Bimbingan adalah pemberian layanan bantuan kepada seluruh siswa tanpa
terkecuali, agar siswa dapat mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Konseling adalah proses pemberian layanan bantuan yang dilakukan secara tatap muka kepada individu yang sedang mengalami masalah. Bimbingan dan konseling (BK) ini bertujuan agar setiap individu atau kelompok dapat lebih mengenal dan mengetahui kekurangan serta kelebihan yang ada dalam dirinya.
Disabilitas (disability) adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik,
mental, intelektual, atau sensorik, dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi pertisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.
Bimbingan konseling terhadap disabilitas atau anak berkebutuhan khusus
adalah upaya yang berupa petunjuk dari seseorang ahli atau yang membantu terhadap seseorang yang dibantu dalam memahami kondisi dirinya dengan tujuan dapat menghadapi masalah dengan baik. Seseorang yang dibantu dalam konteks ini adalah anak yang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kita ketahui bersama bahwa
eksistensi bimbingan dan konseling sangatlah diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya diranah sekolah terhadap anak yang berkebutuhan khusus. Sebagai salah satu komponen penunjang pendidikan, bimbingan dan konseling memiliki posisi kunci dalam kemajuan atau kemunduran pendidikan. Mutu pendidikan ikut ditentukan oleh bagaimana bimbingan dan konseling itu dimanfaatkan dan dioptimalkan fungsinya dalam pendidikan khususnya intistusi sekolah.
Penanganan anak berkebutuhan khusus dalam BK dapat diberikan dengan
melakukan diagnosa terlebih dahulu bagi para klien. Menurut Samuel A. Kirk, prosedut diagnosis mencakup lima langkah yaitu: 1. Menentukan potensi atau kapasitas anak . 2. Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidag studi yang memerlukan pengajaran remedial. 3. Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi. 4. Menganalisis faktor-faktor yang terkait. 5. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.
Selain itu, menurut Abdurrahman ada tujuh langkah prosedur diagnosis,
yaitu:
1. Identifikasi, guru yang ingin mengadakan program remedial hendaknya
dapat menentukan anak-anak yang memerlukan pelayanan remedial. Identifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau catatan sebelumnya, bisa berupa hasil tes intelegensi atau tes lainnya. 2. Menentukan prioritas, tidak semua anak yang oleh sekolah dinyatakan sebagai berkesulitan belajar memerlukan remediasi. Sehingga perlu menentukan prioritas, anak mana yang diperkirakan dapat diberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru kelas serta anak mana yang perlu mendapat remedial secara khusus. 3. Menentukan potensi, potensi anak dapat ditentukan dengan tes intelegensi. Jika dari tes tersebut, hasil scor IQ 70 ke bawah, maka anak ini dapat digolongkan anak tuna grahita. Anak dengan penyandang tuna grahita, tidak dapat dibimbing di sekolah biasa, tetapi diberi bimbingan secara khusus. 4. Menentukan penguasaan bidang studi yang perlu remedial, salah satu karakteristik anak berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang jauh dari kapasitas intelegensinya. Oleh karena itu, guru remedial perlu memiliki data tentang prestasi belajar anak dan membandingkan prestasi belajar tersebut dengan taraf intelegensinya. 5. Menentukan gejala kesulitan, pada langkah ini guru remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara anak belajar. cara anak mempelajari suatu bidang studi sering dapat memberikan informasi diagnostik tentang sumber penyebab yang orisinal dari suatu kesulitan. 6. Analisis berbagai gejala yang terkait, pada langkah ini guru melakukan analisis terhadap hasil-hasil pemeriksaan ahli-ahli lain, seperti psikolog, dokter, dan ahli lainnya. Ini berarti bahwa seorang guru perlu memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai bidang ilmu yang terkait. 7. Menyusun rekomendasi untuk remedial, berdasarkan hasil diagnosis yang secara cermat, guru dapat menyusun suatu rekomendasi penyelenggaraan program pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar.
Anak dengan kebutuhan khusus memerlukan perlakuan khusus pula, sehingga
guru BK tidak bisa memperlakukan anak berkebutuhan khusus sama dengan anak normal lainnya, atau bahkan membandingkan mereka.
Refrensi:
Abdurrahman, Mulyono, 2012, Anak Berkesulitan Belajar, Teori, Diagnosis, dan