Anda di halaman 1dari 11

KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

Rachmatul Ummah Mar’atusshalihah

Universitas PTIQ, Mahasiswa Magister MPI

ummahrahma99@gmail.com

ABSTRAK
Pendidikan merupakan sarana proses pembinaan potensi dan transformasi budaya dalam rangka
eksistensi masa depan bangsa, maka pengelolaan seluruh aspek harusnya terarah, terencana,
dan terpadu secara sistemik. Setiap anak, tanpa terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus( ABK)
merupakan amanah dan karunia dari tuhan yang maha esa yang memiliki hak yang sama sebagai
manusia yang seutuhnya. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki hak yang
sama sebagai manusia yang seutuhnya. Berdasarkan hal itu maka negara memiliki tanggung
jawab dan berkewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk anak-anak yang memiliki keberbedaan dengan anak-anak
lainnya.Dewasa ini, pelayanan pendidikan sangat berkembang pesat. Berbagai programpun
banyak kita jumpai, salah satunya yaitu PPI (Program Pembelajaran Individual). Program
pembelajaran individual (PPI) mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1992 sebagai salah satu
model layanan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).Prosedur yang ideal untuk
mengembangkan program pembelajaran individual dikemukakan Kitano and Kirby (1986)
memiliki lima aspek yaitu: pembentukan tim PPI, menilai kebutuhan khusus anak,
mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, merancang metode dan prosedur
pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak.
Kata kunci: Pendidikan, anak berkebutuhan khusus, program pembelajaran individual

ABSTRACT
Education is a means of developing potential and cultural transformation in the context of the
future existence of the nation, so the management of all aspects must be directed, planned and
systemically integrated. Every child, without exception, Children with Special Needs (ABK) is
a trust and gift from Almighty God who has the same rights as a complete human being.
Children with special needs are children who have the same rights as full human beings. Based
on this, the state has a responsibility and obligation to provide quality educational services to
every citizen without exception, including children who are different from other children.
Nowadays, educational services are developing very rapidly. We have come across various
programs, one of which is PPI (Individual Learning Program). Individual learning programs
(PPI) became known in Indonesia in 1992 as one of the service models for Children with Special
Needs (ABK). The ideal procedure for developing individual learning programs stated by
Kitano and Kirby (1986) has five aspects, namely: forming a PPI team, assessing children's
special needs, developing long-term and short-term goals, designing learning methods and
procedures and determining evaluations of children's progress.

Key words: Education, children with special needs, individual learning programs
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana proses pembinaan potensi dan transformasi budaya dalam rangka
eksistensi masa depan bangsa, maka pengelolaan seluruh aspek harusnya terarah, terencana,
dan terpadu secara sistemik. Pendidikan juga merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional masyarakat yang adil dan makmur, yang
sejahtera lahir dan batin material dan spiritual1
Sesuai dengan firman Allah SWT surah attin ayat 4 Allah menciptakan manusia dengan bentuk
sebaik-baiknya. Setiap anak, tanpa terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus( ABK) merupakan
amanah dan karunia dari tuhan yang maha esa yang memiliki hak yang sama sebagai manusia
yang seutuhnya. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki hak yang sama
sebagai manusia yang seutuhnya. Anak Berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki
kekurangan baik cacat fisik, mental maupun sosial. Sangat penting bagi seorang guru untuk
mengetahui kondisi atau kemampuan dari siswa anak berkebutuhan khusus, karena dengan
mengetahui jondisi dan kemampuan dari masing-masing siswa maka guru dapat memberikan
pembelajaran sesuai kondisi dan kemampuan yang dimiiki setiap anak berkebutuhan khusus2.
Berdasarkan hal itu maka negara memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk anak-anak yang memiliki keberbedaan dengan anak-anak lainnya.
Dewasa ini, pelayanan pendidikan sangat berkembang pesat. Berbagai programpun banyak kita
jumpai, salah satunya yaitu PPI (Program Pembelajaran Individual). Program pembelajaran
individual (PPI) mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1992 sebagai salah satu model layanan
untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang merancang pembelajaran pada fokus
kemampuan dan kelemahan kompetensi siswa (Rochyadi, 2005). PPI ini juga mampu meninjau
dan melacak kemajuan siswa tanpa banyak beban birokrasi yang terkait (Wedell, 2012).
Faktanya, sekolah-sekolah berkebutuhan khusus di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan
metode ini. PPI adalah pemberian tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasi siswa
(Mercer, D.C and Mercer, 1989). Program ini didasarkan pada kebutuhan siswa mulai dari
tingkat keberfungsian saat ini, menentukan tujuan jangka pendek dan panjang secara objektif,
serta konsultasi dengan psikolog sekolah (Elliot et.al.,1999). Ringkasnya, PPI merupakan
rancangan model pembelajaran yang berbasis pada kebutuhan, kelemahan, dan kelebihan
siswa3.
Salah satu komponen penting dalam pengembangan dan implementasi program pembelajaran
individual (PPI), adalah penyusunan program secara sistematis, konkrit dan relevan dengan
kebutuhan belajar siswa. Pengembangan program pembelajaran dalam PPI merupakan

1
Gumilar Ramdani, Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, (Jakarta:Universitas PTIQ)
2
Achmad Miftahul Aziz NY, Implementasi program pembelajaran individu Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi ( Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sumber Sari 2 Kota Malang), (Malang : Universitas Islam Maualana
Malik Ibrahim, 2020)
3
Dita Lestari dan Budi Andayani, Program Pembelajaran Individual: Meningkatkan Keterampilan Mengancingkan
Baju pada Anak Disabilitas Intelektual Sedang ( Al Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak, 2020)
pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran dan oleh karena itu harus menjadi kompetensi guru
pendidikan luar biasa.
Pengembangan program individual sangat berbeda dari program pembelajaran (klasikal) yang
biasa kita lakukan di sekolah . Program pembelajaran klasikal biasanya dikembangkan hanya
dari kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional, tanpa memperhatikan kebutuhan anak
secara individual. Sedangkan Program Pembelajaran Individual (PPI) dikembangkan
berdasarkan atas dua sisi. Pertama, berdasarkan data hasil asesmen yang menggambarkan
kebutuhan belajar siswa secara individual. Kedua didasarkan kepada materi kurikulum dari
bidang studi yang bersangkutan4.

PEMBAHASAN
1. Kebutuhan ABK terhadap PPI

Definisi terminologis menurut perundang-undangan menyatakan bahwa anak


berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena memiliki hambatan/keterbatasan fisik, sosial, mental dan/atau
memiliki bakat kecerdasan istimewa. Berdasarkan beberapa laporan data dari Dirjen
Pendidikan Luar Biasa Kementrian Pendidikan Nasional (Maret 2010) disebutkan bahwa
jumlah ABK di Indonesia sebanyak 324.000 Orang. Dari jumlah tersebut, hanya 75.000
anak yang beruntung bisa bersekolah, sedangkan sisanya, sebanyak 249.000 anak, belum
tersentuh pendidikan. Deputi Bidang Perlindungan anak mengkategorisasikan sebanyak
dua belas jenis anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik atau kekhususan
masing-masing.

Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang mengalami ketidaksempurnaan (cacat)


secara jasmani maupun gangguan pada aspek psikologisnya. sisw berkebutuhan khusus ini
jelas sangat bervariasi, sehingga masing-masing anak juga memiliki masalah yang
berbeda-beda satu sama lain, sesuai dengan perbedaan jenis kecacatan/kekhususan dan
tingkat keparahannya. Oleh karena itu diperlukan pelayanan pendidikan yang
mempertimbangkan berbagai variasi tersebut. Pendidikan yang diberikan pun lebih khusus
dan bervariasi, tidak hanya dari segi materi tetapi juga metode, alat, evaluasi, serta strategi
pengajarannya juga harus disesuaikan dengan variasi kebutuhan masing-masing anak5.

siswa berkebutuhan khusus tidak bisa ditekankan dalam bentuk kuantitatif siswa
berkebutuhan khusus harus mendapatkan nilai 100 dalam mata pelajaran Matematika
ataupun mata pelajaran umum lainnya, namun hasil akhir atau evaluasi akhir yang harus
kita lakukan adalah mengobservasi atau menghargai proses demi proses yang dilakukan

4
Gumilar Ramdani, Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, (Jakarta:Universitas PTIQ)
5
Diana Dwi Jayanti, Strategi Optimalisasi Potensi Siswa Berkebutuhan Khusus melalui Program Pembelajaran
Individual (Lamongan: Unversitas Islam Lamongan)
oleh siswa berkebutuhan khusus, karena siswa berkebutuhan khusus bisa bertahan serta
mau untuk belajar itu sudah merupakan suatu prestasi. Oleh karena itu perlu dilakukan
treatment yang khusus bagi siswa berkebutuhan khusus yaitu adanya Program Pembelajran
Individual. Program Program Pendidikan Individualisasi merupakan salah satu program
untuk menjamin peningkatan mutu, kebutuhan individual dan keterlibatan, dan menjamin
bahwa siswa slow learner dapat menerima program yang sesuai dengan kebutuhan khusus
dan kemampuannya6.

2. Pengertian Program Pembelajaran Indvidual

Menurut Mercer & Lynch dalam (Farisia, 2017) Program Pembelajaran Individual (PPI)
diadopsi dari istilah Individualized Educational Program (IEP) yang dikembangkan dalam
sistem pendidikan di Amerika Serikat. IEP merupakan dokumen tertulis yang
dikembangkan dalam suatu rencana pembelajaran bagi ABK, yang mendorong siswa
mengerjakan tugas sesuai dengan kondisi dan motivasinya. Dalam referensi lain
disebutkan bahwa PPI merupakan program pembelajaran yang didasarkan pada gaya,
kekuatan, dan kebutuhan khusus siswa dalam belajar.
Menurut Valentin dalam (Sebrina & Sukirman, 2019) menyebutkan “Individualized
Education Program (IEP) is a legal document that outlines the spesific learning needs of
the student and consequent adaptations to the curriculum and physical environment that
must be made to accommodate accomodate the child”. “Sebuah dokumen formal yang
menjelaskan tentang kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus dan adanya modifikasi
atau perubahan kurikulum dan lingkungan fisik yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
siswa tersebut”7.
Menurut Sofyan S. Wills, bimbingan individu adalah proses bantuan terhadap individu
yang membutuhkannya. Bantuan tersebut diberikan secara bertujuan, berencana dan
sistematis serta tanpa paksaan melainkan atas kesadaran individu tersebut sehubungan
dengan masalahnya. Selain itu, bagi Hamzah, pembelajaran individu yaitu upaya
membantu siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya
dengan membantu mereka untuk dapat memandang dirinya sebagai pribadi yang
mampu/berguna. Selanjutnya menurut Dirjen Pendidikan Menengah Kejuruan bahwa
yang mengarah ke pengelolaan pembelajaran secara individu dan menempatkan siswa
sebagai subjek. Dimana siswa harus mampu merencanakan menggali,
menginterpresentasikan serta mengevaluasi hasil belajar sendiri, di lain pihak
menempatkan posisi guru sebagai fasilitator yang harus senantiasa siap melayani
kebutuhan belajar siswa8.
Menurut UNESCO dalam (Dwimarta, 2015b) mengungkapkan bahwa “Kurikulum
Program Pendidikan Individual Educational (PPI) atau Program Indivilized (IEP)

6
Tuti Haryati, Widia Winata, dan Ahmad Suryadi, Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Siswa
Slow learner di SD LAB School FIP UMJ, ( Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta)
7
Tuti Haryati, Widia Winata, dan Ahmad Suryadi, Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Siswa
Slow learner di SD LAB School FIP UMJ, ( Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta)
8
sulton ahmad lubis, Kemampuan mengembangkan program pembelajaran individual, ( Jakarta: Univesitas PTIQ)
diperuntukan bagi peserta didik yang memang tidak menggunakan memungkinkan
kurikulum reguler maupun modifikasi. Tingkat kebutuhan pelayanan khususnya
kompleks”. Menurut Amin termasuk dalam (Megaiswari dkk., 2019) Program
Pembelajaran Individual (PPI) adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk
membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kemampuannya.
Program ini terbagi atas dua (2) hal yaitu: Program jangka panjang dan program jangka
pendek. Pada program pembelajaran individual (PPI) mencakup kurikulum dan
penempatan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus, serta berbagai aspek yang
terkait orang tua dan lembaga yang terkait9.
Program pembelajaran individual (PPI) mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1992
sebagai salah satu model layanan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang
merancang pembelajaran pada fokus kemampuan dan kelemahan kompetensi siswa
(Rochyadi, 2005). PPI ini juga mampu meninjau dan melacak kemajuan siswa tanpa
banyak beban birokrasi yang terkait (Wedell, 2012). Faktanya, sekolah-sekolah
berkebutuhan khusus di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan metode ini. PPI adalah
pemberian tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasi siswa (Mercer, D.C and Mercer,
1989). Program ini didasarkan pada kebutuhan siswa mulai dari tingkat keberfungsian saat
ini, menentukan tujuan jangka pendek dan panjang secara objektif, serta konsultasi dengan
psikolog sekolah (Elliot et.al.,1999). Ringkasnya, PPI merupakan rancangan model
pembelajaran yang berbasis pada kebutuhan, kelemahan, dan kelebihan siswa10.

Program pembelajaran individual tidak hanya dilakukan oleh guru saja, program ini
membutuhkan kerjasama dengan tim pelaksana lainnya dan yang paling penting adalah
kerjasama dengan orang tua siswa.

Menurut Megawangi (2016), ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal
bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) yang merupakan dasar penting dalam
pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan
kepada orang lain (trust); rasa aman, yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman;
dan stimulasi fisik dan mental. Seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu
melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya yang berusia usia
di bawah enam bulan) akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira,
antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikan anak yang kreatif 11.

9
Tuti Haryati, Widia Winata, dan Ahmad Suryadi, Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Siswa Slow
learner di SD LAB School FIP UMJ, ( Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta)
10
Dita Lestari dan Budi Andayani, Program Pembelajaran Individual: Meningkatkan Keterampilan Mengancingkan
Baju pada Anak Disabilitas Intelektual Sedang ( Al Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak, 2020)
11
Nita Yuniarti, Siskandar, Akhmad Shunhaji, dan Endan Suwandana. Memahami Konsep Pembentukan dan
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Menurut Agama Islam, Pakar Pendidikan, dan Negara. Al Athfaal: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Anak Usia Dini 4. No.1
3. Tujuan PPI
Tujuan dari Program Pembelajaran Individual adalah sebagai berikut:
a. Membantu guru mengadaptasikan program umum/program khusus bagi ABK yg
didasarkan kekuatan, kelemahan, atau minat mereka.
b. Memberikan layanan pendidikan bagi anak sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anak usia dini.
c. Memberikan bantuan berupa bimbingan fleksibel terhadap anak dan orangtua
(Iskandar, 2018)12
d. menyelaraskan antara kebutuhan peserta didik, tugas, dan perkembangan belajar.13

4. Langkah – Langkah Merancang PPI

Program pembelajaran individual disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan


setiap siswa. Prosedur yang ideal untuk mengembangkan program pembelajaran individual
dikemukakan Kitano and Kirby (1986) memiliki lima aspek yaitu: pembentukan tim PPI,
menilai kebutuhan khusus anak, mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka
pendek, merancang metode dan prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan
anak. Masingmasing aspek akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembentukan Tim PPI


Langkah awal dalam penyusunan program pembelajaran individual adalah
membentuk suatu tim yang disebut dengan tim PPI. Tim PPI inilah yang kelak
mempunyai tugas untuk merancang dan menyusun suatu program pembelajaran.
Anggota tim perancang PPI, idealnya bersifat multidisiplin dan terdiri dari orang-
orang yang bekerja dan memiliki informasi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut di
dalam menyusun rancangan program secara komprehensif. Secara umum anggota
yang dimaksud dalam tim PPI adalah para guru PLB, Kepala sekolah, Guru umum,
orang tua, dan specialis lain (seperti: konselor, speech therapist, fisio-therapis,
pediatris dan psikolog). Dicantumkannya guru reguler karena pada awalnya PPI
diperuntukkan di sekolah umum (reguler) yang didalamnya terdapat anak luar biasa.
Untuk kondisi Indonesia tuntutan pembentukan tim seperti yang digambarkan akan
mengalami kesulitan bahkan mungkin akan menjadi hambatan proses pelaksanaan
pembelajaran individual. Untuk menghindari hal seperti itu maka pembentukkan tim
PPI yang dimaksud anggotanya terdiri dari para guru bersama kepala sekolah dan
orang tua siswa yang memiliki komitmen terhadap pendidikan . Pembentukkan tim
yang terdiri dari para guru, kepala sekolah dan orang tua tidak akan mengurangi makna
proses penyusunan program, karena sesungguhnya merekalah yang sangat memahami
seluk-beluk keberadaan anak. Dalam proses pembentukan tim PPI, kepala sekolah
merupakan ujung tombak. Dalam tim itu, kepala sekolah memiliki posisi sebagai

12
Gumilar Ramdani, Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, (Jakarta:Universitas PTIQ)
13
sulton ahmad lubis, Kemampuan mengembangkan program pembelajaran individual, ( Jakarta: Univesitas PTIQ)
koordinator dan konsultan bagi para guru dan orang tua. Posisi ini dilakukan untuk
menjaga kebebasan guru dan orang tua di dalam mengemukakan pendapat dan
temuannya. Kepala sekolah, guru dan orang tua akan duduk bersama untuk
merembukkan dan mencari kesepakatan-kesepakatan serta solusi atas program yang
akan dan atau telah dirancang guru. Ada dua hal yang penting sebelum pembentukan
tim antara pihak sekolah (guru, kepala sekolah) dengan orang tua yang harus disiapkan
pihak sekolah: Pertama, pihak sekolah harus sudah menyiapkan gambaran umum
masing-masing anak yang diperoleh berdasarkan hasil asesmen, untuk
dikonfirmasikan lebih lanjut kepada orang tua. Hal ini penting karena orang tua
cenderung menganggap bahwa pihak sekolahlah (guru dan kepala sekolah) yang
memahami segalanya tentang kondisi putra-putrinya. Akibatnya para orang tua
menjadi pasif untuk membantu memberikan latihan atau membantu pendidikan
anaknya di rumah. Anggapan seperti itu keliru dan perlu dijeskan pada mereka bahwa
orang tualah yang sesungguhnya memahami secara detil tentang perilaku, kemampuan
dan kelemahan putranya. Informasi mengenai keberadaan kondisi anak di rumah,
merupakan data penting bagi sekolah (guru dan kepala sekolah) dalam
menindaklanjuti proses pembelajaran mereka. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah
alasan-alasan kenapa perlu dibentuk tim PPI secara jelas dan rinci seperti; tujuan dan
sasaran serta posisi orang tua di dalam tim tersebut. Kedua, menyiapkan kuesioner
mengenai harapan-harapan orang tua dan gambaran umum mengenai putra-putrinya,
sehingga diakhir pertemuan diharapkan dicapai kesepakatan-kesepakatan mengenai
prioritas dan sasaran yang akan ditetapkan dalam PPI.

b. Menilai kebutuhan
Menilai kekuatan dan kelemahan yang akan menjadi rujukan di dalam menetapkan
kebutuhan anak merupakan langkah awal dari tugas guru selaku tim PPI. Informasi ini
akan menjadi data penting dan pertama harus ditemukan untuk selanjutnya
dikembangkan di dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Proses menemukan
kekuatan dan kelemahan tersebut merupakan penilaian penting yang diperoleh melalui
hasil kerja asesmen (para guru dan orang tua). Perolehan mengenai data tadi dapat
dilakukan guru melalui kegiatan observasi, baik di dalam maupun di luar kelas. Guru
juga dapat meminta informasi anak didiknya dari orang tua. Data yang diperlukan
meliputi riwayat hidup anak, kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yang sering
ditunjukkan, serta bantuan yang sering atau pernah dilakukan orang tua misalnya;
ketika orang tua berhadapan dengan putranya pada saat ia belajar, berkomunikasi,
memberi respon terhadap perintah dan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang sering ia
perlihatkan, dll. Untuk memudahkan di dalam memperoleh data ini Tim PPI
hendaknya membuat instrumen atau format isian seperti; data riwayat hidup,
perkembangan bahasa, motorik, perilaku, dll.

c. Mengembangkan Tujuan Pembelajaran


Dalam mengembangkan tujuan pembelajaran, prosesnya dapat dilakukan melalui
penyelarasan antara materi yang ada dalam kurikulum dengan temuan hasil asismen.
Posisi hasil asesmen mungkin akan diletakan di bawah, di tengah atau di atas dari
urutan materi yang terdapat dalam kurikulum, hal ini akan tergantung kepada kondisi
dan kemempuan yang diperlihatkan oleh setiap anak. Dalam IEP tujuan pembelajaran
itu dikenal dengan istilah tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Guru tidak perlu
khawatir dengan penggunaan istilah itu. Guru dapat menggunakan istilah yang biasa
dilakukan seperti tujuan instraksional umum (TU) untuk tujuan jangka panjang, dan
tujuan instraksional khusus (TIK) untuk tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang
merupakan tujuan yang akan ditempuh dalam jangka waktu relatif panjang (lama)
mungkin untuk satu semester atau untuk satu tahun. Sementara tujuan jangka pendek
atau tujuan instraksional khusus, merupakan tujuan yang akan menuntut terjadinya
perubahan perilaku yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu
tujuan jangka pendek ini hendaknya dirumuskan secara spesifik (mungkin hanya
menuntut satu atau dua perilaku), jelas, mudah diukur dan bersifat kuantitatif. Artinya
rumusan tujuan jangka pendek menuntut suatu pernyataan yang jelas tentang perilaku
yang diharapkan serta derajat keberhasilan yang dikehendaki. Melalui rumusan
semacam itu akan memungkinkan guru dapat melakukan penilaian keberhasilan
belajar siswa secara lebih tepat dan akurat.

d. Merancang Metode dan Prosedur Pembelajaran


Proses pembelajaran yang dirancang dalam PPI hendaknya mampu menggambarkan
bagaimana setiap tujuan pembelajaran itu akan dan dapat diselesaikan, serta
bagaimana penilaian keberhasilan anak dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Proses pembelajaran mungkin dirancang dengan cara mengelompokkan anak
berdasarkan kondisi dan karakteristik materi yang akan dibelajarkan secara kooperatif,
mungkin sangat heterogen dan dikelola lebih bersifat individual. Proses pembelajaran
secara kooperatif ini akan dikelola guru sesuai kondisi dan situasi peserta didik yang
dihadapinya. Perubahan strategi atau metode sangat mungkin terus terjadi. Untuk itu
dalam mengelola proses pembelajaran, kreativitas guru menjadi sangat menentukan.

e. Menentukan Evaluasi
Kemajuan Evaluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan dalam setiap tujuan jangka pendek atau tujuan
instraksional khusus. Hal penting yang harus dicamkan dalam melakukan evaluasi
keberhasilan siswa adalah melihat terjadinya perubahan perilkaku pada diri siswa itu
sendiri sebelum dan setelah diberikan perlakuan, dan bukan membandingkan
keberhasilan tingkat pencapaian tujuan belajar yang dicapai dengan siswa lain yang
ada di kelas itu. Metode evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, apakah
melalui test secara tertulis, lisan atau bersifat perbuatan yang ditampilkan dan dicatat
melalui observasi guru. Evaluasi keberhasilan ini harus dilakukan dari dua sisi yaitu
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan dan terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung, sementara evaluasi hasil dilakukan setelah pemberian
materi tuntas diselesaikan. Kedua penilaian ini memiliki posisi dan kepentingan yang
berbeda. Evaluasi proses penting dalam kaitannya melakukan berbagai perubahan
dalam strategi pembelajaran, sementara evaluasi hasil penting untuk melihat tingkat
pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Laporan evaluasi
kemajuan siswa hendaknya bersifat kualitatif, sebab cara penilaian ini akan memberi
gambaran secara nyata, riil dan tidak akan mengaburkan gambaran kemampuan yang
sesungguhnya dicapai siswa. Penilian secara kuantitatif seringkali memberikan
gambaran yang tidak jelas. Pemberian nilai dengan angka 8 misalnya, tidak memberi
makna apa-apa, bahkan memungkinkan menyesatkan. Penilaian secara kuantitatif
boleh dilakukan dengan catatan dibelakang angka-angka itu dijelaskan secara kulitatif
misalnya; pemberian angka 7 dibelakang angka itu dijelaskan misalnya; dalam
membaca kata makan. Dengan demikian nilai 7, menjadi lebih realistis, karena nilai
yang dimaksud hanya menunjuk kepada kemampuan di dalam membaca kata “makan”
Program pembelajaran individual hendaknya diperbaiki secara terus menerus.
Perubahan itu hendaknya merujuk kepada pencapaian tujuan yang telah dan sedang
diselesaikan, serta temuan-temuan yang diperoleh berdasarkan observasi selama
proses pembelajaran berlangsung. Perubahan ini kerap kali terjadi secara signifikan,
dan jangan diartikan sebagai kegagalan, melainkan sebagai kemajuan program di
dalam melakukan perubahan-perubahan tujuan yang lebih positif dan realistis, sejalan
dengan kebutuhan anak yang senantiasa berubah-ubah. Oleh karenanya PPI jangan
dijadikan semacam kontrak yang sifatnya baku dan kaku, melainkan lentur dan sangat
fleksibel. Jika perubahan itu memerlukan modifikasi yang relatif besar, maka hasil
modifikasi itu hendaknya dikomunikasikan kepada orang tua dalam pertemuan rutin
Tim PPI. Mengkomunikasikan kepada orang tua ini penting untuk memperoleh
persetujuan dan mengakomodasi harapan baru, sekaligus mengkomunikasikan tugas-
tugas yang harus dilakukan orang tua di dalam membantu keberhasilan belajar
anaknya14.

Setelah evaluasi terhadap peserta didik, dilakukan peninjauan untuk menentukan


apakah tujuan PPI yang dilaksanakan masih layak dan efektif (metode, waktu,
pelaksana, penilaian) untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta
didik. Guru dapat mengulang program berdasarkan evaluasi terhadap kemajuan
peserta didik. Sebaliknya, apabila tujuan PPI tercapai, tim PPI kembali membuat
tujuan PPI berikutnya sesuai dengan alur pembelajaran pada capaian pembelajaran
(CP) yang ada.

a. Perbaikan/remedial
Perbaikan atau remedial dalam kegiatan PPI adalah mengulang program PPI yang
diberikan. Berdasarkan analisis evaluasi, jika PPI belum sesuai dengan tujuan
(misalnya tujuan terlalu tinggi), metode (kurang tepat dalam langkah pelaksanaan),
pemberian durasi waktu belum sesuai atau kurang konsisten, serta peserta didik

14
Gumilar Ramdani, Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, (Jakarta:Universitas PTIQ)
belum memenuhi capaian pembelajaran, tim pelaksana perlu melakukan perbaikan
PPI, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan.

b. Pengayaan
Jika PPI yang dilakukan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan dan dinilai efektif
untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik, akan diberikan
PPI berikutnya15

KESIMPULAN
PPI adalah pemberian tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasi siswa (Mercer, D.C and
Mercer, 1989). Program ini didasarkan pada kebutuhan siswa mulai dari tingkat keberfungsian
saat ini, menentukan tujuan jangka pendek dan panjang secara objektif, serta konsultasi dengan
psikolog sekolah (Elliot et.al.,1999). Ringkasnya, PPI merupakan rancangan model pembelajaran
yang berbasis pada kebutuhan, kelemahan, dan kelebihan siswa.
Tujuan dari Program ini adalah untuk menyelaraskan antara kebutuhan peserta didik, tugas, dan
perkembangan belajar.
Program pembelajaran individual disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan setiap
siswa. Prosedur yang ideal untuk mengembangkan program pembelajaran individual dikemukakan
Kitano and Kirby (1986) memiliki lima aspek yaitu: pembentukan tim PPI, menilai kebutuhan
khusus anak, mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, merancang metode dan
prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak.

15
Gumilar Ramdani, Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, (Jakarta:Universitas PTIQ)
DAFTAR PUSTAKA

Sulton, A. L. Kemampuan mengembangkan program pembelajaran individual, Univesitas PTIQ, Jakarta.

Gumilar, R. Mengembangkan Program Pembelajaran Individual, Universitas PTIQ, Jakarta.

Dita, L dan Budi, A. (2020) Program Pembelajaran Individual: Meningkatkan Keterampilan Mengancingkan Baju
pada Anak Disabilitas Intelektual Sedang. Al Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak.

Tuti Haryati, Widia Winata, dan Ahmad Suryadi, Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Siswa Slow
learner di SD LAB School FIP UMJ, ( Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta)

Nita Y, Siskandar, Akhmad S, dan Endan S. Memahami Konsep Pembentukan dan Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini Menurut Agama Islam, Pakar Pendidikan, dan Negara. Al Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini 4.
No.1

Farah Arriani, Slamet Wibowo, Fera Herawati, dkk. Panduan Penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI), (
Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementrian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2021)

Diana Dwi Jayanti, Strategi Optimalisasi Potensi Siswa Berkebutuhan Khusus melalui Program Pembelajaran
Individual (Lamongan: Unversitas Islam Lamongan)

Achmad Miftahul Aziz NY, Implementasi program pembelajaran individu Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi ( Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sumber Sari 2 Kota Malang), (Malang : Universitas Islam Maualana
Malik Ibrahim, 2020)

Anda mungkin juga menyukai