Anda di halaman 1dari 5

Nama : A’yuna Dzil Ma’unah/ IAT 3A

Mata Kuliah : Ushul Fiqh


Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

1. Apa perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh? Berikan contohnya!


 Fiqh merupakan Pengetahuan mengenai hukum syara’ yang bersifat amaliyah.
 Ushul Fiqh merupakan kaidah yang menjelaskan tentang ‘’metode’’ pengambilan
hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i yang ada.
Contoh: (Fiqh) dalam kitab fiqh ada ungkapan "mengerjakan sholat itu hukumnya wajib"
wajibnya melakukan sholat itu di sebut hukum syara' , tidak pernah disebut dalam al-Quran
atau hadist bahwa hukumnya sholat itu wajib, melainkan yang tersebut dalam Al-Quran itu
adalah perintah untuk mengerjakan sholat yang berbunyi "Aqiimuss Sholaat” (kerjakanlah
sholat), ayat Al-quran yang mengandung perintah sholat tersebut di sebut "dalil syara'".
Untuk merumuskan kewajiban sholat yang di sebut hukum syara dari firman Allah yang
berbunyi "Aqiimusss sholat" yang mana di sebut dengan dalil syara itu, ada aturannya dalam
bentuk kaidah (yang dalam hal ini disebut Ushul Fiqh), misal yakni "setiap perintah itu
menunjukkan wajib."
2. Ada yang menyetujui Qiyas dan ada yang menolak Qiyas. Apa alasan keduanya?
Berikan contoh!
 Alasan ulama’ yang menyetujui adanya qiyas karena Dalam Al-Qur’an Allah S.WT.
berfirman : ‫ول‬55‫ل والرس‬55‫ردوه إهل‬55‫ئ ف‬55‫( فإن تنزعتم فى ش‬Q.S An-Nisa: 59) kata tersebut berarti
perintah untuk mengikuti qiyas apabila terdapat perbedaan dalam penetapan hukum
yang tidak terdapat dalam nash. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa, jika ada
perselisihan pendapat diantara ulama tentang hukum suatu maslah, maka jalan keluarnya
dengan mengembalikannya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Cara mengembalikannya
yaitu dengan melakukan qiyas. Selain itu ada juga ayat: ‫“( َفاْعَتِبُرْو ا يُأْو ِلى ْاَألْيَص ار‬Ambilah
ibarat hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2). Kemudian ada
juga dari hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan Imam Ahmad; ‫ َلَم ا َبَع َثُه‬: ‫َع ْن ُمَع اٍذ َقاَل‬
‫ َكْيَف َتْقِض ى ِاَذ ا َع َرَض َقَض اٌء ؟ َقاَل َاْقِض ى ِبَك َتاِب ِهللا َقاَل َفاِء ْن َلْم َتِج ْد ِفى‬: ‫الَّنِبُّى صلى هللا عليه وسلم ِالَى ْالَيَم ِنى َقاَل‬
‫ َقاَل َفاِء ْن َلْم َتِج ْد ِفى ُس َّنِة َر ُسْو ِل ِهللا َو َال فِى ِكَتاِب ِهللا ؟ َقاَل َاْج َتِهُد ِبَر ْأِيى َو َال اُلْو َقاَل‬,‫ِكَتاِب ِهللا ؟ َقاَل َفِبُس َّنِة َر ُسْو ِل ِهللا‬
.‫َفَضَر َب َر ُسْو ُل ِهللا صلى هللا عليه وسلم َص ْد َرُه َو َقاَل ْالَحْم ُد ِهلل اَّلِذ ى َو َّف َق َر ُس ْو َل َر ُس ْو ِل ِهللا ِلَم ا َيْر َض اُه َر ُس ْو ُل ِهللا‬
‫رواه أحمد وابو داود والترمذى‬. “Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW
mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda ‘bagaimana engkau menentukan apabila
tampak kepadamu suatu ketentuan? ‘Mu’adz menjawab; “saya akan menentukan hukum
dengan kitab Allah?” Mu’adz menjawab; “dengan Sunnah Rasulullah s.aw.” kemudian
nabi bersabda; “kalau tidak engkau jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab
Allah?” Mu’adz menjawab; “saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak
kembali”; Mu’adz berkata bahwa kemudian Rasulullah memukul dadanya, kemudian
Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan
Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.
Contoh yang menerima Qiyas: Al-Imam Syafi’i, beliau menerima Qiyas berdasarkan
dalil-dali di atas dan diperkuat lagi tentang qiyas dengan firman Allah S.W.T dalam
Al-Qur’an: ‫ياَأُّيَهاَّالِذ ْيَن َء اَم ُنْو ا َالَتْقُتُلْو اا لَّصْيَد َو َاْنُتْم ُحُر ٌم َو َم ْن َقَتَلُه ِم ْنُك ْم ُم َتَعِم ًدا َفَج َز اٌء ِم ْثُل َم ا َقَت َل ِم َن الَّنَع ِم َيْح ُك ُم‬
‫” ِب ِه َذ َو اَع ْد ٍل ِم ْنُك ْم‬Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang
buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang
dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara
kamu”. (Al-Maidah: 95)
Contoh qiyas: ayat tentang haramnya khamar. Khamar yaitu minuman yang
memabukkan yang diambil dari air anggur, yang tidak di masak di api. Nash tersebut
terdapat dalam surah al-Maidah (5): 90, Yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” Kemudian, ternyata
minuman yang memabukkan bukan saja terbuat dari anggur, bisa saja terbuat dari biji-
bijian dan buah-buahan lainnya. Ini diberi nama al-nabidz cth: wiski. Lalu ulama
mujtahid menganalogikan (mengqiyas-kan), antara khamar dan nabibz/wiski, karena
ada kesamaannya. Rukun qiyasnya sebagai berikut: a) Khamar merupakan hukum asal
b) Nabidz merupakan hukum cabang c) Hukum asal khamar dalam Al-Qur’an adalah
haram d) Ilatnya adalah sama-sama memabukkan. Kesimpulannya, nabidz atau semisal
wiski, hukumnya adalah haram, karena di-qiyaskan dengan khamar.

 Alasan Ulama’ yang menolak qiyas adalah karena tidak adanya dalil atau petunjuk pasti
yang menyatakan bahwa qiyas dapat dijadikan sumber hukum Islam. Contoh: Ibn Hazm,
beliau menolak qiyas karena menurutnya bila ada yang mengatakan bahwa terdapat
penyelesaian hukum yang tidak ada di Al-Qur’an dan Sunnah maka hal itu merupakan
metode yang batal. Dia juga menganggap bahwa kaum muslimin tidak dituntut untuk
mencari sebab-sebab perintah Tuhan. Jika seseorang mengambil sebab suatu ketetapan
hukum dan menganggap bahwa itu juga yang dikehendaki Tuhan, hal itu merupakan
keputusan yang sewenang-wenang. Dia juga berpendapat bahwa nash-nash itu tidak
perlu dicari illat –nya (yang perlu dikeluarkan agar dapat meng-istinbath-kan hukum
dengan qiyas) di sini beliau berpegang pada Al-Qur’an Q.S Al-Anbiya’:23 yang artinya:
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya dan merekalah yang akan ditanyai.”
Dalam masalah Q.S An-Nahl Ibn Hazm mengartikan kata “i’tabiru” dengan makna
pelajaran.
Contoh lain yang menolak qiyas: Madzhab Syi’ah Imamiyah dan madzhab Zahiriyah
misalnya, mereka tidak mengakui keberadaan qiyas apalagi menerima atau
menggunakannya sebagai salah satu sumber hukum Islam karena kewajiban
mengamalkan qiyas adalah sesuatu yang bersifat mustahil menurut akal.

3. Jelaskan karakteristik Fiqih Indonesia dan Fiqih Sosial! Berikan contoh!


Karakteristik Fiqh Indonesia:
-Menghadirkan fiqh yang berpijak pada prinsip masalah mursalah (mengandaikan bahwa
eksistensi hukum pada dasarnya dimaksudkan untuk melahirkan kemaslahatan bagi
manusia) keadilan, dan juga kemanfaatan bagi masyarakat Indonesia
-dalam pembentukannya mempertimbangkan urf yang berkembang di Indonesia
-Fiqh Indonesia berlandaskan bahwa hukum Islam yang diberlakukan untuk umat Islam
Indonesia adalah hukum yang sesuai dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
seperti hukum adat yang telah berkembang dalam masyarakat Indonesia dengan catatan
tidak bertentangan dengan syari’ah.
-Perumusan Fiqh Indonesia didukung secara penuh dengn proses internalisasi fatwa-fatwa
hukum ulama dahulu yang relevan untuk konteks sosial dan budaya Indonesia serta
menjadikannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari konsep fiqh baru yang digagas
tersebut.
Contoh:
a) Terkait perceraian yang harus di Pengadilan karena ada kasus permasalahan yang
jika tidak di pengadilan akan ada kasus semisal hartanya diambil semua dan yang
wanita tidak dapat bagian apapun.
b) Terkait zakat yang tidak hanya dari Umat Islam Indonesia, tapi juga non-Muslim
sebagai perimbangan atas tanggungan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

Karakteristik Fiqh Sosial KH. M. Ah. Sahal Mahfudz


 Memiliki ciri-ciri yang menonjol dari “paradigma ber-fiqh” baru yaitu: Pertama,
mengupayakan interpretasi ulang terhadap teks-teks fiqh untuk mencari konteksnya
yang baru. Kedua, makna bermazhab berubah dari bermazhab tekstual (Mazhhab qauly)
ke bermazhhab secara metodologis (Mazhab manhaji). Ketiga, verifikasi mendasar
antara ajaran yang pokok (ushul) dan yang cabang (furu’). Keempat, fiqh dihadirkan
sebagai etika sosial, bukan sebagai hukum positif negara. Kelima, pengenalan
metodologi pemikiran filosofis, terutama dalam masalah budaya dan sosial. Oleh karena
itu kehadiran fiqh disini juga sebagai perangkap hermeneutika yang berpengaruh pada
persoalan metodologisnya
 Cara berpikir dan bertindak sesuai dengan kondisi sosial yang berkembang di
masyarakat tanpa menghilangkan landasan tekstualnya.
 Sebagai kritik dua mainstrem pemikiran yang berkembang saat itu, yakni: pertama,
kelompok yang hanya menekuni wilayah praksis tanpa dibekali dengan kemampuan
yang memadai. Kedua, kelompok yang hanya sibuk berdikusi atau beretorika tetapi lupa
terhadap kondisi yang berkembang di masyarakat.
 Tindakan sosial yang mempunyai keterkaitan kuat dengan agama tetap harus
berdasarkan norma-norma agama itu, walaupun dalam realisasinya lebih kondisional.

Contoh:
a. Tentang krisis ekologi. Kyai Sahal memandang penggunaan alam harus didasarkan
pada aspek manfaat dan mafsadat, untuk menunjang kebutuhan dan kehidupan yang
terdiri dari tiga kategori, yakni kebutuhan mendesak (dharuri), kebutuhan dasar
(hajji), dan kebutuhan sekunder (tahsinni). Pemenuhan itu harus sesuai dengan skala
prioritas dan ditujukan untuk kepentingan bersama. Kemaslahatan disini tetap pada
pertimbangan pemungsian alam untuk kepentingan masyarakat secara umum.
b. Tentang ekonomi sosialis. Umat manusia sebagai subyek ekonomi dibebankan untuk
berikhtiar sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Taklif (pembebanan) ini
berimplikasi pada banyak hal. Meskipun ekonomi sendiri bukan komponen fiqh,
ikhtiar dalam arti luas adalah terkait erat dengan persoalan uasaha ekonomis. Dalam
hal ekonomi Islam, diterapkan pokok-pokok ekonomi secara umum yaitu pertanian,
perindustrian (termasuk juga kerajinan), dan perdagangan. Dalam pelaksanaannya,
diharuskan mempertimbangkan kepentingan antara penjual dan pembeli, tidak
diperkenankan mengambil keuntungan yang melebihi batas kewajaran dan hal lainnya
yang dapat merugikan salah satu pihak. Jelasnya sistem ekonomi Islam yang lebih
sosialis dihadirkan untuk mengahadang sistem ekonomi global yang kapitalis, dalam
artian sistem ekonomi yang lebih melihat pada kepentingan pemilik modal untuk
mengeruk keuntungan sebesar mungkin, dan merugikan rakyat kecil.

4. Ada yang mengatakan Nabi berijtihad, ada yang tidak. Berikan penjelasan dan
contohnya!
Para Ulama’ memiliki pandangan berbeda-beda dalam masalah ijtihad Nabi, ada yang
mengatakan bahwa Nabi tidak berijtihad, misal: Abu Ali al-Juba’i, beliau mengatakan
bahwa Nabi tidak berijtihad baik dalam wilayah agama maupun dalam kehidupannya
sehari-hari. Hal ini didasari al-Qur’an surah an-Najm: 3 dimana ayat ini berkaitan dengan
perkataan-perkataan Nabi ketika berkaitan dengan hukum syar'i, yaitu ketika Nabi sedang
memutuskan hukum, baik berupa jawaban dari suatu pertanyaan, putusan terhadap sebuah
pertikaian, maupun fatwa terhadap sebuah kasus. Dalam urusan-urusan tersebut, Nabi
tidak mungkin berijtihad.
Ada juga dari golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa ijtihad tidak diperbolehkan
bagi para Nabi bahkan jika tidak ada nas sekalipun. Hal ini dilandaskan pada Q.S Al-
Maidah: 15 yang menjelaskan bahwa memang tidak patut bagi nabi untuk mengikuti
sesuatu selain wahyu yang diberikan kepadanya. Sehingga ayat ini mencondongkan kalau
tidak ada ijtihad bagi seorang Nabi.

Para Ulama’ yang mengatakan bahwa Nabi berijtihad, dalam argumentasi rasional, andai
Nabi tidak melakukan ijtihad sedang umatnya diperbolehkan, hal ini malah
menggambarkan betapa Nabi tidak lebih cerdas dari umatnya. Mengapa demikian?
Karena ijtihad diperlukan kecerdasan akal sedang mereka yang tidak pernah melakukan
ijtihad berarti tidak memiliki kecerdasan akal. Mustafa Sabri menilai bahwa Ijtihad
tetaplah pernah dilakukan oleh Nabi. Hal ini terlihat baik dalam nash Alquran maupun
ungkapan Nabi sendiri. Mengenai ayat 15 dari surat Yunus di atas Sabri sebenarnya jelas
bahwa ayat itu terkait dengan penjelasan Nabi tentang Alquran. Sehingga memang tidak
mungkin Nabi mengungkapkan sesuatu yang lain mengenai pendapatnya pribadi tentang
Alquran kecuali wahyu yang diberikan kepadanya. Sabri juga berpendapat dalam hal ini
bisa dilihat dari beberapa aspek: a.) bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad bersambungan langsung dengan wahyu yang disampaikan kepadanya.
Artinya ijtihad yang dilakukan Nabi meskipun kadang memunculkan kesalahan namun
tentu telah dipertimbangkan dengan segala perintah dan wahyu Allah yang diberikan
kepadanya. b.) Nabi adalah manusia yang maksum dan terlepas dari kesalahan karena
tertutupi oleh wahyu dan mukjizat yang melekat pada kenabiannya. Karenanya, ijtihad
yang dilakukan Nabi jika memang menimbukan kesalahan maka akan ditutupi atau
ditegur dengan adanya wahyu yang disampaikan Allah kepadanya. c.) Kepribadian
Muhammad Saw sebagai Nabi lebih banyak mendapat perhatian daripada kepribadian
Muhammad Saw sebagai manusia. Artinya, meskipun Nabi melakukan ijtihad
sebagaimana manusia biasa, namun karena perhatian umat terfokus pada kenabian, maka
sifat ittiba’ terhadap ijtihad tersebut masih menjadi perhatian atas kenabian itu sendiri.

Contoh yang menyetujui Nabi berijtihad: Abdul Jalil Isa, menurutnya terdapat beberapa
keputusan Nabi yang merupakan hasil Ijtihad salah satunya: Penetapan Nabi untuk tidak
membunuh para tawanan Badar dan memilih untuk dijadikan tebusan. Dalam hal ini Nabi
memilih tawanan perang untuk dijadikan tebusan daripada membunuhnya yang mungkin
-dalam pandangan Nabi- hanya sia-sia adalah demi perjuangan atau dakwah Islam. Dalam
pandangan Nabi, para tawanan lebih maslahat jika ditukar dengan uang daripada
membunuhnya, mengingat kaum muslimin akan mendapatkan harta melimpah yang bisa
digunakan untuk menopang kebutuhan perang. Namun, tampaknya Allah lebih memiIih
tegaknya kalimat tauhid daripada ditukar harta duniawi, sehingga Tuhan memerintahkan
untuk membunuh tawanan.

5. Ada banyak kriteria ilmu yang harus dimiliki Mujtahid. Jelaskan disertai minimal 3
contoh!
Secara umum seorang mujtahid harus memiliki kemampuan dalam hal, antara lain:
a) Mengerti dan paham akan tujuan syariat (maqashid syari’ah) dengan sepenuhnya,
sempurna dan menyeluruh.
b) Mampu melakukan istinbath hukum berdasarkan paham dan pengertian terhadap
tujuan-tujuan syariat tersebut.
c) ‘Adalah (adil), yaitu menjauhi segala maksiat yang mencari sifat dan sikap keadilan.
d) Ber–akhlaq karimah

Untuk secara khusus, seorang mujtahid juga harus memiilki kemampuan dalam hal, antara
lain:
a) Memiliki pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Sunnah.
b) Memiliki pengetahuan tentang persoalan Ijma’ sebelumnya.
c) Memiliki pengetahuan tentang ushul fiqh.
d) Menguasai ilmu bahasa.
e) Berdiskusi dengan para pakar/ahli di bidangnya terkait dengan persoalan yang sedang
dibahas.
Contoh:

 Imam empat (Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hanabil.) Mereka
merupakan mujtahid mutlaq yang mendirikan fiqh atas dasar metode dan kaidah yang
ditetapkannya sendiri. Atau clengan rumusan lain ia adalah mujtahid yang telah
memiliki ushul fiqh dan fiqh sendiri, yang tidak sama dengan ushul fiqh clan fiqh yang
dibangun oleh mujtahid lain.
 Pengikut Abu Hanifah; Ibn al-Qasim- mujtahid yang mencakup kriteria (syarat-syarat)
berijtihad tetapi metode yang cligunakannya terikat pada imam yang dianutnya.
Namun, walaupun terikat pada salah satu metode madzhab dalam melakukan ijtihad, ia
tidak terpengaruh oleh Imam Madzhab tersebut. Dengan kata lain, ia adalah tingkatan
mujtahid yang memiliki fiqh sendiri, tetapi tidak memiliki ushul fiqh
 Imam Ghozali, beliau merupakan mujtahid yang mengikuti tatacara imamya dalam
beristinbat hukum, mereka bisa membedakan mana penndapat yang shohih dan dloif.

Anda mungkin juga menyukai