Skripsi Shania Eka 180513301 (Complete)
Skripsi Shania Eka 180513301 (Complete)
Diajukan oleh :
NPM : 180513301
FAKULTAS HUKUM
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
PENULISAN SKRIPSI
Diajukan oleh :
NPM : 180513301
Dosen Pembimbing:
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENULISAN SKRIPSI
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Ketua :
Sekretaris :
Anggota :
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yogyakarta,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena akhirnya penulisan hukum dengan
Pengadaan Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar” telah selesai guna melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Penulisan ini merupakan bahasan tentang putusan hakim atas kasus pengadaan
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar yang dilakukan oleh suatu badan hukum di
Konsumen dan Undang – Undang Kesehatan. Penulis merasa bahwa hasil putusan hakim
dalam kasus tersebut merupakan permasalahan yang dapat dijawab dari teori hukum dan
peraturan perundang – undangan yang dipelajari oleh penulis di Program Kekhususan Sistem
Proses penulisan skripsi ini tentu saja tidak dapat berjalan baik tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Ibu Dr. Anny Retnowati, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang
hukum ini.
3. Sasmoko Adhi Waluyo dan Nina Richi selaku orangtua, Florensia Shinta Dewi
dalam setiap proses perkuliahan hingga proses penulisan skripsi ini berlangsung.
iv
4. Sri Muttakiun, Kania Asa, Yudha Situmorang, Kirana Kaulika, Mira Pradhika, Vena
Rahil Irinaila, Rezqita, Marvel Eleazar, Cok Virsa, Fereno Mustakim, Ria Eripka
5. Pak Salim, Ibu Devi, Antoni Salim, Danik Dwi Sari Saputri, Novan Salim, selaku
kerabat yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis selama proses penulisan
6. Jonathan Salim yang pernah mendukung dan mendampingi penulis selama proses
perkuliahan.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah membantu
Penulis sadar bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu
penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan skripsi
ini bermanfaat bagi setiap pembaca dan tentu saja bagi penulis.
Penulis
v
ABSTRACK
The title of this research is a Review of The Judge’s Decision Number 1397/Pid.Sus/2020/
PN Sby About Procurement of Medical Equipments That Do Not Have License. There are
private legal entities who made hand sanitizer independently, as done by the owner of CV
Medistra Sarana Sukses which is proven that they sold hand sanitizer before the license from
BPOM for the hand sanitizer is issued. The purpose of this study is to know and analyze the
consideration of the judge's verdict and the conformity between the Law on Health and the
judge's ruling contained in the Criminal Verdict Number 1397/Pid.Sus/2020/ PN Sby About
Procurement of Medical Equipments That Do Not Have License. This research uses a
normative writing method that focuses on positive legal norms in the form of laws and
regulations regarding health and consumer protection, and also judge rulings contained in
the Criminal Verdict Number 1397/Pid.Sus/2020/ PN Sby About Procurement of Medical
Equipments That Do Not Have License. The conclusion of this research is that the judge in
deciding each case does not always stick to the prosecutor's claim because the judge has the
right to freely choose which charges are proven, because with high threats even the judge
can give a light verdict even pure freedom and the judge in this case has reflected the
principles of certainty, expediency and justice.
Keywords : Review Judge’s Decision, Hand Sanitizer, Medical Equipments Without
License.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iv
ABSTRACK ............................................................................................................................. vi
BAB I ......................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian.......................................................................................................... 5
F. Batasan Konsep ............................................................................................................... 9
G. Metode Penelitian ......................................................................................................... 10
BAB II...................................................................................................................................... 14
A. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Hakim ........................................................... 14
B. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim..................................................................... 17
C. Tinjauan Umum Undang – Undang Kesehatan ............................................................ 24
D. Tinjauan Putusan Hakim No. 1397/Pid.Sus/2020/PN Sby tentang Pengadaan Alat
Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar .......................................................................... 25
1. Kasus Posisi Putusan ................................................................................................. 25
2. Dakwaan dan Tuntutan.............................................................................................. 26
3. Analisis ...................................................................................................................... 29
BAB III .................................................................................................................................... 37
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 37
B. Saran ( dari manfaat penelitian anda hanya untuk praktisi hukum danhakim khususnya
jadi saran andan harus untuk mereka ) ................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 41
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia karena
kesehatan sangat dibutuhkan untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Terlebih di
masa sekarang dimana dunia sedang dilanda wabah virus yang merenggut banyak jiwa.
Sudah lebih dari 2 (dua) tahun terakhir, hampir 200 negara di Dunia termasuk Indonesia
terjangkit oleh Virus Corona atau yang biasa disebut Covid-19. Virus Corona adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut Corona Virus 2 (Sars-CoV-2)1. Virus
Corona pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di Ibukota Provinsi Hubei China,
Wuhan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 30 Januari 2020, mendeklarasikan
wabah Corona Virus sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC), dan pada
Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di negara-negara di dunia guna memutus rantai
penyebaran virus Covid-19 ini, yang disebut dengan istilah lockdown dan social distancing2.
Selain itu WHO juga menghimbau masyarakat untuk rajin mencuci tangan teratur,
menyentuh bagian wajah, menutup mulut dan hidung dengan siku saat bersin / batuk, dan jika
Pada awal 2020 mayoritas masyarakat Indonesia melakukan panic buying terhadap
kebutuhan pangan, alat-alat kesehatan, serta alat-alat kebersihan. Salah satu yang banyak
1
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, FAQ Corona Virus, hlm. 1,
https://www.kemkes.go.id/article/view/20030400008/FAQ-Coronavirus.html, diakses 21 September 2021.
2
Eman Supriatna, 2020, “Wabah Corona Virus Disease (Covid 19) Dalam Pandangan Islam”, Jurnal Sosial &
Budaya, Vol. 7 No. 6 (2020), FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 3.
3
Prihastomo Wahyu Widodo, Virus Corona Terus Menyebar, Ini 8 Saran WHO Untuk Mencegah Penularannya,
hlm. 1, https://internasional.kontan.co.id/news/virus-corona-terus-menyebar-ini-8-saran-who-untuk-mencegah-
penularannya, diakses 21 September 2021.
1
2
dicari dan dibutuhkan masyarakat adalah hand sanitizer. Panic Buying ini mengakibatkan
jenis – jenis bahan kimia tertentu seperti ethanol oleh para produsen hand sanitizer,
disinfektan, dan antiseptik. Pihak Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) mengatakan
peningkatan bahan kimia tercatat 10% - 15% hingga mencapai sekitar 220.000 kiloliter/tahun
dibanding kondisi normal, dan tetap bisa terus meningkat apabila virus ini semakin sulit
terkendali. PT. Kimia Farma Tbk (KAEF) yang juga memproduksi antiseptik bermerek
Bersesuaian dengan hal tersebut, dalam kasus yang penulis teliti juga terdapat badan
hukum swasta yang membuat hand sanitizer secara mandiri, seperti yang dilakukan oleh
pemilik CV Medistra Sarana Sukses, Bambang Sutikno bin Subayan. Dimana Bambang
terbukti memperjual belikan hand sanitizer sebelum izin edar dari BPOM untuk hand
sanitizer tersebut dikeluarkan. Bahan dan peralatan yang ditemukan anggota Satreskoba
Polrestabes Surabaya adalah satu dus yang berisi 37 botol antiseptik gel atau hand sanitizer
ukuran 500 ml dan 250 ml, alkohol 70%, klorin, alat dan bahan kimia lainnya. Bahan – bahan
hand sanitizer tersebut dicampur semua bahan menjadi satu ke dalam gelas lalu diaduk
dengan komposisi dan takaran hingga menjadi satu cairan lalu dimasukkan ke dalam botol
untuk diedarkan. Bambang juga melabeli sendiri botol hand sanitizer siap edar dengan
dicantumkan masa kadaluwarsa 1 (satu) tahun. Perbuatan Bambang tersebut melanggar Pasal
62 Ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan i Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
4
Wahyu T. Rahmawati, 2020, Kenaikan Permintaan Handsanitizer dan Antiseptik Mengerek Permintaan Bahan
Kimia, hlm. 1, https://industri.kontan.co.id/news/kenaikan-permintaan-hand-sanitizer-dan-antiseptik-mengerek-
permintaan-bahan-kimia, diakses 21 September 2021.
3
Kesehatan seperti yang tertulis pada Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) Undang – Undang
melanggar ketentuan yang terdapat pada Undang – Undang Kesehatan. Jaksa Penuntut
Umum mendakwakan pasal tersebut kepada terdakwa, bersamaan dengan Undang – Undang
Perlindungan Konsumen di subsidair. Bila ditinjau lebih dalam, Undang – Undang Kesehatan
ini mengandung asas lex specialis derogat legi generali dan lex posterior derogat legi priori.
Realitanya, dalam kasus ini hakim memutus dengan dakwaan subsidair yaitu menggunakan
Berdasarkan uraian diatas dengan adanya status quo putusan hakim yang
Kesehatan, penulis tertarik untuk meneliti pertimbangan hakim yang secara mutatis mutandis
bertentangan dengan asas lex specialis derogat legi generalis dan asas lex posterior derogat
4
legi priori. Penulisan hukum ini ditulis dengan judul “Kajian Terhadap Putusan Hakim
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkan dalam penulisan hukum ini adalah:
2. Bagaimanakah putusan pidana tersebut terkait pengadaan alat kesehatan yang tidak
C. Tujuan Penelitian
memiliki izin edar yang hanya menggunakan dasar Undang – Undang Perlindungan
Konsumen.
Kesehatan dengan putusan hakim yang terdapat dalam Putusan Pidana Nomor
1397/Pid.Sus/2020/PN Sby terkait pengadaan alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoritis maupun praktis pada
1. Manfaat Teoritis : dapat memberikan pengetahuan dan saran di bidang Hukum tentang
perkara pidana.
2. Manfaat Praktis :
a. Dapat menjadi pengetahuan dan saran bagi praktisi hukum, khususnya bagi para
Kesehatan.
b. Sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program S-1 Ilmu Hukum pada Fakultas
E. Keaslian Penelitian
1397/Pid.Sus/2020/PN Sby Tentang Pengadaan Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin
Edar merupakan hasil buah pemikiran penulis sendiri. Sepanjang pengetahuan penulis, karya
ini bukan merupakan duplikasi atau plagiasi dari penelitian lain. Letak kekhususan penelitian
ialah mengetahui pertimbangan hakim dan juga kendala yang dihadapi dalam memutus
perkara hingga putusan bertentangan dengan asas lex specialis derogat legi generalis dan
Berikut penulis sertakan tiga penulisan hukum sebagai pembanding untuk menunjukkan
masalah adalah, bagaimana penerapan hukum dalam perkara tindak pidana pengedaran
sediaan farmasi tanpa izin edar Putusan No. 36/Pid.B/2015/PN.Pkj? dan Bagaimana
6
Hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah bahwa penerapan hukum pidana materiil
terhadap kasus tersebut telah sesuai dengan fakta hukum dengan sanksi pidana dan
pidana denda seperti yang tertulis dalam Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang berisi “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).” Sehingga pelaku dianggap
hakim yaitu pidana penjara selama 5 (lima) bulan. Namun, penulis skripsi tersebut
memiliki pendapat yang berbeda dengan putusan hakim. Penulis beranggapan sanksi
yang diberikan belum menimbulkan efek jera bagi pelaku. Penulis beranggapan
seharusnya hakim menjatuhkan sanksi pidana seperti tuntutan penuntut umum atau
lebih berat karena yang dilakukan pelaku telah merugikan masyarakat luas dan
Perbedaan skripsi pembanding dengan skripsi yang akan penulis susun ada pada
objek penelitian dan materi yang dikaji. Dimana dalam skripsi pembanding objek yang
digunakan adalah Putusan No. 36/Pid.B/2015/PN.Pkj dimana objek perkara berupa obat
keras dan obat tradisional yang tidak memiliki izin edar. Dengan materi yang dikaji
adalah mengenai obat – obatan ilegal tersebut, serta pertimbangan hakim yang memberi
sanksi kepada pelaku hanya 5 (lima) bulan penjara.. Sedangkan objek penelitian pada
skripsi yang akan penulis susun adalah Putusan Hakim Nomor 1397/Pid.Sus/2020/PN
Sby dimana objek perkaranya berupa hand sanitizer yang diedarkan sebelum izin
7
BPOM keluar. Dengan materi yang dikaji adalah pertimbangan hakim yang dalam
Perlindungan Konsumen.
2. Molek Syahpitri Saragih, 148400095, Fakultas Hukum Universitas Medan Area, 2018,
Mengedarkan Obat – Obatan Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar (Studi
obatan kesehatan yang tidak memiliki izin edar di Indonesia? ; Bagaimana penegakan
kesehatan yang tidak memiliki izin edar? ; dan Bagaimana upaya untuk menanggulangi
pelaku yang mengedarkan obat-obatan kesehatan yang tidak memiliki izin edar?
Hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah peraturan yang mengatur tentang
larangan memproduksi dan mengedarkan obat-obatan tanpa izin edar ada pada Undang-
Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Dalam kasus yang diangkat pada
skripsi pembanding, penegakan hukum pidana terhadap pelaku adalah pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dengan denda Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dan subsidair 3
(tiga) bulan kurungan. Lalu upaya untuk menanggulangi pelaku tindak pidana serupa
adalah bagian pemeriksaan dan penyidik BPOM secara rutin melakukan pengawasan
Perbedaan skripsi pembanding dengan skripsi yang akan penulis susun ada pada ada
pada objek penelitian dan materi yang dikaji. Dimana dalam skripsi pembanding objek
8
perkaranya berupa obat-obatan kesehatan yang di edarkan tanpa memiliki izin edar.
Dengan materi yang dikaji adalah macam obat-obatan yang di edarkan, hukum yang
digunakan untuk mengadili pelaku, dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
kejahatan serupa. Sedangkan objek penelitian pada skripsi yang akan penulis susun
berupa hand sanitizer yang diedarkan sebelum izin BPOM keluar. Dengan materi yang
dikaji adalah pertimbangan hakim yang dalam putusannya tidak menggunakan Undang
3. Ni Putu Dinar Nareswari dan Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Dikemas Ulang Tanpa Izin Edar. Dengan rumusan masalah adalah, Bagaimana
perlindungan hukum terhadap konsumen terkait penjualan hand sanitizer yang dikemas
ulang tanpa izin edar? Dan Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku usaha terkait
Hasil penelitian dari penulisan hukum tersebut adalah konsumen berhak untuk
barang dan atau jasa sesuai ketentuan Pasal 4 UUPK berkaitan dengan kewajiban
pelaku usaha dalam menjalankan usahanya yang tercantum dalam Pasal 7 UUPK.
Pelaku usaha yang memperdagangkan hand sanitizer tanpa izin edar dibebankan sanksi
sesuai yang telah diatur di dalam UUPK, diantaranya sanksi perdata berupa ganti rugi,
kompensasi, dan rehabilitasi yang wajib dilaksanakan dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari
setelah pembelian; sanksi pidana berupa kurungan dan denda; dan sanksi administratif
berupa ganti rugi dengan jumlah paling besar sebanyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta
Rupiah) yang ditetapkan apabila pelaku usaha tidak menyelesaikan tanggung jawab
9
perdatanya dalam waktu 7 (tujuh) hari yang telah ditentukan. Maka, masyarakat harus
lebih jeli dalam memahami dan meneliti keabsahan produk farmasi, alat kesehatan, dan
PKRT yang dikonsumsinya, serta lebih aware terhadap hak-hak konsumen yang
dengan izin PKRT dikaji dan diperbaharui secara berkala, karena Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku saat ini hanya memuat ketentuan mengenai penarikan dan
pemusnahan bagi barang-barang yang izin edarnya tidak sesuai dengan isi dan mutu
produk saja, sehingga bagi barang illegal yang tidak memiliki izin edar, belum ada
dasar hukum yang jelas untuk bisa dilakukan penarikan dan pemusnahan.
Perbedaan skripsi pembanding dengan skripsi yang akan penulis susun ada pada
materi yang dikaji. Pada skripsi pembanding, materi yang dikaji berfokus pada
penjualan hand sanitizer yang dikemas ulang tanpa izin edar. Sedangkan materi yang
akan penulis susun tidak berfokus pada perlindungan konsumen melainkan pada
putusan hakim yang paling tepat bagi pelaku yang memperjual belikan hand sanitizer
tanpa izin.
F. Batasan Konsep
Adapun berdasarkan judul penelitian ini, batasan konsep dari beberapa variabel judul
1. Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi
wewenang itu, diucap kan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan
suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Putusan itu dituntut untuk suatu keadilan
dan yang dipentingkan dan menentukan adalah fakta atau peristiwanya, peraturan
hukum adalah suatu alat. maka dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan adalah
10
2. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (UU No. 36 Tahun 2009
perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada
umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. 6
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan
metode hukum normatif. Penelitian ini berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan
Nomor 1397/Pid.Sus/2020/PN Sby Tentang Pengadaan Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki
Izin Edar.
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder yaitu
terdiri dari :
5
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 286.
6
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.198.
11
Perlindungan Konsumen.
Kesehatan.
dan Makanan.
Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku, jurnal,
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah
studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara narasumber yang merupakan
salah satu hakim di Indonesia, yaitu bapak Vabiannes Stuart Wattimena, S.H salah satu
dilakukan dengan tujuan untuk menjadi acuan penulisan yaitu dengan cara memahami buku,
peraturan perundang-undangan, pendapat hukum dan non hukum yang dikemukakan oleh
4. Analisis Data
Deskripsi hukum positif dilakukan terhadap bahan hukum primer yang berupa
Makanan.
Sistematisasi secara vertikal telah terdapat sinkronisasi antara pasal demi pasal
Sistem peraturan perundang undangan terbuka yang aturan hukum dan keputusan
hukum harus dipikirkan dalam suatu hubungan norma hukum yang bertumpu atas
lainnya. Hal tersebut bersifat open system, dapat digunakan untuk mengkaji dan
Ada 6 (enam) intepretasi hukum positif, tetapi dalam penelitian ini hanya
a) Gramatikal yakni mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat
hukum primer yang diperoleh akan digunakan untuk mengkaji bahan hukum
sekunder yang ada. Apakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pidana Nomor
izin edar telah sesuai dengan hukum positif dan asas yang berlaku di hukum
positif.
Proses berfikif atau proses bernalar digunakan adalah proses deduktif, yaitu menarik
kesimpulan dengan proses umum yang berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
aturan hukum, dan premis minornya sesuai dengan kenyataan atau fakta hukum.7
7
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Cetakan ke 6, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,. ,Jakarta hlm.
47.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Hakim
harus terbebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan yudisial. Kebebasan dalam
melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk
menegakkan hukum dan keadilan sesuai Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa
keadilan bagi rakyat. Pasal 25 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 menegaskan bahwa
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Suatu ketentuan universal yang menjadi ciri suatu negara hukum adalah seorang hakim
yang bebas dan tidak memihak8. Seorang hakim diwajibkan menegakkan hukum dan keadilan
dengan tidak memihak. Istilah tidak memihak ini diartikan tidak harfiah, tidak memihak
dalam pengertian tersebut artinya hakim tidak dibenarkan untuk memilih (clien) yang akan
dibela karena dalam menjatuhkan putusannya harus memihak kepada kebenaran. Tidak
memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Seperti yang
tertulis dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 pasal 4 ayat (1) bahwa “Pengadilan
hakim harus benar-benar menghayati dan meresapi arti amanat dan tanggung jawab yang
kearah tegaknya hukum itu sendiri yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan
8
Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 94.
14
15
bahwa Hakikat pada pertimbangan yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari
suatu delik apakah perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang
didakwakan oleh penuntut umum sehingga pertimbangan tersebut relevan terhaadap amar/
Dalam praktik peradilan, terdapat pertimbangan pada putusan hakim sebelum putusan
dijatuhkan. Pertimbangan hakim tersebut ditarik dari fakta-fakta dalam persidangan yang
timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan pada saksi, keterangan terdakwa
a. Pertimbangan yuridis
fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan
sebagaimana yang harus dimuat dalam putusan misalnya dakwaan penuntut umum,
b. Pertimbangan non-yuridis
kejadian, dan modus operandi tentang cara tindak pidana itu dilakukan. Selain itu dapat pula
diperhatikan aspek akibat langsung dari perbutan terdakwa, jenis barang bukti yang
9
Lilik Mulyadi, 2007, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Praktek Pradilan, Mandar
Maju, Bandung, Hlm. 193.
10
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.212.
16
Putusan hakim mempertimbangkan unsur-unsur delik yang didakwakan oleh penuntut umum
terpenuhinya unsur-unsur delik pidana yang didakwakan terhadap terdakwa dan terbuti secara
sah menyakinkan menurut hukum. Selain pertimbangan yuridis dari delik yang didakwakan,
hakim juga harus menguasai aspek teoritik, pandangan doktrin, yurisprudensi, dan posisi
kasus yang ditangani, barulah kemudian secara limitatif ditetapkan pendiriannya. Ada tiga
terperinci dan subtansial terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi
b. Ada pula majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas
terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau
penasihat hukum.
c. Ada majelis hakim sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap
tuntutan pidana dari penuntut umum dari pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.
Hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan terdakwa tidak jujur, terdakwa
tidak mendukung program pemerintah, terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya, dan lain
tersebut. Sementara hal-hal yang bersifat meringankan ialah terdakwa belum pernah dipidana,
11
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 196.
17
Putusan pengadilan adalah Putusan atau pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan , sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang
menyatakan bahwa “Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-indang ini”. Pengambilan
putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala bukti
dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Surat dakwaan
dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada
pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan.12
Surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, tetapi hakim
tidak terikat kepada surat dakwaan tersebut. Hal ini didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, yang
menyatakan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
Syarat bagi hakim untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap suatu perkara pidana adalah :
Mengenai alat bukti yang sah, ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP bahwa:
1) Keterangan saksi;
2) Keterangan ahli;
3) Surat;
12
Andi Hamzah, 1996, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 167.
18
4) Keterangan terdakwa
b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Menurut Andi
Hamzah, ada 5 hal yang menjadi tanggung jawab dari seorang hakim, yaitu13:
menentukan apakah di hukum atau tidak si pelaku, maka putusan Hakim adalah pernyataan
pendapat dari seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara di dalam persidangan dan
memiliki hukum yang berkekuatan tetap. Berlandaskan pada asas dari teoritik dan praktik
13
Ibid., Hlm 10
19
bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis
dengan tujuan menyelesaikan perkara”14
Pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak
dari Surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan disidang
pengadilan yang pada dasarnya mempunyai peranan yang menentukan dalam menegakkan
hukum dan keadilan, oleh karena itu didalam menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar
selalu berhati-hati, hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak
mengakibatkan rasa tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat menjatuhkan
hanya tertuju apakah putusan itu sudah benar menurut hukum, melainkan juga terhadap
akibat yang mungkin timbul, dengan berpandangan luas seperti ini maka hakim
masyarakat dan juga akan lebih dapat memahami serta meresapi makna dari putusan yang
dijatuhkan, dalam dunia peradilan dibedakan antara putusan dan penetapan hakim. Putusan
dalam bahasa Belanda disebut dengan vonis, sedangkan penetapan hakim dalam bahasa
Belanda disebut dengan beschikking. Putusan hakim dalam acara pidana adalah diambil
untuk memutusi suatu perkara pidana, sedangkan penetapan diambil berhubungan dengan
suatu permohonan, biasanya dalam perkara perdata seperti pengangkatan wali atau
pengangkatan anak.15
Pengertian putusan terdapat dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segalamtuntutan hukum dalam hal menurut cara yang
diatur dalam undangundang. Menurut ketentuan Pasal 193 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), putusan pidana dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa
14
Lilik Mulyadi , Op. Cit., hlm. 127.
15
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 45.
20
rumusan KUHAP tersebut putusan hakim dapat digolongkan ke dalam 2 jenis yaitu:
a. Putusan Akhir
Putusan ini dapat terjadi apabila majelis hakim memeriksa terdakwa yang
hadir di persidangan sampai pokok perkaranya selesai diperiksa. Maksud dari pokok
b. Putusan Sela
Putusan yang bukan putusan akhir ini mangacu pada ketentuan Pasal 156 ayat
(1) KUHAP, yaitu dalam penasihat hukum mengajukan keberatan atau eksepsi
terhadap surat dakwaan penuntut umum. Penetapan atau putusan sela ini mengakhiri
perkara apabila terdakwadan penuntut umum menerima apa yang diputuskan oleh
majelis hakim tersebut. Akan tetapi, secara material perkara tersebut dapat dibuka
kembali apabila perlawanan dari penuntut umum oleh Pengadilan Tinggi dibenarkan
pemeriksaan perkara yang bersangkutan. Putusan sela ini bukan putusan akhir
karena adanya perlawanan yang dibenarkan, juga dikarenakan dalam hak ini materi
pokok perkara atau pokok perkara yang sebenarnya yaitu dari keterangan para saksi,
terdakwa serta proses berikutnya belum diperiksa oleh majelis hakim.16 Jadi, bentuk
putusan yang dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak
16
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 47.
21
dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di
1) Putusan Bebas :
dari tuntutan hukum. Dibebaskan dari tuntutan hukum berarti terdakwa dibebaskan
dari pemidanaan atau dengankata lain tidak dipidana. Menurut Pasal 191 ayat (1)
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Putusan bebas ditinjau dari segi yuridis Menurut Yahya Harahap ialah putusan yang
dinilai oleh majelis hakim yang bersangkutan tidak memenuhi asas pembuktian
menurut undang-undang secara negatif dan tidak memenuhi asas batas minimum
secara negatif adalah bahwa pembuktian yang diperoleh dipersidangan tidak cukup
2) Putusan Pelepasan
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2)
KUHAP, yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan
hukum”.
3) Putusan Pemidanaan
17
Yahya Harahap, 2016, Ed.2, Cet.15, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika,
Jakarta, Hlm. 347.
22
pengadilan hal ini sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika pengadilan
terdakwa atau dengan penjelasan lain. Pengadilan berpendapat dan menilai apabila
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas
terdakwa telah cukup terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, yang telah diterima oleh para pihak yang bersangkutan. Putusan yang
berupa pemidanaan berupa pidana seperti yang diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Penetapan Tidak Berwenang Mengadili diatur dalam Pasal l84 KUHAP yang intinya
4) Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima Pasal 156 ayat (1)
KUHAP, tidak menjelaskan pengertian dakwaan tidak dapat diterima, dan tidak
dijelaskan patokan yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan dakwaan tidak
dapat diterima. Menurut Yahya Harahap pengertian tentang dakwaan tidak dapat
diterima adalah apabila dakwaan yang diajukan mengandung cacat formal atau
5) Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum Menurut Pasal 143
KUHAP syarat yang harus dipenuhi surat dakwaan adalah harus memenuhi syarat
ii. Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum.
iii. Nama lengkap, tempa tinggal, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin,
b) Syarat Materiil
didakwakan.
yang dinyatakan batal demi hukum adalah apabila tidak memenuhi unsur
dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yaitu tidak memenuhi syarat
materiil diatas.
18
Matheos F. Santos, 2021, “Kajian Hukum Eksepsi Atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Menurut Ketentuan
Pasal 156 Ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981”, Lex Crimen Vol. X/No. 6/Mei/2021, Universitas Sam
Ratulangi, hlm. 188.
24
Dasar peraturan yang mengatur pelayanan bagi kesehatan tertulis dalam Undang –
Undang Kesehatan. Dalam Undang-undang Kesehatan termuat peraturan berbagai hal pokok
a. Ketentuan umum yang memuat istilah dan pengertian berbagai hal tentang kesehatan;
kewajiban, keadilan, gender, non diskriminatif dan norma-norma agama yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
d. Hak dan kewajiban dalam memperoleh pelayanan Kesehatan yang aman, bermutu, dan
Pemerintah telah menetapkan bahwa alat kesehatan dimana hand sanitizer termasuk
didalamnya, hanya dapat diedarkan / diperjual belikan setelah mendapat izin edar , hal ini
diatur dalam Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang Kesehatan. Sementara
25
itu, ketentuan mengenai pidana terkait pengedaran alat kesehatan tanpa izin edar diatur dalam
Pasal 197 jo. Pasal 106 ayat (1) Undang – Undang Kesehatan yang menetapkan bahwa setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
bergerak dalam bidang usaha barang/jasa dagangan utama berupa bahan kimia (yang
tidak dilarang), obat hewan, pestisida, alat kesehatan, alat kedokteran, alat
laboratorium, alat kesehatan hewan, dan alat peternakan yang dimiliki oleh Bambang
Sutikno. Melihat keadaan saat genting dimana permintaan hand sanitizer sedang
tanggal 5 Maret 2020 Pukul 15.00 WIB di kantor CV MSS yang terletak di Jalan
perusahaan Bambang Sutikno telah memproduksi alat kesehatan berupa cairan kimia
dan antiseptic gel yang sudah diperjual belikan saat belum mendapat izin edar dari
Suwarti sebagai Jaksa Penuntut Umum, Bambang mengedarkan produk hand sanitizer
tersebut dengan cara memesan secara langsung maupun lewat telepon. Bahan dan
peralatan yang ditemukan saat penggrebekan adalah satu dus berisi 37 botol
26
antiseptik gel atau hand sanitizer ukuran 500 mililiter, alkohol 70 persen, klorin, alat
tuang bahan kimia, dan banyak barang bukti lain. Bambang mencampur semua bahan
menjadi satu ke dalam gelas lalu diaduk dengan komposisi dan takaran hingga
juga memberi label sendiri botol hand sanitizer yang ia produksi dengan mencetak
label di percetakan wilayah Pucang Anom, yang dalam label tersebut dicantumkan
dengan Izin usaha untuk perdagangan dengan komoditas bahan kimia yang tidak
dilarang, obat hewan, pestisida, alat kesehatan, alat kedokteran, alat laboratorium, alat
kesehatan hewan dan alat peternakan. Hanya saja, untuk memproduksi hand sanitizer,
Sutikno bin Subayan dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana
memproduksi dan memperdagangkan barang dan yang tidak memenuhi standar yang
angka 1 huruf a tentang Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999). Atas perbuatannya tersebut
Bambang dijatuhi pidana 6 (enam) bulan penjara dengan masa penangkapan dan masa
penahanan yang telah dijalani Bambang dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan.
Tuntutan :
yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
27
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposis,, aturan pakai, tan ggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk
pen ggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat" sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan i UU RI No. 8
dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam
- 1 (satu) dus berisi 37 (tiga puluh tujuh) botol antiseptic gel ukuran 500 ml, 1 (satu)
buah antiseptic gel ukuran 250 ml, 1 (satu) buah botol alcohol 70%, 1 (satu) buah ember
besar, 1 (satu) buah botol alcohol 96%, 1 (satu) buah botol chlorib 3%, 1 (satu) buah
botol catgram 3 aseton alkohol, 1 (satu) buah botol HCL 1 N, 3 (tiga) buah alat tuang
bahan kimia, 1 (satu) buah jerigen kosong warna putih, 1 (satu) buah cat ziehi neelen
nethylen blue 0,3%, 22 (dua puluh dua) botol pam ukuran 500 ml, 100 (seratus) botol pam
ukuran 250 ml, 1 (satu) buah hotplate striper, 1 (satu) buah hairdryer, 19 (Sembilan belas)
botol antiseptic gel refiil ukuran 500 ml, 2 (dua) buah botol cairan hayem, 4 (empat) buah
botol cairan buffer phosphate, 4 (empat) buah botol cairan cat wriht, 1 (satu) buh botol
cairan rees ecker, 1 (satu) buah botol cairan edta, 1 (satu) buah botol cairan amm oxalate,
1 (satu) buah botol cairan cat geimsa, 1 (satu) buah botol cairan benedict, 1 (satu) buah
botol cairan indicator methyl red, 1 (satu) buah botol cairan indicator bromkresol green, 1
(satu) buah botol cairan lugal, 1 (satu) buah botol cairan methanol, 1 (satu) buah botol
cairan Turk, 1 (satu) buah botol cairan asam acetat rekat, 15 (lima belas) buah botol cairan
cat ziehi nelsen, 1 (satu) buah botol cairan cat gram, 1 (satu) buah CPU computer, 1 (satu)
28
buah buku tabungan Bank BCA No. Rek. 0100141442 atas nama Bambang Sutikno, 1
(satu) buah timbangan elektrik, 1 (satu) buah gelas kaca besar, 1 (satu) buah alat pengaduk
dan bahan kaca (spatula), 1 (satu) buah gelas ukur dan 1 (satu) buah alat pengaduk
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua
ribu rupiah).
Dakwaan :
1) Pertama : Bahwa perbuatan Bambang Sutikno bin Subayan diantur dan dincam
pidana Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang
2) Kedua : Bahwa perbuatan Bambang Sutikno bin Subayan diatur dan diancam
pidana pada Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan (3) UU RI No. 36 Tahun 2009
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
3) Ketiga : Bahwa perbuatan Bambang Sutikno bin Subayan diatur dan diancam
pidana pada Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan i UU RI No. 8 Tahun
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,
akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus dibuat, berdasar Pasal 62 ayat (1)
29
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
3. Analisis
Pada penelitian kali ini, peneliti akan menyajikan data yang peneliti peroleh dari
hasil wawancara dengan salah satu hakim di Indonesia yang telah peneliti lakukan.
Menurut pandangan bapak Vabiannes Stuart Wattimena, S.H yang merupakan salah
MSS dan peraturan perundang-undangan, maka dapat dikaji bahwa walaupun putusan
hakim tersebut secara mutatis mutandis bertentangan dengan asas lex specialis derogat
legi generalis dan asas lex posterior derogat legi priori namun tidak dapat dianggap
keliru karena pada hakikatnya seorang hakim memiliki hak bebas memilih dakwaan
mana yang terbukti. Suatu ketentuan universal yang menjadi ciri suatu negara hukum
30
adalah seorang hakim yang bebas dan tidak memihak19. Hakikat pada pertimbangan
yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu delik apakah perbuatan
terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh penuntut
hakim20.
(dua)hal, yaitu :
Kalau semisal alat bukti sudah terpenuhi sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP
a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Apabila semua itu sudah terpenuhi, maka yang ditunggu selanjutnya adalah
keyakinan hakim. Alat bukti yang terdapat pada ayat (1) Pasal 184 KUHAP huruf a – d
adalah alat bukti yang nyata dan terikat, sedangkan alat bukti di huruf e yaitu
keterangan terdakwa adalah alat bukti yang tidak terikat. Ketika hakim sudah
memutuskan bahwa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk sebagai alat
19
Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 94.
20
Lilik Mulyadi, Op.Cit., hlm. 193.
31
Terdakwa” tidak bisa digunakan terikat, karena pada prinsipnya terdakwa tidak
Pengadaan Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar terdapat berbagai alat bukti,
seperti saksi dari kepolisian yang melakukan penangkapan dan saksi yang melaporkan
terjadinya kejahatan. Keterangan kedua saksi ini jika berdasarkan Pasal 184 KUHAP
merupakan alat bukti yang sah, sehingga putusan hakim sudah dapat dibenarkan.
Mengenai keyakinan hakim dapat dilihat dari proses pemeriksaan. Karena penulis
hanya melihat putusan dan tidak melihat proses pemeriksaannya, sejauh ini yang
untuk memutus terdakwa bersalah. Alasan dan pertimbangan putusan hakim ringan
untuk memutus perkara tidak berada dalam koridor tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
didasarkan pada surat dakwaan tetapi juga harus menggali fakta-fakta hukumnya.
Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Ainul Syamsu dalam bukunya yang
berjudul Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana, disitu ia
mengatakan bahwa,
Terdapat istilah ultra petita yang berarti hakim memutus diluar tuntutan, semisal
tuntutannya 5 tahun namun hakim memutus 7 tahun, atau minimum petita, semisal
21
Sudharmawatiningsih, 2015, Pengkajian tentang Putusan Pemidanaan Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa
Penuntut Umum: Laporan Penelitian, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung, Jakarta, hal. 63.
32
tuntutannya 3 tahun namun hakim memutus 3 bulan. Hal tersebut dapat terjadi karena
yang terjadi selama proses pemeriksaan. Semisal terdapat fakta yang tidak terlalu jelas,
alasan terdakwa melakukan kejahatan tidak sesuai hal yang didakwakan, sehingga
Pengadaan Alat Kesehatan yang Tidak Memiliki Izin Edar, dalam putusan ini dakwaan
yang diberikan oleh JPU ada 3 antara lain bersumber pada 2 Undang - Undang
Undang - Undang Kesehatan ini mengacu pada ketentuan Undang - Undang Pasal 1
Tahun 1997 yang mengatakan bahwa barangsiapa memproduksi atau mengedarkan alat
kesehatan yang tidak memiliki izin atau tidak sesuai dengan ketentuan Undang -
Undang akan dipidana sedangkan yang berasal pada dakwaan yang mengacu pada
tidak wajar dari produsen yang menyebabkan hilangnya hak dari konsumen untuk
pijakannya dengan dakwaannya paling terakhir yaitu dakwaan dari Undang – Undang
Mengacu pada teori putusan hakim, pasti didasarkan pada surat dakwaan karena
secara prinsip surat dakwaan memiliki 3 fungsi yaitu antara lain fungsi pertama adalah
menjadi dasar penuntutan, fungsi kedua menjadi dasar dari pembelaan, fungsi ketiga
menjadi dasar dari penjatuhan putusan, hakim tentunya harus memeriksa dakwaan, dan
apabila dakwaan bersifat alternatif ataupun subsidair. Dalam perkara ini dakwaan
bersifat alternatif, maka hakim tersebut bisa memilih dan tindakan hakim tersebut tidak
33
dapat disalahkan. Pertimbangan penulis adalah alasan mengapa hakim memutus dengan
barangkali dalam persidangan terdapat bukti bahwa terdakwa baru memproduksi saja
belum meluas. Hasil dari penelitian fakta di persidangan dapat berupa hakim
mengendurkan putusannya, tidak diberi sanksi terlalu tinggi karena tidak menimbulkan
kerusakan yang begitu luas. Atau bisa juga karena yang dilakukan terdakwa semata-
mata untuk bisnis saja, bukan untuk mengedarkan benda yang membahayakan
konsumen, karena demand / permintaan alat kesehatan yang tinggi di masa pandemi
tetapi produktifitas dari badan usaha rendah maka bisa jadi terdakwa hanya berniat
mengambil celah tersebut sehingga hakim menganggap hal tersebut bukan termasuk
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
unsur yang bisa menjadi pertimbangan hakim adalah dalam pasal tersebut terdapat
Pasal 196 dan 197 Undang – Undang Kesehatan adalah “Setiap orang yang dengan
yang tidak ...” Perbedaan frasa diantara keduanya juga memiliki arti yang berbeda,
dalam Pasal 8 ayat (1) UUPK kata ‘memproduksi’ dan ‘memperdagangkan’ dipisahkan
peraturan ini dapat berlaku bila kedua hal tersebut dilakukan ataupun bila hanya salah
satu yang dilakukan. Dalam Pasal 196 dan 197 Undang – Undang Kesehatan kata
peraturan ini hanya berlaku bila hanya salah satu perbuatan hukum tersebut yang
Subayan selaku terdakwa juga melanggar ketentuan yang terdapat pada Undang –
Undang – Undang Perlindungan Konsumen lebih sesuai dan juga terbukti memenuhi
unsur – unsur dakwaan, maka putusan akhir yang digunakan adalah ketentuan dari
Terdapat pertimbangan yang dapat dilihat dari sudut pandang lain, yaitu dalam
Pasal 197 Undang – Undang Kesehatan tertulis bahwa “Setiap orang yang dengan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”. Frasa “memproduksi atau
mengedarkan” dapat diartikan bahwa kegiatan memproduksi saja sudah dapat dikenai
hukuman dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000 (satu miliar rupiah) berdasarkan ketentuan Pasal 196, atau 15 (lima
belas) tahun dan Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) berdasarkan
Kedua pertimbangan dan sudut pandang yang berbeda inilah yang menimbulkan
banyak pertanyaan dan pertimbangan terlebih bila dilihat dari sanksi pidana putusan
35
hakim yang hanya 6 (enam) bulan penjara sedangkan menurut ketentuan Pasal 62 ayat
(1) Undang – Undang Perlindungan Konsumen, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah). Dan menurut ketentuan Pasal 196 Undang – Undang Kesehatan dipidana
penjara 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar
rupiah), dan berdasarkan ketentuan Pasal 197 Undang – Undang Kesehatan dipidana
penjara 15 (lima belas) tahun dan Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Walaupun pemidanaan dalam putusan ini tidak sesuai dengan Undang – Undang
Kesehatan, namun semuanya kembali lagi pada pertimbangan hakim dengan melihat
fakta – fakta dipersidangan yang telah memenuhi syarat sebagai alat bukti yang sah
disertai dengan adanya keyakinan hakim. Keyakinan hakim itulah yang menuntun
Hakim dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum (system
denken) tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memperhatikan
keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan (problem denken). Akibat
putusan hakim yang hanya menerapkan pada hukum tanpa menggunakan hati
Prinsip keadilan putusan hakim tercermin dalam putusan hakim yang menunjukkan
bahwa hukum pidana itu memiliki tujuan untuk tidak sekedar memberikan nestapa
badan tetapi juga memberikan rehabilitasi bahwa diperlukan juga pemulihan bagi
terdakwa, bahwasanya terdakwa dalam hal ini merupakan pelaku bisnis tidak hanya
dikenakan pidana penjara badan yang sifatnya membelenggu dirinya sendiri akan tetapi
juga tujuan yang paling utama untuk pelajaran dan kesadaran masyarakat bahwa
dengan tertangkapnya perusahaan yang membuat peralatan kesehatan yang tidak ada
izin edar ini, sudah lebih baik dibanding nestapa badan yang dikenakan pada si pelaku
dikurangi, yang terpenting sudah tertangkap dan ditindak tegas sehingga tidak melebar
lagi alat kesehatan yang tidak sesuai dengan izin edar itu.
22
HM. Soerya Respationo, 2013, “Putusan Hakim : Menuju Rasionalitas Hukum Refleksif dalam Penegakan
Hukum”, Jurnal Hukum Yustisia, No. 86 Th. XXII Mei-Agustus 2013, Surakarta : Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, hlm. 43
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan setelah dibahas dalam bab Pembahasan adalah
sebagai berikut :
1. Hakim dalam memutus setiap perkara tidak selalu berpatok pada dakwakan jaksa
karena hakim memiliki hak bebas memilih dakwaan mana yang terbukti, pasalnya
dengan ancaman tinggi pun hakim bisa memberi putusan ringan bahkan bebas
murni. Ini merupakan suatu alasan dan pertimbangan mengapa putusan hakim
kewenangan untuk memutus perkara tidak berada dalam koridor tuntutan Jaksa
membuktikan dakwaan yang dimaksud, dengan kata lain apabila fakta dengan
dakwaan tidak sesuai, hakim bisa memutuskan ringan bahkan bebas sesuai dengan
2. Sesuai dengan teori putusan, hakim dalam perkara ini telah mencerminkan prinsip
pada Undang - Undang yang mengikatnya antara lain Undang - Undang Kekuasaan
Kehakiman, KUHAP, dan pidana materiilnya yang diambil yang ada pada kasus ini
kepastian hukum. Dari prinsip keadilan, hakim yang memeriksa sendiri fakta-fakta
37
38
bulan dibandingkan dengan ketentuan Pasal 62 UUPK yaitu 5 tahun. Prinsip keadilan
putusan hakim tercermin dalam putusan hakim yang menunjukkan bahwa hukum
pidana itu memiliki tujuan untuk tidak sekedar memberikan nestapa badan tetapi
bahwasanya terdakwa dalam hal ini merupakan pelaku bisnis tidak hanya dikenakan
pidana penjara badan yang sifatnya membelenggu dirinya sendiri akan tetapi juga
tujuan yang paling utama untuk pelajaran dan kesadaran masyarakat agar lebih
berhati – hati dalam memilih produk kesehatan. Ketika putusan diucapkan maka
prinsip kemanfaatan terjadi apabila putusan tersebut secara nyata sesuai dengan
B. Saran
Saran dari penulis ialah bagi praktisi hukum khususnya hakim yang menangani perkara
mempertimbangkan faktor yang dapat memberikan efek jera bagi terdakwa dalam
menjatuhkan putusan. Terlebih dalam kasus yang menyangkut kesehatan masyarakat umum,
dimana resiko yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa luas, seharusnya diberi hukuman
yang paling membuat terdakwa jera agar ia tidak mengulangi perbuatannya sehingga
kesehatan masyarakat umum tidak terancamMenurut penulis, sanksi yang diatur dalam
Undang – Undang Kesehatan sudah cukup memberikan efek jera bila dilaksanakan
semaksimal mungkin. Selain menimbulkan efek jera, putusan hakim diharapkan dapar
jaksa penuntut umum yang menangani perkara yang berhubungan dengan Undang – Undang
39
Kesehatan adalah, sebagai JPU harus berani mengajukan banding apabila putusan yang
dijatuhkan hakim jauh lebih rendah dari tuntutan yang diajukan JPU dan dianggap tidak
Buku :
Hamzah, Andi., 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Harahap, Yahya., 2016, Ed.2, Cet.15, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Sinar Grafika, Jakarta.
HR, Ridwan., 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud., 2010, Cetakan ke 6, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Muhammad, Rusli., 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Mulyadi, Lilik., 2007, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Praktek
Pradilan, Mandar Maju, Bandung.
Jurnal :
Eman Supriatna, 2020, “Wabah Corona Virus Disease (Covid 19) Dalam Pandangan Islam”,
Jurnal Sosial & Budaya, Vol. 7 No. 6, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Santos, Matheos F., dan Rodrigo F. Elias, 2021, “Kajian Hukum Eksepsi Atas Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum Menurut Ketentuan Pasal 156 Ayat (1) Undang-Undang No. 8
Tahun 1981”, Lex Crimen Vol. X/No. 6/Mei/2021, Universitas Sam Ratulangi.
Soerya Respationo, H.M., 2013, “Putusan Hakim : Menuju Rasionalitas Hukum Refleksif
dalam Penegakan Hukum”, Jurnal Hukum Yustisia, No. 86 Th. XXII Mei-Agustus
Artikel :
41
42
Laporan :
Peraturan :
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Sekretariat Negara,
Jakarta.