Npm: 20411011
A.PENDAHULUAN
Tantangan yang dihadapi oleh dunia asuransi Indonesia makin menguat dengan
banyaknya serbuan asuransi asing sebagai dampak langsung globalisasi.Di era mendatang
atau dikenal sebagai era globalisasi, perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi Indonesia
selain menghadapi "serbuan" dari perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi asing yang
memiliki permodalan yang kuat, serta teknologi dan sumber daya manusia yang handal, juga
berpeluang untuk beroperasi mengembangkan bisnis asuransi dan reasuransi di negara-negara
lain.
Pertumbuhan industri asuransi syariah ditargetkan sebesar 35% per tahun. Bahkan
data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat pertumbuhan asset total
perasuransian syariah hingga Juni 2015 sebesar 24,06 %. Penempatan dana investasi yang
dikelola perasuransian syariah pun mengalami kenaikan sebesar 27,59%. Sedangkan
kontribusi (premi syariah) naik sebesar 15,59% dibandingkan periode yang sama pada tahun
2014 lalu. Kepercayaan dan juga optimisme akan kondisi ekonomi ke depan dapat juga
memengaruhi kinerja sumber daya manusia di industri keuangan syariah. Bisa dikatakan juga
bahwa pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia pelan tapi pasti karena pangsa pasar
asuransi syariah sudah dan masih mem-perlihatkan pertumbuhannya.
Meskipun minat pasar tinggi, sayangnya industri tumbuh dan berkembang lamban.
Namun, kinerja sumber daya manusia dari industri syariah sendiri menunjukkan performa
yang cukup baik. Pangsa pasar yang besar men-cerminkan minat masyarakat Indonesia
sangat tinggi terhadap asuransi syariah. Sayangnya minat yang sangat besar akan produk
keuangan syariah ini terkadang kurang direspons oleh industri asuransi syariah. Mereka
melihat ketidaksungguhan industri syariah dalam memisahkan unit asuransi syariah dengan
konvensional sehingga asuransi syariah menjadi perusahaan sendiri.
Dengan adanya asuransi syariah akan lebih memungkinkan untuk lebih cepat laju
pertumbuhannya. Saat ini, sudah terdapat 20 asuransi syariah yang terdiri dari 17 asuransi
jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah, dan tiga reasuransi syariah. Sementara itu, market
share industri keuangan syariah sendiri sudah terus berkembang dan pasar Indonesia masih
terbuka luas untuk keuangan syariah. Hal ini berbeda dengan berbagai negara lainnya seperti
di Timur Tengah, Eropa, dan juga Malaysia. Di Timur Tengah, perkembangan keuangan
syariah bergantung pada produksi minyak, begitu pula di Eropa karena banyak sekali
perbankan di kawasan itu yang masih menampung dana dari pengusaha minyak di Timur
Tengah. Sementara itu Malaysia, perkembangan industri syariah didukung oleh pemerintah
sehingga dana yang dikelola lebih banyak berasal dari dana pemerintah.
Dibandingkan dana dari ketiga negara, dana di Indonesia masih sangat jauh. Namun,
Indonesia masih mempunyai peluang yang cukup tinggi untuk perkembangan dan laju
pertumbuhan industri syariah. Banyak sekali pasar di Indonesia yang belum digarap.
Indonesia sebenarnya membutuhkan sistem dan konsep lain dalam keuangan dan menata
perekonomiannya dan lembaga syariah ini merupakan alternatif yang paling tepat. Sehingga,
kontribusi aktif dari investor baik lokal maupun mancanegara pun sangat diperlukan dalam
meningkatkan pangsa pasar asuransi syariah di Indonesia. Tentunya dengan dukungan
pemerintah dalam membantu perusahaan asuransi mengembangkan pangsa pasarnya. Tulisan
ini ingin mendalami lebih lauh mengenai prospek dan tantangan perkembangan asuransi
syariah di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai penulis adalah:
1. Bagaimana awal mula terbentuknya asuransi syariah di Indonesia beserta para pelopor
utamanya
2. Bagaimana prospek perkembangan asuransi di indonesia
3. Bagaimana tantangan yang dihadapi dalam perkembangan asuransi syariah di
Indonesia
4. Menjabarkan produk-produk asuransi syariah yang ada di Indonesia saat ini
B.LANDASAN TEORI
C.PEMBAHASAN
Pengertian Asuransi
Dalam ekonomi Islam dikenal dengan adanya lembaga keuangan yang berbentuk bank dan
lembaga keuangan perekonomian umat non perbankan,diantaranya asuransi syariah. Di
dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah: at Takaful, at Tadhamun, dan at-
Ta’min,yang berarti: saling menanggung.Penanggung di sebutmu’amin, sedangkan
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.Pengertian dari at-Ta’min adalah
seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan
ganti terhadap hartanya yang hilang.
Menurut fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN), asuransi adalah usaha saling tolong-menolong dengan
perantara sejumlah uang melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah dan tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhalim, suap dan
maksiat. Pengertian Asuransi dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian, Asuransi
merupakan perjanjian diantara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dengan pemegang
polis, yang menjadi dasar atau acuan bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi dengan
imbalan untuk :
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian yang
dideritanya, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan maupun tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertaggung / pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti tersebut.
2. Memberikan pembayaran dengan acuan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran
yang didasarkan pada hidup si tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Perbedaan yang mendasar dan itu menjadi keunggulan asuransi syariah bisa di bedakan dari
tiga sisi, yaktoi Konsep dasar, Prinsip-prinsip yang melandasi dan sisi operasinal asuransi.
Sejarah asuransi syariah di Indonesia ini dimulai pada tahun 1994, di mana sejarah asuransi
syariah pertama yang berdiri, tepatnya pada 5 Mei 1994 adalah PT Asuransi Takaful
Keluarga (Takaful Keluarga), yang bergerak di bidang asuransi jiwa syariah, dan PT Asuransi
Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang asuransi umum. Sebelumnya, pada
24 Februari 1994 bisa diebut sebagai tonggak sejarah dalam industri asuransi berbasis syariah
di Indonesia. Di waktu itu juga, PT. Syarikat Takafu Indonesia (Takaful Indonesia),
didirikan. Hal tersebut dibuat sebagai bukti nyata, terkait komitmen dan kepedulian, terhadap
perkembangan perekonomian Indonesia, berbasis syariah. Bukti perwujudan ini juga
ditunjukan untuk kemakmuran yang adil, bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Singkat cerita, Takaful Indonesia yang mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga pada 5 Mei
1994 tersebut, akhirnya diresmikan oleh Menteri Keuangan, pada saat itu adalah Mar'ie
Muhammad dan mulai beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan, untuk Takaful Umum,
diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie, selaku ketua sekaligus pendiri
ICMI dan mulai beroperasi sejak 2 Juni 1995. Nah, semenjak itulah, keduanya, menjadi
pelopor dalam industri asuransi syariah dan menjadi terdepan di bidangnya.
Tidak hanya berkiprah di Indonesia, asuransi berbasis syariah juga telah menarik minat
investor dalam dan luar negeri. Sebut saja seperti syarikat Takaful Malaysia, Bhd. (STMB),
menempatkan modalnya di perusahaan untuk menjadi salah satu pemegang saham, pada 1997
lalu. STMB pun terus memperkuat penyertaan modalnya, hingga pada 2009. Selanjutnya
Islamic Development Bank (IDB) juga ikut memperkuat struktur modal perusahaan pada
2004. Di tahun 2000, Permodalan Nasional Madani (PNM), juga turut memperkuat struktur
modal.
Perkembangan selanjutnya Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, jumlah asuransi jiwa
Syariah bertambah perusahaan menjadi 20 perusahaan. Sementara di periode yang sama,
jumlah asuransi umum bertambah lebih besar, yaitu 6 perusahaan menjadi 26 perusahaan.
Namun pada februari 2014, izin usaha cabang Syariah Asuransi Tokio Marine resmi dicabut
oleh OJK, sehingga jumlah asuransi umum Syariah hingga Maret 2014 tercatat berkurang
menjadi 25 perusahaan
Perkembangan asuransi syariah belakangan ini diburu banyak orang dan menenangkan. Kini,
nyaris semua perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing juga ikut
membuka unit syariah. Pada tahun 2008 di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full
asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang re-asuransi syariah. Perolehan
premi industri asuransi syariah tanah air pada tahun 2007 tumbuh sebesar 60%-70%. Pada
2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai
total Rp. 475 miliar. Kendati asuransi syariah mengalami pertumbuhan yang pesat, kontribusi
terhadap total industri baru mencapai 1,11% per 2006 dan diperkirakan meningkat ke posisi
1,33% tahun 2007. Pada tahun 2003, hanya ada 11 pemain dalam industri syariah. Jumlah itu
meningkat menjadi 30 pemain pada 2006. Pada tahun 2007, terdapat 38 pemain asuransi
syariah dengan rincian 2 perusahaan asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa
syariah, 20 asuransi umum syariah, dan 3 asuransi syariah21.
Perkembangan asuransi syariah pasca Fatwa Riba tahun 2004 ibarat si gadis manis,
diburu banyak orang dan menenangkan. Kini, nyaris semua perusahaan asuransi membentuk
unit syariah. Bahkan asuransi asing juga ikut membuka unit syariah. Mereka tentu ingin
mencicipi kue syariah di Indonesia. Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan
konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang
potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk
berperilaku bisnis secara Islami. Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi
umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip
syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Pertumbuhan yang melambat akhir akhir ini di sebabka beberapa factor di antaranya :
masih rendah ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah untuk memberikan
pemahaman tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir, gharar dan riba.
2. Kurangnya SDM yang Profesional
Perkembangan asuransi syariah merupakan kabar baik bagi perkembangan
industri tersebut. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan ketersediaan
Sumber Daya Manusia (SDM) asuransi syariah yang berkualitas. Seringkali,
pembukaan cabang atau divisi asuransi syariah baru hanya didukung jumlah SDM
terbatas.
3. Keterbatasan Modal
Beberapa hal yang menjadi penyebab relative rendahnya penetrasi pasar
asuransi syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback
up perusahaan asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relative belum
dilakukan secara efektif (terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri
penunjang asuransi syariah seperti brokerbroker asuransi syariah, agen, adjuster, dan
lain sebagainya, produk dan layanan belum diunggulkan diatas produk konvensional,
posisi pasar yang masih ragu antara penerapan konsep syariah yang menyeluruh
dengan kenyataan bisnis di lapangan yang terkadang sangat jauh dari prinsip syariah,
dukungan kapasitas reasuransi yang masih terbatas (terkait jua dengan dana) dan
belum adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar digali dari konsep dasar
syariah.
4. Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Sebagai perbandingan Perkembangan asuransi syariah di Malaysia bisa
disimak sebagai contoh yang bagus. Asuransi syariah di Malaysia mulai muncul pada
tahun 1984, dimana Pemerintah Malaysia ketika menumbuhkan asuransi syariah
terlebih dahulu membuat Takaful Act atau Islamic Banking Actbaru kemudian
dikeluarkan license pembukaan perusahaan Berbeda dengan Malaysia, di Indonesia
asuransi syariah berkembang dengan cepatnya sedangkan perundang-undangan
khusus asuransi syariah belum ada hingga sekarang. Keadaan ini merupakan
tantangan bagi berkembangnya asuransi syariah karena dikhawatirkan akan
menimbulkan kesemrawutan Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak
kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal
pemahaman masyarakat hanya salah satunya. Kendala lainnya yang cukup
berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini,
terutama menterimenteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam
menentukan kebijakan ekonomi.. Dukungan dari berbagai pihak terutana pemerintah,
ulama,akademisi dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dal
penyelenggaraan operasi asuransi Islam. Hal ini diperlukan sebagai kontrol terhadap
asuransi Islam agar berjalan pada sistem yang berlaku sekaligus meningkatkan
kemampuan asuransi Islam dalam menangkap kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Pada prinsipnya cara mendesain produk-produk asuransi syariah tidak terlampau jauh
berbeda berbeda dengan cara mendesain produk-produk konvesional. Walaupun demikian,
perbedaan yang ada di antara keduanya dapatmenentukan halal haram nya suatu produk.
Basic perhitungan yang di gunakan dalam merancang produk-produk asuransi jiwa di syariah
misalnya masih mengacuh kepada tabel kematian (mortality tablesi), tabel morbiditas, dan
juga masih menganut hukum jumlah bilangan besar (the law of large numbers). Perbedaan
kemudian terjadi ketika menentukan tarif premi. Pada asuransi konvensional didasarkan pada
perhitungan bunga (bunga teknik), sementara pada asuransi syariah mendasar kan pada
konsep bagi hasil (mudharabah). Demikian halnya ketika menentukan cadangan premi
(premium reserve), seorang aktuaris syariah tidak mendasarkan taksirannya berdasarkan
jumlah uang yang tersedia ditambah premi net dan bunga untuh dapat membayar klaim
dengan penuh. Tetapi, ia menghitungnya dengan mendasarkan pada skim bagi hasil
(mudharabah) yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian. Perbedaan lain ketika
menentukan biaya-biaya asuransi (cost of insurance), pada asuransi syariah terdapat
perbedaan dimana dana peserta dan dana pemegang saham dipisahkan dalam rekening yang
berbeda. Unsur biaya-biaya asuransi (cost of insurance) yang meliputi biaya penutupan
asuransi, biaya pemeliharaan, dan biayabiaya lainnya, tidak dibebankan kepada dana peserta.
Tetapi, diambil dari dana pemegang saham. Disini terjadi perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan konsep asuransi konvensional.
Walaupun demikian, dalam prakteknya dilapangan belum semua asuransi syariah telah
mampu memisahkan antara dana peserta dan dana pemegang saham secara tegas belum
semua asuransi syariah di Indonesia tidak membebankan sama sekali biaya-biaya asuransi
(cost of insurance) kepada peserta sebagaimana halnya yang dilakukan di syarikat takaful
Malaysia.
Demikian halnya dalam merancang produk-produk asuransi umum (kerugian), pada asuransi
syariah selain berdasarkan pada statik profil resiko yang di Indonesia menurut peraturan
sekurang-kurangnya lima tahun, juga mendasarkan perhitungan pada konsep bagi hasil.
Ada berbagai macam lagi produk-produk tabungan yang ada di asuransi syariah.
Setiap produk tabungan itu berbeda-beda pada setiap lembaga asuransinya. Produk tabungan
di atas hanya sebagian dari beberapa produk tabungan di lembaga asuransi syariah.
a. Kesimpulan
Akhirnya sebagai penutup, yaag bertitik tolak dari pembahasan yang telah saya kemukakan
dalam bab-bab terdahulu, maka saya akan memberikan kesimpulan yaag berisi pokok-pokok
pembahasan dari keseluruhan.
mereka adalah rasa aman akan kelangsungan hidup fisik serta keluarganya. Selain itu
motivasi masyarakat dari teman, awalnya masyarakat tidak membutuhkan asuransi
namun dengan adanya rasa kepercayaan terhadap teman akan penjelasan mengenai
asuransi konvensional maka hal tersebut menjadikan masyarakat termotivasi.
4. Minat masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan asuransi syariah cenderung
masih sangat kurang. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat akan
adanya lembaga keuangan asuransi syariah serta kurangnya pemahaman mereka
terhadap asuransi syariah. Kemudian kurangnya minat masyarakat karena adanya
pengalaman dari keluarga baik yang menyenangkan atau yang kurang menyenangkan
93 terhadap asuransi sehingga membuat orang enggan mencari informasi terkait
asuransi khususnya asuransi syariah. Selain itu masyarakat yang berminat namun
minatnya tersebut belum terlaksana karena rendahnya ekonomi keluarga.
b. Saran
1. Lembaga asuransi syariah harus melakukan edukasi tentang asuransi syariah kepada
masyarakat kelas menengah ke bawah.
2. Cara mengedukasi masyarakat pada masyarakat kelas menengah ke bawah adalah
dengan mendatangi majelis-majelis ilmu pengajian per RT atau per RW
3. Para agen asuransi syariah harus memberikan stimulasi tentang asuransi syariah agar
terbentuk persepsi masyarakat yang baik.
4. Para agen harus memberikan kepercayaan kepada nasabah asuransi agar yang sudah
menjadi peserta asuransi syariah dapat seterusnya percaya dan bisa menyebarkan
kepercayaan mereka terhadap asuransi syariah dari mulut ke mulut dan yang belum
menjadi nasabah agar dapat menjadi nasabah asuransi syariah karena sudah
terbentuknya rasa percaya kepada agen sejak awal.
5. Memberikan dorongan atau motivasi kepada masyarakat serta mencari tahu
kebutuhan mereka terhadap asuransi syariah.
6. Para pelaku industri asuransi syariah dapat menerapkan strategi harga yang ekonomis
bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah.
E. DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/use/Downloads/Prospek_dan_Tantangan_Perkembangan_Asuransi_Syaria.pd
f
http://repository.uin-suska.ac.id/
https://www.generali.co.id/id/healthyliving/detail/411/sejarah-asuransi-syariah-di-indonesia
https://febis.iainbengkulu.ac.id/wp-content/uploads/2021/01/lembaga-keuangan-syariah-
Nonie.pdf
https://uia.e-journal.id/alarbah/article/download/526/319
https://media.neliti.com/media/publications/194966-ID-pertumbuhan-asuransi-syariah-di-
dunia-da.pdf