Anda di halaman 1dari 11

Implementasi Anti-Slapp (Strategic Lawsuit Action Against Public

Participation) Dalam Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan


Hidup

Naufal Sebastian1, Ali Masyhar2


Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
1

Gedung K, Sekaran, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah


Email: naufalsebastian97@gmail.com

Abstrak
Setiap orang tentu menjadi kunci dari kelestarian lingkungan hidup. Setiap orang memiliki
peran terhadap kehancuran lingkungan hidup atau kelestarian lingkungan hidup. Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah
mengatur mengenai imunitas bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan yang baik
dan sehat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Ketentuan
Anti-SLAPP merupakan paradigma baru dalam perkembangan hukum di Indonesia. UU
PPLH menjadi pelopor mengenai penggunaan Anti-SLAPP di Indonesia. Meski demikian,
masih banyak terjadi kasus SLAPP yang terjadi.

Kata Kunci: Kebijakan, Implementasi, Anti-SLAPP, Lingkungan Hidup.

Abstract
Everyone is undoubtedly the key to environmental sustainability. Everyone has a role in the
destruction of the environment or ecological sustainability. Law No. 32 of 2009 concerning
Environmental Protection and Management has regulated immunity for everyone who fights
for a good and healthy environment. The research method used in this research is to use a
qualitative approach with normative juridical analysis. Anti-SLAPP provisions are a new
paradigm in the development of law in Indonesia. The PPLH Law became a pioneer in the
use of Anti-SLAPP in Indonesia. However, there are still many SLAPP cases that occur.

Keywords: Policy, Implementation, Anti-SLAPP, Environment.

Article Info
Received date: 15 Januari 2022 Revised date: 27 Maret 2023 Published date: 29 April 2023

A. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum yang dalam konstitusinya menjamin hak

asasi bagi warga negaranya. Salah satu hak yang dijamin adalah berkaitan dengan

hak atas lingkungan hidup yang sehat. Jaminan hak atas lingkungan hidup yang baik

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 8
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

dan sehat tertuang secara eksplisit dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 dan

Pasal 9 angka (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Setiap orang tentu menjadi kunci dari kelestarian lingkungan hidup. Setiap

orang memiliki peran terhadap kehancuran lingkungan hidup atau kelestarian

lingkungan hidup. Usaha melestarikan lingkungan hidup dilakukan dengan berbagai

cara, mulai dari hal kecil yang sifatnya personal sampai dengan usaha struktural

dengan menerbitkan kebijakan. Salah satu kebijakan dalam usaha pelestarian

lingkungan hidup adalah diterbitkanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup telah mengatur mengenai imunitas bagi setiap orang yang

memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat. Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009

menyebutkan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang

baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.” Pasal ini

dikenal sebagai pasal Anti-SLAPP (Strategic lawsuit action against public participation).

Ketentuan Anti-SLAPP ini merupakan upaya perlindungan bagi masyarakat untuk

melakukan peranya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Masyarakat memiliki peran dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Peran masyarakat ini diatur dalam ketentuan Pasal 70 UU No. 32

Tahun 2009 tentang PPLH, yang berbunyi:

Pasal 70
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. Pengawasan Sosial;
b. Pemberian Saran, Pendapat, Usul, Keberatan, Pengaduan; Dan/Atau
c. Penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. Meningkatkan Kepedulian Dalam Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
b. Meningkatkan Kemandirian, Keberdayaan Masyarakat, Dan Kemitraan;
c. Menumbuhkembangkan Kemampuan Dan Kepeloporan Masyarakat;

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 9
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

d. Menumbuhkembangkan Ketanggapsegeraan Masyarakat Untuk Melakukan


Pengawasan Sosial; Dan
e. Mengembangkan Dan Menjaga Budaya Dan Kearifan Lokal Dalam Rangka
Pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pada prakteknya, masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan

yang baik dan sehat kerap direpresi dengan ancaman SLAPP. SLAPP sendiri

merupakan bentuk penggunaan instrumen hukum untuk mengkriminalisasi pejuang

lingkungan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat, sepanjang tahun

2014 sampai dengan 2018, telah terjadi 723 kasus kriminalisasi menimpa masyarakat

yang tengah memperjuangkan lingkungan hidup. LBH Semarang mencatat Di Jawa

Tengah, setidaknya telah terjadi 4 (empat) kasus menunjukan strategic lawsuit action

against public participation digunakan oleh korporasi untuk melemahkan gerakan

penolakan pencemaran lingkungan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Keempat korporasi tersebut antara lain: CV. Guci Mas Nusantara di Kabupaten

Jepara; PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang; PT. Rayon Utama Makmur di

Kabupaten Sukoharjo; dan PT Panggung Jaya Indah Textile di Kota Pekalongan.

Terjadinya represi melalui mekanisme hukum terhadap masyarakat yang

memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat, menunjukan pertentangan antara

ketentuan Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan realita yang terjadi. Untuk itu, penelitian ini

akan membahas mengenai implementasi Anti-SLAPP (Strategic lawsuit action against

public participation) dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

B. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek

penelitian. Asshofa menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif menghasilkan data

yang bersifat deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 10
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

yang dapat diobservasi manusia. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan dengan

menganalisa data hukum dari berbagai sumber. Baik data primair, data sekunder,

maupun data tertier dalam bentuk deskriptif.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian

yurudis normatif. Penelitian yurudis normatif merupakan penelitian hukum yang

mempergunakan sumber data sekunder berupa peraturan-peraturan perundang-

undangan, teori hukum, pendapat sarjana tertentu. Dengan kata lain, penelitian

hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan kepustakaan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kebijakan Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit action against public participation)

Dalam Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Strategic lawsuit action against public participation (SLAPP) merupakan

bentuk perlawanan secara hukum yang ditujukan kepada masyarakat yang

melakukan kritik atau partisipasinya terhadap suatu kepentingan. Menurut Black

Law Dictionary, SLAPP didefinisikan sebagai “tuntutan yang dilakukan oleh

pengembang, eksekutif perusahaan, atau pejabat terpilih untuk menahan orang-orang

yang melakukan demonstrasi terhadap beberapa jenis inisiatif bernilai tinggi atau yang

mengambil posisi merugikan pada isu kepentingan publik.”

Dari definisi SLAPP, dapat dilihat bahwa penggunaan SLAPP digunakan

untuk menyerang partisipasi masyarakat. SLAPP banyak dilakukan oleh

pengusaha dan penguasa untuk melindungi kepentinganya dari kritik

masyarakat. SLAPP pada prinsipnya digunakan untuk membungkam partisipasi

publik. Geroge W. Pring dan Penelope Canan, memberikan kriteria mengenai

SLAPP, yaitu:

1. Adanya keluhan, pengaduan, tuntutan dari masyarakat atas dampak

kerusakan yang terjadi;

2. Dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif, individual, dan organisasi

non-pemerintah;

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 11
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

3. Adanya komunikasi yang dilakukan kepada pemerintah atau pejabat yang

berwenang;

4. Dilakukan terhadap isu yang menyangkut kepentingan umum atau

perhatian publik.

Ketentuan mengenai SLAPP di Indonesia pertama kali muncul pada

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UU PPLH). Dimana pada Pasal 66 UU PPLH disebutkan

bahwa: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan

sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”

Pasal 66 tersebut memuat ketentuan Anti-SLAPP, karena secara tersurat

memberikan imunitas kepada masyarakat yang memperjuangkan hak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk terhindar dari SLAPP.

Pasal 66 UU PPLH hadir sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat

yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan

hidup. Kontruksi Pasal 66 UU PPLH memiliki 2 (dua) unsur utama Anti-SLAPP,

yaitu: partisipasi/ekspresi kepentingan publik (lingkungan). Partisipasi menjadi

hal yang sangat penting dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Hal ini sesuai dengan asas yang diatur dalam Pasal 2 UU PPLH. Partisipasi

masyarakat juga menjadi salah satu nafas kebijakan hukum lingkungan. Pada

romawi 1 angka 7 Penjelasan atas UU PPLH, disebutkan bahwa: “Perbedaan

mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup dengan UndangUndang ini adalah adanya penguatan yang terdapat

dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam

setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan

pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.”

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 12
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Ketentuan Anti-SLAPP pada UU PPLH menjadi kebaharuan dalam

kebijakan hukum lingkungan di Indonesia. Namun, menurut Reynaldo

Sembiring, ketentuan mengenai Anti-SLAPP pada UU PPLH masih

menumbulkan permasalahan. Permasalahan ini terdapat pada penafsiran

penjelasan Pasal 66 UU PPLH yang menyebutkan: “Ketentuan ini dimaksudkan

untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Perlindungan ini dimaksudkan

untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau

gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.”

Frasa “tindakan pembalasan” menjadi multitafsir yang dapat mereduksi

makna partisipasi publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Ketentuan mengenai “tindakan pembalasan dari terlapor” dapat berakibat

pemaknaan mengena Anti-SLAPP hanya dapat digunakan bagi masyarakat yang

sudah menempuh laporan atau upaya hukum saja. Dalam tulisanya, Reynaldo

memberikan pandangan bahwa sebaiknya Pasal 66 jangan dibaca bahwa Pasal 66

hanya berlaku jika korban dan/atau pelapor sudah menempuh cara hukum,

melainkan harus dibaca bahwa tindakan SLAPP dapat terjadi kapan saja, baik

sebelum atau sesudah korban dan/atau pelapor menempuh cara hukum.

Kebijakan mengenai Anti-SLAPP dalam pengelolaan dan perlindungan

lingkungan hidup, tidak hanya terdapat pada UU PPLH. Pada tahun 2013,

Mahkamah Agung menerbitkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung

Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedonam Penanganan

Perkara Lingkungan Hidup. Surat Keputusan ini memberikan pedoman bagi

Hakim dalam mengadili perkara lingkungan hidup.

Mahkamah Agung melalui SK Ketua MA No. 36/KMA/SK/II/2013

memberikan arahan dan penjelasan mengenai Anti SLAPP yang terdapat pada

UU PPLH. Mahkahah Agung menyatakan sebagai berikut: “Anti SLAPP

merupakan perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, gugatan SLAPP dapat

berupa gugatan balik (gugatan rekonvensi), gugatan biasa atau berupa pelaporan telah

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 13
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

melakukan tindak pidana bagi pejuang lingkungan hidup (misalnya, dianggap telah

melakukan perbuatan “penghinaan” sebagaimana diatur dalam KUHP).” “Bagaimana

sistem hukum acara perdata dan hukum acara pidana untuk diterapkan dalam “ANTI

SLAPP”. Hal tersebut belum diatur dalam hukum acara perdata (HIR/Rbg) dan KUHAP,

demikian pula belum ditemukan dalam praktik peradilan.” “Untuk memutuskan

sebagaimana dalam Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa gugatan penggugat

dan/atau pelaporan tindak pidana dari pemohon adalah SLAPP yang dapat diajukan baik

dalam provisi, eksepsi maupun dalam gugatan rekonvensi (dalam perkara perdata)

dan/atau pembelaan (dalam perkara pidana) dan harus diputuskan lebih dahulu dalam

putusan sela.”

Keputusan Mahkamah Agung inipun masih terdapat perdepatan

mengenai tafsir pejuang lingkungan. Siapakah yang layak disebut sebagai

pejuang lingkungan? Ketentuan mengenai gugatan balik dapat ditafsirkan bahwa

Anti-SLAPP hanya dapat diberlakukan terhadap pejuang lingkungan yang telah

menempuh upaya hukum. Semestinya Anti-SLAPP berlaku pada setiap orang

yang memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat. Tidak terbatas pada

pejuang lingkungan yang telah menempuh upaya hukum.

Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa ketentuan Anti-SLAPP

merupakan paradigma baru dalam perkembangan hukum di Indonesia. UU

PPLH menjadi pelopor mengenai penggunaan Anti-SLAPP di Indonesia.

Kebijakan Anti-SLAPP diatur pada Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedonam

Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.

2. Implementasi Anti-SLAPP dan Kasus SLAPP Dalam Pengelolaan Dan

Perlindungan Lingkungan Hidup.

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 14
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Implementasi dalam Kamus Besar Bahasai Indonesia, memiliki arti

“pelaksanaan”. Sehingga yang dimaksud sebagai implementasi Anti-SLAPP

adalah pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan Anti-SLAPP. Di Indonesia terdapat

2 (dua) kebijakan Anti-SLAPP, khususnya Anti-EcoSLAPP. Yaitu kebijakan Anti-

SLAPP dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

Pasal 66 UU PPLH sebagai kebijakan Anti-SLAPP, selain sebagai

mekanisme perlindungan bagi pejuang lingkungan juga merupkan panduan bagi

aparat penegak hukum. Dengan demikian, implementasi Pasal 66 UU PPLH

sudah semestinya menjadi upaya preventif yang dapat dilakukan oleh aparat

penegak hukum untuk menghindari ancaman tuntutan dan/atau gugatan bagi

setiap orang yang memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pada tahun 2018,

mencatat mengenai peningkatan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Di

Tahun 2018, pada 13 Provinsi di Indonesia terdapat 163 pejuang lingkungan yang

dikriminalisasi. Peningkatan kasus tersebut menunjukan bahwa, meski telah

lama memiliki kebijakan Anti-SLAPP, tindakan SLAPP masih terus saja terjadi.

Beberaa kasus SLAPP yang menimpa pejuang lingkungan, antara lain:

a. Pemidanaan Aktivis Penolak Tambang, Budi Pego;

Heri Budiawan atau yang dikenal sebagai Budi Pego adalah salah

seorang masyarakat yang menolak penambangan emas di Tumpang Pitu,

Banyuwangi. Tambang emas tersebut diketahui merupakan milik dari PT.

Bumi Suksesindo dan PT. Damai Suksesindo.

Pada bulan Januari 2018, Budi Pego dijatuhi pidana selama 4 (empat)

tahun atas dakwaan telah menyebarkan paham komunisme sebagaimana

diatur dalam Pasal 107a UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap

kemanan negara.

Tuduhan menyebarkan komunisme ini bermula saat Budi Pego dan

sejumlah warga melakukan aksi protes terhadap perusahaan tambang emas di

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 15
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Tumpang Pitu. Pada saat melakukan aksi protes, Budi Pego dituduh membawa

spanduk bergambar palu arit. Menurut Budi Pego, dari total 11 (sebelas)

spanduk yang dicetak tidak ada satupun yang bergambar palu arit. LBH

Surabaya selaku Penasihat Hukum Budi Pego menyebutkan bahwa kasus yang

menimpa Budi Pego sarat akan kejanggalan. Kejanggalan itu lantaran barang

bukti spanduk bergambar palu arit tidak dapat dihadirkan oleh penuntut

umum serta tidak ada saksi yang meligat Budi pego membawa spanduk

tersebut.

b. Gugatan Terhadap Ahli, Bambang Hero;

Bambang Hero merupakan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bambang digugat oleh PT. Jatim Jaya Perkasa (PT. JJP) senilai Rp.

510.000.000.000,- (lima ratus sepuluh milyar rupiah) di Pengadilan Negeri

Cibinong. Gugatan tersebut diregister dengan nomor 223/pdt.g/2018/pn.cbi.

Gugatan terhadap Bambang ini dikarenakan keteranganya sebagai ahli

di persidangan. Bambang diminta oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kelautan (KLHK) untuk menghitung kerugian negara atas kebakaran hutan di

Riau yang disebabkan oleh PT. JJP pada tahun 2013. Pada persidangan

tersebut, PT. JJP dinyatakan bersalah dan diwajibkan untuk membayar denda

sebesar Rp. 1000.000.000,- (satu milyar rupiah). PT. JJP kemudian merasa

keberatan dengan keterangan yang disampaikan oleh Bambang sebagai ahli,

sehingga melakukan upaya gugatan kepada Bambang Hero.

c. Pemidanaan Aktivis Lingkungan VS PT. Rayon Utama Makmur.

Sejumlah warga di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo telah

lama terganggu akibat bau busuk limbah yang dihasilkan dari operasional PT.

Rayon Utama Makmur (PT.RUM). Warga telah melakukan berbagai upaya

agar PT. RUM dapat mengendalikan bau limbah yang mencemari udara.

Upaya-upaya yang dilakukan yaitu dengan mengadu ke Kepala Daerah dan

melakukan aksi-aksi protes. Tuntutan warga berbuah pemidaan yang dialami

oleh 7 (tujuh) aktivis yang melakukan tuntutan kepada PT. RUM.

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 16
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Ketujuh aktivis yang ditangkap, sebanyak lima orang didakwa

melakukan perusakan dan dua orang lainya didakwa melanggar Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebanyak lima dari tujuh

terdakwa divonis hukuman penjara 2 tahun, hingga 2 tahun 3 bulan oleh

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang. LBH Semarang selaku Penasihat

Hukum para terdakwa berpandangan jika fakta-fakta yang terungkap

dipersidangan tidak menjadi pertimbangan majelis hakim. Seharusnya majelis

hakim dapat mempertimbangkan aspek pencemaran lingkungan hidup dalam

membuat putusan.

Maraknya kasus eco-SLAPP justru setelah terbitnya kebijakan Anti-

SLAPP menunjukan rendahnya implementasi Pasal 66 UU PPLH daalam

melindungi pejuang lingkungan. Fakta yang terjadi, SLAPP dapat terjadi

kepada siapapun. SLAPP bisa menimpa warga terdampak pencemaran

lingkungan, aktivis lingkungan hidup, hingga akademisi.

D. PENUTUP

Indonesia telah memiliki kebijakan Anti SLAPP. Khususnya berkaitan

dengan Eco-SLAPP, yaitu SLAPP terhadap kasus lingkungan hidup. Kebijakan

anti SLAPP diatur pada Pasal 66 UU PPLH dan Keputusan Ketua MA No.

36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedonam Penanganan Perkara

Lingkungan Hidup. Meski demikian, masih banyak terjadi kasus SLAPP yang

terjadi. Hal ini dikarenakan masih belum jelasnya penafsiran mengenai SLAAP

dan rendahnya implementasi Pasal 66 UU PPLH.

E. DAFTAR PUSTAKA

Ashshofa Burhan, 2013, Metode Penelitian Hukum”, Jakarya, Rieneka Cipta.


Canan,George, 1996, “SLAPP Getting Sued For Speaking Out”, Philadelphia,
Temple University Prees.
Imaniar Hesty, 2018, “5 Terdakwa Perusakan PT RUM Sukoharjo Divonis”,
Tribunjateng.com.

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 17
Naufal Sebastian & Ali Masyhar
Kreasi: Jurnal Inovasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Irfani Faisal, 2018, “Kejanggalan Kasus “Palu Arit” Terhadap Budi Pego”,
Tirto.id.
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2018, “Amicus Curiae (Sahabat
Pengadilan) Dalam Kasus Heri Budiawan alisa Budi Pego Pada Perkara
Nomor: 559/Pid.B/2017/PN.Bny Di Pengadilan Negeri Banyuwangi”,
Jakarta, ELSAM.
Moleong, 2006, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung, Rosda.
Rahma Andita, 2018, “Kisah Budi Pego, Tolak Tambang Emas Malah Dituduh
Komunis”, Tempo.co.
Redaksi, 2021, “Mendorong Penataan Regulasi Anti SLAPP”, Jakarta, Indonesian
Center for Enviromental Law.
Ronny, Soemitro, 1990 “Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri”, Jakarta,
Ghalia Indonesia.
Rusdiana, Hernanda, 2021, “Problematika Hukum Pejuang Lingkungan Hidup
Dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Novum: Jurnal
Hukum, Unesa Surabaya, Vol 8 No 4.
Sembiring Reynaldo, 2014 “Kriminalisasi atas Partisipasi Masyarakat: Menyisir
Kemungkinan terjadinya SLAPP terhadap Aktivis Lingkungan Hidup
Sumatera Selatan”, Jurnal Hukum Lingkungan Vol. 1 Issue 1.
Siaran Pers WALHI, 2018 “Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup Terus
Berlanjut di Rezim Nawa Cita”, Jakarta, Walhi.or.id.
Wismabrata Michael, 2018, “Kronologi Guru Besar IPB Digugat Rp. 510 Milyar
hingga Petisi Bela Prof Bambang, Ini Faktanya”, Kompas.com.

Jurnal Kreasi: Volume 3, No. 1, April 2023


Available Online at https://ejournal.baleliterasi.org/index.php/kreasi 18

Anda mungkin juga menyukai