Anda di halaman 1dari 36

Penguatan Budaya Profesionalisme Tenaga Kerja Konstruksi D r. L i l i s W i d a n i n g s i h , S P d . , M T.

K e t u a D e p t . P e n d . Te k n i k
Arsitektur/Sekretaris PUI TVET RC
Disampaikan pada: Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi
DPD ASTTI Jawa Barat, Asosiasi tenaga Teknik Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia
PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 2
sumber: paparan Cepi Riyana, workshop pembelajaran daring
1. CREATIVITY

2. EMPATHY

3. LOGIC & ANALYSIS

Tom Hawks (Korey Kay)


Jan 22, 2019
1. Sebutkan dalam dua kata tentang tentang industri jasa konstruksi?
2. Apakah menurut Bapak/Ibu insdustri konstruksi di Indonesia memiliki prospek yang
bagus?
Sumber: paparan Dirjen Vokasi pada FGD, Reformasi Pendidikan Vokasi
1. Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
merupakan payung dari berbagai peraturan lainnya yang menyangkut ketenagakerjaan di
berbagai sektor.
Tujuan dari UU No.13 Tahun 2003 adalah:
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 9


Pasal 18:
1. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan
kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja
swasta, atau pelatihan di tempat kerja,
2. Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompetensi kerja,
3. Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh
tenaga kerja yang telah berpengalaman,
4. Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi
yang independen,
5. Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 10


“Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas
kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan,
profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan
keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan
lingkungan”

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 11


1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi
2. Mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi
yang berkualitas;
3. Mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan
antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta
4. Meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
5. Mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;
6. Menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan
menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
7. Menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
8. Menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 12


13
Tenaga kerja konstruksi diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan yang terkait Jasa
Konstruksi, yaitu:
• Arsitektur
• Sipil
• Mekanikal
• Tata Lingkungan, dan
• Manajemen Pelaksanaan
• Apakah anda sudah memiliki sertifikasi tenaga kerja konstruksi?
• Sebutkan dalam satu-tiga kata tentang kata professionalime
• Mengapa harus profesional dan bersertifikat?
• Apakah bersertifikat berarti profesional?
• Bagaimana tenaga kerja konstruksi dinyatakan profesional?
Dari 8 juta TKK yang ada, hanya sekitar 9,65
persen yang memiliki sertifikat kompetensi

Klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi


dinyatakan dalam Sertifikat Kompetensi Kerja
yang terdiri dari:
a. Sertifikat Keahlian (SKA)
b. Sertifikat Ketrampilan (SKT)

Ketentuan mengenai Sertifikat Kompetensi Kerja


diatur dalam:
a. SKA : Peraturan LPJK No. 5 Tahun 2017
b. SKT : Peraturan LPJK No. 6 Tahun 2017
Pandangan tentang pentingnya sertifikasi
Sumber: Hasil penelitian pada tenaga kerja ahli konstrusi (2020)
Jumlah Tenaga Kerja Ahli Konstruksi (BPS, 2020)
Bagaimana Membangun Budaya Kerja Profesional?
1. Apa yang anda ketahui tentang budaya kerja di industry konstruksi?
2. Pentingkah bagi tenaga kerja konstruksi untuk mengikuti peningkatan kompetensi kerja
berkelanjutan?
3. Kalau terjadi kecelakaan kerja dalam pengerjaan sebuah proyek konstruksi, siapa
menurut anda yang paling bertanggungjawab?
IMPROVEMENT
OF
QUALITY &
QUANTITY OF
CONSTRUCTION
 Peran pendidikan dan pelatihan WORKER
dalam mendorong
pengembangan upaya perbaikan
kinerja tenaga konstruksi
nasional dengan melakukan
Capacity Building yang di CAPACITY BUILDING
fokuskan pada level micro IN MICRO LEVEL
Improvement
CONSTRUCTION
INDUSTRY
Performance IMPROVMENT
Profesionalisme
recognition

Micro Level Capacity Building Improvement


Sumber: Djatnika, dkk, 2005

20
1. Diversity and Inclusion
2. Sustainability and Climate
3. Focus on Employees
4. Technology

TEACH A COURSE 21
1. Mengembangkan Budaya yang Berkomitmen pada Semua Aspek
“Membangun program keselamatan yang komprehensif adalah inti dari
budaya konstruksi yang sukses.”
Tapi di mana untuk memulai?
• Menjadikan keselamatan – baik fisik maupun psikologis – sebagai prioritas.
• Fokus pada pelatihan pekerja,
• Buat mereka berinvestasi dalam program keselamatan, dan beri
penghargaan atas perilaku yang baik.
• Pastikan Anda juga mendorong keterbukaan, mempromosikan rasa hormat,
dan menyambut rasa ingin tahu.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 22


2. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Beragam dan Inklusif (D&I)
Keanekaragaman/Diversity: Keanekaragaman mewakili apa yang kita lihat –
ras, etnis, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, usia, kemampuan fisik,
keyakinan agama, keyakinan politik, atau ideologi lainnya.
Inklusi/Inclusion mewakili diri otentik itu – di mana seorang individu dapat
muncul dan menjadi dirinya sendiri, berbagi perspektif yang berbeda dan
memiliki mekanisme untuk melakukannya secara efektif.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 23


3. Mengembangkan Lingkungan Belajar
Masa depan cara kita bekerja sedang berubah. Kekurangan tenaga kerja
konstruksi adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri saat ini.
Dengan munculnya inovasi baru dan banyak perusahaan berlomba untuk
mengadopsi teknologi berbasis cloud, penting untuk mengadopsi metode
pendidikan berkelanjutan yang lebih formal untuk memajukan aset perusahaan
yang paling berharga: orang.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 24


4. Pembelajaran Berkelanjutan Mendorong Anda dan Membuka Pintu ke
Peluang Baru
• Jika Anda tidak belajar, Anda tidak menjadi lebih baik.
• Penting untuk keluar dari zona nyaman Anda dan mencoba hal-hal baru.
• Mengikuti webinar hingga menghadiri konferensi hingga berjejaring.
• Penting untuk menemukan metode yang paling cocok.
• Dari sudut pandang organisasi, penting bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan
memberi karyawan peluang untuk bercabang di luar hari-hari mereka untuk
mengembangkan keterampilan mereka.
• Pelatihan karyawan berdampak pada retensi dan keterlibatan karyawan, bahkan
perekrutan talenta terbaik.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 25


Adaptasi Budaya Kerja 5S Jepang

5S 5R 5K Deskripsi

Buang yang tidak berguna, berarti tempat kerja


kita terbebas dari barang, bahan dan hal-hal lain
Seiri Ringkas Ketelitian yang tidak kita perlukan. Pisahkan dengan teliti
dan singkirkan semua hal yang tidak diperlukan
saat bekerja (pandai memilah).

Teratur, mudah dilihat dan dicari, berarti semua


barang, mesin dan peralatan berada pada tempat
Seiton Rapi Kerapian
yang telah ditentukan secara teratur (mudah
terlihat).

Tempat kerja, barang, mesin, peralatan, termasuk


Seiso Resik Kebersihan
dokumen dalam kondisi bersih dan terawat.

Menjaga lingkungan kerja dan mesin tetap


terawat sesuai standar, agar tempat kerja kita
Seiketsu Rawat Kesegaran
bisa menginspirasikan semangat bagi siapa pun
yang melihatnya di setiap saat.

Disiplin dan taat (sadar diri), berarti keempat


Shitsuke Rajin Kedisiplinan langkah di atas kita lakukan secara disiplin dan
mematuhi dengan benar apa yang ditetapkan.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 26


Adaptasi Budaya Kerja 5S Jepang

• Meningkatkan kualitas
• Meningkatkan keamanan
• Mencegah/menemukan kejanggalan sedini mungkin
• Menghilangkan pemborosan/meningkatkan efisiensi

Meningkatkan Keuntungan

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 27


• Filosofi: yakni upaya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
• Hukum: kurang lebih ada 50 acuan perundang-undangan yang bisa ditelaah
mengenai K3, diantaranya seperti UU no.1 tahun 1970, UU no.13 tahun 2013, PP
no.50 tahun 2012 dan masih banyak lainnya.
• Kemanusiaan: kecelakaan dapat menimbulkan penderitaan bagi korban maupun
keluarga. K3 diharapkan melindungi pekerja dan masyarakat. K3 merupakan bagian
dari HAM.
• Ekonomi: K3 dilakukan agar mencegah kerugian materi serta untuk meningkatkan
produktivitas.
• Keilmuan: K3 merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya
mencegah kecelakaan, kebakaran, pencemaran maupun penyakit akibat kerja.

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 28


Budaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibentuk oleh
beberapa faktor utama yaitu: komitmen top manajemen,
peraturan dan prosedur K3, komunikasi, kompetensi pekerja,
keterlibatan pekerja dan lingkungan kerja.
(Christina et al., 2012).

Perusahaan yang menerapkan budaya keselamatan kerja


dengan baik dapat meminimalkan kemungkinan kecelakaan
kerja yang diakibatkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh
individu, meningkatkan kesadaran akan bahaya saat
melakukan kesalahan, mendorong pekerja untuk menjalani
setiap prosedur dalam semua tahap pekerjaan, dan
mengarahkan pekerja untuk melaporkan kesalahan atau
kekurangan sekecil apapun yang terjadi untuk menghindari
terjadinya kecelakaan.
(Reason, 1997)

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 29


The Hierarchical Model of Construction Workers’ Safety competency
Sumber: (Kongzheng Liang 1 , Ivan Wing Hong Fung 1, Chaohua Xiong 2,* and Hanbin Luo, 2019)
(1) karakter dan kecenderungan individu;
(2) penyesuaian diri dan kemampuan beradaptasi;
(3) sikap kerja;
(4) kualifikasi operasional terkait keselamatan.

Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa semua faktor secara signifikan berkontribusi pada
kompetensi keselamatan seseorang, dan karakter individu serta kecenderungan
berkontribusi paling besar pada pembentukan kemampuan seseorang, sedangkan efek
perantara dari penyesuaian diri dan kemampuan beradaptasi tidak boleh diabaikan baik
secara teoritis maupun praktis.
Bagaimana mengantisipasi dan menyikapi kegagalan/kesalahan

• Dalam upaya melakukan tindakan perbaikan senantiasa harus selalu


memperhatikan kemungkinan adanya kegagalan/kesalahan.
• Kesalahan-kesalahan kecil dapat diterima/dimaklumi sepanjang
kesalahan tersebut tidak disengaja.
• Memanfaatkan kegagalan/kesalahan sebagai pengalaman untuk
melangkah yang baik (maju) di waktu yang akan datang.
• Yang paling penting adalah mencegah kesalahan/kegagalan yang sama
tidak berulang kembali

33
Bukan tanggung jawab individu & perusahaan
Kurangnya studi Perubahan
Faktor Penyebab lingkungan Penelitian
sebelumnya
lingkungan hidup

Kegagalan dan Siapa Kurang berlatih tidak cukup Perubahan faktor


ekonomi
yang Bertanggung
Salah paham
Jawab Kurangnya Kurang Kurangnya struktur
respons kewenangan
Salah persepsi analisis
terhadap
dan perubahan Kurangnya
Salah menilai penelitian lingkungan penyusunan
situasi
Kurangnya konsep
Salah Konsep strategi
Pandangan sempit menilai kurang

Tanggung jawab perusahaan


Tanggung jawab individu
Perbedaan budaya
Mengabaikan
Tidak Daya
prosedur Penyebab Kurangnya budaya
tahu paham organisasi
Kurang komunikasi prosedur Kegagalan kurang
Kurang kesadaran
akan keselamatan

Kelelahan/kurang Masalah Struktur


sehat Ceroboh organisasi manajemen yang
kaku
Kurang
pencegahan
Tidak
Tidak Kurang pegawai
tahu
Kurang mengerti peduli penyebab
Kurang manajemen

Mengabaikan Kejadian yang tidak


tradisi biasa

Kurang Kejadian yang tidak


pengetahuan diketahui

Bukan tanggung jawab siapa pun


Dinamika pengembangan dan
puncak karir (2-40 tahun)

Masa awal: 4 Bulan – 2 tahun Masa setelah puncak karir

Proses pengembangan keterampilan :


 Peningkatan jenis dan skala pekerjaan
 Perluasan jejaring hubungan kerja
 Penambahan jumlah tim kerja Pasca puncak karir :
Keterampilan vokasional dasar:  Pembelajaran sambil bekerja (learning on the job, Relasi karir dilanjutkan oleh generasi
Rekruitmen orang terdekat learning by doing) berikutnya
Prasyarat utama softskills  Peralihan peralatan pertukangan Mendorong yang muda mempelajari
Diperkenalkan alat dan  Keterlibatan lembaga pelatihan dan professional teknologi baru
keterampilan dasar (arsitek dan sipil) Informan tidak lagi terlibat pekerjaan
Ditugasi laden/kenek  Keterampilan membaca gambar dan perhitungan di perkotaan
Bertahap menjadi tukang  Membentuk nilai kerja baru (Penerapan K3, Kembali ke desa menjadi tokoh
terbimbing kedisiplinan, teknik komunikasi, manajemen tim) kampung
 Respons terhadap teknologi baru termasuk Sebagian lagi masih tetap bertahan
menjadi tukang bangunan di desanya
Bagan 4.19. Pola Pengembangan Keterampilan Vokasional
Sumber: Data Penelitian, 2017

PENGUATAN BUDAYA PROFESIONALISME TENAGA KERJA KONSTRUKSI 35


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai