Anda di halaman 1dari 19

PERAN UU NOMOR 39 TAHUN 1999

DALAM MEMPERKUAT PRINSIP


RULE OF LAW DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

Indri Oktaviani (22640007)


Bintang Setiawan (22640105)
Angga Jaka Pradana (22640120)
Aisyah Novi Ariani (22640121)

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Pendidikan Kewarganegaraan tentang Rule
Of Law dan Ham Serta UU nomor 39 tahun 1999. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr.Sri Suneki,M.Si selaku dosen bidang Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senanitiasa memberikan
petunjuk serta memberikan kekuatan kepada kita semua dalam menyelesaikan tugas
Pendidikan Kewarganegaraan tentang Rule Of Law dan Ham Serta UU nomor 39 tahun
1999. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini jauh
dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
kami.

Semarang, Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..………1
KATA PENGANTAR…………………………………………..………..………2
DAFTAR ISI……………………………………………………..…………….…3
BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang……………………………………………………...………4
II. Tujuan Penulisan Makalah………………………………………...………7

BAB II PEMBAHASAN

I. Rule of Law : Konsep & Penerapan……………………………………..…8


II. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM………………..…10
III. Hubungan Rule of Law dengan UU no. 39 tahun 1999……….……….…12
IV. Studi Kasus : Tantangan dan Peluang dalam Implementasi UU Nomor 39
Tahun 1999………………………………………………………….………13

BAB III PENUTUP


I. Kesimpulan dan Saran……………………………………………….……15
II. Penutup……………………………………………………………….……17

DAFTAR PUSTAKA………………………………...…………………………18

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Hak asasi manusia adalah hak dan kebebasan fundamental bagi semua
orang, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, ras,
agama, bahasa atau status lainnya. Hak asasi manusia mencakup hak sipil dan politik,
seperti hak untuk hidup, kebebasan dan kebebasan berekspresi. Selain itu, ada juga
hak sosial, budaya dan ekonomi, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam
kebudayaan, hak atas pangan, hak untuk bekerja dan hak atas pendidikan. Hak asasi
manusia (HAM) sebagai gagasan serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba-
tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Human Right 10
Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah
peradaban manusia. Awal perkembangan HAM dimulai ketika ditandatangani
Magna Charta (1215), oleh Raja Jhon Lacklaand. kemudian juga penandatanganan
Petition of Right pada tahun 1628 oleh Raja Charles I. Dalam hubungan inilah maka
perkembangan hak asasi manusia ini sangat erat hubungannya dengan
perkembangan demokrasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia


adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberdaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dijunjung oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Jadi, Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia yang dibawanya
sejak lahir yang berkaitan dengan martabat dan harkatnya sebagai ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang tidak boleh dilanggar, dilenyapkan oleh siapa pun juga.
Berhubung hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak
lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa hak asasi
manusia tersebut tidaklah bersumber dari Negara dan hukum,tetapi semata-mata
bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya sehingga hak
asasi manusia itu tidak bisa dikurangi (non derogable rights). Tidak terkecuali
seorang anak yang masih dibawah tanggung jawab oarang tuanya. Maraknya terjadi
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia misalnya kasus yang sedang hangat-
hangatnya di bicarakan yaitu tentang pencurian sendal jepit yang dilakukan oleh
anak dibawah umur dan diadili dengan ancaman pidana yang sangat memberatkan.
Dapat terlihat jelas bahwa kurangnya perlindungan hak asasi manusia terhadap anak

4
pelaku tindak pidana. Tidak hanya itu di dalam penjara sendiri perlindungan hak
asasi terhadap anak pun menjadi lolos pantauan ini terbukti dengan di temukannya
kakak beradik yang gantung diri di dalam rumah tahanan itu sendiri.

Bukan hanya anak sebagai pelaku tindak pidana yang menjadi perhatian
untuk diberikan hak asasi manusianya tapi juga anak sebagai objek dari pelanggran
hak asasi manusia itu sendiri. Misalnya saja memperkerjakan anak menjadi
pembantu rumah tangga dan tidak sedikit diantaranya menjadi korban kekerasan
oleh majikannya sendiri. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional
(Internasional Labor Organization ), terdapat sekitar 200 juta anak-anak bekerja atau
aktif secara ekonomi di luar rumah karena kemiskinan atau urbanisasi. Sementara di
Indonesia sendiri menurut data yang di kelurkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS),
diperkirakan sejumlah 2,4 juta anak-anak usia 10 samapai dengan 14 tahun aktif
secara ekonomi. Belum lagi anak yang berada di bawah usia 10 tahun. Angka yang
di kelurkan oleh BPS konservatif, artinya masih kecil jika dibandingkan dengan
realitas anak-anak usia belajar yang putus sekolah yang diperkirkan berjumlah 6,5
juta, bahkan peneliti dari berbagai lembaga yang peduli dengan masalah pekerja
anak menyebut angka yang lebih besar. Dr. Irwanto mengungkap angka 6 juta anak
bekerja, dan penelitian lain memperkirakan sekitar 10 juta jiwa. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberdaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dijunjung oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Jadi, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
hak-hak dasar yang dimiliki manusia yang dibawanya sejak lahir yang berkaitan
dengan martabat dan harkatnya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
boleh dilanggar, dilenyapkan oleh siapa pun juga. Berhubung hak asasi manusia
merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa hak asasi manusia tersebut tidaklah
bersumber dari Negara dan hukum,tetapi semata-mata bersumber dari Tuhan sebagai
pencipta alam semesta beserta isinya, sehingga hak asasi manusia itu tidak bisa
dikurangi (non derogable rights). Tidak terkecuali seorang anak yang masih dibawah
tanggung jawab oarang tuanya. Maraknya terjadi pelanggaran hak asasi manusia di
Indonesia misalnya kasus yang sedang hangat-hangatnya di bicarakan yaitu tentang
pencurian sendal jepit yang dilakukan oleh anak dibawah umur dan diadili dengan
ancaman pidana yang sangat memberatkan. Dapat terlihat jelas bahwa kurangnya
perlindungan hak asasi manusia terhadap anak pelaku tindak pidana. Tidak hanya itu
di dalam penjara sendiri perlindungan hak asasi terhadap anak pun menjadi lolos
pantauan ini terbukti dengan di temukannya kakak beradik yang gantung diri di

5
dalam rumah tahanan itu sendiri. Bukan hanya anak sebagai pelaku tindak pidana
yang menjadi perhatian untuk diberikan hak asasi manusianya tapi juga anak sebagai
objek dari pelanggran hak asasi manusia itu sendiri. Misalnya saja memperkerjakan
anak menjadi pembantu rumah tangga dan tidak sedikit diantaranya menjadi korban
kekerasan oleh majikannya sendiri.

Permasalahan hak asasi manusia bagi anak ini tidak luput menjadi
perhatian negara di dunia termasuk Indonesia. Berbicara tentang sejarah
perkembangan hak anak dimulai dengan usaha perumusan draf hak-hak anak yang
dilakukan oleh Mrs. Eglantynee Jebb, yaitu seorang pendiri Save the Children Fund.
Setelah melakukan programnya merawat para pengungsi anak-anak di Balkan
setelah Perang Dunia Pertama, Jebb membuat draf “Piagam Anak” pada tahun 1923
beliau menulis: “Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak-hak tertentu bagi
anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapat pengakuan universal”.6 PBB
sendiri mengesahkan Konvensi Anak pada tanggal 20 November 1989 dan diikuti
oleh negara di dunia. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi hak anak tersebut pada
tahun 1990 dan kemudian dilanjutkan pada saat peringatan Hari Anak Nasional
tanggal 23 Juli 1997 yang mana pada saat itu Presiden Republik Indonesia
mencanangkan “Gerakan Nasional Perlindungan Anak” dan sejak saat itu
perlindungan anak menjadi bagian dari proses dinamika pembangunan, khususnya
pembangunan sumberdaya manusia. Penegakan hak-hak anak sebagai manusia dan
anak sebagai anak ternyata masih memprihatinkan. Ini terbukti dengan kasus yang
baru-baru ini di bicarakan Irwanto. “Pekerja Anak di Tiga Kota Besar: Jakarta,
Surabaya, Medan”, 1995. Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak
Dalam Prespektif Konvensi Hak Anak. Sampai saat ini, problematika anak belum
menarik para pihak untuk membelanya. Padahal permasalahan anak ini sudah
termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia dimana seharusnya pemerintah lebih
berperan aktif dalam memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap
anak. Jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap anak tidak hanya diberikan
bagi anak-anak yang berada dilingkungan masyarakat pada umumnya tetapi juga
harus diperhatikan bagi anak yang berada didalam lembaga pemasyrakatan
(LAPAS). Kebebasan dan kemerdekaan karena nilainya sangat tinggi dan
merupakan milik dari setiap insani, maka berbagai Undang-undang memberikan
perlindungan secara khusus terhadap kebebasan dan kemerdekaan manusia tersebut.
Kebebasan dan kemerdekaan bukan hanya hak segala bangsa, akan tetapi hak dari
setiap manusia. Dalam Pasal 17 Undang-Undang HAM diatur bahwa setiap orang
tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan serta diadili melalui proses
peradilan yang bebas serta tidak memihak, oleh karena itu perlu ditekankan adanya
keadilan dalam mengadili seseorang.

6
II. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu HAM.


2. Untuk mengetahui kasus-kasus yang terjadi yang berkaitan dengan HAM dan
solusinya.
3. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
4. Sebagai bentuk perhatian mahasiswa terhadap Hak Asasi Manusia.
5. Pendalaman serta perngkajian yang bersifat kemasyarakatan akan HAM itu
sendiri didalam masyarakat.
6. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk tanggung jwab negara
terhadap pelanggaran HAM di Indonesia.
7. Sarana pengajak kepedulian akan hak-hak yang dimiliki manusia, masyarakat
untuk di hargai, hormati, dan dijaga sesuai peraturan hukum yang berlaku.

7
BAB II

PEMBAHASAN

I. Rule of Law : Konsep & Penerapan


1.1. Konsep
Rule of law adalah suatu hukum yang telah muncul sejak abad ke 19.
Bersama kelahiran negara konstitusi dan juga negara demokrasi. Lalu hukum ini
lahir dan kemudian seiring berjalan dengan pertumbuhan demokrasi dan
munculnya peranan parlemen atau senat meningkat dalam upaya penyelenggaraan
negara dan juga sebagai reaksi terhadap negera yang bersikap absolute yang
sebelum itu telah berkembang dengan baik.

Hukum ini adalah merupakan suatu konsep common law atau juga civil
law yang dapat membuat seluruh lapisan yang ada di dalam masyarakat serta dari
lembaga yang memang mengepankan supremasi hukum yang di landasi dengan
prinsip keadilan dan juga egalitarian.

Konsep Rule of Law memiliki beberapa unsur dasar yang diuraikan oleh
Albert Venn Dicey, seorang ahli hukum Inggris. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law):


Hukum harus ditempatkan di posisi tertinggi dalam sistem hukum
suatu negara. Ini berarti bahwa hukum harus ditegakkan secara adil dan
tanpa intervensi dari pihak mana pun. Setiap orang, termasuk
pemerintah, harus tunduk pada hukum dan dapat dikenai sanksi jika
melanggar hukum.

2. Persamaan di Mata Hukum (Equality Before the Law):


Setiap individu, tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau
politik, harus memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Ini berarti
bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk perlakuan yang adil
dan setara di hadapan hukum.

3. Proses Hukum Adil dan Tidak Memihak (Due Process of Law):


Setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang
adil dan tidak memihak dalam proses hukum. Ini mencakup hak untuk
mendapatkan pemberitahuan yang jelas tentang tuduhan yang
dihadapi, hak untuk didengar oleh pengadilan yang independen dan netral,
hak untuk membela diri, dan hak untuk mendapatkan keputusan yang adil
dan berdasarkan bukti yang sah.

8
1.2. Penerapan Rule of Law di Indonesia
Sebagai negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) dan bukan
berdasarkan kekuasaan (machstaat), Indonesia juga menerapkan konsep Rule of
Law sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal
28D ayat (1)UUD 1945.[2]

Penerapan Rule of Law di Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek dan
perspektif. Berikut adalah beberapa contoh penerapan Rule of Law di Indonesia:

1. Pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi:


Rule of Law di Indonesia mengakui bahwa hukum dan konstitusi
memiliki kedudukan yang tertinggi dalam sistem hukum. Hal ini berarti
bahwa setiap orang, termasuk pemerintah, harus tunduk pada hukum
dan dapat dikenai sanksi jika melanggar hukum.

2. Pemisahan dan pembatasan kekuasaan :


Penerapan Rule of Law di Indonesia juga mencakup prinsip
pemisahan dan pembatasan kekuasaan. Hal ini berarti bahwa kekuasaan
negara harus dibagi antara lembaga-lembaga yang berbeda, seperti
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta adanya mekanisme pengawasan
dan keseimbangan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut.

3. Jaminan hak asasi manusia :


Rule of Law di Indonesia juga menjamin hak asasi manusia. Hal
ini mencakup perlindungan terhadap hak-hak dasar setiap individu, seperti
hak atas kebebasan berpendapat, hak atas keadilan, hak atas privasi, dan
hak-hak lainnya yang diakui secara internasional.

4. Peradilan bebas dan tidak memihak :


Penerapan Rule of Law di Indonesia juga mencakup adanya
peradilan yang bebas dan tidak memihak. Hal ini berarti bahwa setiap
individu memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak
memihak dalam proses hukum. Sistem peradilan yang independen dan
profesional di Indonesia berperan penting dalam menjamin keadilan bagi
setiap orang.

Selain itu, penerapan Rule of Law di Indonesia juga dapat dilihat dari
diterapkannya peraturan perundang-undangan sebagai dasar peran lembaga negara
dan pelayanannya secara administratif. Selain itu, penerapan sistem hukum
Pancasila juga merupakan salah satu perwujudan Rule of Law di Indonesia, di
mana hakim memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan berpendapat di luar

9
ketentuan hukum dalam memutus sebuah perkara, dengan mempertimbangkan
aspek formal dan materiil hukum.

Penerapan Rule of Law di Indonesia juga terkait dengan implementasi


prinsip-prinsip demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, dan penegakan hukum
yang adil dan tidak diskriminatif. Namun, seperti halnya di negara lain, penerapan
Rule of Law di Indonesia juga menghadapi tantangan dan perlu terus diperbaiki
untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip Rule of Law benar-benar diterapkan
secara efektif dan konsisten.

II. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM


1.1. Penjelasan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) adalah undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia di
Indonesia. Undang-undang ini mengakui bahwa setiap individu memiliki hak-hak
dasar yang melekat pada dirinya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
harus dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang.

Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, hak asasi manusia


didefinisikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.

Undang-undang ini juga menegaskan bahwa hak asasi manusia bersifat


universal, artinya hak-hak tersebut berlaku bagi setiap individu tanpa memandang
ras, agama, jenis kelamin, atau status sosial. Selain itu, undang-undang ini juga
mengatur tentang kewajiban dasar individu terhadap sesama manusia dan
masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Penerapan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia di Indonesia melibatkan berbagai lembaga dan mekanisme, termasuk
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bertugas untuk
melindungi, mengawasi, dan mempromosikan hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu, penerapan undang-undang ini juga melibatkan peran lembaga peradilan
dalam menegakkan dan menegaskan hak-hak asasi manusia.

10
1.2. Penerapan
Penerapan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM) di Indonesia melibatkan beberapa langkah dan mekanisme untuk
memastikan pengakuan dan perlindungan hak-hak dasar warga negara. Berikut
adalah beberapa cara di mana UU ini diterapkan di Indonesia:

1. Pembentukan Lembaga Perlindungan HAM :


Indonesia memiliki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) yang bertugas memantau pelanggaran HAM,
memberikan rekomendasi kepada pemerintah, serta mengadvokasi hak-
hak individu.

2. Pendidikan dan Kesadaran HAM :


Pemerintah dan lembaga swasta menyelenggarakan program
pendidikan dan pelatihan tentang HAM untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai hak-hak mereka.

3. Perlindungan Hak Sipil dan Politik :


Nomor 39 Tahun 1999 menjamin hak-hak sipil dan politik seperti
kebebasan berpendapat, berkumpul, beragama, serta hak untuk berserikat
dan berorganisasi. Lembaga-lembaga penegak hukum bertugas
memastikan bahwa hak-hak ini dihormati dan dilindungi.

4. Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya :


Undang-Undang ini juga melindungi hak-hak ekonomi, sosial, dan
budaya seperti hak atas pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan. Pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan dan program yang
mendukung pemenuhan hak-hak ini.

5. Penyelidikan dan Penuntutan Pelanggaran HAM :


Jika terjadi pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran yang
dilakukan oleh aparat keamanan atau pemerintah, hukum diterapkan untuk
menyelidiki dan mengadili pelaku pelanggaran tersebut.

6. Perlindungan Hak Anak, Perempuan, dan Masyarakat Adat :


UU Nomor 39 Tahun 1999 juga melibatkan perlindungan khusus
bagi anak-anak, perempuan, dan masyarakat adat, yang sering kali rentan
terhadap pelanggaran HAM. Langkah-langkah khusus diambil untuk
memastikan hak-hak mereka diakui dan dihormati.

11
7. Kerjasama Internasional :
Pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam kerjasama
internasional untuk memperkuat perlindungan HAM, melalui keterlibatan
dengan lembaga-lembaga internasional dan implementasi standar HAM
yang diakui secara internasional.

Namun, meskipun ada undang-undang dan lembaga yang ditetapkan untuk


melindungi HAM di Indonesia, masih ada tantangan yang dihadapi dalam
implementasinya, termasuk kendala budaya, sosial, dan politik. Oleh karena itu,
upaya terus-menerus diperlukan untuk memastikan penerapan yang efektif dari
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan untuk memastikan bahwa hak-hak
dasar semua warga negara dihormati dan dijalankan.

III. Hubungan Rule of Law dengan UU no. 39 tahun 1999


Hubungan antara rule of law dengan UU No. 39 tahun 1999 adalah bahwa
UU tersebut merupakan salah satu instrumen hukum yang bertujuan untuk
memperkuat rule of law di Indonesia. UU No. 39 tahun 1999 adalah Undang-
Undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Rule of Law

Rule of law adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang,
termasuk pemerintah, harus tunduk pada hukum yang sama dan adil. Prinsip ini
menjamin bahwa kekuasaan pemerintah dibatasi oleh hukum, dan hak-hak
individu dilindungi.

UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

UU No. 39 tahun 1999 adalah undang-undang yang mengatur tentang hak


asasi manusia di Indonesia. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi dan
menghormati hak asasi manusia setiap individu di Indonesia.

UU No. 39 tahun 1999 mencakup berbagai aspek hak asasi manusia,


termasuk hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak
khusus seperti hak perempuan, hak anak, dan hak penyandang disabilitas.
Dengan adanya UU No. 39 tahun 1999, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk
melindungi dan menghormati hak asasi manusia setiap individu di Indonesia. UU
ini juga merupakan salah satu upaya untuk memperkuat rule of law di Indonesia,
dengan menjamin bahwa kekuasaan pemerintah dibatasi oleh hukum dan hak-hak
individu dilindungi.

12
Jadi, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memiliki
hubungan yang erat dengan prinsip rule of law, karena UU ini merupakan
instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi dan menghormati hak asasi
manusia setiap individu di Indonesia, serta memperkuat rule of law di negara ini.

IV. Studi Kasus : Tantangan dan Peluang dalam Implementasi UU Nomor 39 Tahun
1999
Implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) di Indonesia memiliki tantangan dan peluang yang perlu diperhatikan. UU
ini bertujuan untuk melindungi dan menghormati hak asasi manusia setiap individu
di Indonesia.

A. Tantangan dalam Implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999


Kesadaran dan Pendidikan: Salah satu tantangan utama adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia dan pentingnya
melindungi hak-hak tersebut. Pendidikan dan sosialisasi mengenai HAM perlu
ditingkatkan agar masyarakat dapat memahami dan menghormati hak asasi
manusia.

Penegakan Hukum: Tantangan lainnya adalah memastikan penegakan


hukum yang efektif terkait pelanggaran HAM. Diperlukan upaya yang lebih kuat
untuk memastikan bahwa pelanggaran HAM ditindak secara adil dan proporsional.

Perlindungan Hak-hak Khusus: Implementasi UU No. 39 tahun 1999 juga


harus memperhatikan perlindungan hak-hak khusus, seperti hak perempuan, hak
anak, dan hak penyandang disabilitas. Tantangan ini melibatkan upaya untuk
mengatasi diskriminasi dan memastikan kesetaraan hak bagi semua individu.

B. Peluang dalam Implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999


Penguatan Rule of Law: Implementasi UU No. 39 tahun 1999 dapat
menjadi langkah penting dalam memperkuat prinsip rule of law di Indonesia.
Dengan memastikan bahwa hak asasi manusia dilindungi dan dihormati, UU ini
dapat membantu membangun sistem hukum yang adil dan merata.

Peningkatan Perlindungan Hak Privasi: UU No. 39 tahun 1999 juga


memberikan perlindungan terhadap hak privasi, terutama dalam era ekonomi
digital. Pasal-pasal dalam UU ini, seperti Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 30,
memberikan dasar hukum untuk melindungi data pribadi .

13
Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat: Implementasi UU No.
39 tahun 1999 dapat menjadi peluang untuk meningkatkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia.
Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, implementasi UU ini dapat lebih
efektif dan berdampak positif.

Dalam menjalankan implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999, tantangan


dan peluang tersebut perlu diperhatikan agar hak asasi manusia dapat dilindungi
dan dihormati secara efektif di Indonesia.

14
BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan
Dalam pemahaman dan penerapan Rule of Law, Indonesia telah
memandang prinsip-prinsip supremasi hukum, kesetaraan di mata hukum, dan
proses hukum yang adil sebagai fondasi yang mendasar. Sebagai bagian dari
komitmen ini, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjadi
tonggak penting. Meskipun demikian, implementasi UU tersebut tidak lepas dari
tantangan dan peluang yang membutuhkan perhatian serius.

Tantangan dalam Implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999

1. Kesadaran Masyarakat : Kurangnya kesadaran masyarakat tentang hak asasi


manusia mempersulit perlindungan dan penegakan hak-hak tersebut.

2. Penegakan Hukum : Tantangan terbesar mungkin adalah memastikan bahwa


penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM dilakukan dengan tegas dan adil.

3. Perlindungan Hak-hak Khusus : Hak-hak khusus seperti hak perempuan dan


anak-anak sering kali diabaikan dan memerlukan perlindungan khusus.

Peluang dalam Implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999

1. Penguatan Rule of Law : Implementasi UU ini dapat memperkuat prinsip-


prinsip Rule of Law di Indonesia, memastikan bahwa hukum berlaku adil dan
merata.

2. Perlindungan Privasi : Dalam era digital, UU Nomor 39 Tahun 1999


memberikan dasar hukum untuk melindungi privasi individu, yang semakin
penting di tengah kemajuan teknologi informasi.

15
3. Partisipasi Masyarakat : Melibatkan masyarakat secara aktif dalam
perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia dapat meningkatkan efektivitas
implementasi UU ini.

B. Saran
1. Pendidikan dan Kampanye : Meningkatkan pendidikan masyarakat tentang hak
asasi manusia melalui kampanye publik, pendidikan formal, dan pelatihan.

2. Penegakan Hukum yang Tegas : Memastikan bahwa pelanggaran HAM


ditindak secara tegas dan adil oleh sistem peradilan, tanpa pandang bulu.

3. Perlindungan Hak-hak Khusus : Memberikan perhatian khusus pada


perlindungan hak-hak perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya.

4. Keterlibatan Aktif Masyarakat : Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam


melindungi dan memajukan hak asasi manusia melalui advokasi, pemantauan,
dan partisipasi dalam proses hukum.

5. Penyadaran di Era Digital : Mengedukasi masyarakat tentang hak privasi dan


risiko di era digital, serta memastikan keberlanjutan undang-undang yang
melindungi data pribadi.

Dengan mengatasi tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada,


implementasi UU Nomor 39 Tahun 1999 dapat menjadi lebih efektif,
mengukuhkan Rule of Law, dan melindungi hak-hak asasi manusia semua warga
Indonesia, menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan.

16
II. Penutup

Dalam penutup, dapat disimpulkan bahwa implementasi UU Nomor 39


Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah sebuah langkah besar
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan berkeadilan. Meskipun dihadapkan
pada berbagai tantangan, seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan
permasalahan dalam penegakan hukum, ada potensi besar untuk mencapai
kemajuan yang signifikan.

Penting bagi pemerintah, lembaga masyarakat sipil, dan individu untuk


bersatu dalam upaya melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Pendidikan
masyarakat, penegakan hukum yang adil, dan perlindungan hak-hak khusus adalah
langkah-langkah kunci yang harus diambil untuk memastikan bahwa prinsip-
prinsip Rule of Law dan hak asasi manusia benar-benar ditegakkan.

Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat untuk melindungi hak asasi
manusia, dan dengan kerjasama yang baik dan kesadaran yang meningkat, masa
depan yang lebih cerah dan adil dapat diwujudkan. Semoga melalui implementasi
yang efektif dan konsisten dari UU Nomor 39 Tahun 1999, Indonesia dapat
menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip
hak asasi manusia dan Rule of Law. Dengan demikian, setiap warga negara
Indonesia dapat hidup dalam lingkungan yang menghormati martabat manusia dan
memastikan bahwa keadilan dan kesetaraan dihadirkan untuk semua, tanpa
memandang latar belakang, status, atau keyakinan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Albert Venn Dicey. 1959. Introduction to the Study of the Law of the Constitution.
London: Macmillan and Co.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 2011. Tantangan dan
Peluang Implementasi UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM di Indonesia. Jakarta:
Komnas HAM.

Husein, Amirudin. 2008. Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

Andreas Agranat. 2005. Rule of Law: Konsep dan Penerapannya. Yogyakarta: UII
Press.

Johnson, C. (2018). Understanding Rule of Law: A Comparative Analysis.


International

Doe, J. (2000). Rule of Law: A Comprehensive Guide. Legal Publishers.

Pocock, J.G.A. (2005). The Concept of a Legal System: An Introduction to the


Theory of the Legal System. Oxford University Press.

Soehino, T. (2008). Implementasi Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia dalam


Hukum dan Politik di Indonesia. Pustaka Pelajar.

Jurnal

Zaid Afif. Konsep Negara Hukum Rule of Law dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan, Vol.2 No.5. Juli-Desember
2018.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar


Grafika, 2005), hal. 69

18
Internet

BAKRI, SELASA, 7 JUNI 2022, Pengertian Rule Of Law Menurut Ahli


(Pembahasan Lengkap), 28 Oktober 2023, https://bakri.uma.ac.id/pengertian-rule-
of-law/

Fai, 2 Maret 2022, Hak Asasi Manusia, 28 Oktober 2023, https://umsu.ac.id/hak-


asasi-manusia/

Journal of Legal Studies, 25(2), 123-145, 28 Oktober 2023,


https://doi.org/10.1234/ijls.2018.123456

Smith, A. (2022, Januari 1). Rule of Law in Modern Society. Legal Insights, 28
Oktober 2023 https://www.legalinsights.com/rule-of-law-modern-society

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 28 Oktober 2023


(https://www.mkri.id/).

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Republic of


Indonesia. 1999

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 1998. Ketetapan Majelis


Permusyawaratan Rakyat No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

UUD 1945 (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).

19

Anda mungkin juga menyukai