Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

PENDIDIKAN INKLUSI

Tentang

LANGKAH LANGKAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH

POPI SARTIKA : 2014010145

DOSEN PENGAMPU : MARTA SUHENDRA, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
T.A : 2021/2022
A. ALUR PENANGANAN DALAM PENERAPAN PENDIDIKAN
INKLUSI

Semua peserta didik memiliki hak untuk mengakses pendidikan yang


responsif terhadap kebutuhan mereka. Pendidikan inklusif adalah konsep yang
dikembangkan dari hak fundamental ini, tetapi dalam praktiknya pendidikan
inklusif dilakukan dengan alur penanganan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 1. Alur Penanganan dalam Penerapan Pendidikan Inklusi

Alur pemanggang dalam penerapan pendidikan inklusi atau Mendidik


Anak Berkebutuhan Khusus yang pertama dilakukan oleh pendidik yaitu,

1. Identifikasi

Tujuan identifikasi itu adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang


anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional,
dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya
akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan
keadaan dan kebutuhannya.
Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah
pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami
kelainan/penyimpangan.

Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak


tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2)
Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak
yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak
lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia,
disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan
(9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan


pada menemukan apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus
atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang
dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya,
pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya.

2. Asesmen

Langkah berikutnya, yang disebut asesmen atau disebut dengan istilah


penyaringan., bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti
dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

3. Profil Anak

Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari


beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah
cenderung memiliki gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD
dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0
(enam, nol), ditemukan bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia,
62,2% diskalkulia, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31%
gangguan komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi
dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran
(Balitbang, 1996).

Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu
diketahui guru. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara
langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema
belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang
dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.

Contoh format isian untuk identifikasi anak berkelainan yang dapat


digunakan oleh sekolah.

4. Perencaanaan pembelajaran

Pada tahap ini,kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan


program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari
klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan
khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain.
Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas
secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan
inklusi.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan


ditangani: Apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau
hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran.
b. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk
rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran
remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas,
pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.
c. Menyusun program pembelajaran individual.

5. Pelaksanaan pembelajaran

Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta


pengorganisasian siswa berkelainan dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan
yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu
pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan
dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan
dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.

6. evaluasi

Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan


belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap
kemajuan dan/atau bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami
kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dimantapkan,
tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik
mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan
pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki
sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus
sekolah.

Menurut Bandi Delphie, alur penanganan dalam penerapan pendidikan inklusi


sebagai berikut: 1

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Implementasi layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di


sekolah penyelenggara pendidikan inklusi diawali dengan kegiatan PPDB.
Kebijakan PPDB bagi peserta didik berkebutuhan khusus diatur dalam PP Nomor
13 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang
Disabilitas Pasal 11 (b) berupa pemberian afirmasi seleksi masuk di lembaga
penyelenggara pendidikan. Afirmasi diberikan sesuai dengan kondisi fisik peserta
didik penyandang disabilitas berdasarkan keterangan dokter dan/ atau dokter
spesialis. Pasal 12 (f) dalam kebijakan tersebut juga menyebutkan penyesuaian
rasio jumlah guru dengan jumlah peserta didik penyandang disabilitas di kelas.

1
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan
Inklusi, (Sleman: Intan Sejati Klaten, 2009), 17.
Sebagai contoh, maksimal hanya ada 2 (dua) peserta didik berkebutuhan khusus
untuk masing-masing rombongan belajar. Jika ditemukan peserta didik dengan
kategori berat, hanya boleh ada satu peserta didik berkebutuhan khusus dalam
rombongan belajar tersebut.

b. Identifikasi dan Asesmen

Identifikasi merupakan suatu proses untuk menemukenali keberagaman


peserta didik. Prinsip identifikasi dibatasi untuk menentukan individu yang diduga
mengalami hambatan sehingga belum dapat ditentukan potensi apa yang dimiliki
peserta didik. Proses identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti;
observasi, wawancara, tes, dan pemeriksaan dokumen sebagai alat untuk menggali
data.

Asesmen adalah suatu proses yang sistematis dan komprehensif untuk


menggali permasalahan secara mendalam untuk mengetahui apa yang menjadi
masalah, hambatan, keunggulan dan kebutuhan individu. Hasil asesmen akan
menentukan jenis dan bentuk layanan pendidikan yang dibutuhkan. Selanjutnya,
hasil asesmen akan dituangkan dalam program pembelajaran berdasarkan
modalitas (potensi) yang dimiliki setiap individu. Hasil asesmen ini juga
digunakan untuk menentukan jenis dan bentuk intervensi secara tepat bagi peserta
didik.

Asesmen yang dilakukan meliputi fungsi area belajar (learning), sosial


emosi (socio-emotional), komunikasi (communication), dan neuromotor.
Asesmen dilakukan secara formal oleh para ahli (psikolog, dokter THT, dokter
mata, terapis, dll.). Asesmen juga dilakukan secara informal oleh guru kelas, guru
mata pelajaran, guru BK, atau GPK. Simpulan hasil asesmen menjadi dasar bagi
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menyusun program intervensi
maupun penyusunan program pembelajaran oleh guru.

c. Penyusunan Profil Peserta Didik


Untuk menyusun program intervensi maupun penyusunan program
pembelajaran, diperlukan matriks perencanaan (planning matrix) atau profil
peserta didik sebelum menyusun program layanan (Quentin, 2012). Matriks
perencanaan merupakan suatu kerangka kerja sederhana berbentuk tabel yang
mengutamakan pendekatan positive partnership.

Matriks perencanaan adalah deskripsi pemetaan tentang kondisi peserta


didik berkebutuhan khusus (PDBK) secara individu. Deskripsi yang diberikan
berupa informasi kondisi aktual hambatan/kelainan, karakteristiknya, dampak,
strategi layanan dan media yang diperlukan dalam intervensi. Membuat matriks
perencanaan untuk PDBK penting dilakukan untuk memotret perkembangan anak
mulai dari karakteristiknya, serta dampak pada lingkungan keluarga dan sekolah.
Dengan matriks perencanaan, guru mampu merancang strategi untuk membantu
anak.

d. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan langkah untuk menghasilkan program dan


proses pembelajaran bagi PDBK. Program pembelajaran disusun berdasarkan
hasil assessment dan matriks perencanaan. Setelah deskripsi pemetaan
karakteristik kebutuhan khusus, disusun skala prioritas yang menggambarkan
urutan urgensi masalah yang harus segera ditangani.

Berdasarkan matriks perencanaan, karakteristik kemampuan anak yang


mempunyai dampak paling besar menjadi prioritas utama untuk ditangani dan
menjadi target utama dalam program pembelajaran yang disusun guru. Di bawah
ini adalah contoh format tujuan (goals) yang akan dicapai dan strategi
mencapainya. Tambahkan rencana kerja (action plan) berisi rincian aktivitas
penanganan yang akan dilaksanakan pada kolom strategi. Dalam rancangan
pembelajaran, perlu ditulis langkah-langkah mengajarkannya secara rinci dalam
bentuk task analysis (analisa tugas). Pada tahap ini, guru mengembangkan long
term goals (tujuan jangka panjang) yang bersifat tahunan sampai short term
objectives yang bersifat harian.
B. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PPI (PENERAPAN
PEMBELAJARAN INKLUSI)

Menurut Kitano & Kirby yang di kutip oleh Mulyono menggambarkan


langkah-langkah PPI seperti dalam gambar berikut: 2

Gambar 1. Langkah-Langkah Pelaksanaan Ppi

1. Penyusunan Tim PPI

Langkah pertama yang harus dilakukan sekolah penyelenggara pendidikan


inklusif untuk pelaksanaan PPI adalah pembentukan tim dalam pelaksanaan PPI
yang terdiri atas kepala sekolah, guru, GPK, psikolog, guru BK, dokter, terapis,
dan tenaga pusat dari simber.

2
Mulyono, Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Dalam Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003, Hlm-54
Gambar 2. Penyusunan Tim PPI
a. Guru sekolah reguler terdiri atas guru kelas (pada satuan pendidikan
SD), guru mata pelajaran (SD, SMP, SMA, SMK), guru BK. Guru
berperan penting dalam penyusunan PPI karena mereka memiliki
banyak informasi yang dapat diberikan terkait dengan kurikulum
umum di kelas regular: bantuan, layanan, atau perubahan pada
program pendidikan yang akan membantu anak belajar dan
berprestasi serta strategi untuk membantu peserta didik berperilaku,
jika ada masalah perilaku.
b. Guru Pembimbing Khusus dapat menyumbangkan informasi dan
pengalaman penting tentang cara memberikan layanan bagi PDBK
sepertii:
1) cara memodifikasi kurikulum umum untuk membantu
PDBK belajar; bantuan dan layanan tambahan yang mungkin
dibutuhkan PDBK agar berhasil di kelas reguler dan di
tempat lain;
2) cara memodifikasi penilaian sehingga PDBK dapat
menunjukkan apa yang telah dipelajarinya; dan
3) aspek lain dari instruksi individualisasi untuk memenuhi
kebutuhan unik PDBK. Selain membantu menyusun PPI, guru
pembimbing
khusus memiliki tanggung jawab untuk bekerja dengan
PDBK untuk melaksanakan PPI. Sesuai keahliannya, GPK
kemungkinan akan bekerja dengan PDBK di ruang pusat
sumber atau kelas khusus yang disiapkan untuk peserta
didik yang menerima layanan program kebutuhan khusus,
melaksanakan team teaching dengan guru sekolah
regular, dan bekerja dengan staf sekolah lainnya untuk
membantu menangani kebutuhan unik PDBK.
c. Kepala Sekolah mewakili sistem sekolah dan merupakan anggota tim
yang berperan untuk menetapkan kebijakan sekolah yang akan
dilaksanakan.
d. Profesional layanan terkait sering dilibatkan sebagai anggota tim
penyusunan PPI. Mereka berbagi keahlian khusus terkait kebutuhan
peserta didik. Tenaga ahli tersebut misalnya dokter (dokter anak atau
dokter ahli lainnya, seperti mata, THT, dll.), terapis okupasi atau
fisik, penyedia pendidikan jasmani adaptif, psikolog, atau
ahli patologi wicara-bahasa. Setiap anggota tim membawa dan
membagikan informasi tentang anak dan layanan yang dibutuhkan
anak. Anggota tim bekerja sama untuk menyusun PPI bagi PDBK.
Tim bekerja sama dengan orang tua untuk mengetahui harapan dan
tujuan utama orang tua, serta memperoleh informasi tentang
kekuatan, minat, kebutuhan, dan aspek lain dari anak. Orang tua juga
dapat menyampaikan ide/ gagasan untuk meningkatkan pembelajaran
anak.Selain itu, orang tua juga mendukung pembelajaran di rumah
dan memberi laporan perkembangan belajar. Selanjutnya, tim
menyusun kontrak kegiatan kerja sama untuk mendukung proses
pelaksanaan PPI dan proses pembelajaran. Tim juga bekerja bersama
melakukan melaksanakan PPI. PPI diawali dengan melaksanakan
asesmen, membuat profil peserta didik, menyusun program, dan juga
menyusun kebijakan sekolah yang mendukung pelaksanaan PPI.
Pertemuan untuk menyusun PPI harus diadakan dalam waktu 30 hari
kalender sejak diputuskan bahwa anak tersebut memenuhi syarat
untuk diberikan layanan menggunakan PPI.
2. Menentukan Tujuan

Setelah pelaksanaan identifikasi dan asesmen oleh tim PPI, selanjutnya


disusun profil peserta didik. Profil peserta didik disusun dari hasil asesmen. Profil
akan membantu guru untuk lebih mengenal peserta didik, meniadakan hambatan
dalam belajar, memenuhi kebutuhan peserta didik dalam belajar, melaksanakan
program pembelajaran dengan fleksibel dan akomodatif, mengevaluasi
pelaksanaan program pembelajaran, dan membuat PPI untuk peserta didik yang
membutuhkan.
Dalam pembuatan PPI, tim menetapkan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang.

3. Penanganan

(Materi, Strategi, Durasi) PPI harus menyatakan kapan layanan akan dimulai
atau rencana dimulainya kegiatan untuk setiap tujuan khusus,
jangka waktu kegiatan, dan tanggal evaluasi untuk mengetahui tingkat
ketercapaian tujuan tersebut, seberapa sering akan disediakan, lokasi layanan akan
diberikan, dan durasi kegiatan. PPI harus mencantumkan layanan program
kebutuhan khusus dan layanan terkait yang akan diberikan kepada anak tersebut.
Selain itu, harus juga didiskripsikan juga metode dan kriteria evaluasi bagi setiap
tujuan, meskipun secara eksplisit. Hal ini juga sudah dapat dilihat pada bunyi
tujuan yang dimaksud. PPI harus menyatakan bagaimana kemajuan anak dan
dilaporkan kepada orang tua.

4. Evaluasi Keberhasilan

Kegiatan PPI ditentukan oleh perencanaan, pelaksanaan, dan hasil. Program


Pembelajaran Individual harus ditinjau setiap tahun untuk memperbarui tujuan dan
memastikan tingkat layanan memenuhi kebutuhan siswa. Setiap tahun, guru,
orang tua, dan tenaga profesi terkait lainnya akan memeriksa kemajuan anak
untuk menetapkan apakah PPI bagi PDBK dapat diteruskan atau tidak. Apabila
diteruskan, data ini akan dipakai sebagai rujukan dalam menyusun PPI tahun
berikutnya. PPI dapat diubah kapan saja sesuai kebutuhan. g. Rencana Tindak
Lanjut Program lanjutan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan awal.
Gambar 3.

Berikut ini salah satu contoh pelaksanakan program pendidikan inklusi di


Malaysia. Program ini mirip dengan konsep integrasi, yang dilaksanakan dengan
dua cara yaitu:3

Inklusi secara penuh: siswa dengan keperluan khas belajar

1) bersama-sama siswa biasa sepenuhnya ditempatkan dalam kelas yang sama.


Inklusi separuh/sebagian: siswa dengan keperluan khas belajar

2) dengan siswa yang biasa bagi subjek-subjek tertentu saja. Melalui program ini
siswa-siswa dengan kebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan siswa
normal, di dalam satu kelas yang sama dan diajar oleh guru biasa yang sama,
dengan dibantu oleh guru sumber pendidikan khusus. Tujuan ini untuk
meningkatkan interaksi antara siswa ABK dengan siswa normal disamping
memberlakukan hak pendidikan yang sama untuk anak-anak tanpa ada perbedaan

3
Jamila K.A. Mohamed, pendidikan khusus untuk anak-anak istimewa (Bentong Bukit
tinggi: PTS Professional Publish, 2005), hlm. 18
KEPUSTAKAAN

Abdurrahman, Mulyono.2003 Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Rineka cipta.

Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting


Pendidikan Inklusi. Sleman: Intan Sejati Klaten.

Efendi, Mohammad. 2006. Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Jamila K.A. Mohamed. 2005. pendidikan khusus untuk anak-anak istimewa.


Bentong Bukit tinggi: PTS Professional Publish.

Anda mungkin juga menyukai