Anda di halaman 1dari 23

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Katarak

1. Definisi, Klasifikasi

Katarak yaitu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata akibat

hidrasi (penambahan cairan) pada lensa mata, denaturasi protein lensa terjadi

akibat kedua-duanya, penderita katarak seakan akan melihat sesuatu seperti

tertutup oleh air terjun di depan matanya, jika kekeruhan bertambah tebal,

maka lensa mata akan menjadi keruh seperti jendela yang berkabut (Ilyas

Sidarta, 2018).

Katarak merupakan gangguan pada mata yang dapat di tandai dengan

penebalan atau kekeruhan pada lensa mata secara progresif (Anggreny et al.,

2019).

Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan mengeruhnya

lensa mata, sehingga membuat penglihatan kabur. Meski umumnya katarak

tidak menyebabkan rasa sakit pada mata, namun penderita bisa merasakan

nyeri pada mata, terutama jika katarak yang dialami sudah parah, atau

penderita memiliki gangguan lain pada mata (N. A. Gifran, R. Magdalena,

2019).

Beberapa Klasifikasi katarak Menurut (Dini, 2020), yaitu:

1. Katarak senilis
6

Katarak senilis sering terjadi di derita usia sekitar 40 tahun ke atas,lensa

mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan daya akomodasi,

kondisi ini dinamkan 90%dari semua jenis katarak. (Hu et al., 2020)
6

2. Katarak kongenital

Katarak kongenital merupakan penyakit mata yang langka, yaitu salah

satu penyebab utama gangguan penglihatan pada anak-anak di seluruh

dunia yang dapat diobati. Katarak kongenital dapat dikaitkan dengan

kelainan perkembangan mata lainnya, termasuk mikroftalmia,

mikrokornea, atau aniridia dan dengan temuan sistemik.(Khan et al.,

2018)

3. Katarak juvenile

Katarak juvenile merupakan peningkatan dari katarak kongenital yang

terlihat di usia diatas satu tahun dan mecapai dibawah lima puluh tahun

katarak juvenile merupakan katarak yang di derita oleh orang muda pada

usia 1– 9 tahun katarak juvenile biasanya merupakan penyulit dari

penyakit sistemik maupun metabolik (Permana et al., 2016)

4. Katarak traumatik

Katarak traumatik merupakan katarak yang disebabkan oleh cedera yang

terjadi dimata seperti trauma perforasi luka tusuk,tembakan ataupun

disebabkan oleh benda tumpul yang dapat terlihat beberapa hari ataupun

beberapa tahu setelah cedera terjadi.(Dini, 2020)

2. Etiologi Katarak

Ada beberapa penyebebab terjadinya katarak diantaranya yaitu usia lanjut

(katarak senil), dan kongenital katarak yang didapat adanya akibat infeksi di

masa pertumbuhan janin,gangguan perkembangan dan tentunya katarak

keturunan (genetik)(Dini, 2018). Pada umumnya katarak disebabkan oleh

faktor utama yaitu proses degeneratif atau bertambahnya usia, selain itu
7

penyakit katarak pun bisa disesabkan oleh beberapa faktor non-degeneratif

diantaranya disebabkan oleh trauma atau cedera pada mata, komplikasi dari

penyakit mata sebelumnya, akibat tindakan pembedahan, adanya gangguan

sistemik atau metabolisme, terpapar sinar radiasi dan sinar ultra violet dalam

waktu yang lama, penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti

kortikosteroid serta dipengaruhi oleh faktor keturunan (Dewi et al., 2017)

3. Tanda dan Gejala Katarak

Menurut Kemenkes (2019), tanda dan gejala katarak yaitu:

a. Penglihatan akan suatu benda atau cahaya menjadi kabur dan buram.

b. Bayangan benda terlihat seperti bayangan semu atau seperti asap.

c. Kesulitan melihat ketika malam hari.

d. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.

e. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau

beraktifitas lainnya.

f. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak

nyaman menggunakannya.

g. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,

misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.

h. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya

terlihat ganda.

4. Patofisiologi Katarak

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,

berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.


8

Lensa mengandung tiga komponen anatomis, pada zona sentral terdapat

nucleus, diperifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul

anterior danposterior, dengan bertambahnya usia, nekleus mengalami

perubahan warna menjadi coklat kekuningan.

Disekitar opasitaster terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior

nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakanbentuk katarak yang

paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik

dan kimia dalam lensa menyebabkan hilangnya transparansi. Perubahan pada

serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badansilier di sekitar

daerah di luar lensa dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.

Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,

sehinggamengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke

retina. Salahsatu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi

disertai influis air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang

tegangdanmengganggu transmisi sinar (Muliani et al., 2020).

Teori lain menyebutkan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam

melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan

bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang penderita

katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan

yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis

seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses

penuaan yang normal (Ilyas and Yulianti, 2017).

5. Pemeriksaan Penunjang Katarak


9

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07(2018)

dalam PNPK Tata Laksana Katarak pada Dewasa (2018), menyebutkan

bahwa operasi katarak saat ini, disertai dengan implantasi lensa intra okular

(IntraOcular Lens = IOL) yang disesuaikan dengan kondisi refraktif mata

pasien. untukmenentukan besarnya power IOL yang akan diimplantasi

dilakukan pemeriksaan). keratometri dan biometri. Kelainan katarak dapat

disertai keadaan patologis lainbaik pada mata maupun pada masalah sistemik

sehingga pemeriksaan matamenggunakan slit lamp biomikroskopi harus

dilakukan dengan cermat untukmenilai ada tidaknya patologi pada segmen

anterior dan segmen posterior yangdapat meningkatkan risiko komplikasi dan

memperkirakan prognosis pascatindakan operasi. Pemeriksaan penunjang

yang perlu dilakukan dalampersiapanoperasi katarak, yaitu:

a. Pemeriksaan darah rutin yang terdiri dari hemoglobin, leukosit, trombosit

dangula darah sewaktu dilakukan pada pasien yang akan dilakukan

operasi katarak. Konsultasi ke bidang spesialisasi lain diperlukan jika

terdapat masalah sistemik yang akan berisiko saat dilakukan operasi

seperti hipertensi dan gangguan paru serta jantung. Kondisi diabetes

melitus yang tidakterkontrol juga memerlukan konsultasi dengan ahli

penyakit dalam, karena hal ini akan mempengaruhi penyembuhan luka

dan meningkatkan risiko infeksi.

b. Pemeriksaan USG (ultrasonografi) okular dilakukan jika dicurigai

terdapat patologi pada retina atau vitreus terkait temuan anamnesis dan

kondisi sistemik pasien namun tidak dapat dilakukan pemeriksaan

funduskopi karenakekeruhan media refraksi. Jika terdapat katarak total


10

monokular jugasebaiknya dilakukan pemeriksaan USG karena dugaan

katarak terjadi akibat komplikasi masalah lain di segmen posterior atau

akibat trauma.

c. Pemeriksaan makula (Optical Coherence Tomography/OCT) dilakukan

jika derajat kekeruhan katarak didapatkan ringan namun penurunan tajam

penglihatan lebih buruk dari yang seharusnya, dan evaluasi patologi

padamakula tidak jelas akibat kekeruhan lensa. (Grade A, Level Ib)

Namun pada beberapa kasus katarak dengan kekeruhan media yang berat,

pemeriksaan OCT tidak dapat dilakukan.

d. Pemeriksaan spekular mikroskopi untuk menghitung kerapatan sel

endotel kornea. Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai adanya patologi

pada endotel kornea dan pada kasus dengan penyulit. Setiap tindakan

operasi intraokular, termasuk katarak akan menyebabkan berkurangnya

sel endotel sehat pascaoperasi, sedangkan jumlah serta kualitas sel

endotel sangat penting untuk menjaga kejernihan kornea. Operasi katarak

dengan penyulit akan memerlukan manipulasi lebih banyak dari katarak

sederhana sehingga risiko penurunan sel endotel pasca operasi akan lebih

tinggi.

6. Komplikasi

Komplikasi pada tindakan pembedahan katarak dapat dibagi menjadi

dua, menurut Astari (2018) yaitu selama tindakan dan setelah tindakan

bedah. Komplikasi tersebut ialah :

a. Komplikasi selama tindakan bedah


11

1) Pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) Pendangkalan KOA

dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup

sehingga menimbulkan kebocran melalui insisi yang teralu besar,

tekanan dari luar bola mata, tekanan viterus postifi, efusi

suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid.

2) Rupture kapsul posterior Rupture kapsul posterior dapat

meingkatkan risiko cystoid macular edema, abalsio retina, uveitis,

glaukoma, dislokasi IOL, dan endoftalmitis pasca tidakan.

3) Nucleus drop Nuckleus drop ialah jatuhnya nucleus lensa kedalam

rongga vitreus. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat

menimbulkan peradangan intraocular, dekompresi endotel, glaukoma

sekunder, ablasio retina, nyeri dan kebutaan langsung.

b. Komplikasi setelah tindakan bedah

1) Edema kornea Edema korne dapat disebabkan oleh kombinasi dari

trauma mekanik, operasi yang dilakukan dengan waktu lama, adanya

trauma kimia, peradangan atau karena peningkatan tekanan

intraocular (TIO). Edema kornea dapat hilag dalam waktu 4-6

minggu.

2) Perdarahan Perdarahan yang dapat terjadi pasca tindakan ialah

perdarahan retrobulbar, perdarahan suprakoroid, dan hifema

3) Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder dapat terjadi pasaca

tindakan bedah katarak akibat peningkatan TIO. Penigkatan TIO

dapat terjadi karena adanya sisa baha viskoelastik hialuronat yang

tertinggal di KOA.
12

4) Uveitis kronik Uveitis kronik dapat terjadi apabila adanya inflamasi

yang lama, lebih dari 4 minggu, pasca tindakan bedah dan didukung

dengan penemua keratik presipita granulomata yang disertai

hipopion.

5) Edema makula kistoid Edema makula kistoid (EMK) ialah adanya

peningkatan permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi

cairan di lapisan inti dalam dan pleksiformis luar.EMK ditandai

dengan penuruan visus setelah operasi ktarak, gambaran penebelan

retina saat pemeriksaan OCT.

6) Endoftalmitis Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga

berat, hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus,

edem palpebra atau periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik

mata depan, hipopion, penurunan tajam penglihatan, edema kornea,

serta perdarahan retina.

7) Dislokasi IOL Penyebab dislokasi IOL intrakapsuler adalah satu atau

kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab

dislokasi IOL ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan

jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien

dengan riwayat operasi vitreoretinal.

7. Penatalaksanaan Katarak

Penatalaksanaan katarak yaitu dengan teknik pembedahan. Pembedahan

dapat dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa

sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan


13

penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Ada beberapa jenis operasi yang dapat

dilakukan. Menurut Jannah (2019) jenis operasi yang dapat dilakukan yaitu:

a. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) yaitu pengangkatan lensa dari

mata secara keseluruhan, termasuk kapsul lensa dikeluarkan secara utuh.

Operasi ini dapat dilakukan pada zonula zin yang telah rapuh atau telah

terjadi degenerasi serta mudah diputus, hanya digunakan pada katarak

matur atau luksasio lentis. Ekstraksi katarak intrakapsular ini tidak boleh

dilakukan pada klien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai

ligamentum kialoidea kapsuler.

b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) yaitu tindakan pembedahan

pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan

memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa atau

korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Teknik ini bisa

dilakukan pada semua stadium katarak kecuali pada luksasio lentis.

Pembedahan ini memungkinkan diberi intra okuler lensa (IOL) untuk

pemulihan visus.

c. Small Incision Cataract Surgery (SICS) yaitu upaya untuk mengeluarkan

nukleus lensa dengan panjang sayatan sekitar 5-6 mm, dengan inovasi

peralatan yang lebih sederhana, seperti anterior chamber maintainer

(ACM), irigating vectis, nucleus cracer, dan lain- lain.

d. Fakoemulsifikasi yaitu teknik operasi yang tidak berbeda jauh dengan cara

ekstraksi katarak intrakapsular, tetapi nukleus lensa diambil dengan alat

khusus yaitu emulsifier. Dibanding ekstraksi katarak intrakapsular, irisan


14

luka operasi ini lebih kecil sehingga setelah diberi intra okuler lensa (IOL)

rehabilitasi virus lebih cepat.

B. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses

keperawatan dengan mengumpulkan data secara sistematis untuk

menentukan statis kesehatan dan fungsional kerja serta respon klien pada

saat ini dan seelumnya. Dari pengkajian, dapat disusun data based atau

data dasar mengenai kebutuhan, masalah kesehatan dan respon klien

terhadap masalah (Dani, 2023).

Menurut Nurhayati (2021) pengkajian yang dapat dilakukan pada

pasien Katarak adalah sebagai berikut:

b. Identitas: pada pasien katarak periu dikaji meliputi identitas klien

berupa nama lengkap, umur, jenis kelamin, kawin/belum kawin,

agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan alamat,

serta identitas penanggungjawab berupa nama lengkap, jenis kelamin,

umur, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, hubungan

dengan pasien dan alamat agar perawat mengetahui latar belakang dari

pasien tersebut

c. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama: lansia dengan masalah katarak terjadi penurunan

ketajaman penglihatan dan merasakan silau.

2) Riwayat kesehatan: lansia diminta untuk mengidentifikasi masalah

utama yang di rasakan lanisa, seperti: Penglihatan tidak jelas, sulit


15

untuk membaca, penglihatan double atau kehilangan satu lapang

pandang/soliter.

3) Riwayat kesehatan saat ini: Keadaan umum mata lansia.

a. Apakah lansia mengalami kesulitan melihat jarak dekat atau

jarak jauh?

b. Bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah

dengan penglihatan kedua sisi?

c. Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada riwayat keluarga

yang menderita masalah/kelainan mata.

4) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan fisik secara umum

b. Tingkat kesadaran

c. Tanda-tanda vital: temperatur normal atau meningkat, denyut

d. nadi dalam batas normal atau meningkat, hasil tekanan darah

e. normal atau meningkat, frekuensi napas normal atau meningkat.

5) Persepsi terhadap kesehatan

Bagaimana cara pasien menjaga kesehatannya, apakah ia terbiasa

merokok, minum alkohol, serta apakah pasien mempunyai alergi

terhadap obat, makanan atau lainnya?

6) Pola aktivitas serta Latihan

Bagaimana kemampuan pasien buat melakukan aktivitas atau

perawatan diri, dengan skor 0 = mandiri, 1 = didukung sebagian, 2

= membutuhkan bantuan orang lain serta sumber daya, 4 =

tergantung atau tidak mampu.


16

7) Pola istirahat tidur

Berapa lama pasien tidur, apakah ada gangguan tidur seperti sulit

tidur atau masalah lain, apakah sering terbangun.

8) Pola nutrisi

Apakah ada diet khusus yang dijalani pasien, jika ada rekomendasi

diet, apa yang diberikan. Kaji nafsu makan pasien, apakah ada rasa

tidak nyaman atau tidak, penurunan drastis selama 3 bulan terakhir.

9) Pola aktivitas dan istirahat

Berkaitan dengan gangguan penglihatan klien, terjadi perubahan

aktivitas/hobi yang biasa lakukan.

10) Pola eliminasi

Secara umum tidak ada gangguan pola eliminasi pada pasien

katarak.

11) Pola peran serta hubungan

Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas pekerjaan, sistem

pendukung dalam menghadapi dilema dan bagaimana famili

mendukung pasien selama perawatan.

12) Pola seksual reproduksi

Tidak ada gangguan pada pola seksual dan reproduksi yang

diakibatkan penyakit katarak.

13) Pola persepsi dan konsep diri

Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang

dialaminya.

14) Pola sensori dan kognitif


17

2) Konsep Pengkajian Fungsional Gerontik

1) Ketergantungan/kemandirian lansia memakai indeks bartel.

Tabel 3.1: Ketergantungan/kemandirian lansia memakai indeks bartel


(Hadywinoto, 2005)

o Item Yang Dinilai Scor Nilai


1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
5 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega dll
10 = Mandiri
2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
5 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 5 =Mandiri dalam perawatan muka, rambut,
gigi, dan bercukur
4 Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
5 = Sebagian dibantu (misal mengancingbaju)
10 = Mandiri
5 Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
5 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24jam)
10 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari7
hari)
6 Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau
perluenema)
5 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
10 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
5= Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
10 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
5 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2orang)
10 = Bantuan kecil (1 orang)
15 = Mandiri
18

9 Mobilitas 0 = Immobile ( tidak mampu)


5 = Menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan satu orang
15 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
5 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
10 = Mandiri
Keterangan
1) 130 : Mandiri
2) 65-125 : Ketergantungan sebagian
3) 60 : Ketergantungan total Kesimpulan
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

a. Pathway katarak

Pertambahan usia

Perubahan Perubahan Kimia


Perubahan Warna
fisik mata
Nucleus Lensa
Perubahan
Protein Lensa
Perubahan Serabut Halus Hilangnya
Yang Memanjang Dari Transparansi Lensa
Badan Silier Ke Luar
Perubahan Dalam
Serabut Lensa,
Denaturasi
Distorsi Penglihatan Katarak

Koagulasi

Pre Oprasi Pembedahan

Terbentuk
Keterbatasan
Pengelhatan Daerah
Keruh Lensa
19

Resti Infeksi

Gangguan Persepsi
Nyeri Akut
Sensori Penglihatan

Deficit
perawatan diri
Resiko cidera Ansietas

b. Masalah Keperawatan
Menurut Doenges Marylin diagnosa keperawatan yang ditemukan pada
pasien dengan penyakit katarak adalah:
Pre Oprasi
1) Ketakutan b.d kehilangan pandangan komplit, jadwal pembedahan atau
ketidakmampuan mendapatkan pandangan
2) Resiko cidera b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
3) Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d.penurunan ketajaman
penglihatan, penglihatan ganda.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi tentang
penyakit ditandai dengan.
Post Oprasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan
prosedur invasif.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
(bedah dan pengangkatan).

3. Rencana Keperawatan/ Intervensi

Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) Intervensi keperawatan yaitu

perawatan yang dikerjakan pada perawat untuk mencapai luaran yang diharapkan

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis, Maka Intervensi yang

dilakukan pada pasien katarak senillis pre dan post operasi yaitu :
20
21

a. Pre oprasi

No Diagnose Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Ketakutan b.d kriteria hasil : 1. Gunakan pendekatan yang 1. agar dapat membuat pasien
kehilangan 1. Tingkat ketakutan : tenang dan meyakinkan. tenang.
pandangan komplit, keparahan manifestasi rasa 2. Berusaha untuk memahami 2. sebagai profilaksi untuk dapat
jadwal takut, ketegangan atau perspektif pasien dari membuat pasien mengetahui
pembedahan, atau kegelisahan berasal dari situasi stress. dampak stress.
ketidakmampuan sumber yang di ketahui. 3. Memberikan informasi 3. agar pasien mengetahui tentang
mendapatkan 2. Pengendalian diri terhadap yang actual tentang penyakit,serta komplikasi yang
pandangan ketakutan : tindakan diagnosis,pengobatan,dan. akan terjadi,jadwal pengobatan
individu untuk prognos. dan keberhasian pengobatan.
mengurangi atau 4. Tetap dengan pasien untuk 4. agar pasien terhindar dari cedera
menurunkan tidak mampu meningkatkan keselamatan dan membantu dalam mengatasi
akibat rasa dan mengurangi rasa takut. cemas akibat penyakit ataupun
takut.ketegangan atau 5. Dorong keluarga untuk pengobatan yang akan di
kegelisahan berasal dari tinggal dengan pasien. lakukan.
sumber yang di kenali. 6. Menyediakan benda yang 5. membantu dalam mengurangi
3. Mencari informasi untuk melambangkan cidera.
menurunkan ketakutan keselamatan/keamanan. 6. penurunan terhadap kecemasan
4. Menghindari sumber 7. Mendengarkan dengan saat pasien membutuhkan
ketakutan bila perhatian. bantuan tenaga kesehatan.
mungkin 7. mengurangi kecemasan
5. Menggunakan teknik
relaksasi untuk menurunkan
ketakutan
22

2 Resiko cidera b.d kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang 1. membantu pasien untuk tetap
peningkatan 1. Klien terbebas dari cidera. aman untuk untuk pasien. merasa aman dan tenang.
tekanan intra okuler 2. Klien mampu menjelaskan 2. Identifikasi kebutuhan 2. penurunan kecemasan.
(TIO) cara/metode untuk keamanan pasien. 3. menurunkan cidera akibat
mencegah cidera. 3. Menghindari lingkungan pengobatan.
3. kllien mampu menjelaskan yang berbahaya. 4. mengurangi cidera.
factor resiko dari 4. Memasang side rall 5. membantu dalam mengurangi
lingkungan/perilaku tempat tidur cidera dan membuat pasien
personal. 5. Menyediakan tempat tidur merasa nyaman.
4. Mampu memodifikasi yang nyaman dan bersih 6. membantu pasien dalam
gaya hidup untuk 6. Membatasi pengunjung meningkatkan istirahat.
mencegah cidera.
5. Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
3 Gangguan persepsi kriteria hasil : 1. Tentukan ketajaman 1. Kebutuhan individu dan pilihan
sensori: penglihatan Mengenal gangguan sensori dan penglihatan, catat intervensi bervariasi,sebab
berhubungan berkompensasi terhadap peru apakah satu atau kedua kehilangan penglihatan terjadi
dengan gangguan bahan, mengidentifikasi atau mata terlibat. secara lambat dan progresif.
penurunan memperbaiki potensial bahaya 2. Orientasikan 2. Memberikan peningkatan
ketajaman dalam lingkungan pasien terhadap kenyamanan dan
penglihatan, lingkungan, staf, orang lain kekeluargaan,menurunkan cemas
penglihatan ganda. disekitarnya. dan disorientasi pasca operasi.
3. Observasi tanda dan gejala 3. Terbangun dalam lingkungan
disorientasi. Pertahankan tidak dikenal dan keterbatasan
pagar tempat tidur sampai penglihatan dapat mengakibatkan
benar- benar sembuh. bingung pada orang tua.
23

4. Pendekatan dari sisi yang 4. Meningkatkan resiko jatuh bila


tidak dioperasi, bicara dan bingung/tidak tahu ukuran
menyentuh sering, dorong tempat tidur Memberikan
orang terdekat tinggal rangsang sensori tepat terhadap
dengan pasien. isolasi dan menurunkan bingung.
5. Perhatikan tentang suram/ 5. Gangguan penglihatan atau iritasi
penglihatan kabur dan dapat berakhir 1-2 jam setelah
iritasi mata. tetesan mata tetapi secara
dimana dapat terjadi bila bertahap.
menggunakan obat teles
mata.

b. Post operasi
No Diagnose Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa Kriteria hasil : 1. Bantu klien dalam 1. Membantu dalam membuat
nyaman (nyeri 1. Mampu mengontrol nyeri mengidentifikasi tindakan diagnosa dan kebutuhan
akut) berhubungan 2. Mampu mengenali nyeri penghilangan nyeri yang terapi.
dengan prosedur (skala, intensitas, efektif. 2. Nyeri post op dapat terjadi
invasif. frekuensi dan tanda nyeri) 2. Jelaskan bahwa nyeri dapat sampai 6 jam post op.
3. Menyatakan rasa nyaman akan terjadi sampai beberapa 3. Beberapa tindakan
setelah nyeri berkurang jam setelah pembedahan. penghilang nyeri non
4. Tanda vital dalam rentang 3. Lakukan tindakan invasif adalah tindakan
normal penghilanagn nyeri non mandiri yang dapat
invasif atau non farmakologik, dilaksanakan perawat
seperti berikut; dalam usaha meningkatkan
a. Posisi: tinggikan kenyamanan pada klien.
bagian kepala tempat 4. Analgesik mambantu
tidur,
24

berubah-ubah antara dalam menekan respon


berbaring pada punggung nyeri dan menimbulkan
dan pada sisi yang tidak kenyamanan pada klien.
dioperasi. 5. Tanda ini menunjukkan
b. Distraksi peningaktan tekanan intra
c. Latihan relaksasi okuli (TIO) atau
4. Berikan dukungan tindakan komplikasi lain.
penghilangan nyeri dengan
aalgesik yang diresepkan.
5. Beritahu doker jika nyeri tidak
hilang setelah ½ jam
pemberian obat, jika nyeri
disertai mual atau jika anda
memperhatikan drainase pada
pelindung mata.
2 Resiko tinggi Kriteria hasil : 1. Diskusikan pentingnya 1. Menurunkan jumlah bakteri
terjadinya infeksi 1. Klien bebas dari tanda dan mencuci tangan sebelum pada tangan, mencegah
berhubungan gejala infeksi menyentuh/ mengobati mata. kontaminasi area operasi.
dengan prosedur 2. Mendeskripsikan proses 2. Gunakan/tunjukan teknik yang 2. Teknik aseptik menurunkan
invasif (bedah penularan penyakit, factor tepat untuk membersihkan resiko penyebaran bakteri
pengangkatan). yang mempengaruhi mata dari dalam keluar dengan dan kontaminasi silang.
penularan serta tisu basah/ bola kapas untuk 3. Mencegah kontaminasi dan
penatalaksanaannya, tiap usap, ganti balutan, dan kerusakan sisi operasi.
3. Menunjukkan kemampuan masukan lensa kontak bila 4. Infeksi mata terjadi 2-3 hari
untuk mencegah menggunakan. setelah prosedur dan
timbulnya infeksi 3. Tekankan pentingnya tidak memerlukan upaya
4. Jumlah leukosit dalam menyentuh /menggaruk mata intervensi. Adanya ISK
batas normal yang dioperasi. meningkatkan kontaminasi
5. Menunjukkan perilaku 4. Observasi /diskusikan tanda silang.
hidup sehat terjadinya infeksi contoh Kolaborasi:
kemerahan , kelopak bengkak a. Sediakan topikal diguna
, drainase purulen. setelah profilaksis, dimana
Indentifikasi tindakan terapi lebih agresif
kewaspadaan bila terjadi ISK. diperlukan bila terjadi
Kolaborasi: infeksi. Catatan: Steriod
5. Beri obat sesuai indikasi: mungkin ditambahkan
a. Antibiotik(topical, pada antibiotik topikal bila
parenteral, atau pasien mengalami
subkonjungtival). implantasi IOL.
b. Streoid b. Digunakan untuk
menurunkan inflamasi.
D. Iplementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah diterapkan dalam rencana

keperawatan. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri dan

tindakan kolaborası, implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan sebelumnya dan perencanaan ini harus disesuaikan dengan masalah

yang terjadi Dalam pelaksanaan keperawatan 4 tindakan mandiri, tindakan

yang dilakukan yaitu tindakan health education (Tarwoto & wartonah, 2015).

Tahap implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Tahap implementasi

ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. yang mencakup peningkatan keseharan, pencegahan penyakit,

pemulihan kehatan dan memfasilitasi koping (Dani, 2023).

E. Evaluasi keperawatan

Menurut (Siti et al., 2023). Evaluasi keperawatan terus menerus dilakukan

untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana

keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana keperawatan atau menghentikan

rencana keperawatan. Evaluasi selalui berkaitan dengan tujuan, apabila dalam

penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya.

Tahapan evaluasi:

a. Melihat spon klien.

b. Membandingkan respon klien dengan kriteria.

c. Menganalisis hasil asuhan keperawatan.

d. Memodifikasi intervensi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai