Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya
yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman
dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi
obat-obatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada
umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang
yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi
mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri
farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan
“Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Semua proses yang dilakukan oleh industri farmasi harus sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh CPOB, termasuk bahan-bahan yang akan
digunakan dalam proses produksi. Oleh sebab itu, makalah ini membahas tentang
bagaimana penolakan dan penggunaan ulang bahan yang diatur dalam CPOB.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

Penolakan dan penggunaan ulang bahan dalam industry farmasi diatur


dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, pada bab 14.

1. Penolakan
Produk antara dan BAO yang gagal memenuhi spesifikasi hendaklah
diberi identitas sesuai status dan dikarantina. Produk antara atau BAO tersebut
dapat diproses ulang atau dikerjakan ulang seperti diuraikan di bawah ini.
Disposisi akhir bahan yang ditolak hendaklah dicatat.
2. Pengolahan Ulang
 Mengembalikan produk antara atau BAO, termasuk yang tidak memenuhi
standar atau spesifikasi, ke dalam proses dan pengolahan ulang dengan
mengulangi tahap kristalisasi atau tahap manipulasi kimia atau fisika yang
tepat (misal: destilasi, filtrasi, kromatografi, penggilingan) yang merupakan
bagian dari proses pembuatan, secara umum dapat diterima. Bagaimanapun,
jika pengolahan ulang seperti itu dilakukan terhadap sebagian besar bets,
pengolahan ulang tersebut hendaklah dimasukkan sebagai bagian dari proses
pembuatan standar.
 Pelanjutan suatu langkah proses setelah suatu uji pengawasan- selama proses
yang menunjukkan bahwa langkah tersebut tidak lengkap, dianggap sebagai
bagian dari proses normal. Hal ini tidak dianggap sebagai pengolahan ulang.
 Mengembalikan bahan tidak tereaksi ke dalam suatu proses dan mengulangi
reaksi kimia dianggap sebagai pengolahan ulang kecuali hal ini merupakan
bagian dari proses yang ditetapkan. Pengolahan ulang demikian hendaklah
didahului dengan evaluasi secara seksama untuk memastikan mutu produk
antara atau BAO tidak terpengaruh dampak buruk berkaitan dengan potensi
pembentukan produk-samping dan bahan hasil reaksi berlebihan (over-
reacted).
3. Pengerjaan Ulang
 Sebelum keputusan diambil terhadap pengerjaan ulang bets yang tidak sesuai
standar atau spesifikasi yang ditetapkan, hendaklah dilakukan investigasi
terhadap alasan ketidaksesuaian.
 Terhadap bets yang dikerjakan ulang hendaklah dilakukan evaluasi dan
pengujian yang sesuai, uji stabilitas bila diperlukan dan dokumentasi yang
menunjukkan bahwa produk hasil pengerjaan ulang memiliki mutu setara
dengan yang diproduksi melalui proses orisinal. Validasi konkuren sering
merupakan pendekatan validasi yang tepat untuk prosedur pengerjaan ulang.
Hal ini memungkinkan suatu protokol menetapkan prosedur pengerjaan ulang,
cara pelaksanaan dan hasil yang diharapkan. Jika hanya ada satu bets yang
harus dikerjakan ulang, maka satu laporan dapat dibuat dan bets tersebut
diluluskan untuk distribusi segera setelah dinyatakan lulus pengujian.
 Hendaklah prosedur dapat membandingkan profil impuritas dari masing-
masing bets yang dikerjakan ulang dengan bets yang dibuat dengan proses
yang telah ditetapkan. Jika metode analisis rutin tidak memadai untuk
mengarakterisasi bets yang dikerjakan ulang, hendaklah digunakan metode
tambahan.
4. Perolehan Kembali Bahan dan Pelarut
 Perolehan kembali (misal dari mother liquor atau filtrat) reaktan, produk
antara atau BAO dapat diterima, jika menggunakan prosedur yang disetujui
untuk proses perolehan kembali dan bahan perolehan tersebut memenuhi
spesifikasi yang sesuai tujuan penggunaannya.
 Pelarut hasil perolehan kembali dapat digunakan lagi dalam proses yang sama
atau yang berbeda, asalkan prosedur perolehan kembali dikendalikan dan
dipantau untuk memastikan pelarut perolehan kembali memenuhi standar
yang sesuai sebelum digunakan lagi atau dicampur dengan bahan lain yang
disetujui.
 Pelarut dan pereaksi yang belum pernah digunakan serta pelarut dan pereaksi
hasil perolehan kembali dapat dikombinasi jika hasil pengujian yang memadai
telah menunjukkan kesesuaiannya untuk semua proses pembuatan di mana
digunakan.
 Penggunaan pelarut hasil perolehan kembali, mother liquor dan bahan
perolehan kembali lain hendaklah didokumentasikan secara memadai.
5. Pengembalian
 Produk antara atau BAO yang dikembalikan hendaklah diberi identitas status
yang sesuai dan dikarantina.
 Jika kondisi penyimpanan atau pengiriman sebelum atau selama
pengembalian produk antara atau BAO atau kondisi wadah menimbulkan
keraguan akan mutunya, produk antara atau BAO yang dikembalikan
hendaklah diproses ulang, dikerjakan ulang atau dimusnahkan dengan tepat.
 Catatan untuk produk antara atau BAO yang dikembalikan hendaklah
disimpan. Untuk tiap pengembalian, dokumentasi hendaklah mencakup :
a) nama dan alamat penerima
b) nama produk antara atau BAO, nomor bets dan jumlah yang dikembalikan
c) alasan pengembalian
d) penggunaan atau pemusnahan produk antara atau BAO yang dikembalikan

Anda mungkin juga menyukai