Anda di halaman 1dari 67

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

TESIS

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW


DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR
MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN
(Penelitian di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister


Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh:

SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW


DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR
MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN
(Penelitian Tindakan kelas di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)

TESIS

oleh:
SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd.


NIP 194404041976031001

Pembimbing II Pancrasia Murdani, dr., MHPEd


NIP 19480512197903100

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokeran Keluarga

Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr.,MM.,M.kes.,PAK.


NIP 130 543 994
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW


DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR
MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN
(Penelitian Tindakan kelas di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)

TESIS

oleh:
SUGENG MASHUDI
NIM. S540908319

Telah Disetujui oleh Tim Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua : Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr., PAK,MARS

Sekretaris : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd

Anggota : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd.

Anggota : Pancrasia Murdani, dr., MHPEd

Mengetahui :
Ketua Program Studi Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr.,
Kedokteran Keluarga MM, M.Kes.,PAK
NIP.130 543 994

Direktur Program Prof. Drs.Suranto, MSc., Ph.D


Pascasarjana NIP. 131 472 192
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama : Sugeng Mashudi
NIM : 540908319
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul “PENERAPAN
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DALAM
PENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH
SOSIOLOGI KEPERAWATAN” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 5 Maret 2010


Yang Membuat Pernyataan

(Sugeng Mashudi)

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Kegiatan pendidikan adalah menyelenggarakan proses belajar mengajar.


Belajar dapat membawa perubahan dan perubahan itu pada pokoknya adalah
diperoleh kecakapan baru melalui suatu usaha. Dalam melakukan proses
pembelajaran dosen dapat memilih beberapa metode mengajar. Model
pembelajaran kooperatif disebut efektif jika memenuhi beberapa hal antara lain
adanya aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran, minat siswa, kemampuan
bekerja kelompok dan kemampuan mahasiswa memahami materi yang
disampaikan. Menurut beberapa ahli Model Jigsaw sangat bagus untuk
meningkatkan pemahaman dan membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran.
Penulisan tesis berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MODEL JIGSAW DALAM PENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR
PADA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN” bertujuan untuk mengetahui
efektifitas penerapan metode pembelajaran kooperatif Model Jigsaw ditinjau dari
segi minat dan prestasi.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan penghargaan yang tulus dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang kami hormati:
1. Prof. Dr. H. M. Syamsulhadi, dr, SPKJ(K) selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan kepada
penulis dalam melaksanakan pendidikan Pascasarjana di Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2. Prof. Drs. Suranto, MSc.,Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan
kepada penulis dalam melaksanakan pendidikan Pascasarjana di
Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM.,M.Kes.,PAK, selaku Ketua Program
Studi Kedokteran Keluarga, yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan kepada penulis.

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah


memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dan menyusun
hasil penelitian ini.
5. Pancrasia Murdani, dr., MHPEd selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan penulis dalam menyusun hasil
penelitian ini.
6. Prof. Dr. Zainudin Maliki, M.Si, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Surabaya, yang telah memberikan ijin penelitian.
7. Sukadiono, dr., MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah
memberikan ijin penelitian.
8. Seluruh staf pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya yang telah membantu penelitian ini.
9. Ayah handa H. Muhlani dan Ibu Hj. Suparmi, serta nenek yang senantiasa
mendoakan kesuksesan putra-putri tercinta.
10. Keluarga Mas Santoso, Mbak Siti M, dik Ilham H, dik Darmawan H,
Keluarga Mas Nur, Mbak Ning, dik Anindya S, dik Nuha A, Keluarga
Mas Suwoko, Mbak Wahyu H, dik Yudi, dik Norma, Mas Lukman dan
Mbak Yani yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material
selama studi, sehingga terselesaikannya tesis ini.
11. Istriku Lusia Cahyanti YKW, dr. yang telah memberikan dukungan
sepenuh hati selama studi sehingga terselesaikannya tesis ini.

Penulis berharap penyusunan tesis ini berguna sebagai sumber informasi


bagi pembaca, masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi peneliti
selanjutnya.

Surakarta, 1 Juni 2010

Penulis

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
ABSTRAK xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw 55
2. Minat Belajar 88
3. Prestasi Belajar Sosiologi 88
4. Materi Pembelajaran Sosiologi keperawatan 10
10
B. Penelitian yang Relevan 3836
C. Kerangka Berpikir 3937
D. HipotesisTindakan 40
38

41 41
BAB III. METODE PENELITIAN 41
41
41
A. Setting Penelitian 41 39 42 41
B. Subjek Penelitian 41 39 45
42
51
C. Metode Penelitian…............................................................. 41 39 51 45
D. Langkah-Langkah Penelitian …...................................... ......42 40 51
51
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Cara Pengumpulan Data…............................................... .....46 43


F. Teknik Analisis Data…..................................................... ... 45
G. Indikator Keberhasilan 46
..
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
A. Deskripsi Tempat Penelitian 47
50
B. Temuan Penelitian 49
51
C. Pembahasan 56
62
D. Keterbatasan Penelitian .... . 60
65

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 61
B. Implikasi 61
C. Saran 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli 6


Gambar 2. Struktur keluarga 13
Gambar 3. Beban kasus keluarga 18
Gambar 4. Keluarga dan lingkungan eksternal 19
Gambar 5. Hubungan antara penyakit dan keadan sakit 30
Gambar 6. Level pencegahan penyakit 33
Gambar 7. Teori Blum 34
Gambar 8. Teori adopsi inovasi Rogers 36
Gambar 9. Kerangka pikir 39
Gambar 10. Siklus PTK menurut Kemmis and Taggart 40

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standart nilai mahasiswa 9


Tabel 2. Status kesehatan individu 32
Tabel 3. Kisi-kisi minat belajar 44
Tabel 4. Kriteria minat mahasiswa 45
Tabel 5. Hasil tes minat mahasiswa 51
Tabel 6. Hasil tes prestasi 51
Tabel 7. Hasil tes pestasi mahasiswa setelah siklus II 53
Tabel 8. Hasil tes efektif 53

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance penelitian


Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Surabaya
Lampiran 4. Lembar kesediaan responden
Lampiran 5. Lembar observasi minat belajar
Lampiran 6. Lembar prestasi belajar
Lampiran 7. Lembar pertanyaan terbuka minat dan prestasi
Lampiran 8. Lembar observasi kegiatan pembelajaran
Lampiran 9. Rencana Pembelajaran
Lampiran 10. Lembar hasil observasi kegiatan pembelajaran
Lampiran 11. Lembar hasil angket minat mahasiswa
Lampiran 12. Lembar hasil prestasi mahasiswa
Lampiran 13. Pembagian kelompok Jigsaw
Lampiran 14. Denah diskusi kelompok Jigsaw kelompok Asal dan Ahli
Lampiran 15. Foto proses pembelajaran Jigsaw
Lampiran 16. CD transkrip wawancara
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Sugeng Mashudi, NIM.S540908319.2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif


Model Jigsaw dalam Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Mata Kuliah
Sosiologi Keperawatan. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Model pembelajaran pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan di Program


Studi D3 Keperawatan saat ini masih menggunakan model pembelajaran
konvensional. Aktivitas pembelajaran yang selama ini berpusat pada dosen
mengakibatkan proses pembelajaran tidak menyenangkan, membosankan, dan
kurang memotivasi mahasiswa untuk belajar. Model Jigsaw merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif yang melibatkan mahasiswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dengan model Jigsaw diharapkan
partisiasi mahasiswa dalam proses pembelajaran Sosiologi Keperawatan akan
meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran
kooperatif model Jigsaw dalam peningkatan minat dan prestasi belajar mata
kuliah Sosiologi Keperawatan.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang diaksanakan
dalam dua siklus dan tiap-tiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Subyek penelitian adalah 48 mahasiswa semester II
Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sumber
data diperoleh dari mahasiswa, tempat, dan peristiwa berlangsungnya aktivitas
pembelajaran, dan dokumentasi. Teknik dan alat pengumpulan data menggunakan
angket, observasi, dan wawancara. Validitas data menggunakan trianggulai
sumber data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan model
pembelajaran Jigsaw rata-rata minat mahasiswa tergolong rendah (skor 78,7) dan
setelah siklus I skor rata-rata minat mahasiswa tergolong tinggi (skor 96,3).
Sedangkan prestasi mahasiswa sebelum dilakukan model pembelajaran jigsaw
sebanyak 81,2% memiliki skor di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),
setelah siklus I prestasi mahasiswa yang di bawah KKM mengalami penurunan
menjadi 23%, dan setelah siklus II mahasiswa yang mendapat nilai di bawah
KKM hanya 6,2%.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran Sosiologi
Keperawatan melalui metode Jigsaw terbukti mampu mendorong mahasiswa
untuk lebih aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar
mahasiswa meningkat.

Kata kunci: Model Jigsaw-minat-prestasi-sosiologi keperawatan

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRCT

Sugeng Mashudi, NIM. S540908319. 2010. Implementation Jigsaw Cooperative


Learning Model to Increase Interests and Achievements in Improving Learning
Teaching Nursing Sociology.Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret
University Surakarta.

Learning process in sociologycal nursing in bachelor nursing program


have been using convensional model. Teacher center Learning makes the
atmosphere becomes unpleasant, tedious, and less motivated students to learn.
Jigsaw was one of the cooperative learning models that involves students working
collaboratively to achieve common goals. Jigsaw learning model was expected
partisiasi students in the learning process will increase Nursing Sociology. The
aim of this research is to describe, to explain The Application Jigsaw
Cooperative Learning Model to Increase Interests and Achievements in Improving
Learning Teaching Nursing Sociology.
This research is as classroom action research done two times and each
cycle consists of planning, action, observation, and reflection. The research
subject is the 48 students of the second grade of bachelor Nursing Program at
Muhammadiyah University of Surabaya. The source of data is taken from the the
students, the place and the event of teaching and learning process activity, and
documents. The technique and the data collecting use questionnaires, observation,
and interview. The data validity uses the data triangulation. The data analysis
uses the qualitative analysis.
The result of this research shows that before being held the classroom
action research, the average of the students’ Interests low (scor 78,7) dan after
getting the first cycle high (skor 96,3). Meanwhile, based on the Achievements
also increases in every cycle 81,2% have under standart scor, 23% on the first
cycle, dan on the first cycle 6,2% on the second cycle.
Based on the result of the above research, it is concluded that application of co-
operative learning Jigsaw can increase the student to more active in learning
process so increase interest and achievment of student. .

Key words: Model Jigsaw-Interest-achievement-nursing sociology

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Model pembelajaran pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan di Program Studi D3
Keperawatan saat ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelanjaran yang
dilakukan hanya Lihat, Catat, Datang (LCD), serta Datang, Duduk, Diam (D3). Aktivitas
pembelajaran yang selama ini berpusat pada dosen mengakibatkan proses pembelajaran terasa
kering, tidak menyenangkan, membosankan, serta kurang memotivasi mahasiswa untuk belajar.
Mahasiswa belum mampu membangun pemahaman mereka sendiri, sehingga mahasiswa kesulitan
dalam aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, meskipun konsep tersebut sangat terkait
dengan praktik keperawatan. Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
melibatkan mahasiswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Hedden, T.
2003). Dengan model pembelajaran Jigsaw diharapkan partisiasi mahasiswa dalam proses
pembelajaran Sosiologi Keperawatan akan meningkat. Namun, sampai saat ini belum ada
penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif melalui model Jigsaw dalam meningkatkan
minat dan prestasi belajar Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3 Keperawatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa D3 keperawatan bahwa Sosiologi
Keperawatan termasuk mata kuliah yang sulit dipahami. Walaupun pembelajaran sudah
difokuskan pada aspek kognitif, psikomotorik, dan aspek afektif sudah diperhatikan, tetapi
mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan pada praktik keperawatan.
Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang percaya diri ketika melaksanakan praktik keperawatan
sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri berkurang. Salah satu prinsip psikologi belajar
menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan, maka semakin besar
kesempatan untuk mengalami proses belajar. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang
siswa menuju ke pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person) (Amien, 1987). Hal
ini berarti pembelajaran yang baik harus meliputi aspek psikomotorik, aspek afektif, dan aspek
kognitif. Oleh karena itu, dosen harus berusaha agar mahasiswa tidak hanya belajar memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi mahasiswa juga mengalami proses belajar tentang
pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial (Yachin, BM.,et al., 2006).
Menurut Ibrahim, M. (2005), terdapat enam tahap utama dalam pembelajaran kooperatif
model Jigsaw diantaranya adalah: 1. menyampaikan tujuan dan memotivasi mahasiswa; 2.
menyampaikan informasi; 3. mengorganisasikan mahasiswa ke dalam kelompok kooperatif; 4.
1
membimbing kelompok kerja dan belajar; 5. mengevaluasi; 6. memberikan penghargaan. Melalui
enam tahap tersebut Jigsaw terbukti mampu meningkatkan kemampuan bekerjasama pada
mahasiswa. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi
yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A.,
1994). Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan kerjasama dan
kolaborasi, dan juga keterampilan tanya-jawab (Ibrahim, M. 2005).
Pembelajaran sekarang menuntut student center, problem based, integrated, dan
community oriented (Yazdani, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti terdorong
untuk melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap
peningkatan minat dan prestasi belajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3
Keperawatan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan
minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
2. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
3. Mengapa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw, minat dan prestasi
mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan meningkat?

C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 keperawatan pada mata
kuliah Sosiologi keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw II.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mengetahui peningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
b. Mengetahui peningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
c. Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada
mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model
Jigsaw.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

D. MANFAAT
Manfaat Teoritis :
Diharapkan dapat membuktikan secara empiris bahwa penerapan pembelajaran kooperatif
model Jigsaw mampu meningkatan minat dan prestasi mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi
Keperawatan.

Manfaat Praktis :
1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam pemahami materi Sosiologi
Keperawatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam bidang kesehatan dengan
mendapatkan metode pembelajaran yang efektif dan mudah di terapkan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Terdapat beberapa variasi jenis Jigsaw pada saat ini. Jigsaw yang pertama kali
dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas
dikenal sebagai Jigsaw I, sedangkan Jigsaw yang dikembangkan oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins dikenal sebagai Jigsaw II. Kedua Jigsaw tersebut berbeda dalam hal ada
tidaknya penghargaan kelompok. Terdapat satu jenis Jigsaw III yang dikembangkan oleh Kagan,
pelaksanaan Jigsaw III menggunakan dua bahasa (bilingual classroom).
Menurut Sugiyanto (2008), langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw II adalah:
a. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 mahasiswa yang
karakteristiknya heterogen.
b. Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari
suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu mengkaji
bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini disebut “Kelompok Pakar” (expert group).
d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home
team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok
pakar.
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi secara
individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Individu atau tim yang telah memperoleh skor
tinggi akan diberi penghargaan dari dosen.

Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan oleh Arend, R. I.
Sebagai berikut:
5

Kelompok Asal

@ # @ # @ # @ #

+ $ + $ + $ + $

$ $
@ @ # # + +
$ $
@ @ # # + +
Kelompok Ahli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

Gambar 1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli


Sumber Sugiyanto (2008)

Menurut Muhammad Nur (2005), pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw II dilaksanakan


sebagai berikut:
1. Membaca
Mahasiswa diberi topik-topik ahli dan disuruh membaca bahan yang ditugaskan untuk
mencari infaormasi. Kegiatan membaca dapat digunakan sebagai tugas awal dalam
pembelajaran.
2. Diskusi kelompok ahli
Siswa dalam kelompok ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikan informasi dalam
kelompok-kelompok ahli.
3. Laporan kelompok
Para ahli kekelompoknya masing-masing untuk mengajarkan topik-topik mereka kepada
teman satu kelompoknya.
4. Kuis
Mahasiswa mengerjakan kuis individu yang mencakup seluruh topik. Apabila telah selesai
maka segera diadakan skoring terhadap kuis tersebut.

5. Penghargaan kelompok
Setelah diadakan kuis, dosen mengumumkan skor perbaikan individu dan skor kelompok
serta memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran Jigsaw II, mahasiswa
ditempatkan pada kelompok yang heterogen. Mahasiswa ditugasi mempelajari bab atau materi
pelajaran untuk dibaca, dan diberikan “lembar ahli” yang berisi topik yang berbeda untuk anggota
setiap kelompok. Kegiatan membaca dapat digunakan sebagai tugas rumah. Apabila para
mahasiswa telah selesai membaca, siswa dari kelompok berbeda dengan topik yang sama bertemu
dalam sebuah “kelompok ahli” untuk membahas topik mereka. Para ahli tersebut kemudian
kembali ke kelompok asal dan secara bergantian mengajar teman satu kelompoknya tentang topik-
topik keahlian mereka. Kemudian siswa diberikuis tentang seluruh topik, dan skor kuis tersebut
menjadi skor kelompok. Skor yang disumbangkan oleh mahasiswa dalam kelompok mereka
didasarkan pada sistem skor perbaikan/perkembangan individu, dan kelompok yang mendapatkan
skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan. Kunci keberhasilan Jigsaw II adalah saling
ketergantungan, yaitu setiap mahasiswa tergantung kepada anggota kelompoknya untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkannya agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Penskoran dalam Jigsaw II diambil dari skor kuis mahasiswa. Sebenarnya dari uraian di
atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran Jigsaw II terdapat kelebihan antara lain: 1.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

Meningkatkan kemampuan akademik mahasiswa, 2. Meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa,


3. Menumbuhkan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian, 4. Meningkatkan
kemampuan mahasiswa untuk berdiskusi. Selain memiliki kelebihan, model Jigsaw II juga
memiliki kelemahan-kelemahan antara lain: 1. Kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu yang
lebih banyak, 2. Keadaan kelas akan cenderung gaduh jika mahasiswa tidak memanfaatkan
sebaikmungkin untuk belajar kelompok, 3. Bagi dosen model pembelajaran tipe ini memerlukan
kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Belajar
tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Pada penelitian ini, yang dimaksud aktivitas belajar mahasiswa meliputi waktu untuk
belajar Sosiologi Keperawatan, sikap mandiri dalam mengikuti pelajaran mata kuliah Sosiologi
Keperawatan, belajar Sosiologi Keperawatan secara kelompok, mengerjakan tugas atau latihan
sendiri, dan mempelajari sumber pelajaran selain buku ajar Sosiologi keperawatan.
2. Minat belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), “minat adalah kecenderungan hati yang
tinggi (keinginan) terhadap sesuatu”. Selanjutnya Poerbakawatja dan harahap (1981) menyatakan
bahwa “minat adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima dari luar”. Purwoto
(2000) menyatakan bahwa “minat adalah sejenis perasaan, minat adalah perkara hati yang
didorong oleh keinginan yang datangnya dari dalam jiwa”. Kurt Siregar (1987) menjelaskan
bahwa minat adalah suatu landasan yang paling menyakinkan demi keberhasilan suatu proses
belajar. Jadi, seorang siswa yang memiliki rasa ingin belajar ia akan lebih cepat mengerti dan
mengingatnya.
Dari uraian di atas dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan
bahwa seorang mahasiswa yang berminat terhadap suatu hal daripada hal yang lain akan lebih
memperhatikan subjek tersebut. Poerbakawatja dan harahap (1981) juga menjelaskan bahwa
perhatian merupakan respons umum terhadap sesuatu yang merangsang dikarenakan terdapat
bahan apersepsi pada kita yang berakibat kesadaran kita menyempit dan memusat kepada hal-hal
yang merangsang kita. Peneliti menyimpulkan minat merupakan suatu faktor yang berasal dari
dalam diri manusia dan berfungsi sebagai faktor pendorong dalam berbuat sesuatu yang akan
terlihat dalam indikator “rasa senang”, “memberi perhatian”, “kesadaran”, “konsentrasi”, dan
“kemauan”.
3. Prestasi Belajar Sosiologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), prestasi adalah hasil yang
telah dicapai (dari yang telah dilakukan atau dikerjakan dan sebagainya). Menurut
Umar (1996), prestasi belajar berkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam
menyerap atau memahami suatu bahan pelajaran yang telah diajarkan. Prestasi
belajar dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Usman (1993) indikator yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembelajaran


adalah sebagai berikut.
a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi yang
baik setara antara individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digunakan dalam tujuan pembelajaran khususnya telah
dicapai mahasiswa baik individu maupun kelompok.
Untuk mengetahui bagaimana prestasi belajar mahasiswa maka diadakan tes
prestasi belajar. Tes itu disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai mahasiswa. Hasil Tes prestasi belajar yang tinggi, menunjukkan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran yang tinggi.
Tingkat pencapaian tujuan pembelajaran tidak lepas dengan ketuntasan
belajar. Menurut Abdullah (1995) belajar dikatakan tuntas jika apa yang dipelajari
mahasiswa dapat dikuasai sepenuhnya atau mencapai taraf penguasaan tertentu
mengenai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan standar normal
tertentu. Tingkat ketuntasan baik secara individu maupun klasikal belum ada
ketentuan pasti. Di Universitas Muhammadiyah Surabaya mahasiswa dikatakan
lulus jika mendapatkan nilai minimal C (setara dengan 56-60 untuk skala 0-100),
yang dihitung dengan menggunakan rumus [(1 X A) + (2 X T) + (3 X UTS) + (4 x
UAS)] : 10, dengan A adalah aktivitas, T adalah tugas, UTS adalah ujian tengah
semester, dan UAS adala ujian akhir semester.
Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya menggunakan standart nilai, sebagai
berikut:
Tabel 1. Standart Nilai mahasiswa di Fakultas Ilmu kesehatan UMSurabaya
Angka Kriteria Score Nilai
A Sangat Baik ≥ 80
AB Baik 70-79
B Baik 66-69
BC Cukup 60-65
C Cukup 55-59
D Kurang 45-54
E Sangat Kurang ≤ 44
(Sumber: Buku Panduan Akademik Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya, 2009)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Mahasiswa yang mendapatkan nilai E dan D wajib mengikuti ujian ulang


sedangkan nilai BC dan C mahasiswa diberikan pilihan untuk mengikuti ujian
perbaikan. Perbaikan nilai yang diberikan maksimal B dan atau naik maksimal
dua tingkat.
Suatu proses belajar mengajar dapat berjalan efektif bila seluruh komponen yang
berpengaruh dalam proses belajar mengajar saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Indikator pencapaian tujuan pembelajaran salah satunya adalah prestasi
belajar mahasiswa. Prestasi belajar mahasiswa merupakan hasil interaksi antara berbagai
komponen yang terdapat di dalam pembelajaran.
4. Materi Pembelajaran Sosiologi keperawatan
a. Deskripsi
Sosiologi Keperawatan merupakan bagian dari kelompok Mata Kuliah Kehidupan
Bermasyarakat (MBB). Fokus mata kuliah ini diantaranya: konsep kebudayaan, hubungan
manusia, masyarakat dan budaya, religi dalam kehidupan bermasyarakat, permasalahan sosial,
proses sosial dan interaksi sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, lapisan-lapisan masyarakat,
kelompok sosial, lembaga kemasyarakatan, konsep keluarga, perilaku sehat-sakit masyarakat, dan
implementasi sosial-budaya pada asuhan keperawatan. Kegiatan pembelajaran menggunakan
pembelajaran model Jigsaw.
b. Tujuan
Setelah menyelesaikan cabang ilmu ini mahasiswa mampu memahami berbagai konsep
dasar sosiologi keperawatan dan mengintegrasikannya ke dalam cabang ilmu keperawatan lain
serta memodifikasi sesuai dengan perkembangan IPTEK keperawatan.
c. Lingkup Bahasan
1) Konsep kebudayaan
2) Hubungan manusia, masyarakat dan budaya
3) Religi dalam kehidupan bermasyarakat
4) Permasalahan social
5) Proses sosial dan interaksi sosial
6) Perubahan sosial dan kebudayaan
7) Lapisan-lapisan masyarakat
8) Kelompok social
9) Lembaga kemasyarakatan
10) Konsep keluarga
11) Perilaku sehat-sakit masyarakat
12) Implementasi sosial-budaya pada asuhan keperawatan.
d. Materi I: Konsep keluarga
Pengertian Keluarga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat, banyak ahli memberikan definisi


tentang keluarga. Berikut ini akan dikemukakan lima pengertian keluarga.
1) Menurut Sayekti (1994), keluarga adalah ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis hidup bersama atau sendiri-sendiri, dengan atau
tanpa anak sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam suatu rumah tangga.
2) Menurut Bailon dan Maglaya (1978), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
3) Menurut Departemen kesehatan RI 1998, keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Sesuai dengan pengertian di atas maka, dapat di simpulkan bahwa karakteristik keluarga
adalah sebagai berikut:
1) Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu
sama lain
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial
sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik
4) Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan
fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga merupakan suatu sistem. Sebagai suatu
sistem, keluarga mempunyai anggota di antaranya ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang
tinggal di dalam rumah tangga. Anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi, dan
interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka
sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya, yaitu lingkungan atau masyarakat dan
sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan atau masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting
peran dan fungsi keluarga dalam membentuk individu sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-
psiko-sosial dan spiritual. Jadi, sangatlah tepat bila keluarga sebagai titik sentral pelayanan
keperawatan. Keluarga yang sehat akan mempunyai anggota yang sehat dan akan mewujudkan
masyarakat yang sehat.
Sebuah keluarga harus terbentuk atas dasar perkawinan yang sah. Hal ini merupakan
tradisi dan adat yang harus di junjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui PP
No. 21 tahun 1992 telah mengatur dan menetapan bahwa terbentuknya keluarga harus berdasar
atas perkawinan yang sah.
Struktur Dan Tipe Keluarga
Berbagai Macam Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Patrilineal. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
4) Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
5) Keluarga kawinan. Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga,
dan beberapa sanak saudar yang menjadi bagian kelaurga karena adanya hubungan
dengan suami-istri.
Menurut Friedmen (1988) struktur keluarga terdiri atas: a. pola dan proses komunikasi; b.
struktur peran; c. struktur kekuatan dan struktur nilai; d. norma. Struktur keluarga oleh Friedman
digambarkan sebagai berikut.

Struktur Komunikasi Struktur Peran

Struktur Kekuatan Struktur Nilai dan Norma

Gambar 2. Struktur keluarga Sumber (Friedman, 1988)

1) Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hirarki kekautan. Komunikasi keluarga bagi pengirim
yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan
balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Sebaliknya, komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya issue atau gosip negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang issue dan
pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak
jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar,
diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), tidak terjadi komunikasi dan kurang atau tidak valid.
2) Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan. Pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
3) Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau
merubah perilaku orang lain. hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert
power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif power.
4) Struktur Nilai dan Norma
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya
tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagi
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu memahami dan mengetahui
berbagi tipe keluarga.
1) Tradisional Nuclear. Keluarga Inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan, anak yang tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2) Extended family. Extended family adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,
misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan lain sebagainya.
3) Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya
dapat bekerja di luar rumah.
4) Niddle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya
bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/meniti karir.
5) Dyadic Nuclear. Suami-istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.
6) Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah.
7) Dual Carrier. Suami-istri atau keduanya orang karir dan tanpa anak.
8) Commuter Married. Suami-istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9) Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
untuk kawin.
10) Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11) Institusional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
12) Comunal. Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13) Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah
orang tua dari anak-anak.
14) Unmaried Parent and Child. Ibu dan anak di mana perkawinan tidak dikehendaki,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

anaknya diadopsi.
15) Cohibing Cauple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
Dari berbagai macam tipe kelaurga tersebut, maka secara umum di negara
Indonesia dikenal dua tipe keluarga yaitu tipe keluarga tradisional dan tipe
keluarga non tradisional. Termasuk tipe keluarga tradisional adalah keluarga inti,
extended family, single parent, keluarga usila, dan single adult. Sedangkan yang
termasuk dalam tipe keluarga extended family adalah commune family, yaitu lebih
dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah, orang tua atau ayah ibu
yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak yang hidup bersama dalam satu rumah
tangga, dan keluarga homoseksual yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
Di Indonesia dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami-istri dan
anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia
bertujuan menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga sejahtera
dalam Undang-undang No. 10 tahun 1992 disebut sebagai keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, seimbnag antar anggota dan dengan masyarakat.
Tugas Dan Fungsi Keluarga
Secara umum terdapat dua tugas dan fungsi keluarga, yaitu keluarga sebagai unit
pelayanan dan keluarga sebagai sistem masyarakat.
1) Keluarga Sebagai Unit Pelayanan

Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan


keluarga saling berkaitan dan saling memengaruhi, masalah kesehatan anggota
keluarga akan memengaruhi kelaurga yang lain atau masyarakat secara
keseluruhan.

2) Alasan keluarga sebagai unit pelayanan


a) Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang dapat dijadikan
sebagai gambaran dari manusia.
b) Perilaku keluarga dapat menimbulkan masalah kesehatan, tetapi
dapat pula mencegah masalah kesehatan dan menjadi sumber daya
pemecah masalah kesehatan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

c) Masalah kesehatan di dalam keluarga akan saling memengaruhi


terhadap individu dalam keluarga.
d) Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk
mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga.
e) Keluarga merupakan pengambil keputusan dalam mengatasi
masalah.
f) Keluarga merupakan saluran yang efektif dalam menyalurkan dan
mengembangkan kesehatan kepada masyarakat.
3) Siklus penyakit dan kemiskinan dalam keluarga
Pemberian asuhan keperawatan keluarga harus lebih ditekankan pada keluarga-keluarga
dengan status sosial ekonomi yang rendah. Alasannnya adalah keluarga dengan sosial ekonomi
yang rendah umumnya berkaitan dengan ketidakmampuan, ketidaktahuan, dan ketidakmauan
dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan
sangat mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga mereka
terhadap gizi, perumahan dan lingkungan yang sehat, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Semua ini akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik akhir Desember tahun
1998 menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia sekitar 24, 2%. Mayoritas masyarakat
Indonesia masih tergolong miskin dan GNP per kapitanya hanya bisa disejajarkan dengan
Vietnam. Jika berpedoman pada kriteria Word Bank dengan patokan makan USD 2 per orang per
hari, maka jumlah penduduk miskin sebesar 49,5% atau 108 juta orang dari 220 juta penduduk
Indonesia. Jika berpedoman pada Badan Pusat Statistik (BPS) dengan patokan makan hanya Rp
170 ribu per bulan per orang, jumlah penduduk miskin hanya 37,7 juta orang. Namun ada
pendapat lain bahwa angka kemiskinan versi BPS hanya mencapai 16,5% atau turun drastis
dibanding dengan awal tahun 1998 saat krisis ekonomi yaitu mencapai 24,2%. Di Jawa Timur
berdasarkan persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk di Jawa Timur 17,9% dari
total jumlah penduduk 26 juta jiwa, dengan demikian di Jawa Timur terdapat penduduk miskin 5
juta jiwa. Kecenderungan tingginya keluarga miskin di Indonesia akibat adanya krisis ekonomi
yang melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia.
Keluarga miskin adalah keluarga yang dibentuk secara sah, yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar hidup material yang layak khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, sandang,
dan pangan. Di Negara Indonesia pada tahun 2000 Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) telah menetapkan 9 indikator keluarga miskin yaitu.
a) Tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih.
b) Tidak bisa menyedikan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang
satu minggu sekali.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

c) Tidak bisa memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas.


d) Tidak bisa memperoleh pakain baru minimal satu stel setahun sekali.
e) Bagian terluas lantai rumah dari tanah.
f) Luas lantai rumah kurang dari 8 m² untuk setiap penghuni rumah.
g) Tidak ada anggota kelaurga yang berusia15 tahun mempunyai penghasilan
tetap.
h) Bila anak sakit /PUS ingin ber-KB tidak bisa ke fasilitas kesehatan.
i) Anak berumur 7 sampai 15 tahu tidak bersekolah.

Beban Kasus Keluarga


Beban kasus keluarga (family case load) adalah jumlah kasus dalam keluarga yang
ditangani oleh seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya keluarga yang
ditangani oleh perawat adalah keluarga yang mempunyai masalah dan kebanyakan keluarga ini
adalah keluarga dengan penghasilan yang rendah. Hal ini dapat dimengerti karena kebutuhan akan
pelayanan dan bimbingan perawatan lebih tinggi pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan
rendah.
Siklus penyakit dan kemiskinan dalam keluarga dapat digambarkan sebagai berikut.

Penghasilan
Rendah

Kecenderungan terjadi:
Sanitasi Jelek
Produktivitas Gizi Kurang
Berkurang Pendidikan Rendah
Kebiasaan Kesehatan

Gambar 3. Beban kasus keluarga Sumber: Mashudi, S. 2009


Tubuh menjadi Daya tahan tubuh
lebih rentan terhadap
terhadap penyakit penyakit ¯
4) Keluarga Sebagai Sistem Masyarakat

Keluarga merupakan unit pelayanan dasar di masyarakat dan juga


merupakan perawat utama dalam anggota keluarga. Keluarga akan berperan
banyak terutama dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh anggota
keluarga. Sebagai satu sistem di dalam keluarga akan terjadi interaksi, interelasi,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

dan interdependensi antara sub-sub sistem keluarga. Dengan kata lain jika salah
satu anggota keluarga mengalami gangguan,, maka sistem keluarga secara
keseluruhan akan terganggu.

Keluarga sebagai sistem mempunyai karakteristik dasar yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1) Keluarga sebagai sistem terbuka, sebab.
a) Dalam keluarga terjadi saling tukar menukar materi, energi, dan informasi dengan
lingkungannya.
b) Keluarga berinteraksi dengan lingkungan fisik, sosial, dan budaya.
c) Keluarga yang terbuka mau menerima gagasan-gagasan informasi, teknik,
kesempatan, dan sumber-sumber baru untuk menyelesaikan masalah.
d) Mempunyai kesempatan dan mau menerima atau memperhatikan lingkungan
(masyarakat) sekitarnya atau sistem yang dipengaruhi oleh lingkungan atau adanya
interaksi antar sistem tersebut dengan lingkungannya melalui batasan-batasan atau
filter yang semipermiabel sehingga pengaruh lingkungan dapat ditapis. Batasan-
batasan ini dikenal dengan norma-norma atau nilai-nilai keluarga.
e) Sebagai sistem terbuka keluarga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal sebagi
berikut.

Hukum

Sosial

Komunikasi
Sistem Keluarga

Pendidikan Kesehatan

Gambar 4. Keluarga dan lingkungan eksternal Agama


Politik (Friedman, 1986)

Akibat interaksi tersebut, norma-norma keluarga dapat berkembang sesuai dengan keunikan atau
pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan.
2) Keluarga sebagai sistem tertutup, sebab.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

a) Memandang perubahan sebagai sesuatu yang membahayakan, orang asing tidak


dipercaya dan dipandang membahayakan.
b) Tipe keluarga bersifat kaku, akibatnya kejadian dalam keluarga menjadi konstan dan
dapat dipredikasi.
c) Mempertahankan stabilitas dan tradisi.
d) Sistem yang kurang mempunyai kesempatan, kurang mau menerima atau memberi
perhatian kepada lingkungan (masyarakat) sekitarnya.
Tugas dan Fungsi Keluarga Menurut Perawat
Bagi para profesional kesehatan keluarga, fungsi perawatan kesehatan merupakan
pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah persektif, fungsi
ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-kebutuhan fisik
seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Jika dilihat dari perspektif
masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar di mana perilaku sehat dan perawatan kesehatan
diatur, dilaksanakan, dan diamankan.
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-
sama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi keluarga mempunyai tanggung jawab
utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para profesional
perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan memelihara
kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah terjadinya gangguan
atau merawat anggota yang sakit. Keluarga haruslah mampu menentukan kapan meminta
pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah satu anggotanya mengalami gangguan
kesehatan.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan akan memengaruhi tingkat
kesehatan keluarga dan individu. Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat-sakit akan
memengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya
sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan, imunisasi
menyebabkan penyakit (anak menjadi demam), mengkonsumsi ikan menyebabkan cacingan.
Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari
tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
dengan baik berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Selain keluarga mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus mampu
melakukan tugas kesehatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut: 1)
mengenal masalah kesehatan keluarga; 2) membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat; 3)
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit; 4) mempertahankan suasana rumah yang
sehat; dan 4) menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua.
Apabila menyadari adanya perubahan keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa
yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan maka keluarga dapat
meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.


Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga masih
merasa menagalami keterbatasan maka anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah
memiliki keamampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat.
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga
sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan
tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan,
keindahan, ketentraman, dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga apabila mengalami gangguan atau masalah yang
berkaitan dengan kesehatan harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya.
Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan
problem yang dialami anggota keluarga sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam
penyakit.
Kelima tugas keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh keluarga, seorang
perawat yang melaksanakan proses keperawatan keluarga perlu mengkaji sejauhmana keluarga
mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan memberikan bantuan atau pembinaan
terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga. Kelima tugas keluarga tersebut oleh
perawat dijadikan etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga.
Terdapat tujuh tugas pokok sebuah keluarga, di antaranya adalah sebagai berikut: 1)
berupaya memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga; 2) mengatur tugas masing-masing
anggota: 3) melakukan sosialisasi antaranggota keluarga; 4) melakukan pengaturan jumlah
anggota keluarga yang diinginkan; 5) memelihara ketertiban anggota keluarga; 6) penempatan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas; 7) mendorong dan membangkitkan semangat
para anggota keluarga.
Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga.
Perkembangan keluarga meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antara anggotanya di
sepanjang waktu. Siklus perkembangan keluarga merupakan komponen kunci dalam setiap
kerangka kerja yang memandang keluarga sebagai suatu sistem. Perkembangan ini terbagi menjadi
beberapa tahap atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapnya keluarga memiliki tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses.
Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn Duvall memberikan pedoman untuk
memerikasa dan menganalisis perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar yang ada dalam
keluarga selama siklus kehidupan mereka. Tingkat perkembangan keluarga ditandai oleh umur
anak yang tertua. Keluarga dengan anak pertama berbeda dengan keluarga dengan remaja.
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum
seluruh keluarga mengikuti pola yang sama.
Berikut adalah tahap-tahap perkembangan keluarga, di antaranya adalah: a. tahap I
pasangan baru atau keluarga baru (berginning family); b. tahap II keluarga dengan kelahiran anak
pertama (child- bearing); c. tahap III keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool);
d. tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children); e. tahap V keluarga
dengan anak remaja (families with teenagers) f. tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau
pelepasan (launching center families) g. tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families)
h. tahap VIII keluarga lanjut usia.
Peran Perawat Keluarga
Sebagai upaya untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarganya sehingga
keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas kesehatan, Friedman menyatakan bahwa keluarga
diharapkan mampu mengidentifikasi 5 fungsi dasar keluarga di antaranya: fungsi afektif,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.. Perawatan kesehatan keluarga
adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan
kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas
perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga
antara lain.
a. Pendidik (educator)
Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga agar keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri
dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarganya. Kemampuan pendidik perlu
didukung oleh kemampuan memahami bagaimana keluarga dapat melakukan proses belajar
mengajar.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Secara umum tujuan proses pembelajaran adalah untuk mendorong perilaku sehat atau
mengubah perilaku yang tidak sehat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah
untuk peningkatan kesehatan dan penanganan penyakit serta membantu keluarga untuk
mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah yang sedang dialami atau dibutuhkan. Di
samping hal-hal di atas perawat kesehatan keluarga juga melakukan bimbingan antisipasi
kepada keluarga sehingga dapat terwujud keluarga yang sejahtera, bertanggung jawab
memberikan pendidikan keperawatn keluarga kepada sesama perawat dan tim kesehatan lain.
b. Koordinator (coordinator)
Menurut American National Assosiation (ANA), praktik keperawatn komunitas
merupakan praktik keperawatan yang umum, menyeluruh, dan berlanjut. Keperawatan
berkelanjutan dapat dilaksanakan jika direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik.
Koordinasi merupakan salah satu peran utama perawat yang bekerja dengan keluarga. Klien
yang pulang dari Rumah Sakit memerlukan perawatan lanjutan di rumah, maka diperlukan
koordinasi lanjutan asuhan keperawatan di rumah. Program kegiatan atau terapi dari berbagai
disiplin pada keluarga perlu pula dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang-tindih dalam
pelaksanaannya. Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar tercapai pelayanan
yang komprehensif.

c. Pelaksana perawatan dan pengawas perawatan langsung


Kontak pertama perawat kepada keluarga dapat melalui anggota keluarganya yang sakit.
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit
bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung atau mengawasi keluarga
memberikan perawatan pada anggota yang sakit di Rumah Sakit, perawat melakukan
perawatan langsung atau demonstrasi asuhan yang disaksikan oleh keluarga dengan harapan
keluarga mampu melakukannya di rumah, perawat dapat mendemonstrasikan dan mengawasi
keluarga melakukan peran langsung selama di rumah sakit atau di rumah oleh perawat
kesehatan masyarakat.
d. Pengawas kesehatan
Perawat mempunyai tugas melakukan home visit yang teratur untuk mengidentifikasi atau
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
e. Konsultan atau penasihat
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
Hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan
dapat dipercaya dengan demikian keluarga mau meminta nasihat kepada perawat tentang
masalah yang bersifat pribadi. Pada situasi ini perawat sangat dipercaya sebagai nara sumber
untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga.
f. Kolaborasi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota
tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal.
g. Advokasi
Keluarga seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai di masyarakat, kadang kala
keluarga tidak menyadari mereka telah dirugikan, sebagai advokat klien, perawat
berkewajiban melindungi hak keluarga. Misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah
yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka perawat dapat membantu keluarga
mencari bantuan.

h. Fasilitator
Peran perawat komunitas di sini adalah membantu keluarga meningkatkan derajat
kesehatannya. Keluarga sering tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan karena berbagai
kendala yang ada. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan dalam
menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah sosial budaya. Agar dapat
melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui
sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat.
i. Penemu kasus
Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah mengidentifikasi masalah
kesehatan secara dini sehingga tidak terjadi ledakan penyakit atau wabah.
j. Modifikasi lingkungan
Perawat komunitas harus dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun
lingkungan masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang sehat.
e. Materi II: Perilaku Sehat-sakit Masyarakat
Pengertian Sehat
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang perilaku sehat masyarakat,
akan kami uraikan tentang pengertian sehat menurut WHO.Menurut WHO (1947)
sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak
hanya bebes dari penyakit atau kelemahan. Dari definisi ini, terdapat tiga
karakteristik utama tentang sehat di antaranya adalah: 1) merefleksikan perhatian
pada individu sebagai manusia; 2) memandang sehat dalam kontes lingkungan
internal dan ekternal; 3) sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Seorang yang sehat akan berusaha untuk memertahankan kesehatannya dengan
selalu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Sehat merupakan keadaan rentang antara sehat sempurna dan keadaan sebelum timbulnya
gejala penyakit, digambarkan sebagai proses. Proses di sini dapat diartikan sebagai usaha adaptasi
individu terhadap lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

Indikator sehat positif menurut WHO di antaranya adalah: 1)tidak terdapat kelainan; 2)
kemampuan fisik seseorang (aerobik, ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai umur); 3) penilai
kesehatan; 4) indeks masa tubuh. Sebagai konsekuensi dari konsep sehat ini maka, seorang
individu dikatakan sehat jika: 1) tidak sakit (bahagia secara rohani); 2) tidak cacat (sejahtera
secara sosial); 3) tidak lemah (kuat secara jasmani).
Secara aktual sumber-sumber perawatan diri mencangkup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap individu. Sedangkan penjamin tindakan perawatan diri individu berupa perilaku yang sesuai
dengan tujuan, hal ini diperlukan untuk memeperoleh, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi
psikososial dan spritual.
Perilaku Sakit
Sebelum dibahas lebih jauh tentang perilaku sakit masyarakat, akan
diuraikan tentang pengertian perilaku sakit.

1) Perilaku sakit menurut Notoatmojo dan (1986), perilaku sakit merupakan tindakan untuk
menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.
2) Perilaku sakit menurut Mechanic dan Volkhart (1961), perilaku sakit adalah suatu cara gejala
penyakit ditanggapi oleh individu sebagai perasaan tidak nyaman.
3) Perilaku sakit menurut von Mering (1970) perilaku sakit adalah usaha individu dalam
usahanya untuk mengurangi penyakitnya dengan terlibat dalam serangkaian proses
pemecahan masalah baik internal maupun eksternal, spesifik maupun nonspesifik.
Seperti yang selama ini dapat kita pikirkan bahwa istilah sakit memiliki pengertian bahwa
perasaan kita sedang tidak nyaman, tidak menyenangkan, dan hal ini akan berpengaruh terhadap
penurunan kualitas hidup.

Beberapa Faktor Penyebab Sakit


Beberapa faktor penyebab seseorang menjadi sakit, di antaranya adalah: 1) adanya
penyakit; 2) manusia; 3) lingkungan; 4) perkembangan 5) sosial kultur; 6) pengalaman masa lalu;
7) keturunan; 8) pelayanan.
1) Penyakit adalah istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang
mengakibatkan berkurangnya suatu kapasitas tertentu.
a) Faktor dari dalam tubuh (Endogen). Faktor yang tidak terlihat dengan jelas, merupakan faktor
yang datang dari lahiriah seseorang serta dapat berasal dari faktor genetik (turunan).

b) Faktor dari luar trubuh (eksogen).

Mekanis = Jatuh, luka.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

Fisis = Panas, dingin karena aliran listrik.

Kimia = Keracunan zat kimia atau defisiasi nutrisi.

2) Manusia
Manusia sebagai organisme hidup memiliki suatu sistem kekebalan tubuh terhadap benda
asing atau sistem imun. Sistem imun terbentuk sejak manusia berada dalam kandungan yang
dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh dari sang Ibu, terus berkembang sejak dilahirkan dan
didukung dengan menurun sehingga tubuh tidak mampu melawan datangnya benda asing ke dalam
tubuh atau suatu penyakit
3) Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan faktor yang sangat menentukan dan sangat memengaruhi
kesehatan manusia karena lingkungan hidup yang bersih dan sangat menunjang kasehatan hidup
manusia.
4) Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempunyai arti
bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan dimulai dari bayi sampai usia
lanjut.yang memiliki pemahaman dan respons terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Respons dan pemahaman inilah yang dapat memengaruhi status kesehatan seseorang.
5) Sosial Kultur
Sosial kultur mampu memengaruhi proses perubahan status kesehatan seseorang. Hal
ini dapat memengaruhi persepsi atau keyakinan individu sehingga dapat menimbulkan perubahan
dalam perilaku kesehatan. misalnya seorang yang memiliki lingkungan tempat tinggal yang kotor,
namun jarang mengalami sakit akan beranggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat. Persepsi ini
akan mengganggu proses perubahan status kesehatan, hal ini dapat dianggap sebagai masalah
kesehatan.
6) Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalaman
kesehatan yang buruk akan berdampak pada perilaku kesehatan. Misalnya
seorang yang mengalami diare menyebabkan dirinya masuk rumah sakit.
Pengalaman sakit diare yang tidak menyenangkan ini akan berdampak pada
perilaku individu untuk berupaya tidak mengulangi perilaku yang kurang sehat
dengan melakukan pencegahan terhadap hal-hal yang dapat meyebabkan diare.

7) Keturunan

Memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat


potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

walaupun tidak terlalu besar tetapi memengaruhi respons terhadap berbagai


penyakit.

8) Pelayanan

Faktor penyebab sakit yang terakhir adalah adanya pelayan kesehatan


yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
terlalu jauh atau kualitas pelayanan yang kurang sesuai dengan standar
pelayanan yang ada dapat memengaruhi masyarakat dalam memilih pelayanan
kesehatan. Bagi penduduk di daerah terpencil yang jauh dari pelayanan
kesehatan mereka akan cenderung enggan untuk memeriksakan diri apabila ada
keluarga yang mengalami sakit. Demikian pula pelayanan kesehatan yang
kurang standar akan membuat masyarakat beralih ke sistem pelayanan
kesehatan yang lain.

Hubungan Anara Penyakit dan Keadaan Sakit


Penyakit dan keadaan sakit merupakan dua istilah yang berbeda. Penyakit (diseases)
merupakan konsep medis terkait abnormalitas dari tubuh seseorang yang dapat dilihat berdasarkan
tanda dan gejalanya (sign and simtom). Sedangkan keadaan sakit (illness) merupakan perasaan
seseorang yang merasa terganggu terhadap status kesehatannya, tampak dari keluhan sakit yang
dirasakan seperti tidak enak badan, merasa dingin dan lain sebagainya. Sangat mungkin seseorang
yang tidak sakit merasa dirinya sakit, dan sebaliknya seseorang yang sakit merasa sehat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sakit adalah berasa tidak nyaman di tubuh atau
bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan sebagainya). Sedangkan penyakit
adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan
yg disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh (pada
makhluk hidup); kebiasaan yang buruk; sesuatu yg mendatangkan keburukan.

penyakit

ada
tidak ada

ya

keadaan sakit

tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Gambar 5. Hubungan antara penyakit dan keadaan sakit (Field, 1953)

berdasarkan definisi di atas tampak bahwa penyakit dan keadan sakit merupakan dua
istilah yang berbeda. Penyakit menunjukkan sesuatu yang objektif terlihat adanya kerusakan,
sedangkan keadaan sakit lebih bersifat subjektif dan berkaitan dengan akibat dari suatu penyakit.
Seseorang dikatakan sakit jika terdapat gangguan pada fisik maupun psikisnya sehingga
berpengaruh terhadap biopsikososial dan spiritual. Dengan demikian keadaan sakit ditunjukkan
oleh keadaan perasaan yang nyata, pengkajian oleh perawat disebut symtoms, akan tetapi dihadapi
klien secara nyata yang biasanya dilebih-lebihkan.
Terdapat empat kemungkinan pada individu terkait dengan penyakit dan keadaan sakit
(Gambar 5). Pertama, seseorang yang merasa sakit dan memang terdapat tanda adanya penyakit.
Kedua, seseorang yang merasa sakit tetapi tidak terdapat tanda dan gejala sakit. Ketiga, seseorang
yang merasa tidak sakit tetapi terdapat tanda dan gejala penyakit. Keempat, seorang yang merasa
tidak sakit dan tidak terdapat tanda-gejala penyakit.
Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit
Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat menimbulkan
permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa
lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya masyarakat setempat. Budaya masyarakat
Jawa dan Madura dalam mencari pengobatan sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih
memilih berobat pada ”orang pintar” kedukun daripada ke dokter atau masyarakat madura yang
lebih meminta disuntuik dua kali saat berobat ke mantri, semua ini didasari atas persepsi
masyarakat dalam mencari pengobatan ketika mereka sakit. Menurut Sudarti (1988) individu yang
merasa penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, akan mencari ”orang pintar” atau dukun yang
dianggap mampu mengusir makhluk halus yang dipersepsikan sebagai penyebab sakit. Perbedaan
seperti ini biasanya menimbulkan masalah tersendiri bagi perawat atau petugas kesehatan dalam
menerapkan program kesehatan.
Penyakit merupakan sesuatu yang bersifat objektif sedangkan sakit lebih bersifat
subjektif. Pengalaman sakit lebih menekankan akan perasaan tidak enak, merasa sakit atau
terdapat kekurangan pada individu yang merasa sakit. Menyimak uraian hubungan antara sakit dan
penyakit di atas (Gambar 11.1) kemungkinan seseorang yang sakit merasa sehat dan sebaliknya
seseorang yang merasa sakit merasa tidak terdapat penyakit pada dirinya. Di negara-negara Eropa
atau Amerika yang tergolong sebagai negara maju, memiliki kesadaran kesehatan yang cukup
tinggi. Masyarakat di negara maju ini cenderung takut terkena penyakit, sehingga jika merasa
terdapat kelainan pada tubuh mereka, maka akan segera pergi ke pelayanan kesehatan, padahal
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

setelah diperiksa secara saksama oleh perawat dan dokter tidak terdapat kelainan. Keluhan
psikosomatis seperti ini lebih banyak dirasakan oleh masyarakat negara maju atau orang kaya
daripada negara berkembang atau masyarakat marginal. Keadaan sakit sangat terkait dengan
subjektivitas seseorang.
Sesuai dengan persepsi yang subjektif tentang sakit dan penyakit maka,
Notoatmojo dan Sarwono (1986), memberikan penilaian tentang kondisi kesehatan individu ke
dalam delapan golongan.

Tabel 2. Status kesehatan individu


Tingkat Dimensi sehat
Psikologi Medis Sosial
Normally well Baik Baik Baik
Pessimistic Sakit Baik Baik
Socially iil Baik Baik Sakit
Hypocondriacal Sakit Baik Sakit
Medically iil Baik Sakit Baik
Martyr Sakit Sakit Baik
Optimistic Sehat Sakit Sakit
Seriously iil Sakit Sakit Sakit
Sumber: Notoatmojo dan Sarwono (1986)

Bagi seorang perawat pemahaman tentang sejarah alamiah penyakit (natural history of
diseases) sangat diperlukan. Sejarah alamiah penyakit menunjukkan (Gambar 11.2) mula-mula (1)
individu (host) kontak pertama dengan penyakit (agen), agen akan mengalami inkubasi pada tubuh
host. Selama periode ini (a) pada host terjadi perubahan secara patologis yang tidak atau belum
dirasakan oleh host. Pada saat sampai pada titik (2) mulai timbul tanda dan gejala klinis yang
dirasakan oleh individu. Individu mulai mencari perawat atau dokter untuk mengatasi keluhan
penyakit yang dirasakan individu. Ketika individu menjalani proses penyembuhan penyakit maka
akan ada tiga kemungkinan di antaranya adalah: 1) individu akan sembuh total; 2) individu akan
cacat, terdapat gejala sisa; 3) individu akan meninggal dunia.

primer sekunder tersier


1 2
a
b
Gambar 6. Level pencegahan penyakit Sumber: Mashudi, S. (2009).

Terdapat tiga level pencegahan yang dilakuakn oleh perawat untuk membantu
masyarakat, yaitu pencegahan level primer, sekunder dan tersier. Pencegahan level pertama atau
primer dilakukan oleh perawat untuk mencegah timbulnya penyakit. Perawat dengan kompetensi
yang dimiliki berusaha menyadarkan masyarakat untuk selalu hidup sehat, mencegah lebih baik
daripada mengobati. Berbagai usaha dilakukan oleh perawat untuk menyadarkan masyarakat agar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

berperilaku hidup sehat, mulai dari penyuluhan, menempel iklan layanan kesehatan sampai
mengelar talk show serta seminar. Menurut penulis kendala yang dihadapi perawat saat melakukan
pencegahan primer ini adalah dukungan pemerintah yang kurang optimal. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan dengan melakukan deteksi dini (screening)
terhadap suatu penyakit. Misalnya deteksi dini kanker serviks, deteksi dini hepatitis B, deteksi dini
flu babi, dan lain-lain. Adanya kampanye deteksi dini penyakit diharapkan masyarakat sadar akan
status kesehatannya. Harapan penulis pada level pencegahan sekunder ini pemerintah memberikan
diskon khusus agar masyarakat lebih teratur memeriksakan kesehatannya. Level pencegahan
ketiga adalah saat individu sudah merasa sakit. Intervensi keperawatan pada level ini perawat perlu
berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dan petugas
kesehatan lain. Menurut penulis usaha pemerintah untuk mendukung dan mengatasi pencegahan
pada level ini sangat besar. Berbagai rumah sakit negeri sampai level puskesmas mendukung
program pemerintah ini, bagi masyarakat kurang mampu pemerintah telah mengalokasihan
sejumlah dana untuk memberikan pengobatan gratis bagi warganya. Guna mensejahterakan dan
menyehatkan masyarakat Indonesia, sudah saatnya pemerintah mulai mendukung usaha-usaha
pencegahan level pertana, primer.
Peran Perawat Dalam Mengubah Perilaku Hidup Sehat Masyarakat

Menurut Blum (1974) perilaku memiliki peran besar dalam usaha


memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan daripada penyediaan sarana
kesehatan. Penyedian sarana kesehatan tidak akan berguna jika masyarakat
dengan untuk memanfaatkan sarana kesehatan tersebut. Guna meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang telah
disediakan diperlukan peran perawat atau petugas kesehatan untuk memberikan
pendidikan kesehata. Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat
mencakup tiga level pencegahan penyakit di antaranya adalah promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi. Adanya pendidikan kesehatan
oleh perawat diharapkan terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik pada
masyarakat.

Genetik

Lingkungan Status kesehatan Pelayanan


kesehatan

Perilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

Gambar 7. Teori Blum. Sumber: Mashudi, S (2009).

Menurut Notoatmodjo dan Sarwono (1986), terdapat tiga macam cara


yang dapat digunakan perawat dalam merubah perilaku masyarakat di antaranya
adalah: 1) menggunakan kekuasaan atau kekuatan; 2) memberikan informasi 3)
mengadakan diskusi dan partisipasi.

Perawat dalam merubah perilaku masyarakat dapat menggunakan


kekuasaan atau kekuatan. Seseorang dapat berubah perilakunya dengan
melakukan paksaan. Masyarakat dapat diancam dengan hukuman jika melanggar
atau diberikan hadiah jika menaati peraturan yang telah disepakati bersama.
Walaupun mengubah perilaku dengan paksaan terkadang kurang efektif, untuk
masyarakat golongan marginal cara ini biasanya lebih efektif.

Perawat dalam merubah perilaku masyarakat dengan cara memberikan


informasi kepada masyarakat. Pemberian informasi kepada masyarakat yang
paling sering adalah informasi cara hidup sehat dan pencegahan penyakit level
pertama dan kedua. Pemberian informasi ini diharapkan masyarakat memiliki
pengetahuan yang lebih baik sehingga terjadi perubahan perilaku. Pemberian
informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan merupakan cara yang paling
baik, akan tetapi cara ini membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.

Perawat dalam mengubah perilaku masyarakat dengan cara mengadakan


diskusi dan partisipasi dengan masyarakat. Adanya diskusi dan partisipasi
masyarakat dan perawat menunjukkan bahwa masyarakat sebagai subjek dari
pelayanan kesehatan. Perawat bersama masyarakat duduk bersama merumuskan
masalah yang dihadapi serta menentukan bagaimana pemecahan masalah tersebut.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Kegiatan ini sering dilaksanakan oleh perawat komunitas dan dipercaya sangat
efektif dalam memberdayakan masyarakat.

Salah satu teori perubahan perilaku yang sering digunakan sebagai


acuhan perawat adalah teori adopsi inovasi Rogers. Teori yang dikembangkan
oleh Roger dan Shoemaker (1971) menjelaskan lima tahap dalam proses adopsi
inovasi, di antaranya adalah 1) mengetahui (awarness); 2) perhatian (interest); 3)
memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba (trial); 5) setuju untuk menerima
(adoption), atau dikenal sebagai AIETA (awarness, interest, evaluation, trial,
adoption).

Roger percaya bahwa perubahan yang efektif tergantung pada individu


yang terlibat, tertarik, dan selalu berupaya untuk bekerja dan melaksanakan
perubahan.
Perilaku kesehatan (-)

Intervensi

awarness

interest

evaluation

trial

adoption

Perilaku kesehatan (-) Perilaku kesehatan (+)


Gambar 8. Teori adopsi inovasi Rogers. Sumber: Mashudi, S (2009).

Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat akan selalu berusaha melakukan
intervensi jika terdapat penyimpangan perilaku hidup pada masyarakat. Melalui intervensi yang
telah dirancang oleh perawat mula-mula individu menerima informasi dan ide baru (tahap
awarness). Pengetahuan dan ide baru akan menimbulkan minat terhadap individu (tahap Interest).
Perawat akan berusaha untuk meningkatkan motivasi terhadap ide baru yang telah diberikan
kepada individu tersebut (tahap evaluation). Melalui dukungan yang diberikan oleh perawat,
individu yang menerima ide baru akan berusaha mencoba menerapkan ide baru tersebut (tahap
trial). Jika ide baru tersebut menguntungkan individu maka hal ini akan berusaha dipertahankan
oleh individu (tahap adoption). Walaupun terkadang perilaku hidup sehat individu belum
terbentuk, seiring dengan berjalannya waktu, hal ini akan berubah jika didukung oleh suasana
lingkungan kondusif.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

B. Penelitian Yang Relevan


1. Chusnal ainy (2000) dalam penelitianya yang berjudul “model pembelajaran kooperatif
jigsaw dalam pengajaran matematika SD” hasil penelitian ini adalah model penelitian
kooperatif jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada materi pokok luas dan keliling
di kelas V Sekolah Dasar. Berdasarkan analisis, menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada prestasi belajar dengan
model pembelajaran langsung.
2. Budi usodo (2000) dalam penelitianya yang berjudul “penerapan model pembelajaran
kooperatif jigsaw pada pembelajaran MIPA. Hasil penelitian ini adalah model Jigsaw
tidak dapat meningkatkan prestasi belajar pada pokok bahasan limit fungsi pada
mahasiswa jurusan MIPA FKIP UNS.
3. Ita kurniawati (2003) dalam penelitianya yang berjudul “pembelajaran kooperatif Jigsaw
terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas II SLTP
Negeri 15 Surakarta”. Hasil prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Jigsaw
lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada pokok bahasan jajarangenjang,
belah ketupat, dan layang-layang.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada pemberian pada
pemberian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka berpikir berguna
untuk mengaitkan teori-teori yang seolah-olah terlepas menjadi satu rangkaian yang utuh untuk
menentukan jawaban sementara.
1. Kaitan antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw II dalam pembelajaran
terhadap prestasi belajar Sosiologi Keperawatan.
Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan di atas maka dapat diuraikan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dalam
mencapai tujuan proses pengajaran dapat dilihat dari prestasi belajar mahasiswa. Banyak
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah cara penyajian materi dan
aktivitas belajar siswa.
Model pembelajaran Jigsaw II merupakan salah satu alternatif pembelajaran Sosiologi
Keperawatan untuk meningkatkan minat dan aktivitas mahasiswa dalam belajar Sosiologi
Keperawatan, sehingga diharapkan pemaknaan mahasiswa terhadap proses pembelajaran
Sosiologi Keperawatan terjadi dengan lebih baik. Sehingga penggunaan pembelajaran
Jigsaw II dalam pembelajaran dalam diri mahasiswa, yang menghasilkan semangat
belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Mahasiswa yang memiliki minat
belajar yang baik akan berusaha mencapai prestasi sebaik mungkin. Dengan demikian
semakin tinggi minatnya, prestasi belajarnya juga semakin baik.
Jadi, mahasiswa yang memiliki minat tinggi besar kemungkinan akan mempunyai
prestasi belajar Sosiologi keperawatan yang lebih baik dibanding dengan mahasiswa yang
memiliki minat sedang. Demikian juga mahasiswa yang memiliki minat sedang diduga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

akan mempunyai prestasi belajar Sosiologi Keperawatan yang lebih baik dari pada siswa
yang mempunyai minat rendah.
2. Kaitan antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw II dalam pembelajaran
terhadap minat belajar Sosiologi Keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata cara penyajian materi dan minat belajar siswa adalah
faktor penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Dari pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Metode Jigsaw Minat belajar mahasiswa Prestasi belajar mahasiswa

Gambar 9. Kerangka pikir


D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
4. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat
belajar mahasiswa.
5. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan prestasi
belajar mahasiswa.
6. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat dan
prestasi belajar mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. SETTING PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, di mana peneliti juga berperan sebagai dosen pelaksana
tindakan. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai minggu pertama Februari sampai
minggu keempat bulan Mei 2010, di Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo 59 Surabaya pada mahasiswa semester II.
Dipilihnya Program Studi ini didasarkan pertimbangan bahwa dosen diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas
pembelajaran.
B. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester II Program Studi D3 Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya berjumlah 48 mahasiswa, terdiri
atas 26 perempuan dan 24 laki-laki. Dipilihnya kelas ini karena sebagian besar minat dan rata-rata
hasil belajar Sosiologi Keperawatan rendah.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan memecahkan permasalahan-permasalahan riil yang muncul di
kelas dengan cara memberikan suatu tindakan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Classroom Action Research atau penelitian tindakan kelas. Tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan minat dan
prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan.
Penelitian tindakan terdiri atas siklus-siklus, masing-masing siklus materi yang dibahas
berbeda. Langkah-langkah yang yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Rencana
tindakan, 2. Pelaksanaan tindakan, 3. Observasi, dan 4. Refleksi. Desain penelitian yang digunakan
adalah desain penelitian menurut Kemmis and Taggar (1990), seperti gambar di bawah ini.

39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

Gambar 10. Siklus PTK menurut Kemmis and Taggart (1990)


Dikutip dari: Herawati,S (2009)

D. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Rencana Tindakan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah sebagai berikut.
a. Menyususun rencana pelaksanaan pembelajaran
b. Menyiapkan bahan ajar konsep keperawatan keluarga
c. Menyusun lembar observasi dosen dan mahasiswa untuk melihat bagaimana kondisi
belajar di kelas saat model Jigsaw diaplikasikan.
d. Menyusun angket untuk mengetahui minat mahasiswa selama pembelajaran dengan
metode Jigsaw.
e. Menyusun format catatan kejadian harian untuk mencatat kegiatan penting dalam
pembelajaran.
f. Menyusun format catatan hasil refleksi untuk mendokumentasikan temuan hasil refleksi.
g. Menyiapkan sarana pembelajaran berupa LKS dan Buku Ajar.
h. Menyusun alat evaluasi untuk pretest dan tes akhir.

2. Implementasi Tindakan
Kegiatan yang berlangsung selama dua siklus menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Siklus I (pertama)
1) Pendahuluan
a) Memotivasi mahasiswa
b) Menyiapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran
c) Membentuk kelompok secara heterogen
2) Kegiatan Inti
a) Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan mahasiswa.
b) Mahasiswa dibagi menjadi 12 tim “kelompok Asal” yang anggotanya terdiri dari
4 mahasiswa yang karakteristiknya heterogen.
c) Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa
bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik
tersebut.
d) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan
saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini
disebut “Kelompok Ahli” yang terbagi dalam 8 kelompok dengan anggota 6
mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

e) Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok
asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah
dipelajari dalam kelompok pakar.
f) Dosen melakukan observasi hasil kerja dan memastikan bahwa seluruh
kelompok telah memahami materi yang dibahas.
g) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

3) Penutup
a) Membimbing mahasiswa membuat rangkuman
b) Memberikan tes akhir/kuis.
c) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya bagus.
d) Memberi tugas untuk kegiatan pertemuan berikutnya.
b. Siklus berikutnya
Seperti halnya siklus pertama, siklus berikutnya terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Seluruh kegiatan yang dilakukan
pada siklus berikutnya tegantung dari hasil refleksi dan analisis kegiatan
yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. Siklus berikutnya bertujuan
untuk memperbaiki kekurangan pelaksanaan tindakan pada siklus
sebelumnya dan meningkatkan pelaksanaan tindakan apabila hasil yang
dicapai sudah memenuhi harapan. Jika dengan dua siklus belum mencapai
tujuan pembelajaran makan dilanjutkan dengan siklus ketiga.
3. Observasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan observasi terhadap
pelaksanaan tindakan dengan menerapkan instrumen observasi yang telah disusun dalam tahap
perancanaan, meliputi: a. Melakukan observasi terhadap dosen yang melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan model Jigsaw, b. Melakukan observasi terhadap mahasiswa selama kegiatan
kerja kelompok, c. Mencatat kejadian penting selama pembelajaran berlangsung, dan d.
Mememinta kepada mahasiswa untuk mengisi angket minat sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi. Kegiatan observasi dilakukan oleh kolaborator bersama dengan kegiatan tindakan.
4. Analisis dan Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan hasil observasi, kemudian
dianalisis untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan serta hal-hal yang sudah baik dalam
penerapan model pembelajaran. Hasil analisis kemudian diperbaiki pada siklus berikutnya.
Setiap selesai memberikan tindakan, dosen dibantu kolaborator akan dapat menilai
dirinya secara objektif apakah dosen sudah dapat menerapkan model Jigsaw dalam pembelajaran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

dengan baik, sehingga minat dan hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan. Disamping itu
hasil analisis juga dapat memberi gambaran mengenai hasil penguasaan kompetensi mahasiswa.
E. CARA PENGUMPULAN DATA
1. Jenis Data
Data dalam penelitian ini berupa: 1. Data minat belajar mahasiswa, 2. Data hasil tes
penguasaan kompetensi dasar mahasiswa.
2. Sumber Data
Sumber data yang dipakai adalah mahasiswa, dosen peneliti, dan kolaborator.
3. Teknik Pengumpulan Data
Guna mendukung kelancaran pengumpulan data, maka diperlukan teknik yang tepat.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Angket
Menurut Suharini Arikunto (1998) angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang dia ketahui. Angket digunakan untuk mengetahui minat
mahasiswa.
Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket tertutup dengan bentuk pilihan
ganda. Alasan angket digunakan sebagai alat pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1) Dapat dibuat standart, sehingga setiap subjek dapat diberi pertanyaan yang sama.
2) Dapat dilakukan secara serentak kepada subjek yang diteliti.
3) Pelaksanaan memerlukan waktu yang singkat dan efisien.
Guna menentukan ruang lingkup dan aspek yang diukur, maka disusun kisi-kisi angket
minat belajar mata kuliah Sosiologi keperawatan seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Kisi-kisi minat belajar pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan


Indikator Butir No Item
Positif Negatif
Perasaan a. Pendapat mahasiswa terhadap mata
senang kuliah sosiologi keperawatan 1 32
b. Kesan mahasiswa terhadap dosen 2 29,35
sosiologi keperawatan
c. Perasan mahasiswa saat belajar
kelompok sosiologi keperawatan di 3,5
kelas
d. Perasaan mahasiswa saat belajar 7
sosiologi keperawatan secara kelompok
di kampus
e. Perasaan mahasiswa saat belajar 33 6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

sosiologi keperawatan secara kelompok


di rumah
Perhatian a. Perhatian mahasiswa saat mengikuti
pelajaran sosiologi keperawatan 12
b. Perhatian mahasiswa saat ada ulangan 31 4
sosiologi keperawatan
c. Perhatian mahaiswa saat mengalami 9
kesulitan belajar sosiologi keperawatan
d. Perhatian mahasiswa saat diskusi 10
sosiologi keperawatan
Konsentrasi a. Konsentrasi mahasiswa saat mengikuti kuliah
sosiologi keperawatan 8, 11, 21
b. Konsentrasi belajar sosiologi keperawatan di
rumah 13,20,22
Kesadaran a. Kesadaran mahaisiwa untuk belajar sosiologi
keperawatan di rumah 15,25
b. Kesadaran mahasiswa untuk menambah
pengetahuan sosiologi keperawatan diluar jam
kuliah 16
c. Kesadaran mahasiswa untuk mengerjakan tugas
d. Langkah mahasiswa untuk mengatasi kesulitan 14,17
belajar sosiologi
26 23
Kemauan a. Kemauan mahasiswa untuk mengikuti mata
kuliah sosiologi keperawatan 28
b. Kemauan mahasiswa untuk mengerjakan soal
sosiologi keperawatan
c. Kemauan mahasiswa untuk belajar sosiologi 18,19
keperawatan dari berbagai sumber

24,30 27,34
Total 26 9

b. tes
Tes adalah serentetan pernyataan yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Suharini Arikunto, 1998). Tes yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah berupa butir-butir soal berbentuk objektif untuk penguasaan kompetensi dasar.
c. wawancara
Menurut Nursalam (2009) pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mencakup
permasalahan secara luas yang menyangkut kepribadian, perasaan, dan emosi seseorang.
Tujuan wawancara untuk menggali emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu
permasalahan penelitian. Pengumpulan data secara wawancara dilakukan kepada
mahasiswa yang memiliki motivasi sangat tinggi dan prestasi pembelajaran yang baik.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Penentukan minat belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan uji
validitas keabsahan data, analisis juga dengan membandingkan skor. Penentuan kriteria minat
berpedoman pada tes minat berprestasi (Safari, 2004) pada tebel berikut.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Tabel 4. Kriteria minat mahasiswa


No Skor Rerata Kelas Kualifikasi
1 114 – 140 Sangat tinggi
2 88 – 113 Tinggi
3 62 – 87 Rendah
4 35 – 61 Sangat Rendah

2. Penentuan hasil belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat hasil dari
tes awal dan tes akhir. Hasil tersebut kemudian dihitung jumlah dan prosentase siswa yang
mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan 65 (sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang ditentukan oleh fakultas) pada setiap siklus.

3. Penentuan pengaruh penerapan pembelajaran model Jigsaw terhadap minat dan hasil belajar
dilakukan teknik triangulasi sumber dan metode observasi. Peneliti memilih sejumlah
mahasiswa yang mendapatkan skor minat dan hasil belajar tertinggi untuk dilakukan
wawancara, analisis interaktif.

G. INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1. Adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan
semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dan skor masing-masing mahasiswa
meningkat minimal 80% jumlah mahasiswa. Sebagai tolok ukurnya adalah perbandingan
skor rerata minat belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dan setelah tindakan.
2. Adanya peningkatan hasil belajar mahasiswa, sehingga yang mendapatkan nilai sama atau
lebih besar 55 sebesar sama atau lebih besar dari 80% mahasiswa Program Studi D3
keperawatan semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Sebagai tolok ukurnya
adalah perbandingan ketuntasan belajar mahasiswa yang dicapai pada tes materi
kompetensi dasar sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa semester II Program Studi D3
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya Jawa
Timur.
1. Program Studi D3 Keperawatan
Program Studi D3 Keperawatan merupakan program studi pertama di
bidang kesehatan yang berada di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Pendirian Program Studi D3 keperawatan didirikan atas dasar untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya ahli madya kesehatan, maka pada tahun
1992 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pembinaan Kesehatan melalui surat
No. IV.B/4.a/220/1992 tanggal 14 desember 1992 mengajukan permohonan
pendirian pendidikan ahli madya kesehatan di lingkungan Muhammadiyah/Aisiyah
kepada Sekretaris Jendral Departemen Kesehatan RI UMSurabaya termasuk salah
satu yang diajukan untuk membuka program pendidikan yang dimaksud.
Berdasarkan SK menteri Kesehtaan RI No. HK.00.06.1.1.3331 tanggal 8 September
1993 secara resmi berdiri Akademi keperawatan (AKPER) di lingkungan
UMSurabaya.
Penyelenggaraan Program Studi D3 Keperawatan bertujuan:
a. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi yang bermutu di bidang
akademik dan atau profesional, efektif serta efisien sesuai dengan visi dan
misi.
b. Menciptakan iklim akademik yang kondusif untuk mendorong civitas
akademika dalam usaha meningkatkan mutu, serta pengabdian kepada
masyarakat secara berkesinambungan.
c. Menghasilkan Ahli Madya Keperawatan (A.Md. Kep) yang memiliki
kompetensi moral, intelektual, teknikal, dan budaya, dan berdaya saing
dengan didasari iman dan takwa serta kepribadian Muhammadiyah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Kurikulum yang berlaku di Program Studi D3 Keperawatan Universitas


Muhammadiyah Surabaya berdasarkan keputusan menteri pendidikan no.
232/U/2000, SK Menkes RI no. HK.00.06.2.4.3199 tanggal 14 september 2004
tentang petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan jenjang tinggi pendidikan
tenaga kesehtaan dan kurikulum persyarikatan, maka jumlah SKS yang diytempuh
adalah sebanyak 120 SKS ditempuh dalam 6 semester.
Jumlah mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan pada tahun ajaran
2009/2010 berjumlah 134 mahasiswa. Sejumlah 134 mahasiswa tersebut tersebar
dalam tiga tingkat dengan rincian tingkat I berjumlah 48 mahasiswa, tingkat II
berjumlah 40 mahasiswa dan tingkat III berjumlah 46 mahasiswa. Peneliti memilih
mahasiswa tingkat I dengan alasan saat ini, semester II sedang diajarkan mata
kuliah Sosiologi Keperawatan.
Jumlah dosen yang mengajar di Program Studi D3 Keperawatan sebanyak 47
dosen, dengan rincian 2 dosen DPK, 9 dosen tetap dan 36 dosen luar biasa. Dari 47
dosen tersebut dua diantaranya adalah pengajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan.
Sugeng Mashudi, S.Kep,. Ns adalah dosen penanggung jawab mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan latar belakang pendidikan keperawatan, sedangkan
dosen pengajar Sosiologi Keperawatan lain adalah Imam Syafi’i, S.H. dengan latar
belakang pendidikan hukum.
2. Proses Belajar Mengajar Sosiologi Keperawatan
Sosiologi keperawatan merupakan salah satu kelompok mata kuliah
kehidupan bermasyarakat (MBB) selain mata kuliah keperawatan komunitas,
keperawatan keluarga dan keperawatan gerontik. Mata kuliah sosiologi
keperawatan diajarkan pada semester 2 dengan bobot 2 sks, perkuliahan
dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 12.40-14.10 wib bertempat di ruang kuliah
lantai II Gedung F FIK Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Metode pembelajaran yang diterapkan pada mata kuliah sosiologi
keperawatan selama ini menggunakan model pembelajaran konvensional, ceramah.
Perkuliahan dilaksanakan selama 14 minggu dan diakhir perkuliahan diadakan
evaluasi pembelajaran, Ujian Akhir Semester.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

B. TEMUAN PENELITIAN
1. Kondisi Pra Tindakan
a. Minat Mahasiswa
Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa,
peneliti menyebar angket minat. Guna mendapatkan data yang
sebenarnya maka pada lembar minat mahasiswa tidak diperkenankan
mencantumkan identitasnya. Setelah angket disebarkan, peneliti
mengumpulkan angket dan melakukan pensekoran. Kondisi mahasiswa
sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw menunjukkan skor
rata-rata minat belajar mahasiswa adalah rendah (78,7).
b. Prestasi Mahasiswa
Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa,
peneliti melakukan pre test. Pretest dilaksanakan satu minggu sebelum
peneliti menerapkan model pembelajaran Jigsaw (31 Maret). Setelah
pretest dilakukan, peneliti mengumpulkan lembar jawaban dan
melakukan pensekoran. Peneliti membandigkan nilai mahasiswa
dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di
Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya. Berdasarkan nilai pretest
menunjukkan bahwa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw
sebagian besar mahasiswa (81,2% atau 39 mahasiswa) memiliki nilai di
bawah KKM.
2. Siklus I
a. Perencanaan
1) Dosen menyusun daftar observasi yang terdiri atas kegiatan dan
keterlaksanaan dalam pembelajaran.
2) Dosen mencatat hal-hal yang terjadi saat kegiatan berlangsung
berdasarkan urutan kegiatan.
3) Urutan pelaksanaan jigsaw adalah:
a) Dosen memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

b) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki


tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik
yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu
mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam
ini disebut “Kelompok Ahli” yang terbagi dalam 8
kelompok dengan anggota 6 mahasiswa.
c) Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar
kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar
anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam
kelompok pakar.
d) Observer melakukan observasi hasil kerja dan memastikan
bahwa seluruh kelompok telah memahami materi yang
dibahas.
e) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team
para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang
telah dipelajari.
b. Penerapan
Tindakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Dosen memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran
metode Jigsaw pada pokok bahasan konsep keluarga.
2) Para anggota dari kelompok ahli yang terdiri atas 6 mahasiswa
bertemu untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama.
3) Selanjutnya para mahasiswa yang berada dalam kelompok pakar
kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar anggota
lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok
pakar.
4) Observer melakukan observasi hasil kerja dan memastikan
bahwa seluruh kelompok telah memahami materi yang dibahas.
5) Dosen melakukan evaluasi pembelajaran.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

c. Hasil

Tabel 5. Hasil tes minat sebelum dan setelah silkus I pembelajaran model
Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010
No Hasil Tes Pre test Siklus I
1 Nilai tertinggi 100 117
2 Nilai terendah 40 60
3 Rata-rata nilai kelas 76,7 96,3

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebelum siklus rata-rata


minat mahasiswa tergolong rendah (76,7), setelah siklus I rata-rata minat
mahasiswa mengalami kenaikan (96,3). Nilai tertinggi yang dapat dicapai
mahasiswa 117 dan nilai terendah yang dapat dicapai 60.
Tabel 6. Hasil tes prestasi sebelum dan setelah pembelajaran model Jigsaw
pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010
No Hasil Tes Pre test Siklus I
Nilai tertinggi 72 100
Nilai terendah 12 30
Rata-rata nilai kelas 38 72,77
Pencapaian ketuntasan 18,8% 75%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan


pembelajaran model Jigsaw pada siklus I jumlah mahasiswa yang lulus
sebanyak 75%.
d. Refleksi
Setelah dilaksanakan perencanaan dan pelaksanaan, peneliti
menemukan fakta bahwa data yang diperoleh antara lain adanya
peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan
semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dan skor masing-
masing mahasiswa yang mengalami peningkat sebanyak 81,3% (indikator
keberhasilan 80%) dari jumlah mahasiswa. Sebagai tolak ukurnya adalah
peningkatan skor rerata minat belajar siswa sebelum dilakukan tindakan
sebesar 76,6 dan setelah tindakan menjadi 96,3.
Secara prestasi terjadi perbaikan prestasi mahasiswa, hal ini
dibuktikan jumlah mahasiswa yang mendapat skor di bawah KKM
mengalami penurunan dari 81,2 % menjadi 25%. Jika dilihat dari indikator
keberhasilan, pada siklus I belum bisa dikatakan bahwa pembelajaran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

Jigsaw mampu meningkatkan prestasi mahasiswa (indikator keberhasilan


80% memiliki nilai di atas KKM).
Hasil yang diperoleh peneliti yang lain adalah:
1) Mahasiswa masih terlihat bingung terhadap tahapan pembelajaran
Jigsaw, kapan mahasiswa masuk ke kelompok ahli atau kelompok asal.
2) Pada sesi diskusi kelompok asal mahasiswa cenderung sibuk menulis
jawaban pertanyaan pada LKS.
3) Dosen terlihat kurang memotivasi mahasiswa
4) Mahasiswa terlihat tegang saat dilakukan evaluasi
3. Siklus II
a. Perencanaan
Sesuai dengan pembahasan pada refleksi siklus I, maka pada siklus II,
peneliti menyusun tahapan perencanaan yang terdiri atas:
1) Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw ditampilkan dalam slide power
poin termasuk daftar mahasiswa pada kelompok ahli dan kelompok
asal.
2) Dosen lebih aktif meningkatkan minat mahasiswa untuk berdiskusi
pada bahan yang telah disediakan.
3) Dosen menampilkan cuplikan film pendek berjudul vertikal limit untuk
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
4) Sebelum dilakukan evaluasi pembelajaran, dosen kembali memutar film
berdurasi pendek untuk menambah semangat mahasiswa dan
mengurangi ketegangan menjelang evaluasi.
b. Penerapan
Tindakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Dosen memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran
metode Jigsaw pada pokok bahasan persepsi sehat sakit
masyarakat.
2) Dosen memutarkan film vertilkal limit untuk meningkatkan
motivasi mahasiswa pada proses pembelajaran Jigsaw.
3) Para anggota dari kelompok ahli yang terdiri atas 6 mahasiswa
bertemu untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

4) Selanjutnya para mahasiswa yang berada dalam kelompok pakar


kembali kekelompok asal (home time) untuk mengajar anggota
lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok
pakar.
5) Perwakilan mahasiswa menjelaskan konsep sehat sakit
masyarakat di depan.
6) Dosen memutarkan film sebelum melakukan evaluasi
pembelajaran.
c. Hasil

Tabel 7. Hasil tes prestasi sebelum dan setelah pembelajaran model


Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010
No Hasil Tes Pre test Siklus I Siklus II

Nilai tertinggi 72 100 95


Nilai terendah 12 30 50
Rata-rata nilai kelas 38 72,77 72,83
Pencapaian ketuntasan 18,8% 75% 93,8%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan
metode pembelajaran Jigsaw pada siklus II nilai tertinggi yang dicapai
mahasiswa adalah 95.
Tabel 8. Hasil tes efektif sebelum dan setelah pembelajaran model
Jigsaw berdasarkan KKM pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan
April 2010
No Hasil Tes Pre Test Siklus I Siklus II
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Di atas 9 18,8% 36 75% 45 93,8%
KKM
2 Di bawah 39 81,2% 12 25% 3 6,2%
KKM

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan


metode pembelajaran Jigsaw pada siklus II jumlah mahasiswa yang
mendapatkan nilai di atas KKM sebanyak 45 mahasiswa (93,8%) dan
yang mendapatkan nilai di bawah KKM sebanyak 3 mahasiswa (6,2%).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

d. Refleksi
Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, peneliti melakukan
pembahasan dan terdapat data-data sebagai berikut:
1) Mahasiswa tidak terlihat bingung terhadap tahapan pembelajaran Jigsaw,
dengan melihat slide yang ditampilkan mahasiswa lebih mengerti kapan
masuk ke kelompok ahli atau kapan masuk kelompok asal.
2) Dosen terlihat lebih aktif membimbing mahasiswa dalam berdiskusi dengan
berkeliling secara periodik ke setiap kelompok.
3) Penayangan film vertikal limit terlihat lebih memacu minat mahasiswa
untuk mengikuti proses pembelajaran Jigsaw.
4) Mahasiswa terlihat lebih siap dan tenang saat mengerjakan evaluasi setelah
dosen memutarkan film.
4. Hasil Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam terkait dengan peningkatan minat dan
prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi
Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
Wawancara kami lakukan pada enam mahasiswa yang memiliki skor minat
yang tinggi dan memiliki prestasi yang baik. Secara keseluruhan peneliti
mengajukan tujuh pertanyaan terkait dengan minat dan prestasi belajar pada
enam mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa yang tidak lulus perlu
dilakukan remidial.
Model Jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama
teman sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Menuntut
mahasiswa untuk berfikir secara aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan
model pembelajaran jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat
bertukar pikiran dengan teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli,
mendapatkan banyak pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok
asal. Belajar dengan Jigsaw lebih menyenangkan sehingga dengan
penerapan pembelajaran tersebut mahasiswa optimis mampu meningkatkan
minat dan prestasi mahasiswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Model Jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi mahasiswa.


Pada proses pembelajaran mahasiswa lebih aktif untuk berdiskusi dengan
teman kelompoknya, sehingga dengan semakin aktifnya mahasiswa dalam
pembelajaran maka materi yang tersaji lebih mudah dipahami.
“model pembelajaran ini telah meningkatkan prestasi belajar saya. Model
jigsaw menuntut kreatifitas saya bersama teman sekelompok baik kelompok
ahli maupun kelompok asal. Jika tidak aktif dalam pembelajaran tentunya
saat tes di akhir pokok bahasan nilai saya tidak sebagus yang saya
dapatkan saat ini” (SF: 1/3 2010, 13.00).
“model pembelajaran jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar
saya, tes pertama sebelum di terapkan jigsaw nilai saya hanya 56, setelah
diterapkan jigsaw nilai saya 100 pada tes kedua dan 95 pada tes ketiga.
Model jigsaw menuntut saya untuk selalu aktif dalam berfikir disetiap
diskusi, jika saya pasif saya akan tertinggal dengan mahasiswa lain” (DA:
1/3 2010, 13.15).
Model pembelajaran Jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi
mahasiswa. Proses pembelajaran dengan student center membuat
mahasiswa tidak mudah merasa jenuh dan memudahkan mahasiswa
mendapatkan pengetahuan baru.
“saya yakin model pembelajaran jigsaw mampu meningkatkan prestasi aku.
Saya bisa aktif dan senang dalam belajar. Dengan model pembelajaran ini
belajar tidak menjadi jenuh, bisa bertukar pikiran dengan teman lain
terutama saat diskusi kelompok ahli, dan mendapatkan banyak pengetahuan
dari teman lain saat diskusi kelompok asal”. (ST: 1/3 2010, 13.30).
Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan pemahaman
terhadap materi yang diajarkan. Dengan membaca mahasiswa tahu, dengan
menulis mahasiswa hafal dan dengan berbicara mahasiswa paham.
“saya yakin, prestasi pembelajaran tentunya tidak hanya ditentukan dengan
kepandaian membaca, menulis, dan menghafal. Model pembelajaran jigsaw
mengajarkan kita untuk berbicara langsung setelah kita membaca, dengan
berbicara kepada teman kita terhadap apa yang kita baca membuat kita
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

lebih cepat hafal dan paham terhadap materi pembelajaran” (AE: 1/3
2010, 13.45).
Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat dan
prestasi belajar mahasiswa. Skor nilai yang di perlihatkan setiap selesai
evaluasi mampu memberikan optimisme dan penghargaan tersendiri bagi
mahasiswa. Minat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan
meningkat.
“ya, karena setelah diterapkan model pembelajaran jigsaw nilai saya
sangat memuaskan. Ini terbukti niali tes saya selalu diats 90 bahkan nilai
tes ke dua saya mendapatkan nilai 100. Saya sangat berminat dengan mata
kuliah sosiologi sehingga lebih giat belajar” (DQ: 1/3 2010, 14.05).
Model pembelajaran Jigsaw cocok diterapkan pada pembelajaran sosiologi
keperawatan. Mahasiswa berharap mata kuliah lain juga menerapkan
metode Jigsaw.
“100% sangat yakin, karena kemampuan belajar saya memang sesuai
dengan metode ini. Saya berharap apabila semua pembelajaran di kampus
ini memekai metode seperti sosiologi” (AH: 1/3 2010, 14.15).
C. PEMBAHASAN

1. Peningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah


Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model
Jigsaw.
Skor rata-rata minat belajar mahasiswa sebelum dilakukan metode
pembelajaran Jigsaw sebesar 78,7 dan setelah dilakukan metode pembelajaran
Jigsaw terjadi peningkatan skor rata-rata minat belajar mahasiswa menjadi
96,3. Jumlah masing-masing mahasiswa yang mengalami kenaikan skor
minat sebanyak 39 (81,3%) mahasiwa, tetap sebanyak 7 (15 %)mahasiswa,
dan turun sebanyak 2 (4%) mahasiswa.
Adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3
keperawatan pada mata kuliah sosiologi keperawatan dari 78,7 menjadi 96,3
dan skor masing-masing mahasiswa yang mengalami peningkatan 81,3%
(indikator keberhasilan minimal 80%) dari jumlah mahasiswa membuktikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

bahwa hipotesis pembelajaran sosiologi keperawatan melalui metode Jigsaw


dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa telah terbukti.
Purwoto (2000) menyatakan bahwa minat adalah sejenis perasaan, minat
adalah perkara hati yang didorong oleh keinginan yang datangnya dari dalam
jiwa. Sedangkan Kurt Siregar (1987) menjelaskan bahwa minat adalah suatu
landasan yang paling menyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar.
Jadi, seorang siswa yang memiliki rasa ingin belajar ia akan lebih cepat
mengerti dan mengingatnya.Timbulnya rasa senang, memberi perhatian,
kesadaran, konsentrasi, dan kemauan dalam mempelajari Sosiologi
Keperawatan merupakah suatu hal yang diperlukan dalam meningkatkan
prestasi belajar, sehingga perbedaan minat belajar pada mahasiswa
berdampak pada perbedan hasil belajar yang dicapainya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan metode
pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa.
Menurut peneliti hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat
mahasiswa di Program Studi D3 Keperawatan adalah mengajak tim pengajar
Sosiologi Keperawatan lain untuk menggunakan metode sejenis dalam
pengajaran. Tim pengajar lain sampai saat ini masih menggunakan model
pembelajaran ceramah atau klasikal.
2. Peningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah
Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model
Jigsaw.
Prestasi mahasiswa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw
menunjukkan, sebagian besar mahasiswa (81,2% atau 39 mahasiswa) memiliki
nilai dibawah KKM. Setelah dilakukan metode pembelajaran Jigsaw terjadi
peningkatan prestasi mahasiswa, hal ini dapat dilihat pada hasil evaluasi sikus I
mahasiswa yang memiliki nilai di bawah KKM menurun menjadi (23% atau 11
mahasiswa) dan pada siklus II mahasiswa yang memiliki nilai di bawah KKM
menurun sampai 6,2% atau hanya 3 mahasiswa yang mendapat nilai dibawah
KKM. Adanya peningkatan hasil belajar mahasiswa, sehingga yang
mendapatkan nilai sama atau lebih besar 55 sebesar sama atau lebih besar dari
80% mahasiswa Program Studi D3 keperawatan semester II pada mata kuliah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

Sosiologi Keperawatan menunjukkan bahwa hipotesis pembelajaran sosiologi


keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa telah terbukti kebenarannya.
Diketahui bahwa prestasi belajar sosiologi keperawatan adalah hasil
interaksi antara berbagai komponen yang terdapat di dalam pembelajaran. Pada
metode pembelajaran kooperatif Jigsaw, yang dimaksud aktivitas belajar
mahasiswa meliputi waktu untuk belajar Sosiologi Keperawatan, sikap mandiri
dalam mengikuti pelajaran mata kuliah Sosiologi Keperawatan, belajar
Sosiologi Keperawatan secara kelompok, mengerjakan tugas atau latihan
sendiri, dan mempelajari sumber pelajaran selain buku ajar Sosiologi
keperawatan.
Penggunaan metode pembelajaran Jigsaw topik konsep keluarga dan
perilaku sehat-sakit masyarakat membuat mahasiswa menjadi lebih aktif dalam
proses pembelajaran, terutama pada diskusi kelompok ahli merangsang
mahasiswa untuk mandiri dan beraktualisasi atas kemampuan memahami
konsep yang telah diberikan. Sebaliknya, pada metode pembelajaran
konvensional mahasiswa secara monoton dan pasif menerima informasi dari
dosen, sehingga peran dosen sangat dominan. Semua kegiatan mahasiswa
berada di tangan dosen, karena proses belajar mengajar berbeda sehingga
mempengaruhi hasil belajar.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan metode
pembelajaran Jigsaw sesuai diterapkan pada mata kuliah Sosiologi
Keperawaan.
3. Peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata
kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif
model Jigsaw.
Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat dan prestasi
belajar mahasiswa. Skor nilai yang di perlihatkan setiap selesai evaluasi
mampu memberikan optimisme dan penghargaan tersendiri bagi mahasiswa.
Minat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan meningkat.
Model pembelajaran Jigsaw cocok diterapkan pada pembelajaran sosiologi
keperawatan. Mahasiswa berharap mata kuliah lain juga menerapkan metode
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Jigsaw. Model jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama teman
sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Mahasiswa menjadi
berfikir lebih aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan model pembelajaran
Jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat bertukar pikiran dengan
teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli, mendapatkan banyak
pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok asal. Belajar dengan jigsaw
lebih menyenangkan sehingga dengan penerapan pembelajaran tersebut
mahasiswa optimis mampu meningkatkan minat dan prestasi mahasiswa.
Menurut Soesilowindradini dalam (Tuharjo, 1989), suatu kegiatan
yang dilakukan tidak sesuai minat akan menghasilkan prestasi yang
kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat
seseorang akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat
menimbulkan motivasi. (Purnama, 1994) menjabarkan karakteristik
individu yang memiliki minat tinggi terhadap sesuatu yaitu adanya
perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada
keberhasilan, mempunyai kebanggaan, kesediaan untuk berusaha dan
mempunyai pertimbangan yang positif.
Minat pada dasarnya berfungsi sebagai pendorong usaha dalam
pencapaian prestasi. Mahasiswa yang memiliki minat yang tinggi maka
prestasi yang diperoleh akan lebih baik pula, sebaliknya apabila minat
belajar yang rendah dan merasa dirinya bosan dan malas belajar maka
prestasi belajarnya akan menurun. Hal ini secara langsung akan
mempengaruhi output proses belajar di keperawatan (Sardiman, 2001).
Menurut Chusnal Ainy (2000) menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada prestasi
belajar dengan model pembelajaran langsung. Ita kurniawati (2003)
menunjukkan bahwa hasil prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada pokok bahasan
jajaran genjang, belah ketupat, dan layang-layang.

D. KETERBATASAN PENELITIAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model


Jigsaw dalam Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Mata Kuliah Sosiologi
Keperawatan” ini disusun oleh peneliti dengan sampel dan mata kuliah
tertentu.
Sampel yang digunakan peneliti terbatas pada mahasiswa D3
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya,
sehingga penelitian ini belum tentu cocok diterapkan pada kelas lain.
Mata kuliah yang digunakan penelitian ini hanya mata kuliah Sosiologi
keperawatan. Sehingga metode pembelajaran Jigsaw belum tentu cocok
diterapkan pada mata kuliah lain.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

BAB V
PENUTUP
E. KESIMPULAN
Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya hasil analisis
serta mengacu pada rumusan masalah dan hipotesis yang telah di uraikan
di depan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
7. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan minat belajar mahasiswa.
8. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.
9. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw terbukti
mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif selama proses
pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar mahasiswa meningkat.
F. IMPLIKASI
Sesuai dengan kesimpulan yang telah dinyatakan bahwa
pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat
meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa terutama pada pokok
bahasan konsep keluarga dan konsep sehat-sakit masyarakat. Hal ini dapat
digunakan sebagai acuhan dalam mengembangkan dan penggunaan
metode pembelajaran Jigsaw pada pokok bahasan yang lainnya.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memilih dan mempersiapkan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Program
Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya, dalam penerapan Jigsaw sesuai dengan apa
yang diharapkan, meskipun masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil
kesimpulan penelitian Jigsaw mampu mendorong mahasiswa untuk lebih
aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar
mahasiswa meningkat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

G. SARAN
Guna meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Jigsaw hendaknya diterapkan secara menyeluruh
pada proses pembelajaran. Dosen cenderung melaksanakan proses
pembelajaran konvensional jika Jigsaw tidak dilaksanakan secara
menyeluruh.
2. Perlu dibuat modul proses pembelajaran Jigsaw, sehingga dosen
pengajar pada setiap mata kuliah yang ada di Program Studi D3
Keperawatan dapat menerapkan model pembelajaran Jigsaw.
3. Dosen perlu meningkatkan minat belajar mahasiswa dengan
pembelajaran model Jigsaw sehingga prestasi belajar meningkat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery


dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.
Anita, L. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Arikunto, S. 1998. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.
----- 1999.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Bailon dan Maglaya. 1978. Perawatan Kesehatan Keluarga: Suatu Pendekatan
Proses (Terjemahan), Jakarta: Pusdiknakes.
BKKBN, 2000. Pendataan Keluarga Tahun 2000.
Blum, H L, 1974. Planning for health, development and Application of Social
Change Theory. New York: Human Sciences Press.
Chusnal, A. 2000. Model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam pengajaran
matematika SD. Thesis: UNS.
Depkes RI. 1998. Standar Praktek Keperawatan Bagi Perawat Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.
Ebsten, R. 2004. Learning from the problems of problem-based learning.
http://www.biomedcentral.com/1472-6920/4/1. Diakses pada 18 Januari 2009
jam 09.30 wib.
Field, D. 1953. Structured Strain in the Role of the Soviet Physician. American
Journal of Sociology. 58: 493-502
Friedman, MM, 1988. Family Nursing Research. Theory and Practice. (4th ed.)
Coonecticut : Appleton-Century-Cropts.
Hariati, T. 2002. Pengembangan perangkat pembelajaran SD berorientasi
pembelajaran berdasar masalah untuk meningkatkan keterampilan
berpikir dan pemecahan masalah. Tesis: Tesis magister pendidikan
UNESA. Tidak dipublikasikan.
Hedeen,T. 2003. The Reverse Jigsaw: a Process of Cooperative Learning and
Discussion. Teaching Sociology. Proquest Sociology Pg. 325.

Ibrahim, M. 2005. Pembelajaran Bedasarkan Masalah. Surabaya: Universitas


Negeri Surabaya Press.
Kurniawati, I. 2003. Pembelajaran kooperatif Jigsaw terhadap prestasi belajar
matematika ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas II SLTP Negeri 15
Surakarta. Thesis: UNS.
Kemmis, S dan Mc Tagart,R, 1990. The Action Research planner. Third Edition.
Victoria: Deakin University press.Muhammad Nur, 2005. Pengantar teori
tes. Program refreser IKIP Surabaya.
Mashudi, S. 2009. Sosiologi keperawatan. FIK UMSurabaya: Surabaya
Mechanic, D dan Edmund HV, 1961. Stress, Illness Behaviour, and the Sick Role.
Journal of American Sociological Review Vol 26: 51-58.
Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosdakarya.
Notoatmojo, S dan Sarwono, S. 1986. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Badan
penerbit Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
Priatiningsih. 2003. Pengembangan Instrumen penilaian Biologi. Semarang:
Depdikbud.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

Roger, EM and Shoemaker. 1971. Diffusion of Innovation. New York: Mc Millan


Publishing Co. Inc.

Sayekti, 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta. Menara Mas.

Sugiyanto, 2008. Model-model pembelajaran inovatif. PLPG, UNS


Undang-Undang No. 10 tahun 1992.
Usman, M. Uzer dan Setiawati, Lilis, 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Usodo, B. 2000. Penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw pada


pembelajaran MIPA. Thesis. UNS.
Von Mering, O. 1970. Medicine and Psiciatry. Pittsburgh: University of
Pittsburgh Press

Anda mungkin juga menyukai