Anda di halaman 1dari 16

GAMBARAN KADAR ALBUMIN PADA LANSIA DI RS 45 KUNINGAN

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Ahli Madya Kesehatan

Oleh :

Teguh Yoga Pratama

NIM. 212215064

YAYASAN AN-NASHER

AKADEMI ANALIS KESEHATAN AN-NASHER

CIREBON

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan layanan kesehatan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan


membuat angka harapan hidup meningkat. Angka Harapan Hidup (AHH) secara
keseluruhan pada tahun 2011 berjumlah 70,76 tahun; untuk perempuan, AHH sekitar
73,38 tahun lebih tinggi sedangkan untuk laki-laki, 68,26 tahun (dr, Eka Viora, kemenkes
RI.2013). 8% populasi di Asia Tenggara atau berkisar 142 juta orang adalah lansia
(WHO.2013) pada tahun 2020, diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000
(11,34%) dari total populasi. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
Lansia sekitar 80.000.000. Menurut Perkemenkes No.67 tahun 2015 Usia lansia yaitu
diatas 60 tahun jumlah lansia terus meningkat diiringi angka harapan hidup yang
meningkat. Lansia merupakan kelompok usia yang rentan terkena penyakit, akibat
menurunnya fungsi tubuh.

Seiring bertambahnya usia, fungsi tubuh manusia akan mengalami penurunan,


termasuk fungsi hati. Fungsi hati yang menurun dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan, salah satunya adalah serosis. Risiko terkena sirosis hati meningkat pada orang
lanjut usia, yang merupakan sekitar satu juta atau 0,013% dari semua kematian akibat
sirosis hati di seluruh dunia (lestari Adinda, et al.2023). Gangguan fungsi hati merupakan
keadaan di mana hati tidak dapat bekerja dengan baik, seperti membuat protein,
menyaring racun dari darah, dan menyimpan energi. Jika fungsi hati terganggu, kadar
albumin dalam darah dapat turun. Ini karena hati bertanggung jawab untuk mensintesis
albumin.

Protein plasma yang paling umum dalam tubuh manusia adalah albumin. Tubuh
membutuhkan protein ini untuk membawa berbagai zat dalam darah, menjaga
keseimbangan cairan, dan sintesis energi. Jika seseorang mengalami gangguan fugsi hati
dapat menyebabkan nilai albumin menurun dari konsentrasi normalnya yaitu 3,5-5,0 g/dL
seperti hipoalbuminemia. 75% orang tua mengalami hipoalbuminemia, menurut
penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 di Bali, Indonesia (Balqis siti.2020).
Hipoalbuminemia, atau kadar albumin yang rendah pada lansia, adalah masalah yang
sering terjadi dan disebabkan oleh berbagai faktor. Hipoalbuminemia dapat disebabkan
oleh berbagai faktor yaitu malnutrisi, penyakit kronis; seperti penyakit ginjal kronis,
penyakit hati, dan penyakit jantung, peningkatan katabolisme protein; seperti yang terjadi
pada sepsis, peningkatan kehilangan albumin; seperti yang terjadi pada luka bakar dan
proteinuria. Pemeriksaan albumin adalah salah satu indikator yang menentukan masalah
kesehatan pada pada lansia, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosa dokter.

Pemeriksaan kadar albumin dapat dilakukan dengan berbagai metode untuk


menegakan diagnosa suatu penyakit. Diantaranya metode BCG, biuret, turbidimetri,
elektroforesis protein. Penurunan kemampuan sel, jaringan, dan organ untuk berfungsi
disebabkan oleh penuaan, kekurangan nutrisi, dan penyakit penyerta yang diderita oleh
orang tua. Ini dapat menyebabkan penurunan kadar albumin dan berbagai masalah
kesehatan lainnya. Hipoalbuminemia pada orang tua dapat menyebabkan banyak masalah
kesehatan dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien. Akibatnya, memantau
kadar albumin pada orang tua sangat penting. Dengan dasar ini, peneliti ingin menyelidiki
"Gambaran Kadar Albumin pada orang tua di RSUD 45 Kuningan".
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapa kadar albumin pada lansia di RSUD 45 Kuningan ?
2. Berapa rata-rata kadar albumin pada lansia di RSUD 45 Kuningan?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui kadar albumin pada lansia di RSUD 45 Kuningan
2. Mengetahui rata-rata kadar albumin pada lansia di RSUD 45 Kuningan.

1.4. Manfaat Penelitian


2.1 Manfaat Penelitian bagi peneliti :
Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai penilaian kadar
albumin pada lansia dan keterampilan bagi peneliti dalam bidang kimia klinik.

2.2 Manfaat Penelitian bagi akademisi :


Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai gambaran kadar albumin pada lansia dan Menjadi referensi
buku tugas akhir di perpustakaan Akademi Analis Kesehatan An-Nasher dalam
bidang kimia klinik.

2.3 Manfaat Penelitian bagi masyarakat :


Penelitian ini dapat membantu tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan dengan
akurat, sehingga pasien mendapatkan perawatan yang tepat.

1.5. Batasan Masalah


Penelitian ini akan dilakukan pada sampel darah milik lansia menurut
Perkemenkes RI No. 67 2015 yaitu 60 tahun keatas pada lansia di RSUD 45
Kuningan. Pemeriksaan Albumin ini menggunakan metode BCG.
1.6. Kerangka Penelitian

Lansia di RS 45
Kuningan

Pemeriksaan
Kadar Albumin

Sampling darah

Metode
Metode
metode BCG Metode Biuret elektroforesis
turbidimetri
protein

Hasil : Normal
3,5 - 5,0 gr/dL
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Albumin

Protein, dengan akar kata "proteios" dari bahasa Yunani, yang berarti "pertama atau
utama", adalah polimer dari monomer-monomer asam amino yang terikat satu sama lain
dengan ikatan peptida (Pangistu.2019). Albumin merupakan protein plasma yang paling
banyak di dalam tubuh manusia, dengan konsentrasi sekitar 50% dari total protein plasma.
Sebagai protein yang mengangkut berbagai zat, seperti metal, bilirubin, enzim, hormon,
dan obat-obatan, albumin membantu mempertahankan tekanan osmotik koloid darah (75–
80% tekanan osmotik plasma) (Harum.2020). Protein ini memiliki banyak fungsi penting,
termasuk sebagai:

 Pembawa berbagai zat dalam darah, seperti hormon, asam lemak, dan obat-obatan

 Menjaga keseimbangan cairan tubuh

 Sebagai sumber energi

 Indikator status gizi seseorang

Kadar albumin dalam darah normal berkisar antara 3,5 hingga 5,5 g/dL. Kadar
albumin yang rendah, atau yang disebut dengan hipoalbuminemia, merupakan kondisi yang
sering terjadi pada lansia.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar albumin


2.2.1 Malnutrisi

Malnutrisi merupakan penyebab paling umum dari hipoalbuminemia pada


lansia. Malnutrisi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti asupan makanan
yang tidak adekuat, gangguan pencernaan, dan penyakit kronis. Albumin serum
menunjukkan status gizi, jadi penurunan protein makanan ditunjukkan oleh kadar
albumin serum, dan malnutrisi, yang disebabkan oleh kelaparan atau
mereabsorbsi, menunjukkan konsentrasi yang sangat rendah (Anggraeni, et al.
2019). Serum albumin digunakan untuk menilai status gizi pada usia lanjut dan
merupakan faktor risiko penyebab mortalitas dan morbiditas (Margaretha.2017).
Malnutrisi kronis adalah salah satu faktor yang meningkatkan penurunan kadar
albumin.

2.2.2 Penyakit kronis

Penyakit kronis, seperti penyakit ginjal kronis, penyakit hati, dan penyakit
jantung, juga dapat menyebabkan hipoalbuminemia. Penyakit-penyakit ini dapat
mengganggu produksi albumin oleh hati atau menyebabkan peningkatan
kehilangan albumin dari tubuh. Dalam kasus penyakit ginjal kronik (PGK),
glomerulus menjadi lebih permeabel, yang mengakibatkan kehilangan protein
plasma lewat urin (Harum.2020). Pada pasien yang mengalami gagal ginjal
terminal, rendahnya serum albumin menunjukkan bahwa mereka memiliki
ketahanan dan daya hidup yang rendah. Hal ini disebabkan oleh inflamasi yang
lebih tinggi dan kekurangan protein pada penderita (Putri, et al.2016) .Pada orang
lanjut usia, sirosis hepatis banyak ditemukan karena gangguan hepar dan infeksi
kronis yang berkembang lambat seiring bertambahnya usia. Sebanyak 35,2%
pasien sirosis hati berusia 51 hingga 60 tahun (Lestari, et al.2023). Hal ini terjadi
akibat penurunan fungsi organ karena bertambahnya usia.

2.2.3 Peningkatan katabolisme protein

Peningkatan katabolisme protein, seperti yang terjadi pada sepsis, juga dapat
menyebabkan hipoalbuminemia. Sepsis merupakan kondisi yang ditandai dengan
peradangan sistemik yang parah. Selain berfungsi sebagai katalis untuk berbagai
reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel, protein menentukan ukuran dan struktur
sel dan berfungsi sebagai bagian penting dari sistem komunikasi antar sel.
Kerusakan biokatalis yang berperan atas suatu sistem metabolisme menyebabkan
gangguan metabolisme tubuh (Pangistu. 2019).

2.2.4 Peningkatan kehilangan albumin

Peningkatan kehilangan albumin, seperti yang terjadi pada luka bakar dan
proteinuria, juga dapat menyebabkan hipoalbuminemia. Luka bakar dapat
menyebabkan albumin hilang melalui luka, sedangkan proteinuria merupakan
kondisi di mana protein, termasuk albumin, hilang melalui urine. Luka bakar
dapat menyebabkan kerusakan barier kulit, yang menyebabkan cairan albumin
keluar dari kulit yang rusak. Transfusi albumin adalah metode pengobatan yang
telah digunakan selama lebih dari enam puluh tahun untuk keadaan di mana kadar
albumin plasma menurun. Ini karena kadar albumin di bawah 3 g/dL memiliki
korelasi yang signifikan dengan lamanya penyembuhan luka, dan albumin serum
biasanya digunakan sebagai indikator lamanya penyembuhan luka seperti luka
setelah operasi (Suharjono.2016).

2.3 Dampak hipoalbuminemia


2.3.1 Peningkatan risiko infeksi
Albumin berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Kadar albumin yang
rendah dapat menurunkan fungsi sistem kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan
risiko infeksi.

2.3.2 Penurunan fungsi otot

Albumin juga berperan penting dalam menjaga fungsi otot. Kadar albumin yang
rendah dapat menyebabkan penurunan kekuatan dan fungsi otot.

2.3.3 Penurunan kualitas hidup


Hipoalbuminemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang dapat mengganggu
kualitas hidup, seperti kelelahan, kelemahan, dan sesak napas.

2.3.4 Peningkatan mortalitas

Hipoalbuminemia telah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada lansia.


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif. Bidang kesehatan masyarakat
menggunakan survei deskriptif untuk menggambarkan atau memotret masalah kesehatan
dan hubungannya dengan sekelompok orang atau komunitas tertentu (Notoatmodjo,2018).

3.2 Variabel Penelitian


Sebuah variabel dapat digunakan sebagai karakteristik, sifat, atau ukuran yang dimiliki
atau diperoleh oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu. Misalnya,
umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan,
penyakit, dan sebagainya.
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variable yang dipengaruhi oleh variabel bebas
atau variabel independen, variabel bebas disebut sebagai variabel tergantung atau
dependen (Notoatmojo. 2018). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu lansia di
RS 45 Kuningan.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel tergantung, terikat, akibat, terpengaruh atau dependent variabel
yang dipengaruhi (Notoatmojo, 2018). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
kadar albumin.

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lansia. Hal ini dikarenakan
yang ingin diteliti pada penelitian ini yaitu kadar albumin.
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012).
Populasi pada penelitian ini yaitu lansia usia 60 tahun keatas di Kabupaten
Kuningan.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah suatu objek yang akan diteliti dan dianggap dapat mewakili
dari seluruh populasi (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini, sampel yang
akan digunakan yaitu 30 pasien lansia yang berusia 60 tahun keatas RSUD 45
Kuningan di Kabupaten Kuningan. Kemudian, sampel akan diperiksa kadar
albuminnya.

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian


3.4. 1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada (To Be Announced) 2024
3.4. 2 Bulan
Tempat Jenis Ket
No Des Jan Maret April Mei
kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Membaca
1 referensi di
perpustakaan
Penyusunan
2
Proposal

3. Observasi

Pengajuan
4. ijin
pengajuan
Seminar
5.
Proposal
Penelitian
6.
Lapangan
Pengumpulan
7.
Draft TA
8. Sidang Tugas
Akhir
Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di RSUD 45 Kuningan untuk melakukan observasi mengenai
kadar albumin yang akan diuji.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diberikan kepada pengumpul data,
hasil sumber data primer biasanya didapatkan dengan cara uji statistik. Data
primer pada penelitian ini diambil dari uji laboratorium kadar albumin pada lansia
di RSUD 45 Kuningan.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diambil dari informasi atau hasil penelitian yang serupa
dari referensi-referensi, seperti buku mikrobiologi, jurnal ilmiah, dan artikel
ilmiah yang terkait.

3.6 Instrumen Penelitian


3.6.1 Kuesioner
Dalam penelitian ini, instrumen yang akan digunakan yaitu dengan cara
observasi. Menurut Notoatmodjo (2018) Kuesioner merupakan instrumen
penelitian yang umum digunakan untuk mengumpulkan data mengenai variabel-
variabel kualitatif. Kuesioner akan digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai variabel bebas, yaitu jenis kelamin, usia, dan penyakit penyerta.
Kuesioner akan diisi oleh lansia yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang
akan digunakan dalam penelitian ini akan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
telah dirancang sebelumnya. Kemudian, penulis melakukan pemeriksaan kadar
albumin pada sampel lansia di RSUD 45 Kuningan.

(a) Alat Sampling

No Alat Jumlah

1. Tourniquet 1 buah

2. Batal penyangga 1 buah

3. Alkohol Swab 30 buah

4. Spuit 3cc 30 buah

5. Kapas 30 buah

6. Micropore plester 1 buah


No Alat Jumlah

7. Tabung vakum EDTA 30 buah

(b) Alat Pemeriksaan

No Bahan Jumlah

1. Sentrifuge 1 buah

2. Tabung reaksi 30 buah

3. Mikropipet 2 buah

4. Yellow tip 31 buah

6. Blue tip 1 buah

6. Fotometer 10 ml

7. Reagen Albumin

3.7 Prosedur Penelitian

a Menyiapkan alat dan bahan

Petugas laboratorium menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan albumin metode BCG. Alat-alat yang disiapkan antara lain tabung vakum
EDTA, sentrifuga, alat ukur albumin, pipet, tabung reaksi, dan larutan standar albumin.
Bahan yang disiapkan adalah sampel darah vena.

b Membekukan sampel darah

Sampel darah yang telah diambil dari pasien dibiarkan membeku selama 15-30 menit.
Pembekuan darah dilakukan untuk memudahkan proses pemisahan serum dari plasma.

c Memisahkan serum dari plasma

Setelah sampel darah membeku, sampel darah disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit. Sentrifugasi menyebabkan serum dan plasma terpisah. Serum berada di
bagian atas tabung vakum, sedangkan plasma berada di bagian bawah tabung vakum.

d Menyiapkan sampel serum

Siap kan tabung reaksi untuk blanko, standart, dan sampel. Masukkan masing-masing
reagen dan atau standart di masing-masing tabung. Serum yang telah terpisah diambil
menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

e Melakukan homogenisasi dan inkubasi

Serum yang telah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dihomogenkan dengan cara
mengocok tabung reaksi. Serum kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang.
f Membaca hasil pemeriksaan

Setelah inkubasi selama 5 menit, serum dibaca pada panjang gelombang 620 nm
menggunakan alat ukur albumin. Hasil pemeriksaan albumin dilaporkan dalam satuan
g/dL.

3.8 Analisa Data

Analisa data yang digunakan pada gambaran kadar albumin pada lansia di RSUD 45
Kuningan akan diolah dengan menggunakan program SPSS versi 25 (Statitical Package for
the Social Sciences). Jenis data pada penelitian ini numerik, namun deskriptif hasilnya hanya
menggambarkan suatu keadaan dalam populasi, jika data berdistribusi normal dan homogen
dapat dilanjut dengan menggunakan uji statistik One Sample T-test.

Anda mungkin juga menyukai