauh lebih bermakna, dari sekedar
nasihat secara lisan (Indoktrinasi). Jangan berharap anak bisa
bersifat sabar, jika orang tuanya yang selalu marah-marah.
Merupakan sia-sia ketika anaknya mendambakan anaknya
berlaku sopan dan bertutur kata lembut, namun dirinya sendiri
berkata kasar dan kotor. Keteladanan yang baik merupakan
kiat yang mujarab dalam mengembangkan perilaku moral bagi
anak.
2) Ta’lim (Pengajaran)
Dengan mengajarkan prilaku keteladanan, akan terbentuk
pribadi yang baik. Dalam mengajarkan hal-hal yang baik, kita
tidak perlu menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Sebab
cara tersebut cenderung mengembangkan moralitas yang
eksternal. Artinya, dengan cara tersebut, anak hanya akan
berbuat naim karena takut hukuman dari orang tua atau guru.
Pengembangan moral yang dibangun atas dasar rasa takut,
cenderung membuat anak menjadi kurang kreatif, bahkan ia
menjadi kurang inovatif dalam berpikir dan bertindak, sebab ia
selalu dibayangi rasa takut dihukum dan dimarahi orang tua
dan gurunya.
32

Anak sebaiknya jangan dibiarkan takut kepada orang tua


dan guru, melainkan ditanamkan sikap hormat dan segan.
Sebab jika hanya karena rasa takut, anak cenderung berprilaku
baik ketika ada orang tua dan gurunya. Namun, ketika anak
luput dari perhatian orang tua dan gurunya, ia akan berani
melakukan penyimpangan. Menjadi wajar ketika anak yang
ketika di rumah atau di sekolah tampak baik-baik saja penurut
dan sopan namun ketika di luar ia berbuat nakal dan berprilaku
menyimpang. Misalnya, mencuri, menggunakan obat-obat
terlarang, atau melakukan tindak kriminal lainnya.
3) Ta’wid (Pembiasaan)
Pembiasaan perlu ditanamkan dalam membentuk pribadi
yang berakhlaq. Sebagai contoh, sejak kecil anak dibiasakan
membaca Basmallah sebelum makan, makan dengan tangan
kanan, bertutur yang baik, dan sifat-sifat lainnya. Jika hal itu
dibiasakan sejak dini, kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi
yang berakhlaq mulia ketika dewasa.
4) Targhib atau Reward (Pemberian Hadiah)
Secara psikologis, seseorang membutuhkan motivasi atau
dorongan ketika hendak melakukan sesuatu. Motivasi itu pada
awalnya mungkin mudah bersifat material. Akan tetapi, kelak
akan meningkat menjadi motivasi yang bersifat spiritual.
Misalnya, ketika masih anak-anak, kita melaksanakan sholat
berjama’ah, hanya karena ingin mendapatkan hadiah dari
orang tua. Akan tetapi, kebiasaan tersebut lambat laun akan
mengantarkan kepada kesadaran, bahwa kita beribadah karena
kebutuhan untuk mendapatkan ridho dari Alllah Swt.
5) Tarhib atau Punishment (Pemberian Ancaman/hukuman)
Dalam proses pembentukkan akhlaq, terkadang diperlukan
ancaman agar anak tidak bersifat sembrono. Dengan demikian,
33

anak akan enggan ketika akan melanggar norma tertentu.


Terlebih jika sanksi tersebut cukup berat. Pendidik atau orang
tua juga perlu memaksa dalam hal kebaikan. Sebab terpaksa
berbuat baik itu lebih baik, dari pada berbuat maksiat dengan
penuh kesadaran.
Jika penanaman akhlaq mulia telah dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari, kebiasaan tersebut akan menjadi
sesuatu yang ringan. Dengan demikian, ajaran-ajaran akhlaq
mulia akan diamalkan dengan baik oleh ummat Islam.
Setidaknya prilaku tercela (Akhlaq Madzmumah) akan dapat
diminimalkan dalam kehidupan.
d. Tujuan Pembentukan Akhlaq
Berbicara masalah pembentukan akhlaq sama dengan berbicara
tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat
para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
pembentukan akhlaq. Proses pembentukan akhlaq bertujuan untuk
melahirkan manusia yang berakhlaq mulia. Akhlaq mulia merupakan
tujuan pokok peembentukan akhlaq Islam ini. Akhlaq seseorang akan
dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Berdasarkan tujuan di atas tujuan pembentukan akhlaq untuk
mempersiapkan insan beriman dan shaleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang
diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan,
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang oleh ajaran Islam.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlaq
1) Tingkah laku, manusia yaitu sikap seseorang meminfesstasikan
dalam perbuatan.
34

2) Insting dan Naluri, yaitu secara bahasa berarti kemampuan berbuat


pada satu tujuan yang dibawa sejak lahir, merupakan pemuasan
nafsu dan dorongan psikologis.
3) Pola dasar bawaan, yaitu manusia memiliki rasa ingin tahu, karena
ia datang kedunia ini dengan serba tidak tahu.
4) Nafsu, yaitu keinginan hati yang kuat.
5) Adat dan kebiasaan.
6) Lingkungan, yaitu luar lingkup luar yang berinteraksi dengan insan
yang dapat berwujud benda.
7) Kehendak dan takdir, yaitu fungsi jiwa untuk mencapai sesuatu
dan merupakan dari dalam hati, bertautan dengan pikiran dan
perasaan.
5. Santri
a. Pengertian Santri
Santri yaitu peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang kyai yang memimpin sebuah pesantren. Di
dalam proses belajar mengajar ada dua tipologi santri:
1) Santri Mukmin
Santri mukmin yaitu santri yang menetap, tinggal bersama
kyai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kyai.
2) Santri Kalong
Santri kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang
berasal dari desa sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya
tidak dengan jalan menetap di dalam pondok pesantren.
b. Konsep Santri
Santri adalah seseorang yang tidak asing bertatap wajah dengan
kitab Al-Qur’an dan Hadits untuk memperdalam ‘Ulumud-Din atau
ilmu-ilmu agama. Namun disisi lain bukan hanya itu saja yang menjadi
tuntutan bagi seorang santri. Bahwasannya seorang santri dituntut
menjadi uswah atau suri teladan bagi orang-orang sehingga bisa
35

menjadi guru yang digugu dan ditiru mencermin akhlaq bagi


keluarganya sendiri dan juga masyarakat.
Selain dituntut menjadi uswah atau suri teladan, juga santri
bertanggung jawab menyampaikan ilmu atau Amar Ma’ruf Nahyi
Munkar sebisa mungkin yang dengan seiring zaman yang bebas atau
liberasis di ligkungan masyarakat. Karena jika kita teruss menerus
diam, maka pola seperti ilmiah yang akan mengundang murka Allah
Swt.

B. Pembahasan
1. Profil Pesantren
Pesantren Persatuan Cibegol ini berdiri atas hasil kerja keras dan
usaha Al-Ustadz K.H M.Romli. Keinginan untuk mendirikan pesantren itu
pertama kali timbul ketika beliau mengajar di pesantren persis 34 Muara,
yang pada waktu itu, hanya memiliki jenjang Diniyyah Ula. Ustadz Romli
yang memang sejak kecil ketika masih sekolah di Pesantren Persis
Pajagalan tingkat Tsanawiyyah sudah ditugaskan oleh Al-Ustadz
K.H.E.Abdurrahman untuk mengajar, dan kemudian dipercaya oleh
Bapak H.E. Luthfi untuk mengajar anak-anak tingkat Diniyyah Ula di
Pesantren Persis Muara. Santrisantri yang belajar di Pesantren Persis
Muara ini bukan hanya berasal dari lingkungan Pesantren sekitar saja,
melainkan juga daerah-daerah yang jauh seperti Kampung Jereged, Desa
Jatisari dan daerah-daerah lain di sekitar kecamatan Soreang. Sehingga
bagi santri yang rumahnya sangat jauh sering sekali tiba ke rumah pada
malam hari. Karena kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dari siang
hari hingga sore hari. Belum lagi kelelahan mereka yang tentu saja pada
pagi harinya harus Sekolah Dasar. Keadaan santri yang memprihatin inilah
yang mungkin mendorong beliau mendirikan Pesantren yang lebih dekat
bagi santri yang rumahnya jauh, sehingga mudah dijangkau dari berbagai
daerah.
36

Semangat para orang tua santri untuk menyekolahkan putra-putri


mereka yang sangat tinggi. Santri yang telah lulus dari tingkat Diniyyah
Ula di Pesantren Persis Muara ini melanjutkna Pendidikan mereka ke
jenjang Tsanawiyyah ke Pesantren Persis Pajagalan. Ternyata bukan
orang-orang persis saja yang menyekolahkan putra-putri mereka ke
Pajagalan, tetapi orang-orang non Persis juga menyekolahkan putra-putri
mereka kesana. Bagi orang tua yang mampu mereka menyekolahkan
putra-putrinya ke pesantren yang memiliki asrama seperti Pesantren Persis
60 Benda (Tasikmalaya), Pesantren Persis Rancabango (Garut) dan
Pesantren Persis lainnya. Sampai akhirnya Ust. Romli berniat untuk
mendirikan Pesantren yang memiliki jenjang Tsanawiyah dan sekaligus
memiliki fasilitas asrama. Diharapkan bagi santri yang tinggal diasrama
mempunyai nilai lebih dari santri yang di luar asrama (bujeng), terutama
dalam hal akhlak dan keilmuan. Beliau berniat untuk memberikan
pelajaran dan Pendidikan khusus bagi santri yang tinggal di asrama. Maka
setelah berbagai pertimbangan akhirnya beliau menetapkan suatu tempat
yang sangat jauh dari berbagai gangguan kegiatan belajar, yaitu di
Cibegol.
Ust. K.H M. Romli berpindah dari Muara ke Cibegol pada tahun
1997. Pada tahun 1998 ust. K.H M.Romli mulai menampung anak-anak
tingkat Diniyyah, pada saat itu santri barunya berjumlah tujuh orang.
Ketujuh anak tersebut merupakan putra titipan Bapak (Allahu yarham).
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di lantai dua dirumah Bapak H.
Lutfhi yang bersebalahan dengan rumah mertua beliau. Disamping itu
beliau beserta istrinya (Ibu Nani) masih tetap aktif mengajar di Pesantren
Persis Muara.
Karena santri terus bertambah, akhirnya Ust. K.H M.Romli
menerima pemberian sebagian ruangan dari tempat penggilingan padi,
dengan ukuran 6 meter. Ruangan ini dibatsi dengan bilik, bangku dan meja
hasil kegigihan beliau. Di atas ruangan ini digunakan sebagai kandang
37

ayam, sehingga tak jarang kotoran ayam menetes ke bawah. Sebelum


kegiatan belajar mengajar di mulai beliau selalu membersihkannya
sendiri, karena peserta didiknya masih tingkat anak-anak.
Ketika ujian akhir Diniyyah telah tiba, beliau menyertakan anak
didiknya melaksanakan ujian di Pesantren Persis 34 Muara. Meskipun
Diniyyah Cibegol telah dapat melaksanakn ujian akhir, namun ide untuk
mendirikan jenjang Tsanawiyyah belum juga terlaksana, dikarenakan
belum adanya tenaga pengajar yang sanggup dan cocok untuk ditugaskan
mengajar.
Setelah beliau (Ust. K.H M.Romli) merintis untuk mendirikan
jenjang Tsanawiyyah dan mencari pengajar yang bersedia ikut berjuang
mendirikan Pesantren Persis Cibegol. Alhamdulillah karena tekad dan
ikhtiarnya yang kuat dan niat yang lurus atas izin Allah pada 1987 berdiri
jenjang Tsanawiyyah dengan bantuan dari berbagai tenaga pengajar
lulusan Mu’allimin. Mereka itu diantaranya Ust. Luqman, Ust. Irian
Sopyan, Ust. Sudarya, Ust. Edi Junaedi, Ust. Suhaya, Ust. Deden, Ust.
A.D Musthafa, Ustd. Yuyu, Ustd. Jojoh, Ustd. Hurusani, Ust. Muksin, Ust.
Dadan (Alm) terdorong dengan semangat perjuangan jam’iyyah, maka
Pak H. Lutfhi merelakan sebagian tanahnya untuk dipakai bangunan
pesantren (tempat ini sekarang dijadikan sekolah TK Ibnu Sina).
Kemudian dengan bantuan dari berbagai sumbangan para donator,
pembangunan ruang kelas dapat terlaksana sebanyak tiga akelas dan
kemudian berkembang hingga empat kelas yang bertingkat, dua kelas di
bawah dan dua kelas di atas (yang sekarang digunakan sebagai kantor
pesantren).
Mengenai nama pesantren kita Cibegol, dulu ini tempat
pembegalan, bahkan sampai tahun 1965 pun masih terjadi begal. Maka
untuk menghilangkan konotasi yang jelek nama Cibegal diubah sedikit
menjadi Cibegol. Pada tahun 1997 berdirilah jenjang Mua’allimin untuk
Angkatan pertama. Angkatan inilah yang menjadi tolak ukur kemajuan
38

generasi selanjutnya. Dari Angkatan ini pulalah dihasilkan lulusan-lulusan


yang berkualitas yang membuat nama Pesantren Persis Cibegol menjadi
harum. Ust. K.H M.Romli menerapkan sistem Pendidikan untuk jenjang
Tsanawiyyah 50% agama dan 50 % umum, sedangkan jenjang
Mua’allimin 75% agama dan 25% umum, hal ini tiada lain dimaksudkan
karena cita-cita Ust. K.H M.Romli yang berharap dapat menghasilkan
santri yang “Mutafaqihna Fiddin”. Pesantren ini tidak berpijak pada
kurikulum departemen manapun apalagi menjiplaknya, baik di
Departemen Pendidikan Indonesia maupun Departemen Agama dan tidak
menjadikannya sebagai acuan. Namun bukan berarti hal ini Pesantren
Cibegol mengisolir diri dari perkembangan Pendidikan Nasional atau
bukan menghindari perniagaan positif di antara Lembaga Pendidikan, tapi
kurikulum yang independent adalah suatu bentuk yang diyakini bagi
dewan asatidz untuk menciptakan para lulusan yang mempunyai daya
guna bagi masyarakat (umat) dalam bidang tertentu.
2. Faktor-Faktor Penyebab Santri Tingkat Mu’allimin Pesantren
Persatuan Islam 34 Cibegol Terpngaruh Fenomena Fear of Missing
Out (FoMO)
Media sosial adalah media yang berupa situs dan aplikasi yang
melibatkan teknologi internet media berbasis teknologi internet ini
mendorong penggunanya untuk saling terhubung dengan siapa saja
termasuk orang terdekat ataupun orang yang tidak dikenal. Media sosial
juga disebut media online yang mendukung interaksi sosial. Di media
sosial setiap orang bisa berkomunikasi, bergaul, berinteraksi bahkan
bertransaksi bisnis. Media sosial menjadi dunia yang dihuni oleh ratusan
juta orang yang memang berhubungan dengan sesama. Fear of Missing
Out (FoMO) merupakan perilaku anak muda yang selalu merasa khawatir
berlebihan dan merasa takut akan tertinggal tren yang sedang berjalan.
Fear of Missing Out (FoMO) mengacu pada keadaan seseorang yang
cemas atau khawatir jika suatu kegiatan atau peristiwa berlangsung tanpa
39

kehadirannya. Ini ditandai dengan terus menerus dirinya memeriksa media


sosial yang diikuti untuk mengetahui apa yang dilakukan teman/ follower
agar tidak ketinggalan. Fear of Missing Out (FoMO) dikaitkan dengan
suasana hati dan kepuasan hidup yang lebih rendah dan tingkat
keterlibatan media sosial yang lebih tinggi.
Ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Media
sosial sangat dibutuhkan oleh semua kalangan termasuk santri. Faktor
yang membuat santri menggunakan media sosial tentunya tidak lepas dari
perkembangan zaman yang mendorong santri menggunakan media sosial
diantaranya sebagai media informasi yang saat ini kebanyakan
diumumkan melalui media sosial, sebagai media belajar dengan
kebanyakan aplikasi belajar, dan media komunikasi untuk terhubung
dengan teman, keluarga, ustadz dan ustadzah yang dapat dilakukan dari
jarak jauh.
Peneliti telah melakukan wawancara kepada beberapa santri
yang mempertanyakan faktor penyebab santri terpengaruh fenomena Fear
of Missing Out (FOMO).
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena kecanduan atau ketergantungan terhadap
media sosial, penyebabnya adalah karena dopamin otak yang meningkat
yang memberikan rasa bahagia setelah santri mengakses media sosial,
sehingga otak mengartikan aktivitas ini sebagai hal menyenangkan yang
perlu dilakukan kembali atau berulang-ulang, hilangnya nilai sosial
dalam diri santri (kepekaan sosial) penyebabnya karena memuncaknya
nilai konsumsi barang elektronik seperti hp yang didalamnya terdapat
bermacam-macam aplikasi media sosial, hilangnya kepekaan sosial
dalam diri santri juga menyebabkan santri memilih perhatian, peduli
terhadap apa yang terlampir di media sosial dibandingan dengan peduli
terhadap apa yang terjadi di sekitar lingkungannya, tidak mampu
mengelola waktu luang, kurangnya komunikasi secara langsung,
40

intensitas penggunaan media sosial yang cukup tinggi, timbulnya rasa


ingin bahkan “harus” membuka media sosial walaupun tidak ada
kepentingan.” Informan 1
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena teman, yang merupakan sebuah pencerminan
dari akhlaq, tak mau ketinggalan zaman, terikat dengan faktor
sebelumnya yaitu teman dan disinilah Fear of Missing Out (FoMO)
menjadi hobi, doktrin, yang bisa membuat sang korban kecanduan, di
level ini Fear of Missing Out (FoMO) tidak hanya sekedar menjadi hobi
tapi menjadi kewajiban.” Informan 2
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena faktor lingkungan, fenomena Fear of Missing
Out (FoMO) tidak langsung terjadi tapi bertahap jadi faktor lingkungan
menjadi salah satu faktor penyebab Fear of Missing Out (FoMO), media
sosial, banyak sekali informasi yang hangat atau viral, karena itulah
semua ingin tahu informasi tersebut hingga akhirnya fenomena Fear of
Missing Out (FoMO) ini terjadi dan tidak bisa dipungkiri meelainkan
perubahan zamanlah yang membuat semua ini terjadi.” Informan 3
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena mengikuti trend serta mengikuti sesuatu yang
sedang booming, maraknya sesuatu yang sedang baru (viral) sehingga
orang-orang tertarik, banyaknya orang yang membicarakannya sehingga
ingin memenuhi rasa penasaran hingga mengikutinya.” Informan 4
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena ingin ikut-ikutan gaya orang lain yang membuat
tidak percaya diri, anak zaman sekarang banyak yang gak percaya diri
gara-gara takut ketinggalan zaman, kalau gak ikutan trend rasanya kaya
yang kurang update (kudet) itu semua juga karena pengaruhnya media
sosia yang menjadikan kecemasan pada dirinya.” Informan 5
41

“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing


Out (FoMO) yaitu karena lingkungan sekitar (tempat santri bergaul),
teman sebaya, zaman semakin berkembang yang membuat santri ingin
mengikutinya sehingga kehilangan muru’ahnya sebagai santri.” Informan
6
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena kurangnya Aqidah yang benar, lingkungan yang
kurang baik sehingga mempengaruhi akhlaq santri, kurangnya perhatian
orang tua sehingga lupa akan batas agama.” Informan 7
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena hedonisme yang mejadikan kesenangan dan
kenikmatan merupakan tujuan hidup, memiliki sikap gengsi yang tinggi,
seiring berkembangnya zaman, pergaulan yang membuat kehilangan
muru’ah sebagai santri, kurang akan ilmu agama yang lebih
mementingkan kehidupan duniawi, akhlaq semakin menurun.” Informan
8
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu karena takut ketinggalan zaman, salah satunya faktor
Minoer atau ingin mengikuti gaya-gaya orang lain, jika tidak mengikuti
gaya seeperti orang lain maka merasa kudet, tidak pede, tidak percaya
diri.” Informan 9
“Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu Kemajuan teknologi modern berasal dari temuan
manusia terhadap sunnatullah. Berbagai pengalaman empiris manusia
tentang berbagai ilmu yang memudahkan manusia dalam berkomunikasi
dan mengirim informasi. Itu artinya, kemajuan teknologi informasi
sejatinya dapat diterima sebagai manipestasi kemaha kuasaan Allah,
karena bersumber dari sunnatullah yang dapat berdampak positif juga
negatif sangat tergantung kepada penggunanya. Jika pengguna informasi
42

memanfaatkannya untuk pendidikan, pembelajaran, dakwah, dan amal


sholeh justru menghasilkan nilai positif bagi ummat Islam.” Informan 10
3. Bagaimana Pengaruh Teknologi Media Sosial Terhadap Akhlaq
Santri Tingkat Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol
a. Apakah kamu termasuk orang yang kecanduan teknologi media
sosial?

Gambar 1 : Diagram Hasil Angket Kecanduan Teknologi Media Sosial

Dari data diatas dapat dilihat bahwa 46% yang kecanduan media
sosial dan 44% tidak kecanduan media sosial Santri Tingkat Mu’allimien
Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol dari 50 informan.

b. Seberapa sering kamu menggunakan teknologi media sosial?


43

Gambar 2 : Diagram Hasil Angket Penggunaan Teknologi Media


Sosial

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Santri Tingkat Mu’allimin


Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol 20% sangat sering
menggunakan media sosial, 64% sering menggunakan media sosial,
dan 16% kadangkadang menggunakan media sosial dari 50 informan.

c. Menurut kalian, seberapa besar pengaruh perkembangan


teknologi media sosial terhadap akhlaq santri Tingkat Mu’allimin
PPI 34 Cibegol?

Gambar 3 : Diagram Hasil Angket Pengaruh Penggunaan Media


Sosial Terhadap Akhlaq Santri

Dari data diatas bisa dilihat bahwa pengaruh media sosial di


Tingkat Mu’allimien Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol 54%
Sangat berpengaruh dan 44% Berpngaruh dari 50 informan. Sebagian
besar santri menggunakan media sosial untuk memperoleh informasi
juga berinteraksi satu sama lain. Namun, penggunaan media sosial ini
memiliki pengaruh tersendiri terhadap akhlaq santri, baik pengaruh
positif maupun pengaruh negatif. Peneliti telah melakukan wawancara
44

terhadap beberapa santri mengenai apa pengaruh media sosial


terhadap akhlak santri.
a. Pengaruh Positif
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menjadikan
santri gemar silaturahmi, karena dengan adanya media sosial santri
dimudahkan untuk berinteraksi, baik dengan keluarga, kerabat
ataupun teman, selain itu dapat menumbuhkan jiwa dermawan dan
sosialnya terhadap korban-korban bencana alam/musibah lainnya
yang santri temui dalam media sosial.” Informan 1
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, santri
mendapatkan nuansa religius tambahan dengan menggunakan
media sosial sebagai salah satu media dakwah, santri juga dapat
menambah relasi pertemanan mereka dengan banyak pihak yang
membuat mereka dapat memiliki pikiran yang terbuka luas dan
pengetahuan yang luas pula.” Informan 2
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menambah
wawasan, media sosial dibuat ajang kebaikan, misalnya dakwah,
memotivasi, berbagi pendapat juga memperat silaturahmi.”
Informan 3
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, santri tidak
tertinggal informasi serta berita yang bermanfaat, menambah
wawasan yang lebih, berdakwah dan menambah pengetahuan.”
Informan 4
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, dapat
berkomunikasi dengan cepat walaupun jaraknya jauh, dapat
mencari informasi apa saja yang ingin dicari, mengetahui wawasan
dunia luar dan dapat memenuhi kebutuhan untuk mencari
informasi.” Informan 5
45

“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, membuat


konten yang bermanfaat semisal membuat konten dakwah yang
dapat menambah ilmu juga memotivasi orang lain.” Informan 6
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menjadikan
media sosial sebagai ajang untuk berlomba-lomba dalam hal
kebaikan.” Informan 7
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, membuat
konten dakwah, motivasi, menambah teman yang jarak jauh
sehingga terjalin silaturahmi.” Informan 8
“Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, dijadikan
sebagai media dakwah yang mudah menyebar luaskan dan membuat
santri dapat termotivasi untuk mengetahui banyak pengetahuan
tentang ilmu agama dan wawasan.” Informan 9
“Pengaruh positifnya bagi akhlaq diantaranya, bisa
dijadikan sebagai media dakwah yang mudah menyebar luas
membuat santri dapat termotivasi untuk mengetahui banyak
pengetahuan tentang akhlak dan wawasannya dalam beretika
tentunya lebih luas (adab lebih utama dibanding Ilmu).” Informan
10
b. Pengaruh Negatif
Pengaruh negatif dari penggunaan media sosial yaitu bisa
menjadikan seseorang menjadi indiviualis jika menggunakan
media sosial dengan intensitas yang tinggi tanpa bersosialisasi
dengan dunia nyata, media sosial juga dapat mengubah perilaku
masyarakat dan bisa mengubah komunikasi yang mempengaruhi
pada pola interaksi masyarakat yang beralih dari dunia nyata ke
dunia maya (digital).
46

Peneliti telah melakukan wawancara kepada beberapa


santri yang mempertanyakan pengaruh negatif dari penggunaan
media sosial.
“Pengaruh Negatifnya menjadikan santri memiliki
kepribadian sombong, ria, berkata kasar/tidak layak sebagai
seorang santri, mengadu domba, iri hati (hasud).” Informan 1
“Pengaruh Negatifnya tingkat rasa peka atau perhatian
kepada ilmu/agama semakin menurun (Dekadensi), minat dan
bakat pun menurun karena hanya kepada teknologi dan media
sosial lah semua perhatiannya tertuju.” Informan 2
“Pengaruh Negatifnya seiring berkembangnya zaman,
pengaruh media sosial sering kali menjadikan akhlaq santri
menurun, seperti halnya dalam mengikuti tren, santri sering kali
tidak mau tertinggal untuk mengikutinya, dan lupa memandang
apa yang diperbuatnya apakah diperbolehkan dalam agama atau
tidak.” Informan 3
“Pengaruh Negatifnya membuka situs yang tidak
bermanfaat sehingga membuat pola pikir berubah,
ketergantungan kepada media sosial/handphone sehingga waktu
pemakaian rentan lebih lama yang dapat memicu sakitnya pada
mata, radiasi pada daerah kepala, serta pola makan kurang
teratur.” Informan 4
“Pengaruh Negatifnya karena dengan melihat berbagai
macam konten yang tidak bermanfaat yang ada di media sosial
sehingga santri bisa saja mengikutinya dan hilanglah muru’ahnya
sebagai santri.” Informan 5
“Pengaruh Negatifnya media sosial sudah menjadi
kebutuhan primer bagi santri seehingga lupa akan waktu, yang
seharusnya waktunya melaksanakan Ibadah, karena sudah
47

kecanduan menggunakan media sosial dan menjadikannya lalai,


cemas yang berlebihan (Iri hati).” Informan 6
“Pengaruh Negatifnya terkadang santri menggunakan
media sosial itu sampai lupa waktu lalai akan tanggung jawab
dapat mengubah pikiran seseorang, ajang flexing (pamer), dan
ajang kemaksiatan.” Informan 7
“Pengaruh Negatifnya jadi lupa waktu terutama waktu
shalat, dan melupakan yang hak dibandingkan yang bathil.”
Informan 8
“Pengaruh negatifnya menurunkan akhlak santri,
kebanyakan santri fomo (tidak mau tertinggal) sehingga lupa
bahwa dirinya sebgaai santri tetapi ingin meniru yang seharusnya
tidak boleh dilakukan oleh santri, menurunkan iman dan taqwa
santri kepada Allah Swt.” Informan 9
“Pengaruh negatifnya menurunkan akhlak santri,
Dikarenakan santri pada zaman ini akhlaqnya sedang turun
dikarenakan salah satu faktornya media sosial yang salah
menggunakan.” Informan 10

4. Upaya Penanggulangan/meminimalisir Fear of Missing Out (FoMO)


Terhadap Akhlaq Santri?
Cara mencegah agar akhlak santri tidak mundur yaitu diperlukan
proses tertentu seperti Qudwah atau Uswah (keteladanan) dengan cara
orang tua atau guru memberikan teladan yang baik, kemudian ditiru oleh
anak-anak dan muridnya, Selain itu, dengan Ta’lim (pengajaran)
maksudnya mengajarkan perilaku keteladanan sehingga dapat terbentuk
keteladanan yang baik, dan menjadikan santri pribadi yang berakhlak.
Dengan Ta’wid (pembiasaan) yaitu pembiasaan yang perlu ditanamkan
dalam membentuk pribadi yang berakhlak Selanjutnya dengan Targhib
48

atau Reward maksudnya dengan pemberian hadiah kepada santri yang


membutuhkan motivasi atau dorongan ketika hendak melakukan sesuatu,
dan yang terakhir dengan Tarhib atau punishment yaitu pemberian
ancaman atau hukuman kepada santri dalam proses pembentukan akhlak
terkadang membutuhkan ancaman agar santri tidak bersikap sembrono.
Selain itu, santri juga mesti mengetahui faktor faktor yang
mempengaruhi akhlak sehingga akan senantiasa berhati-hati dalam
menggunakan media sosial karena penggunaan media sosial dapat
mempengaruhi akhlak santri, dan media soisal bisa menjadikan santri
menjadi orang yang individualis jika santri tersebut menggunakan media
sosial dengan intensitas yang tinggi tanpa bersosialisai dengan dunia
nyata, Informan juga menyebutkan bahwa pengaruh media sosial terhadap
akhlak santri memiliki pengaruh positif dan negatif. Secara keseluruhan
pengaruh positifnya yaitu memudahkan komunikasi dan mencari teman
baru, memudahkan mencari informasi, memudahkan mendapatkan ilmu
dan menyebarkan dakwah didalam media sosial. Sedangkan pengaruh
negatifnya adalah membuat santri menjadi lalai dalam ibadah, menjadi
ajang untuk flexing (pamer) termasuk pamer kemaksiatan, dan
kebanyakan santri menjadi Fear of Missing Out (FoMO) tidak ingin
ketinggalan trend.
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian dan juga wawancara yang telah dilakukan, peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-Faktor Penyebab Santri Tingkat Mu’allimin Pesantren


Persatuan Islam 34 Cibegol Terpngaruh Fenomena Fear of Missing Out
(FoMO)
Faktor utama terjadinya fenomena Fear of Missing Out (FoMO)
berawal dari adanya handphone dan juga banyaknya situs-situs media sosial
sehingga penggunanya mengalami rasa takut tertinggal informasi yang
sedang booming/update, kekhawatiran tidak mengecek media sosial juga
menyebabkan kecemasan pada dirinya, kecanduan atau ketergantungan
terhadap media sosial, penyebabnya adalah karena dopamin otak yang
meningkat yang memberikan rasa bahagia setelah santri mengakses media
sosial, sehingga otak mengartikan aktivitas ini sebagai hal menyenangkan
yang perlu dilakukan kembali atau berulang-ulang, zaman semakin
berkembang yang membuat santri ingin mengikutinya sehingga kehilangan
muru’ahnya sebagai santri. Fear of Missing Out (FoMO) menjadi hobi,
doktrin, yang bisa membuat sang korban kecanduan, di level ini Fear of
Missing Out (FoMO) tidak hanya sekedar menjadi hobi tapi menjadi
kewajiban.

2. Pengaruh Teknologi Media Sosial Terhadap Akhlaq Santri Tingkat


Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol
a. Pengaruh Positif
Pengaruh positif penggunaan media sosial terhadap akhlaq santri,
menjadikan santri gemar silaturahmi, karena dengan adanya

49
50

media sosial santri dimudahkan untuk berinteraksi, baik dengan


keluarga, kerabat ataupun teman, media sosial digunakan sebagai media
dakwah yang membuat santri dapat termotivasi untuk mengetahui
banyak pengetahuan tentang ilmu agama dan menambah wawasan.
b. Pengaruh Negatif
Pengaruh negatif dari penggunaan media sosial yaitu,
kebanyakan santri FoMO (tidak mau tertinggal) sehingga lupa bahwa
dirinya sebagai santri tetapi ingin meniru yang seharusnya tidak boleh
dilakukan sehingga hilangnya muru’ah sebagai santri, dan
menggunakannya sampai lupa waktu/lalai akan tanggung jawab dan
dapat mengubah pikiran seseorang, ajang flexing (Pamer) sehingga
menimbulkan kecemasan yang berlebihan, ajang kemaksiatan, tingkat
rasa peka atau perhatian kepada ilmu/agama semakin menurun
(Dekadensi) karena hanya kepada teknologi dan media sosial lah semua
perhatiannya tertuju.
3. Upaya Penanggulangan/meminimalisir Fear of Missing Out (FoMO)
Terhadap Akhlaq Santri?
Cara mencegah agar akhlak santri tidak mundur yaitu diperlukan
proses tertentu seperti Qudwah atau Uswah (keteladanan) dengan cara orang
tua atau guru memberikan teladan yang baik, dengan Ta’wid (pembiasaan)
pembiasaan yang perlu ditanamkan dalam membentuk pribadi yang
berakhlak, dengan Targhib atau Reward maksudnya dengan cara pemberian
hadiah kepada santri yang membutuhkan motivasi atau dorongan ketika
hendak melakukan sesuatu, dan yang terakhir dengan Tarhib atau punishment
yaitu pemberian ancaman dan hukuman.
B. SARAN
1. Bagi Santri
Diharapkan dengan adanya penelitian ini santri dapat lebih bijak dalam
menggunakan media sosial dikarenakan sangat berpengaruh terhadap akhlaq
santri itu sendiri.
51

2. Bagi penulis Selanjutnya


Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi
mengenai tema ini, dikarenakan hal ini sangat berkaitan dengan pendidikan
pesantren.
3. Bagi Pesantren
Supaya lebih memberikan arahan dalam bermedia sosial karena media
sosial sangat berpengaruh terhadap akhlaq santri.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'anul Karim : Al-Qur'an Tajwid terjemahnya Dilengkapi dengan Ashbabun


Nuzul dan Hadits Shahih. (2010). Jakarta : Medina (Raihan Makmur).
Al-Qur'an Tafsir dan perkata, Ibnu Katsir. Greentech Apps Foundation.
Alyuni D.S. (2016). Media Sosial : Interaksi, Identitas dan Modal Sosial. Jakarta
: Kencana
Alfira, Nazla. (2022). Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) Sebagai Salah Satu
Bentuk Kecanduan Media Sosial DiKalangan Santri Tingkat Mu'allimin.
Karya Tulis
Aisyafitru Lisa, Yusriyah kiyanti, Sindrom fear of mising out sebagai gaya hidup
generasi milenial di kota depok, vol. 2. No.4. September 2020
Amin. M.S. (2016). Ilmu Akhlak. Jakarta : AMZAH
B. Mufazal, (2020). Pengaruh Media Sosial Terhadap Akhlaq Remaja Di Desa
Teumareum Kecamatan Indra Jaya Aceh Jaya. (Banda Aceh : UIN Ar-
Raniry)
https://repository.arraniry.ac.id/id/eprint/13643/1/Mufazal.%20B%2C%2
0160201091%2C%20FTK%2C%20PAI%2C%20082274720353.pdf
Diakses pada 28 Oktober 2022 Pukul 21:48
Etherenal : Angkatan 01 Mu'allimin Pesantren Persis 27 Situaksan Bandung.
(2021). Risalah Santri : Antologi Tulisan Santri PPI 27 Situaksan.
Bandung.
Era Irawati, Skripsi. (2018). Peran Pondok Pesantren Dalam Pembentukan
Akhlaq Santri Di Pondok Pesantren BaitulKirom Desa Mulyosari
Kecamatan Tanjung Sari. Lampung : IAIN Metro.
http://metrouniv.ac.id/id/eprint/2847/1/SKRIPSI%20BAB%20I%20SA
MPAI%20V.pdf Diakses pada 10 November 2022 Pukul 19:56

52
53

Hasanah. U.R. (2022). Pengaruh Media Sosial Terhadap Akhlaq Santri Tingkat
Mu’allimin PPI 34 Cibegol. Karya Tulis
Kristanto, VH (2018). Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah (KTI), Yogyakarta : Deepublish.
Kurniahsih, A. (2021). Mengenal FOMO dalam Perspektif Islam. Inspirasi
Musslimah https://rahma.id/mengenal-fomo-dalam-perspektif-
islam/?amp=1 Diakses pada 22 Desember 2021
Nabhan, Abu (2012). Belajar Meneladani Akhlaq Rasulullah Saw. Bandung :
Makhtabah TSAQIB.
Nashrullah, Rulli (2015). Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung : Siombiosa Rekamata Media.
Neliwati (2019). Pondok Pesantren Modern Sistem Pendidikan, Manajemen, dan
Kepemimpinan di Lengkapi dengan Studi Kasus. Depok : Rajawali Pers.
RI. Perdagangan. Kementrian. Humas. P.T (2014). Panduan Optimalisasi Media
Sosial untuk Kementrian Perdagangan RI. Jakarta Pusat : Pusat Hubungan
Masyarakat.
Suratnoaji Catur, Nurhadi, Candrasali Yuli. (2019). Buku Metode Analisis Medis
Sosial Berbasis Big Data. Purwokerto : Sasanti Institute.
Suhayib. (2016). Studi Akhlak. Depok Sleman Yogyakarta : Kalimedia.
Triastuti E, Adrianto D, Nurul a, (2017). Kajian Dampak Penggunaan Media
Sosial Bagi Anak dan Remaja. Depok : Puskakom.
RIWAYAT HIDUP

Ziad Akmal Haqiqi merupakan nama penulis karya tulis ini.


Penulis merupakan anak ke tiga dari 4 bersaudara. Ia lahir di
Bandung, 23 November 2005. Penulis menempuh Pendidikan
Formal dari MI Nurul Huda Jereged (lulus tahun 2017),
kemudian melanjutkan menengah di MTS PERSIS 179
BUNIJAYA (pada tahun 2017 dan lulus tahun 2020),
Kemudian melanjutkan ke MA PERSIS 34 CIBEGOL (Sekarang).
Kiranya tidaklah akan sampai pada titik ini jika bukan atas pertolongan
Allah SWT. yang memberikan keteguhan dan semangat yang tinggi dalam
mencari ilmu dan dijadikan sebagai motivasi bagi dirinya hingga akhirnya atas
izin dan ridho-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas akhir berupa Karya Tulis
Ilmiah. Penulis berharap Karya ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi
yang positif bagi dunia Pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
penyelesaian Karya Tulis yang berjudul “PENGARUH FENOMENA FEAR
OF MISSING OUT (FOMO) DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
MEDIA SOSIAL TERHADAP AKHLAQ SANTRI TINGKAT
MU’ALLIMIN” (Studi Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol).

54
LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA


Daftar pertanyaan ini berguna untuk menjawab rumusan masalah pada
penelitian yang berjudul “PENGARUH FENOMENA FEAR OF MISSING
OUT (FOMO) DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MEDIA
SOSIAL TERHADAP AKHLAQ SANTRI TINGKAT MU’ALLIMIN (Studi
Kasus Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol)

1. Apa Saja Faktor-Faktor Penyebab Santri Tingkat Mu’allimin Pesantren


Persatuan Islam 34 Cibegol Terpngaruh Fenomena Fear of Missing Out
(FoMO)?
2. Bagaimana Pengaruh Teknologi Media Sosial Terhadap Akhlaq Santri
Tingkat Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol?

55
PROFIL PESANTREN

56
57

Hasil Wawancara (Informan 1)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Nadwa Zahira Aribah
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena kecanduan atau ketergantungan terhadap media sosial,
penyebabnya adalah karena dopamin otak yang meningkat yang memberikan
rasa bahagia setelah santri mengakses media sosial, sehingga otak
mengartikan aktivitas ini sebagai hal menyenangkan yang perlu dilakukan
kembali atau berulang-ulang, hilangnya nilai sosial dalam diri santri
(kepekaan sosial) penyebabnya karena memuncaknya nilai konsumsi barang
elektronik seperti hp yang didalamnya terdapat bermacam-macam aplikasi
media sosial, hilangnya kepekaan sosial dalam diri santri juga menyebabkan
santri memilih perhatian, peduli terhadap apa yang terlampir di media sosial
dibandingan dengan peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar
lingkungannya, tidak mampu mengelola waktu luang, kurangnya komunikasi
secara langsung, intensitas penggunaan media sosial yang cukup tinggi,
timbulnya rasa ingin bahkan “harus” membuka media sosial walaupun tidak
ada kepentingan.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menjadikan santri gemar
silaturahmi, karena dengan adanya media sosial santri dimudahkan untuk
berinteraksi, baik dengan keluarga, kerabat ataupun teman, selain itu dapat
menumbuhkan jiwa dermawan dan sosialnya terhadap korban-korban bencana
alam/musibah lainnya yang santri temui dalam media sosial. Dan Pengaruh
Negatifnya menjadikan santri memiliki kepribadian sombong, ria, berkata
kasar/tidak layak sebagai seorang santri, mengadu domba, iri hati (hasud).
58

Hasil Wawancara (Informan 2)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Satrio Rahayu Suhaeri
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena teman, yang merupakan sebuah pencerminan dari akhlaq, tak
mau ketinggalan zaman, terikat dengan faktor sebelumnya yaitu teman dan
disinilah Fear of Missing Out (FoMO) menjadi hobi, doktrin, yang bisa
membuat sang korban kecanduan, di level ini Fear of Missing Out (FoMO)
tidak hanya sekedar menjadi hobi tapi menjadi kewajiban.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, santri mendapatkan nuansa
religius tambahan dengan menggunakan media sosial sebagai salah satu media
dakwah, santri juga dapat menambah relasi pertemanan mereka dengan
banyak pihak yang membuat mereka dapat memiliki pikiran yang terbuka luas
dan pengetahuan yang luas pula. Dan Pengaruh Negatifnya tingkat rasa peka
atau perhatian kepada ilmu/agama semakin menurun (Dekadensi), minat dan
bakat pun menurun karena hanya kepada teknologi dan media sosial lah semua
perhatiannya tertuju.

Hasil Wawancara (Informan 3)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Fadli Nadzif Khoirul Mizan
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena faktor lingkungan, fenomena Fear of Missing Out (FoMO) tidak
langsung terjadi tapi bertahap jadi faktor lingkungan menjadi salah satu faktor
penyebab Fear of Missing Out (FoMO), media sosial, banyak sekali informasi
59

yang hangat atau viral, karena itulah semua ingin tahu informasi tersebut
hingga akhirnya fenomena Fear of Missing Out (FoMO) ini terjadi dan tidak
bisa dipungkiri meelainkan perubahan zamanlah yang membuat semua ini
terjadi.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menambah wawasan, media
sosial dibuat ajang kebaikan, misalnya dakwah, memotivasi, berbagi pendapat
juga memperat silaturahmi. Dan Pengaruh Negatifnya seiring berkembangnya
zaman, pengaruh media sosial sering kali menjadikan akhlaq santri menurun,
seperti halnya dalam mengikuti tren, santri sering kali tidak mau tertinggal
untuk mengikutinya, dan lupa memandang apa yang diperbuatnya apakah
diperbolehkan dalam agama atau tidak.

Hasil Wawancara (Informan 4)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Utsman Abdurrahman
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena mengikuti trend serta mengikuti sesuatu yang sedang booming,
maraknya sesuatu yang sedang baru (viral) sehingga orang-orang tertarik,
banyaknya orang yang membicarakannya sehingga ingin memenuhi rasa
penasaran hingga mengikutinya.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, santri tidak tertinggal informasi
serta berita yang bermanfaat, menambah wawasan yang lebih, berdakwah dan
menambah pengetahuan. Dan Pengaruh Negatifnya membuka situs yang tidak
bermanfaat sehingga membuat pola pikir berubah, ketergantungan kepada
media sosial/handphone sehingga waktu pemakaian rentan lebih lama yang
dapat memicu sakitnya pada mata, radiasi pada daerah kepala, serta pola
makan kurang teratur.
60

Hasil Wawancara (Informan 5)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Agnia Rahmi Almughni
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena ingin ikut-ikutan gaya orang lain yang membuat tidak percaya
diri, anak zaman sekarang banyak yang gak percaya diri gara-gara takut
ketinggalan zaman, kalau gak ikutan trend rasanya kaya yang kurang update
(kudet) itu semua juga karena pengaruhnya media sosia yang menjadikan
kecemasan pada dirinya.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, dapat berkomunikasi dengan
cepat walaupun jaraknya jauh, dapat mencari informasi apa saja yang ingin
dicari, mengetahui wawasan dunia luar dan dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencari informasi. Dan Pengaruh Negatifnya karena dengan melihat berbagai
macam konten yang tidak bermanfaat yang ada di media sosial sehingga santri
bisa saja mengikutinya dan hilanglah muru’ahnya sebagai santri.

Hasil Wawancara (Informan 6)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Azzahra Azkiya Muthmainnah
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena lingkungan sekitar (tempat santri bergaul), teman sebaya, zaman
semakin berkembang yang membuat santri ingin mengikutinya sehingga
kehilangan muru’ahnya sebagai santri.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, membuat konten yang
bermanfaat semisal membuat konten dakwah yang dapat menambah ilmu juga
memotivasi orang lain. Dan Pengaruh Negatifnya media sosial sudah menjadi
61

kebutuhan primer bagi santri seehingga lupa akan waktu, yang seharusnya
waktunya melaksanakan Ibadah, karena sudah kecanduan menggunakan
media sosial dan menjadikannya lalai, cemas yang berlebihan (Iri hati).

Hasil Wawancara (Informan 7)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Muhamad Azhar Asshiddiq
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena kurangnya Aqidah yang benar, lingkungan yang kurang baik
sehingga mempengaruhi akhlaq santri, kurangnya perhatian orang tua
sehingga lupa akan batas agama.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, menjadikan media sosial
sebagai ajang untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Dan Pengaruh
Negatifnya terkadang santri menggunakan media sosial itu sampai lupa waktu
lalai akan tanggung jawab dapat mengubah pikiran seseorang, ajang flexing
(pamer), dan ajang kemaksiatan.

Hasil Wawancara (Informan 8)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Muhammad Fauzan Abdussalam
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena hedonisme yang mejadikan kesenangan dan kenikmatan
merupakan tujuan hidup, memiliki sikap gengsi yang tinggi, seiring
berkembangnya zaman, pergaulan yang membuat kehilangan muru’ah
sebagai santri, kurang akan ilmu agama yang lebih mementingkan kehidupan
duniawi, akhlaq semakin menurun.
62

2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, membuat konten dakwah,


motivasi, menambah teman yang jarak jauh sehingga terjalin silaturahmi. Dan
Pengaruh Negatifnya jadi lupa waktu terutama waktu shalat, dan melupakan
yang hak dibandingkan yang bathil.

Hasil Wawancara (Informan 9)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Arfi Mailani
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu karena takut ketinggalan zaman, salah satunya faktor Minoer atau ingin
mengikuti gaya-gaya orang lain, jika tidak mengikuti gaya seeperti orang lain
maka merasa kudet, tidak pede, tidak percaya diri.
2. Pengaruh Positifnya bagi akhlaq diantaranya, dijadikan sebagai media dakwah
yang mudah menyebar luaskan dan membuat santri dapat termotivasi untuk
mengetahui banyak pengetahuan tentang ilmu agama dan wawasan. Dan
Pengaruh negatifnya menurunkan akhlak santri, kebanyakan santri fomo
(tidak mau tertinggal) sehingga lupa bahwa dirinya sebgaai santri tetapi ingin
meniru yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh santri, menurunkan iman
dan taqwa santri kepada Allah Swt.

Hasil Wawancara (Informan 10)

Tanggal : 19 September 2023


Nama : Herdimas Azka Abinaya
Jawaban :
1. Faktor yang menyebabkan santri terpengaruh Fear of Missing Out (FoMO)
yaitu Kemajuan teknologi modern berasal dari temuan manusia terhadap
sunnatullah. Berbagai pengalaman empiris manusia tentang berbagai ilmu
63

yang memudahkan manusia dalam berkomunikasi dan mengirim informasi.


Itu artinya, kemajuan teknologi informasi sejatinya dapat diterima sebagai
manipestasi kemaha kuasaan Allah, karena bersumber dari sunnatullah yang
dapat berdampak positif juga negatif sangat tergantung kepada penggunanya.
Jika pengguna informasi memanfaatkannya untuk pendidikan, pembelajaran,
dakwah, dan amal sholeh justru menghasilkan nilai positif bagi ummat Islam.
2. Pengaruh positifnya bagi akhlaq diantaranya, bisa dijadikan sebagai media
dakwah yang mudah menyebar luas membuat santri dapat termotivasi untuk
mengetahui banyak pengetahuan tentang akhlak dan wawasannya dalam
beretika tentunya lebih luas (adab lebih utama dibanding Ilmu). Dan Pengaruh
negatifnya menurunkan akhlak santri, Dikarenakan santri pada zaman ini
akhlaqnya sedang turun dikarenakan salah satu faktornya media sosial yang
salah menggunakan.

Anda mungkin juga menyukai