id
TESIS
Oleh:
SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
oleh:
SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokeran Keluarga
TESIS
oleh:
SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319
Mengetahui :
Ketua Program Studi Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr.,
Kedokteran Keluarga MM, M.Kes.,PAK
NIP.130 543 994
LEMBAR PERNYATAAN
(Sugeng Mashudi)
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penulis
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
ABSTRAK xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4
41 41
BAB III. METODE PENELITIAN 41
41
41
A. Setting Penelitian 41 39 42 41
B. Subjek Penelitian 41 39 45
42
51
C. Metode Penelitian…............................................................. 41 39 51 45
D. Langkah-Langkah Penelitian …...................................... ......42 40 51
51
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 61
B. Implikasi 61
C. Saran 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRCT
xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Model pembelajaran pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan di Program Studi D3
Keperawatan saat ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelanjaran yang
dilakukan hanya Lihat, Catat, Datang (LCD), serta Datang, Duduk, Diam (D3). Aktivitas
pembelajaran yang selama ini berpusat pada dosen mengakibatkan proses pembelajaran terasa
kering, tidak menyenangkan, membosankan, serta kurang memotivasi mahasiswa untuk belajar.
Mahasiswa belum mampu membangun pemahaman mereka sendiri, sehingga mahasiswa kesulitan
dalam aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, meskipun konsep tersebut sangat terkait
dengan praktik keperawatan. Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
melibatkan mahasiswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Hedden, T.
2003). Dengan model pembelajaran Jigsaw diharapkan partisiasi mahasiswa dalam proses
pembelajaran Sosiologi Keperawatan akan meningkat. Namun, sampai saat ini belum ada
penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif melalui model Jigsaw dalam meningkatkan
minat dan prestasi belajar Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3 Keperawatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa D3 keperawatan bahwa Sosiologi
Keperawatan termasuk mata kuliah yang sulit dipahami. Walaupun pembelajaran sudah
difokuskan pada aspek kognitif, psikomotorik, dan aspek afektif sudah diperhatikan, tetapi
mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan pada praktik keperawatan.
Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang percaya diri ketika melaksanakan praktik keperawatan
sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri berkurang. Salah satu prinsip psikologi belajar
menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan, maka semakin besar
kesempatan untuk mengalami proses belajar. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang
siswa menuju ke pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person) (Amien, 1987). Hal
ini berarti pembelajaran yang baik harus meliputi aspek psikomotorik, aspek afektif, dan aspek
kognitif. Oleh karena itu, dosen harus berusaha agar mahasiswa tidak hanya belajar memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi mahasiswa juga mengalami proses belajar tentang
pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial (Yachin, BM.,et al., 2006).
Menurut Ibrahim, M. (2005), terdapat enam tahap utama dalam pembelajaran kooperatif
model Jigsaw diantaranya adalah: 1. menyampaikan tujuan dan memotivasi mahasiswa; 2.
menyampaikan informasi; 3. mengorganisasikan mahasiswa ke dalam kelompok kooperatif; 4.
1
membimbing kelompok kerja dan belajar; 5. mengevaluasi; 6. memberikan penghargaan. Melalui
enam tahap tersebut Jigsaw terbukti mampu meningkatkan kemampuan bekerjasama pada
mahasiswa. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi
yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A.,
1994). Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan kerjasama dan
kolaborasi, dan juga keterampilan tanya-jawab (Ibrahim, M. 2005).
Pembelajaran sekarang menuntut student center, problem based, integrated, dan
community oriented (Yazdani, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti terdorong
untuk melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap
peningkatan minat dan prestasi belajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3
Keperawatan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan
minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
2. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
3. Mengapa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw, minat dan prestasi
mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan meningkat?
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 keperawatan pada mata
kuliah Sosiologi keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw II.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mengetahui peningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
b. Mengetahui peningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
c. Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada
mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model
Jigsaw.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3
D. MANFAAT
Manfaat Teoritis :
Diharapkan dapat membuktikan secara empiris bahwa penerapan pembelajaran kooperatif
model Jigsaw mampu meningkatan minat dan prestasi mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi
Keperawatan.
Manfaat Praktis :
1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam pemahami materi Sosiologi
Keperawatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam bidang kesehatan dengan
mendapatkan metode pembelajaran yang efektif dan mudah di terapkan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Terdapat beberapa variasi jenis Jigsaw pada saat ini. Jigsaw yang pertama kali
dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas
dikenal sebagai Jigsaw I, sedangkan Jigsaw yang dikembangkan oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins dikenal sebagai Jigsaw II. Kedua Jigsaw tersebut berbeda dalam hal ada
tidaknya penghargaan kelompok. Terdapat satu jenis Jigsaw III yang dikembangkan oleh Kagan,
pelaksanaan Jigsaw III menggunakan dua bahasa (bilingual classroom).
Menurut Sugiyanto (2008), langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw II adalah:
a. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 mahasiswa yang
karakteristiknya heterogen.
b. Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari
suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu mengkaji
bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini disebut “Kelompok Pakar” (expert group).
d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home
team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok
pakar.
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi secara
individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Individu atau tim yang telah memperoleh skor
tinggi akan diberi penghargaan dari dosen.
Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan oleh Arend, R. I.
Sebagai berikut:
5
Kelompok Asal
@ # @ # @ # @ #
+ $ + $ + $ + $
$ $
@ @ # # + +
$ $
@ @ # # + +
Kelompok Ahli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
5. Penghargaan kelompok
Setelah diadakan kuis, dosen mengumumkan skor perbaikan individu dan skor kelompok
serta memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran Jigsaw II, mahasiswa
ditempatkan pada kelompok yang heterogen. Mahasiswa ditugasi mempelajari bab atau materi
pelajaran untuk dibaca, dan diberikan “lembar ahli” yang berisi topik yang berbeda untuk anggota
setiap kelompok. Kegiatan membaca dapat digunakan sebagai tugas rumah. Apabila para
mahasiswa telah selesai membaca, siswa dari kelompok berbeda dengan topik yang sama bertemu
dalam sebuah “kelompok ahli” untuk membahas topik mereka. Para ahli tersebut kemudian
kembali ke kelompok asal dan secara bergantian mengajar teman satu kelompoknya tentang topik-
topik keahlian mereka. Kemudian siswa diberikuis tentang seluruh topik, dan skor kuis tersebut
menjadi skor kelompok. Skor yang disumbangkan oleh mahasiswa dalam kelompok mereka
didasarkan pada sistem skor perbaikan/perkembangan individu, dan kelompok yang mendapatkan
skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan. Kunci keberhasilan Jigsaw II adalah saling
ketergantungan, yaitu setiap mahasiswa tergantung kepada anggota kelompoknya untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkannya agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Penskoran dalam Jigsaw II diambil dari skor kuis mahasiswa. Sebenarnya dari uraian di
atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran Jigsaw II terdapat kelebihan antara lain: 1.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
4) Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
5) Keluarga kawinan. Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga,
dan beberapa sanak saudar yang menjadi bagian kelaurga karena adanya hubungan
dengan suami-istri.
Menurut Friedmen (1988) struktur keluarga terdiri atas: a. pola dan proses komunikasi; b.
struktur peran; c. struktur kekuatan dan struktur nilai; d. norma. Struktur keluarga oleh Friedman
digambarkan sebagai berikut.
1) Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hirarki kekautan. Komunikasi keluarga bagi pengirim
yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan
balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Sebaliknya, komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya issue atau gosip negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang issue dan
pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak
jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar,
diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), tidak terjadi komunikasi dan kurang atau tidak valid.
2) Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan. Pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
3) Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau
merubah perilaku orang lain. hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert
power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif power.
4) Struktur Nilai dan Norma
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya
tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagi
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu memahami dan mengetahui
berbagi tipe keluarga.
1) Tradisional Nuclear. Keluarga Inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan, anak yang tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2) Extended family. Extended family adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,
misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan lain sebagainya.
3) Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya
dapat bekerja di luar rumah.
4) Niddle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya
bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/meniti karir.
5) Dyadic Nuclear. Suami-istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.
6) Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah.
7) Dual Carrier. Suami-istri atau keduanya orang karir dan tanpa anak.
8) Commuter Married. Suami-istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9) Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
untuk kawin.
10) Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11) Institusional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
12) Comunal. Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13) Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah
orang tua dari anak-anak.
14) Unmaried Parent and Child. Ibu dan anak di mana perkawinan tidak dikehendaki,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
anaknya diadopsi.
15) Cohibing Cauple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
Dari berbagai macam tipe kelaurga tersebut, maka secara umum di negara
Indonesia dikenal dua tipe keluarga yaitu tipe keluarga tradisional dan tipe
keluarga non tradisional. Termasuk tipe keluarga tradisional adalah keluarga inti,
extended family, single parent, keluarga usila, dan single adult. Sedangkan yang
termasuk dalam tipe keluarga extended family adalah commune family, yaitu lebih
dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah, orang tua atau ayah ibu
yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak yang hidup bersama dalam satu rumah
tangga, dan keluarga homoseksual yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
Di Indonesia dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami-istri dan
anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia
bertujuan menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga sejahtera
dalam Undang-undang No. 10 tahun 1992 disebut sebagai keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, seimbnag antar anggota dan dengan masyarakat.
Tugas Dan Fungsi Keluarga
Secara umum terdapat dua tugas dan fungsi keluarga, yaitu keluarga sebagai unit
pelayanan dan keluarga sebagai sistem masyarakat.
1) Keluarga Sebagai Unit Pelayanan
Penghasilan
Rendah
Kecenderungan terjadi:
Sanitasi Jelek
Produktivitas Gizi Kurang
Berkurang Pendidikan Rendah
Kebiasaan Kesehatan
dan interdependensi antara sub-sub sistem keluarga. Dengan kata lain jika salah
satu anggota keluarga mengalami gangguan,, maka sistem keluarga secara
keseluruhan akan terganggu.
Keluarga sebagai sistem mempunyai karakteristik dasar yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1) Keluarga sebagai sistem terbuka, sebab.
a) Dalam keluarga terjadi saling tukar menukar materi, energi, dan informasi dengan
lingkungannya.
b) Keluarga berinteraksi dengan lingkungan fisik, sosial, dan budaya.
c) Keluarga yang terbuka mau menerima gagasan-gagasan informasi, teknik,
kesempatan, dan sumber-sumber baru untuk menyelesaikan masalah.
d) Mempunyai kesempatan dan mau menerima atau memperhatikan lingkungan
(masyarakat) sekitarnya atau sistem yang dipengaruhi oleh lingkungan atau adanya
interaksi antar sistem tersebut dengan lingkungannya melalui batasan-batasan atau
filter yang semipermiabel sehingga pengaruh lingkungan dapat ditapis. Batasan-
batasan ini dikenal dengan norma-norma atau nilai-nilai keluarga.
e) Sebagai sistem terbuka keluarga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal sebagi
berikut.
Hukum
Sosial
Komunikasi
Sistem Keluarga
Pendidikan Kesehatan
Akibat interaksi tersebut, norma-norma keluarga dapat berkembang sesuai dengan keunikan atau
pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan.
2) Keluarga sebagai sistem tertutup, sebab.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua.
Apabila menyadari adanya perubahan keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa
yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan maka keluarga dapat
meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.
anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas; 7) mendorong dan membangkitkan semangat
para anggota keluarga.
Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga.
Perkembangan keluarga meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antara anggotanya di
sepanjang waktu. Siklus perkembangan keluarga merupakan komponen kunci dalam setiap
kerangka kerja yang memandang keluarga sebagai suatu sistem. Perkembangan ini terbagi menjadi
beberapa tahap atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapnya keluarga memiliki tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses.
Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn Duvall memberikan pedoman untuk
memerikasa dan menganalisis perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar yang ada dalam
keluarga selama siklus kehidupan mereka. Tingkat perkembangan keluarga ditandai oleh umur
anak yang tertua. Keluarga dengan anak pertama berbeda dengan keluarga dengan remaja.
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum
seluruh keluarga mengikuti pola yang sama.
Berikut adalah tahap-tahap perkembangan keluarga, di antaranya adalah: a. tahap I
pasangan baru atau keluarga baru (berginning family); b. tahap II keluarga dengan kelahiran anak
pertama (child- bearing); c. tahap III keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool);
d. tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children); e. tahap V keluarga
dengan anak remaja (families with teenagers) f. tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau
pelepasan (launching center families) g. tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families)
h. tahap VIII keluarga lanjut usia.
Peran Perawat Keluarga
Sebagai upaya untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarganya sehingga
keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas kesehatan, Friedman menyatakan bahwa keluarga
diharapkan mampu mengidentifikasi 5 fungsi dasar keluarga di antaranya: fungsi afektif,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.. Perawatan kesehatan keluarga
adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan
kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas
perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga
antara lain.
a. Pendidik (educator)
Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga agar keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri
dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarganya. Kemampuan pendidik perlu
didukung oleh kemampuan memahami bagaimana keluarga dapat melakukan proses belajar
mengajar.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Secara umum tujuan proses pembelajaran adalah untuk mendorong perilaku sehat atau
mengubah perilaku yang tidak sehat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah
untuk peningkatan kesehatan dan penanganan penyakit serta membantu keluarga untuk
mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah yang sedang dialami atau dibutuhkan. Di
samping hal-hal di atas perawat kesehatan keluarga juga melakukan bimbingan antisipasi
kepada keluarga sehingga dapat terwujud keluarga yang sejahtera, bertanggung jawab
memberikan pendidikan keperawatn keluarga kepada sesama perawat dan tim kesehatan lain.
b. Koordinator (coordinator)
Menurut American National Assosiation (ANA), praktik keperawatn komunitas
merupakan praktik keperawatan yang umum, menyeluruh, dan berlanjut. Keperawatan
berkelanjutan dapat dilaksanakan jika direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik.
Koordinasi merupakan salah satu peran utama perawat yang bekerja dengan keluarga. Klien
yang pulang dari Rumah Sakit memerlukan perawatan lanjutan di rumah, maka diperlukan
koordinasi lanjutan asuhan keperawatan di rumah. Program kegiatan atau terapi dari berbagai
disiplin pada keluarga perlu pula dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang-tindih dalam
pelaksanaannya. Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar tercapai pelayanan
yang komprehensif.
Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota
tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal.
g. Advokasi
Keluarga seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai di masyarakat, kadang kala
keluarga tidak menyadari mereka telah dirugikan, sebagai advokat klien, perawat
berkewajiban melindungi hak keluarga. Misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah
yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka perawat dapat membantu keluarga
mencari bantuan.
h. Fasilitator
Peran perawat komunitas di sini adalah membantu keluarga meningkatkan derajat
kesehatannya. Keluarga sering tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan karena berbagai
kendala yang ada. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan dalam
menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah sosial budaya. Agar dapat
melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui
sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat.
i. Penemu kasus
Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah mengidentifikasi masalah
kesehatan secara dini sehingga tidak terjadi ledakan penyakit atau wabah.
j. Modifikasi lingkungan
Perawat komunitas harus dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun
lingkungan masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang sehat.
e. Materi II: Perilaku Sehat-sakit Masyarakat
Pengertian Sehat
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang perilaku sehat masyarakat,
akan kami uraikan tentang pengertian sehat menurut WHO.Menurut WHO (1947)
sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak
hanya bebes dari penyakit atau kelemahan. Dari definisi ini, terdapat tiga
karakteristik utama tentang sehat di antaranya adalah: 1) merefleksikan perhatian
pada individu sebagai manusia; 2) memandang sehat dalam kontes lingkungan
internal dan ekternal; 3) sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Seorang yang sehat akan berusaha untuk memertahankan kesehatannya dengan
selalu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Sehat merupakan keadaan rentang antara sehat sempurna dan keadaan sebelum timbulnya
gejala penyakit, digambarkan sebagai proses. Proses di sini dapat diartikan sebagai usaha adaptasi
individu terhadap lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
Indikator sehat positif menurut WHO di antaranya adalah: 1)tidak terdapat kelainan; 2)
kemampuan fisik seseorang (aerobik, ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai umur); 3) penilai
kesehatan; 4) indeks masa tubuh. Sebagai konsekuensi dari konsep sehat ini maka, seorang
individu dikatakan sehat jika: 1) tidak sakit (bahagia secara rohani); 2) tidak cacat (sejahtera
secara sosial); 3) tidak lemah (kuat secara jasmani).
Secara aktual sumber-sumber perawatan diri mencangkup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap individu. Sedangkan penjamin tindakan perawatan diri individu berupa perilaku yang sesuai
dengan tujuan, hal ini diperlukan untuk memeperoleh, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi
psikososial dan spritual.
Perilaku Sakit
Sebelum dibahas lebih jauh tentang perilaku sakit masyarakat, akan
diuraikan tentang pengertian perilaku sakit.
1) Perilaku sakit menurut Notoatmojo dan (1986), perilaku sakit merupakan tindakan untuk
menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.
2) Perilaku sakit menurut Mechanic dan Volkhart (1961), perilaku sakit adalah suatu cara gejala
penyakit ditanggapi oleh individu sebagai perasaan tidak nyaman.
3) Perilaku sakit menurut von Mering (1970) perilaku sakit adalah usaha individu dalam
usahanya untuk mengurangi penyakitnya dengan terlibat dalam serangkaian proses
pemecahan masalah baik internal maupun eksternal, spesifik maupun nonspesifik.
Seperti yang selama ini dapat kita pikirkan bahwa istilah sakit memiliki pengertian bahwa
perasaan kita sedang tidak nyaman, tidak menyenangkan, dan hal ini akan berpengaruh terhadap
penurunan kualitas hidup.
2) Manusia
Manusia sebagai organisme hidup memiliki suatu sistem kekebalan tubuh terhadap benda
asing atau sistem imun. Sistem imun terbentuk sejak manusia berada dalam kandungan yang
dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh dari sang Ibu, terus berkembang sejak dilahirkan dan
didukung dengan menurun sehingga tubuh tidak mampu melawan datangnya benda asing ke dalam
tubuh atau suatu penyakit
3) Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan faktor yang sangat menentukan dan sangat memengaruhi
kesehatan manusia karena lingkungan hidup yang bersih dan sangat menunjang kasehatan hidup
manusia.
4) Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempunyai arti
bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan dimulai dari bayi sampai usia
lanjut.yang memiliki pemahaman dan respons terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Respons dan pemahaman inilah yang dapat memengaruhi status kesehatan seseorang.
5) Sosial Kultur
Sosial kultur mampu memengaruhi proses perubahan status kesehatan seseorang. Hal
ini dapat memengaruhi persepsi atau keyakinan individu sehingga dapat menimbulkan perubahan
dalam perilaku kesehatan. misalnya seorang yang memiliki lingkungan tempat tinggal yang kotor,
namun jarang mengalami sakit akan beranggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat. Persepsi ini
akan mengganggu proses perubahan status kesehatan, hal ini dapat dianggap sebagai masalah
kesehatan.
6) Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalaman
kesehatan yang buruk akan berdampak pada perilaku kesehatan. Misalnya
seorang yang mengalami diare menyebabkan dirinya masuk rumah sakit.
Pengalaman sakit diare yang tidak menyenangkan ini akan berdampak pada
perilaku individu untuk berupaya tidak mengulangi perilaku yang kurang sehat
dengan melakukan pencegahan terhadap hal-hal yang dapat meyebabkan diare.
7) Keturunan
8) Pelayanan
penyakit
ada
tidak ada
ya
keadaan sakit
tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
berdasarkan definisi di atas tampak bahwa penyakit dan keadan sakit merupakan dua
istilah yang berbeda. Penyakit menunjukkan sesuatu yang objektif terlihat adanya kerusakan,
sedangkan keadaan sakit lebih bersifat subjektif dan berkaitan dengan akibat dari suatu penyakit.
Seseorang dikatakan sakit jika terdapat gangguan pada fisik maupun psikisnya sehingga
berpengaruh terhadap biopsikososial dan spiritual. Dengan demikian keadaan sakit ditunjukkan
oleh keadaan perasaan yang nyata, pengkajian oleh perawat disebut symtoms, akan tetapi dihadapi
klien secara nyata yang biasanya dilebih-lebihkan.
Terdapat empat kemungkinan pada individu terkait dengan penyakit dan keadaan sakit
(Gambar 5). Pertama, seseorang yang merasa sakit dan memang terdapat tanda adanya penyakit.
Kedua, seseorang yang merasa sakit tetapi tidak terdapat tanda dan gejala sakit. Ketiga, seseorang
yang merasa tidak sakit tetapi terdapat tanda dan gejala penyakit. Keempat, seorang yang merasa
tidak sakit dan tidak terdapat tanda-gejala penyakit.
Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit
Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat menimbulkan
permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa
lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya masyarakat setempat. Budaya masyarakat
Jawa dan Madura dalam mencari pengobatan sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih
memilih berobat pada ”orang pintar” kedukun daripada ke dokter atau masyarakat madura yang
lebih meminta disuntuik dua kali saat berobat ke mantri, semua ini didasari atas persepsi
masyarakat dalam mencari pengobatan ketika mereka sakit. Menurut Sudarti (1988) individu yang
merasa penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, akan mencari ”orang pintar” atau dukun yang
dianggap mampu mengusir makhluk halus yang dipersepsikan sebagai penyebab sakit. Perbedaan
seperti ini biasanya menimbulkan masalah tersendiri bagi perawat atau petugas kesehatan dalam
menerapkan program kesehatan.
Penyakit merupakan sesuatu yang bersifat objektif sedangkan sakit lebih bersifat
subjektif. Pengalaman sakit lebih menekankan akan perasaan tidak enak, merasa sakit atau
terdapat kekurangan pada individu yang merasa sakit. Menyimak uraian hubungan antara sakit dan
penyakit di atas (Gambar 11.1) kemungkinan seseorang yang sakit merasa sehat dan sebaliknya
seseorang yang merasa sakit merasa tidak terdapat penyakit pada dirinya. Di negara-negara Eropa
atau Amerika yang tergolong sebagai negara maju, memiliki kesadaran kesehatan yang cukup
tinggi. Masyarakat di negara maju ini cenderung takut terkena penyakit, sehingga jika merasa
terdapat kelainan pada tubuh mereka, maka akan segera pergi ke pelayanan kesehatan, padahal
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
setelah diperiksa secara saksama oleh perawat dan dokter tidak terdapat kelainan. Keluhan
psikosomatis seperti ini lebih banyak dirasakan oleh masyarakat negara maju atau orang kaya
daripada negara berkembang atau masyarakat marginal. Keadaan sakit sangat terkait dengan
subjektivitas seseorang.
Sesuai dengan persepsi yang subjektif tentang sakit dan penyakit maka,
Notoatmojo dan Sarwono (1986), memberikan penilaian tentang kondisi kesehatan individu ke
dalam delapan golongan.
Bagi seorang perawat pemahaman tentang sejarah alamiah penyakit (natural history of
diseases) sangat diperlukan. Sejarah alamiah penyakit menunjukkan (Gambar 11.2) mula-mula (1)
individu (host) kontak pertama dengan penyakit (agen), agen akan mengalami inkubasi pada tubuh
host. Selama periode ini (a) pada host terjadi perubahan secara patologis yang tidak atau belum
dirasakan oleh host. Pada saat sampai pada titik (2) mulai timbul tanda dan gejala klinis yang
dirasakan oleh individu. Individu mulai mencari perawat atau dokter untuk mengatasi keluhan
penyakit yang dirasakan individu. Ketika individu menjalani proses penyembuhan penyakit maka
akan ada tiga kemungkinan di antaranya adalah: 1) individu akan sembuh total; 2) individu akan
cacat, terdapat gejala sisa; 3) individu akan meninggal dunia.
Terdapat tiga level pencegahan yang dilakuakn oleh perawat untuk membantu
masyarakat, yaitu pencegahan level primer, sekunder dan tersier. Pencegahan level pertama atau
primer dilakukan oleh perawat untuk mencegah timbulnya penyakit. Perawat dengan kompetensi
yang dimiliki berusaha menyadarkan masyarakat untuk selalu hidup sehat, mencegah lebih baik
daripada mengobati. Berbagai usaha dilakukan oleh perawat untuk menyadarkan masyarakat agar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
berperilaku hidup sehat, mulai dari penyuluhan, menempel iklan layanan kesehatan sampai
mengelar talk show serta seminar. Menurut penulis kendala yang dihadapi perawat saat melakukan
pencegahan primer ini adalah dukungan pemerintah yang kurang optimal. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan dengan melakukan deteksi dini (screening)
terhadap suatu penyakit. Misalnya deteksi dini kanker serviks, deteksi dini hepatitis B, deteksi dini
flu babi, dan lain-lain. Adanya kampanye deteksi dini penyakit diharapkan masyarakat sadar akan
status kesehatannya. Harapan penulis pada level pencegahan sekunder ini pemerintah memberikan
diskon khusus agar masyarakat lebih teratur memeriksakan kesehatannya. Level pencegahan
ketiga adalah saat individu sudah merasa sakit. Intervensi keperawatan pada level ini perawat perlu
berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dan petugas
kesehatan lain. Menurut penulis usaha pemerintah untuk mendukung dan mengatasi pencegahan
pada level ini sangat besar. Berbagai rumah sakit negeri sampai level puskesmas mendukung
program pemerintah ini, bagi masyarakat kurang mampu pemerintah telah mengalokasihan
sejumlah dana untuk memberikan pengobatan gratis bagi warganya. Guna mensejahterakan dan
menyehatkan masyarakat Indonesia, sudah saatnya pemerintah mulai mendukung usaha-usaha
pencegahan level pertana, primer.
Peran Perawat Dalam Mengubah Perilaku Hidup Sehat Masyarakat
Genetik
Perilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
Kegiatan ini sering dilaksanakan oleh perawat komunitas dan dipercaya sangat
efektif dalam memberdayakan masyarakat.
Intervensi
awarness
interest
evaluation
trial
adoption
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat akan selalu berusaha melakukan
intervensi jika terdapat penyimpangan perilaku hidup pada masyarakat. Melalui intervensi yang
telah dirancang oleh perawat mula-mula individu menerima informasi dan ide baru (tahap
awarness). Pengetahuan dan ide baru akan menimbulkan minat terhadap individu (tahap Interest).
Perawat akan berusaha untuk meningkatkan motivasi terhadap ide baru yang telah diberikan
kepada individu tersebut (tahap evaluation). Melalui dukungan yang diberikan oleh perawat,
individu yang menerima ide baru akan berusaha mencoba menerapkan ide baru tersebut (tahap
trial). Jika ide baru tersebut menguntungkan individu maka hal ini akan berusaha dipertahankan
oleh individu (tahap adoption). Walaupun terkadang perilaku hidup sehat individu belum
terbentuk, seiring dengan berjalannya waktu, hal ini akan berubah jika didukung oleh suasana
lingkungan kondusif.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
akan mempunyai prestasi belajar Sosiologi Keperawatan yang lebih baik dari pada siswa
yang mempunyai minat rendah.
2. Kaitan antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw II dalam pembelajaran
terhadap minat belajar Sosiologi Keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata cara penyajian materi dan minat belajar siswa adalah
faktor penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Dari pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. SETTING PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, di mana peneliti juga berperan sebagai dosen pelaksana
tindakan. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai minggu pertama Februari sampai
minggu keempat bulan Mei 2010, di Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo 59 Surabaya pada mahasiswa semester II.
Dipilihnya Program Studi ini didasarkan pertimbangan bahwa dosen diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas
pembelajaran.
B. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester II Program Studi D3 Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya berjumlah 48 mahasiswa, terdiri
atas 26 perempuan dan 24 laki-laki. Dipilihnya kelas ini karena sebagian besar minat dan rata-rata
hasil belajar Sosiologi Keperawatan rendah.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan memecahkan permasalahan-permasalahan riil yang muncul di
kelas dengan cara memberikan suatu tindakan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Classroom Action Research atau penelitian tindakan kelas. Tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan minat dan
prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan.
Penelitian tindakan terdiri atas siklus-siklus, masing-masing siklus materi yang dibahas
berbeda. Langkah-langkah yang yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Rencana
tindakan, 2. Pelaksanaan tindakan, 3. Observasi, dan 4. Refleksi. Desain penelitian yang digunakan
adalah desain penelitian menurut Kemmis and Taggar (1990), seperti gambar di bawah ini.
39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
D. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Rencana Tindakan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah sebagai berikut.
a. Menyususun rencana pelaksanaan pembelajaran
b. Menyiapkan bahan ajar konsep keperawatan keluarga
c. Menyusun lembar observasi dosen dan mahasiswa untuk melihat bagaimana kondisi
belajar di kelas saat model Jigsaw diaplikasikan.
d. Menyusun angket untuk mengetahui minat mahasiswa selama pembelajaran dengan
metode Jigsaw.
e. Menyusun format catatan kejadian harian untuk mencatat kegiatan penting dalam
pembelajaran.
f. Menyusun format catatan hasil refleksi untuk mendokumentasikan temuan hasil refleksi.
g. Menyiapkan sarana pembelajaran berupa LKS dan Buku Ajar.
h. Menyusun alat evaluasi untuk pretest dan tes akhir.
2. Implementasi Tindakan
Kegiatan yang berlangsung selama dua siklus menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Siklus I (pertama)
1) Pendahuluan
a) Memotivasi mahasiswa
b) Menyiapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran
c) Membentuk kelompok secara heterogen
2) Kegiatan Inti
a) Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan mahasiswa.
b) Mahasiswa dibagi menjadi 12 tim “kelompok Asal” yang anggotanya terdiri dari
4 mahasiswa yang karakteristiknya heterogen.
c) Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa
bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik
tersebut.
d) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan
saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini
disebut “Kelompok Ahli” yang terbagi dalam 8 kelompok dengan anggota 6
mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
e) Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok
asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah
dipelajari dalam kelompok pakar.
f) Dosen melakukan observasi hasil kerja dan memastikan bahwa seluruh
kelompok telah memahami materi yang dibahas.
g) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
3) Penutup
a) Membimbing mahasiswa membuat rangkuman
b) Memberikan tes akhir/kuis.
c) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya bagus.
d) Memberi tugas untuk kegiatan pertemuan berikutnya.
b. Siklus berikutnya
Seperti halnya siklus pertama, siklus berikutnya terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Seluruh kegiatan yang dilakukan
pada siklus berikutnya tegantung dari hasil refleksi dan analisis kegiatan
yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. Siklus berikutnya bertujuan
untuk memperbaiki kekurangan pelaksanaan tindakan pada siklus
sebelumnya dan meningkatkan pelaksanaan tindakan apabila hasil yang
dicapai sudah memenuhi harapan. Jika dengan dua siklus belum mencapai
tujuan pembelajaran makan dilanjutkan dengan siklus ketiga.
3. Observasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan observasi terhadap
pelaksanaan tindakan dengan menerapkan instrumen observasi yang telah disusun dalam tahap
perancanaan, meliputi: a. Melakukan observasi terhadap dosen yang melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan model Jigsaw, b. Melakukan observasi terhadap mahasiswa selama kegiatan
kerja kelompok, c. Mencatat kejadian penting selama pembelajaran berlangsung, dan d.
Mememinta kepada mahasiswa untuk mengisi angket minat sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi. Kegiatan observasi dilakukan oleh kolaborator bersama dengan kegiatan tindakan.
4. Analisis dan Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan hasil observasi, kemudian
dianalisis untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan serta hal-hal yang sudah baik dalam
penerapan model pembelajaran. Hasil analisis kemudian diperbaiki pada siklus berikutnya.
Setiap selesai memberikan tindakan, dosen dibantu kolaborator akan dapat menilai
dirinya secara objektif apakah dosen sudah dapat menerapkan model Jigsaw dalam pembelajaran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
dengan baik, sehingga minat dan hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan. Disamping itu
hasil analisis juga dapat memberi gambaran mengenai hasil penguasaan kompetensi mahasiswa.
E. CARA PENGUMPULAN DATA
1. Jenis Data
Data dalam penelitian ini berupa: 1. Data minat belajar mahasiswa, 2. Data hasil tes
penguasaan kompetensi dasar mahasiswa.
2. Sumber Data
Sumber data yang dipakai adalah mahasiswa, dosen peneliti, dan kolaborator.
3. Teknik Pengumpulan Data
Guna mendukung kelancaran pengumpulan data, maka diperlukan teknik yang tepat.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Angket
Menurut Suharini Arikunto (1998) angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang dia ketahui. Angket digunakan untuk mengetahui minat
mahasiswa.
Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket tertutup dengan bentuk pilihan
ganda. Alasan angket digunakan sebagai alat pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1) Dapat dibuat standart, sehingga setiap subjek dapat diberi pertanyaan yang sama.
2) Dapat dilakukan secara serentak kepada subjek yang diteliti.
3) Pelaksanaan memerlukan waktu yang singkat dan efisien.
Guna menentukan ruang lingkup dan aspek yang diukur, maka disusun kisi-kisi angket
minat belajar mata kuliah Sosiologi keperawatan seperti pada tabel berikut.
24,30 27,34
Total 26 9
b. tes
Tes adalah serentetan pernyataan yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Suharini Arikunto, 1998). Tes yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah berupa butir-butir soal berbentuk objektif untuk penguasaan kompetensi dasar.
c. wawancara
Menurut Nursalam (2009) pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mencakup
permasalahan secara luas yang menyangkut kepribadian, perasaan, dan emosi seseorang.
Tujuan wawancara untuk menggali emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu
permasalahan penelitian. Pengumpulan data secara wawancara dilakukan kepada
mahasiswa yang memiliki motivasi sangat tinggi dan prestasi pembelajaran yang baik.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Penentukan minat belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan uji
validitas keabsahan data, analisis juga dengan membandingkan skor. Penentuan kriteria minat
berpedoman pada tes minat berprestasi (Safari, 2004) pada tebel berikut.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
2. Penentuan hasil belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat hasil dari
tes awal dan tes akhir. Hasil tersebut kemudian dihitung jumlah dan prosentase siswa yang
mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan 65 (sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang ditentukan oleh fakultas) pada setiap siklus.
3. Penentuan pengaruh penerapan pembelajaran model Jigsaw terhadap minat dan hasil belajar
dilakukan teknik triangulasi sumber dan metode observasi. Peneliti memilih sejumlah
mahasiswa yang mendapatkan skor minat dan hasil belajar tertinggi untuk dilakukan
wawancara, analisis interaktif.
G. INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1. Adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan
semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dan skor masing-masing mahasiswa
meningkat minimal 80% jumlah mahasiswa. Sebagai tolok ukurnya adalah perbandingan
skor rerata minat belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dan setelah tindakan.
2. Adanya peningkatan hasil belajar mahasiswa, sehingga yang mendapatkan nilai sama atau
lebih besar 55 sebesar sama atau lebih besar dari 80% mahasiswa Program Studi D3
keperawatan semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Sebagai tolok ukurnya
adalah perbandingan ketuntasan belajar mahasiswa yang dicapai pada tes materi
kompetensi dasar sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa semester II Program Studi D3
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya Jawa
Timur.
1. Program Studi D3 Keperawatan
Program Studi D3 Keperawatan merupakan program studi pertama di
bidang kesehatan yang berada di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Pendirian Program Studi D3 keperawatan didirikan atas dasar untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya ahli madya kesehatan, maka pada tahun
1992 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pembinaan Kesehatan melalui surat
No. IV.B/4.a/220/1992 tanggal 14 desember 1992 mengajukan permohonan
pendirian pendidikan ahli madya kesehatan di lingkungan Muhammadiyah/Aisiyah
kepada Sekretaris Jendral Departemen Kesehatan RI UMSurabaya termasuk salah
satu yang diajukan untuk membuka program pendidikan yang dimaksud.
Berdasarkan SK menteri Kesehtaan RI No. HK.00.06.1.1.3331 tanggal 8 September
1993 secara resmi berdiri Akademi keperawatan (AKPER) di lingkungan
UMSurabaya.
Penyelenggaraan Program Studi D3 Keperawatan bertujuan:
a. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi yang bermutu di bidang
akademik dan atau profesional, efektif serta efisien sesuai dengan visi dan
misi.
b. Menciptakan iklim akademik yang kondusif untuk mendorong civitas
akademika dalam usaha meningkatkan mutu, serta pengabdian kepada
masyarakat secara berkesinambungan.
c. Menghasilkan Ahli Madya Keperawatan (A.Md. Kep) yang memiliki
kompetensi moral, intelektual, teknikal, dan budaya, dan berdaya saing
dengan didasari iman dan takwa serta kepribadian Muhammadiyah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
B. TEMUAN PENELITIAN
1. Kondisi Pra Tindakan
a. Minat Mahasiswa
Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa,
peneliti menyebar angket minat. Guna mendapatkan data yang
sebenarnya maka pada lembar minat mahasiswa tidak diperkenankan
mencantumkan identitasnya. Setelah angket disebarkan, peneliti
mengumpulkan angket dan melakukan pensekoran. Kondisi mahasiswa
sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw menunjukkan skor
rata-rata minat belajar mahasiswa adalah rendah (78,7).
b. Prestasi Mahasiswa
Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa,
peneliti melakukan pre test. Pretest dilaksanakan satu minggu sebelum
peneliti menerapkan model pembelajaran Jigsaw (31 Maret). Setelah
pretest dilakukan, peneliti mengumpulkan lembar jawaban dan
melakukan pensekoran. Peneliti membandigkan nilai mahasiswa
dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di
Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya. Berdasarkan nilai pretest
menunjukkan bahwa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw
sebagian besar mahasiswa (81,2% atau 39 mahasiswa) memiliki nilai di
bawah KKM.
2. Siklus I
a. Perencanaan
1) Dosen menyusun daftar observasi yang terdiri atas kegiatan dan
keterlaksanaan dalam pembelajaran.
2) Dosen mencatat hal-hal yang terjadi saat kegiatan berlangsung
berdasarkan urutan kegiatan.
3) Urutan pelaksanaan jigsaw adalah:
a) Dosen memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
c. Hasil
Tabel 5. Hasil tes minat sebelum dan setelah silkus I pembelajaran model
Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010
No Hasil Tes Pre test Siklus I
1 Nilai tertinggi 100 117
2 Nilai terendah 40 60
3 Rata-rata nilai kelas 76,7 96,3
d. Refleksi
Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, peneliti melakukan
pembahasan dan terdapat data-data sebagai berikut:
1) Mahasiswa tidak terlihat bingung terhadap tahapan pembelajaran Jigsaw,
dengan melihat slide yang ditampilkan mahasiswa lebih mengerti kapan
masuk ke kelompok ahli atau kapan masuk kelompok asal.
2) Dosen terlihat lebih aktif membimbing mahasiswa dalam berdiskusi dengan
berkeliling secara periodik ke setiap kelompok.
3) Penayangan film vertikal limit terlihat lebih memacu minat mahasiswa
untuk mengikuti proses pembelajaran Jigsaw.
4) Mahasiswa terlihat lebih siap dan tenang saat mengerjakan evaluasi setelah
dosen memutarkan film.
4. Hasil Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam terkait dengan peningkatan minat dan
prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi
Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
Wawancara kami lakukan pada enam mahasiswa yang memiliki skor minat
yang tinggi dan memiliki prestasi yang baik. Secara keseluruhan peneliti
mengajukan tujuh pertanyaan terkait dengan minat dan prestasi belajar pada
enam mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa yang tidak lulus perlu
dilakukan remidial.
Model Jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama
teman sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Menuntut
mahasiswa untuk berfikir secara aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan
model pembelajaran jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat
bertukar pikiran dengan teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli,
mendapatkan banyak pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok
asal. Belajar dengan Jigsaw lebih menyenangkan sehingga dengan
penerapan pembelajaran tersebut mahasiswa optimis mampu meningkatkan
minat dan prestasi mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
lebih cepat hafal dan paham terhadap materi pembelajaran” (AE: 1/3
2010, 13.45).
Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat dan
prestasi belajar mahasiswa. Skor nilai yang di perlihatkan setiap selesai
evaluasi mampu memberikan optimisme dan penghargaan tersendiri bagi
mahasiswa. Minat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan
meningkat.
“ya, karena setelah diterapkan model pembelajaran jigsaw nilai saya
sangat memuaskan. Ini terbukti niali tes saya selalu diats 90 bahkan nilai
tes ke dua saya mendapatkan nilai 100. Saya sangat berminat dengan mata
kuliah sosiologi sehingga lebih giat belajar” (DQ: 1/3 2010, 14.05).
Model pembelajaran Jigsaw cocok diterapkan pada pembelajaran sosiologi
keperawatan. Mahasiswa berharap mata kuliah lain juga menerapkan
metode Jigsaw.
“100% sangat yakin, karena kemampuan belajar saya memang sesuai
dengan metode ini. Saya berharap apabila semua pembelajaran di kampus
ini memekai metode seperti sosiologi” (AH: 1/3 2010, 14.15).
C. PEMBAHASAN
Jigsaw. Model jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama teman
sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Mahasiswa menjadi
berfikir lebih aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan model pembelajaran
Jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat bertukar pikiran dengan
teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli, mendapatkan banyak
pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok asal. Belajar dengan jigsaw
lebih menyenangkan sehingga dengan penerapan pembelajaran tersebut
mahasiswa optimis mampu meningkatkan minat dan prestasi mahasiswa.
Menurut Soesilowindradini dalam (Tuharjo, 1989), suatu kegiatan
yang dilakukan tidak sesuai minat akan menghasilkan prestasi yang
kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat
seseorang akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat
menimbulkan motivasi. (Purnama, 1994) menjabarkan karakteristik
individu yang memiliki minat tinggi terhadap sesuatu yaitu adanya
perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada
keberhasilan, mempunyai kebanggaan, kesediaan untuk berusaha dan
mempunyai pertimbangan yang positif.
Minat pada dasarnya berfungsi sebagai pendorong usaha dalam
pencapaian prestasi. Mahasiswa yang memiliki minat yang tinggi maka
prestasi yang diperoleh akan lebih baik pula, sebaliknya apabila minat
belajar yang rendah dan merasa dirinya bosan dan malas belajar maka
prestasi belajarnya akan menurun. Hal ini secara langsung akan
mempengaruhi output proses belajar di keperawatan (Sardiman, 2001).
Menurut Chusnal Ainy (2000) menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada prestasi
belajar dengan model pembelajaran langsung. Ita kurniawati (2003)
menunjukkan bahwa hasil prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada pokok bahasan
jajaran genjang, belah ketupat, dan layang-layang.
D. KETERBATASAN PENELITIAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
BAB V
PENUTUP
E. KESIMPULAN
Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya hasil analisis
serta mengacu pada rumusan masalah dan hipotesis yang telah di uraikan
di depan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
7. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan minat belajar mahasiswa.
8. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.
9. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw terbukti
mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif selama proses
pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar mahasiswa meningkat.
F. IMPLIKASI
Sesuai dengan kesimpulan yang telah dinyatakan bahwa
pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa terutama pada pokok
bahasan konsep keluarga dan konsep sehat-sakit masyarakat. Hal ini dapat
digunakan sebagai acuhan dalam mengembangkan dan penggunaan
metode pembelajaran Jigsaw pada pokok bahasan yang lainnya.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memilih dan mempersiapkan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Program
Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya, dalam penerapan Jigsaw sesuai dengan apa
yang diharapkan, meskipun masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil
kesimpulan penelitian Jigsaw mampu mendorong mahasiswa untuk lebih
aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar
mahasiswa meningkat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
G. SARAN
Guna meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Jigsaw hendaknya diterapkan secara menyeluruh
pada proses pembelajaran. Dosen cenderung melaksanakan proses
pembelajaran konvensional jika Jigsaw tidak dilaksanakan secara
menyeluruh.
2. Perlu dibuat modul proses pembelajaran Jigsaw, sehingga dosen
pengajar pada setiap mata kuliah yang ada di Program Studi D3
Keperawatan dapat menerapkan model pembelajaran Jigsaw.
3. Dosen perlu meningkatkan minat belajar mahasiswa dengan
pembelajaran model Jigsaw sehingga prestasi belajar meningkat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
DAFTAR PUSTAKA